You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS

A. Konsep Dasar Obstruksi Usus


1. Definisi
Obstruksi usus terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi
usus ke depan, tetapi peristaltiknya normal (Reeves J. C, 2001)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus (Sylvia, 1995).
Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi usus (Subaston,
1995)
2. Etiologi
Obstruksi usus pada umumnya diklasifikasikan sebagai :
a.

Obstruksi Mekanik
Obstruksi usus mekanik mempengaruhi kekuatan dinding usus, disebabkan oleh :

1) Perlekatan
Biasanya terjadi akibat dari pembedahan abdomen sebelumnya, lengkung usus, menjadi
melekat pada area yang sembuh secara lembut atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen.
2) Intususepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup ke dalam bagian lain yang ada di bawahnya, invaginasi
/ pemendekan usus oleh gerakan satu segmen dari usus ke tempat lain, akibatnya terjadi
penyempitan lumen usus.

3) Volvulus
Perputaran yang saling mengunci, usus yang terpelintir, akibatnya lumen usus menjadi
tersumbat, gas dan cairan berkumpul dalam usus yang terjebak.
4) Hernia
Masuknya usus ke dalam kantung hernia melewati lubang hernia, akibat lemahnya kelemahan
muscular abdomen, peningkatan teanan intra abdominal, akibatnya aliran usus mungkin
tersumbat total dan aliran darah ke area tersebut dapat juga tersumbat.
5) Tumor

Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor di luar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus. Akibatnya lumen usus menjadi tersumbat sebagian,
bila tumor tidak diangkat mengakibatkan obstruksi lengkap.
b. Obstruksi usus non mekanik
1) Peritonitis
2) Disfungsi motilitas gastro intestinal sebagai akibat tidak normalnya peristaltik usus.
3) Ileus paralitik akibat dari proses pembedahan dimana visera abdomen tersentuh.
4)

Atoni usus dan peregangan gastro intestinal sering timbul menyertai berbagai kondisi
traumatik, terutama setelah fraktur tulang belakang.

5) Terjepitnya batu empedu di dalam usus.


3. Patofisiologi
Secara normal 7 sampai 8 liter cairan kaya elektrolit dari sekresi oleh usus dan
kebanyakan direabsorbsi. Bila usus tersumbat akumulasi, isi usus, cairan dan gas akan terjadi
di daerah atas usus yang mengalami obstruksi, hal ini akan menimbulkan distensi. Bila cairan
ini tertahan terus-menerus akan terjadi refluks muntah yang akan menyebabkan dehidrasi.
Distensi menyebabkan distensi sementara peristaltik saat usus berusaha mendorong material
melalui area tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik berakhir dan usus
menjadi flacid. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat,
menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteri. Hal ini akan menyebabkan iskemia,
nekrosis dan akhirnya ruptur dinding usus, yang dapat menyebabkan pelepasan bakteri dan
toksin dari usus ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik yang dapat mengakibatkan
peritonitis dan septikemia.
4. Manifestasi Klinis
Semakin tinggi letak penyumbatan, maka semakin cepat terjadi dehidrasi.
a.

Obstruksi usus halus

1) Nyeri
Biasanya tidak nyata seperti pada ileus paralitik, walaupun abdomen mungkin sensitif (nyeri
bila ditekan). Nyeri biasanya menyerupai kejang, datangnya bergelombang dan biasanya
terletak pada umbilikus.
2) Muntah (sering muncul, frekuensinya bervariasi tergantung letak obstruksi)
3) Konstipasi absolut

4) Peregangan abdomen / distensi abdomen (semakin ke bawah semakin jelas)


5) Feses dan flatus dapat keluar pada permulaan obstruksi usus halus
6)

Tanda-tanda dehidrasi : haus terus-menerus, mengantuk, malaise umum dan lidah serta
membran mukosa menjadi pecah).

b. Obstruksi Usus Besr


Obstruksi usus besar berbeda secara klinis dari obstruksi usus halus. Dalam hal ini gejala
terjadi dan berlanjut relatiflambat, manifestasi yang timbul pada obstruksi usus besar yaitu :
1) Konstipasi
2) Abdomen menjadi sangat distensi
3) Kram dan nyeri abdomen bawah
4) Muntah fekal
5) Dehidrasi (tingkatan tergantung letak penyumbatan)
6)

Suara usus besar pada mulanya mungkin pertanda hiperaktif proksimal dari obstruksi,
kemudian mengalami penurunan.

7) Syok
5. Pemeriksaan Diagnostik
a.

Sinar X
Menunjukkan adanya kuantitas abnormal dari gas dan cairan usus.

b. Pemeriksaan radiogram abdomen (Untuk menegakkan diagnosis obstruksi usus)


Pada obstruksi usus halus ditandai adanya udara di usus halus, sedangkan pada obstruksi usus
besar menunjukkan adanya udara dalam kolon.
c.

Radiogram Barium
Untuk mengetahui tempat obstruksi

d. Pemeriksaan laboratorium (elektrolit darah dan DL)


Menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi
(leukosit mencapai 30.000 50.000 ul)
e.

Proktosigmoidoskopi
Membantu menentukan penyebab obstruksi bila di dalam kolon

6. Penatalaksanaan
a.

Tindakan Medis

1)

Dekompresi usus melalui selang usus halus / NGT untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen.

2) Terapi intravena diperlukan untuk mengganti kekurangan cairan, natrium klorida dan kalium.
3) Selang rektal digunakan untuk dekompresi area yang ada di bawah usus
4) Kolonoskopi untuk membuka iritan dan dekompresi usus.
b.

Apabila kondisi klien tidak bereson terhadap tindakan medis,maka diperlukan tindakan
pembedahan. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan.

1) Reseksi bedah : untuk mengangkat penyebab obstruksi


2) Kolonostomi sementara / permanen
3) Sokostomi : pembukaan secara bedah yang dibuat pada seikum.
c.

Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.perawatan luka
abdomen dan pemberian kalori yang cukup serta perlu diingat pasien dengan pasca bedah,
usus masih dalam kecelakaan.

7. Komplikasi
a.

Syok hipovolemik

b. Peritonitis
c.

Septikemia

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Obstruksi Usus


1. Pre Operasi
a. Pengkajian
1) Data biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan, jenis kelamin)
2) Cairan
Gejala : muntah banyak dengan materi fekal, berbau

Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis


3) Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : wajah klien tegang, tampak meringis, distensi abdomen
4) Eliminasi
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : distensi abdomen, penurunan bising (dari hiperaktif

ke

hipoaktif), feses (-), tergantung letak obstruksi, jika ada feses hanya sedikit (berbentuk
pensil).
5) Aktivitas
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
6) Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko kekurangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh b.d output berlebih
2) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen
3) Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d mal absorbsi usus
4) Resti infeksi b.d ruptur usus
5) Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, pemeriksan diagnosa dn tindakannya.
c.

Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resiko kekurangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh
b. d output berlebih.
Tujuan : Klien menunjukkan tidak

terjadinya

kekurangan

cairan selama masa perawatan.


KH

:-

Intake cairan klien kembali adekuat.

Membran mukosa lembab

Muntah (-)

Intake output normal

Pengisian kapiler < 3 detik


Intervensi :

1) Observasi keadaan kulit dan membran mukosa


R/ Kulit dan membran mukosa yang kering menunjukkan kehi-

langan cairan yang berlebih atau dehidrasi


2) Kaji intake output klien
R/ Intake-output yang tidak seimbang menunjukkan ketidakadekuatan pemasukan dan pengeluaran cairan.
3) Ukur tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu)
R/ Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan.
4) Kaji penghisapan selang nasogastrik
R/ Penghisapan nasogastrik yang lama dapat mengakibatkan
dehidrasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian
cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan atau anemia.
6) Pantau hasil laboratorium elektrolit
R/ menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.
Dx. 2 Gangguan ras nyaman nyeri b.d distres abdomen
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang setelah dilakukan
perawatan.
KH

:-

Nyeri (-)

Kliem tampak rileks

TTV dalam batas normal


TD : 110/70 mmHg 120/80 mmHg
N : 60 100 x/mnt

Skala nyeri (1-3)

Distensi abdomen (-)


Intervensi :

1) Ukur TTV (Nadi dan TD)


R/ Nadi dan TD meningkat menunjukkan terjadinya nyeri.
2) Kaji skala nyeri klien
R/ Membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan
analgetik atau menyatakan terjadinya komplikasi.
3) Ajarkan tehnik relaksasi
R/ Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan menurun-

kan menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan


4) Pantau status abdominal setiap 4 jam
R/ Untuk mengidentidikasi kemajuan atau penyimpangan nyeri
dari hasil yang diharapkan.
5) Pertahankan tirah baring
R/ Tirah baring mengurangi penggunaan energi dan membantu
mengontrol nyeri dengan mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot.
6) Pertahankan pasien pad posisi semi fowler
R/ Untuk membantu gerakan gravitasi terhadap selang GI dan
memudahkan pernafasan.
7)

Pertahankan puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus
keluar.
R/ Memungkinkan makanan per oral dengan tidak ada bising
akan meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan.

8) Kolabirasi dalam pemasangan selang GI / usus


R/ penghisapan membantu dalam dekompresi saluran GI
sehingga menurunkan distensi abdomen.
9) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilan.
R/ analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri.
Dx. 3 Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d malabsorbsi usus
Tujuan : Klien tidak mengalami konstipasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
KH
-

:-

Eliminasi bowel klien kembali adekuat

Bising usus klien 6-12 x/mnt


Intevensi :

1) Kaji pola defekasi klien


R/ Mengetahui pola eliminasi klien dan menentukan intervensi
yang tepat.
2) Auskultasi bising usus
R/ Perlambatan bising usus dapat menandakan ileus obstruksi
statis menetap
3) Kaji keluhan nyeri abdomen
R/ Mungkin berhubungan dengan distensi gas atau terjadinya

komplikasi seperti ileus


4) Kaji pola diet klien
R/ Masukan adekuat dari serat dan makanan kasar memberikan
bulk
5) Anjurkan klien mengkonsumsi makanan tinggi serat
R/ Makanan tinggi serat dapat meminimalkan konstipasi.
6) Kolaborasi : berikan pelunak feses seperti : supositoria gliserin sesuai indikasi.
R/ Supositoria gliserin perlu untuk merangsang peristaltik
dengan perlahan.
Dx. 4 Resti infeksi b.d ruptur usus
Tujuan

: Klien tidak mengalami infeksi setelah dilakukan

intervensi keperawatan
KH

: - TTV dalam batas normal

P : 16 24 x/mnt
N : 60 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-

Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor (-), color (-), tumor (-), fungsiolaesa (-).

Leukosit : 5000 10.000 / mm3

Bising usus kembali normal

Flatus (+)
Intervensi :

1) Kaji TTV setiap 2 jam (TD, N, P, S)


R/ Nadi , Suhu menunjukkan adanya infeksi
2) Kaji kualitas dan intensitas nyeri
R/ Peningkatan nyeri menunjukkan adanya infeksi
3) Ukur dan catat lingkar abdomen
R/ Deteksi dini terhadap masalah dengan intervensi segera dapat
mencegah akibat serius.
4)

Beri tahu dokter dengan segera bila nyeri abdomen meningkat, lingkar abdomen terus
meningkat yang disertai penghentian bising usus tiba-tiba
R/ Temuan ini menunjukkan resiko ruptur peritonitis sehingga
diperlukan tindakan pembedahan

5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


R/ Penyakit meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi
petugas pelayanan kesehatan paling umum sebagai sumber infeksi nosokomial.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Leukosit yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
7) Kolaborasi pemberian anitibiotik sesuai indikasi
R/ Antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi.
Dx. 5 Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, pemeriksaan
diagnosa dan tindakannya.
Tujuan : Ansietas berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH
-

:-

Klien tampak rileks

Klien dapat menyebutkan kembali tentang prognosis penyakit


Intervensi :

1) Observasi prilaku klien, misal : gelisah, kontak mata kurang / peka rangsang
R/ Prilaku gelisah, kontak mata kurang / peka rangsang menandakan indikator derajat ansietas.
2) Berikan informasi tentang proses penyakit dan faktor pencetus.
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
3) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan umpan balik.
R/ Membuat hubungan terapeutik membantu pasien / orang
terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4)

Libatkan pasien atau orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi
maksimum pada rencana perawatan.
R/ Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien
dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.

5) Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, misal : tekhnik mengatasi stress, ketrampilan
organisasi.
R/ Belajar cara baru dapat membantu dalam menurunkan stress
dan ansietas meningkatkan kontrol penyakit
6) Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan ansietas.

d. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi klien.
e.

Evaluasi

1) Kebutuhan volume cairan klien kembali adekuat.


2) Nyeri klien hilang / berkurang
3) Eliminasi bowel klien kembali adekuat.
4) Infeksi klien tidak terjadi
5) Ansietas klien berkurang.

2. Post Operasi
a. Pengkajian
1) Cairan dan Nutrisi
Gejala : muntah berlebih, intake yang kurang, flatus (-)
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis, produksi/
jumlah drainage berlebih, distensi abdomen, peristaltik (-) / paralitik.
2) Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala : flatus (-)
Tanda : wajah klien tampak tegang dan meringis, adanya luka insisi
abdomen, distensi abdomen.
3) Aktivitas
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
4) Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resti kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d ouput yang berlebih
2) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi bedah
3) Resti infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer, tindakan invasif, adanya insisi bedah
4) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pembedahan abdomen

5)

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang
informasi.

c.

Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resti kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d ouput yang berlebih
Tujuan : Klien

menunjukkan

tidak terjadinya kekurangan

cairan selama masa perawatan.


KH
-

:-

Membran mukosa lembab

TTV dalam batas normal


P : 16 24 x/mnt
N : 60 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC

Pengisian kapiler < 3 detik

Intake output seimbang

Turgor kulit elastis


Intervensi

1) Ukur tanda-tanda vital


R/ Hipotensi, takikardi, demam dapat menambah kehilangan
cairan.
2) Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa
R/ Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan
tingkat hidrasi.
3) Kaji intake output
R/ Intake output yang tidak seimbang menunjukkan ketidakadekuatan pemasukan dan pengeluaran cairan.
4) Observasi / ukur distensi abdomen
R/ Perpindahan

cairan

dan

vaskuler menurunkan volume

sirkulasi.
5) Observasi kuantitas, jumlah dan karakter drainase

R/ Haluaran cairan berlebih dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium.
6) Kolaborasi :
a) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
R/ Pasien post operasi biasanya mengalami paralitik. Cairan
parenteral berfungsi untuk pengganti cairan dan memperbaiki kehilangan cairan.
b) Pantau hasil laboratorium elektrolit
R/ Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan
therapi.
Dx. 2 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi bedah
Tujuan : Nyeri klien berkurang / hilang setekah dilakukan
perawatan.
KH

:-

Skala nyeri (1-3)

Nyeri (-)

TTV dalam batas normal


P : 16 24 x/mnt
N : 60 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC

Tanda-tanda infeksi (-)


Intervensi

1) Kaji skala nyeri dan perhatian faktor penyebab timbulnya nyeri


R/ Nyeri insisi bermakna pada fase post op, diperberat oleh
gerakan, batuk, distensi abdomen, membiarkan klien rentang ketidaknyamanan sendiri
membantu mengidentifikasi intervensi dan mengevaluasi keefektifan analgetik.
2) Ukur TTV (N, P, TD)
R/ N, P, TD yang meningkat menandakan adanya nyeri
3) Ajarkan tehnik relaksasi
R/ Membantu klien untuk istirahat lebih efektif dan menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan.
4) Kaji keadaan insisi bedah
R/ Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal/terjadinya
infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.

5) Ambulasikan pasien sesegera mungkin


R/ Menurunkan masalah yang terjadi karena immobilisasi
seperti tegangan otot, tertahannya flatus.
6) Pertahankan kepatenan selang drainase
R/ Obstruksi selang dapat meningkatkan distensi abdomen,
menekan garis jahitan internal dan sangat meningkatkan nyeri.
7) Kolaborasi : pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga dapat mengurangi nyeri.
Dx. 3 Resti infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer, tindakan
infasif, adanya insisi bedah.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan.
KH

: - TTV dalam batas normal

P : 16 24 x/mnt
N : 60 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-

Tanda-tanda infeksi tidak ada, seperti : kalor (-), dolor (-), rubor (-), tumor (-), fungsiolaesa
(-)

Leukosit : 5.000 10.000 ul

Baluran luka kering, pus (-)


Intervensi

1) Ukur TTV (suhu)


R/ Peningkatan suhu 4-7 hari setelah op sering menandakan
abses, luka / kebocoran cairan dari sisi anaotomosis.
2) Observasi daerah insisi, karakter drainase, adanya inflamasi
R/ Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3) Pertahankan perawatan luka septik, pertahankan balutan kering.
R/ Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah dapat menjadi tempat perkembangan mikroorganisme.
4) Lakukan perawatan luka setiap hari
R/ Mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme

5) Kolaborasi pemberian obat antibiotika


R/ Antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi.
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah (Leuksit)
R/ Peningkatan leukosit dari batas normal indikasi adanya
infeksi.
Dx. 4 Perubahan nutrisi kurang kebutuhan tubuh

b.d

pembedahan

abdomen
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien adekuat setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
KH

:-

Bising usus 7-12 x/mnt

Konjungtiva emis / merah muda

Membran mukosa lembab

Hb : 13-16 gr/dl
Intervensi

1)

Tinjau faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan seperti


status puasa, mual, paralitik
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi

2) Catat intake output


R/ Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan
metabolik
3) Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat pasase flatus
R/ Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari
post op)
4) Pertahankan potensi selang nasogastrik
R/ Mempertahankan dekompensasi usus, mengingatkan istirahat
/ pemulihan usus.
5) Kolaborasi :
a) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi seperti elektrolit
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit, pembatasan diet, penghisapan usus pra op secara khusus mengakibatkan ketidakseimbangan
elektrolit.
b) Pemeriksaan lab (DL : Hb, Ht, Alb)
R/ Mengetahui status nutrisi klien.

Dx. 5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan

klien

bertambah

setelah dilakukan

tindakan keperawatan
KH

:-

Klien dapat mengungkapkan / mengerti tentang

prognosis penyakit dan pengobatan


-

Klien tampak rileks

Keluarga dapat mendemonstrasikan, perawatan luka (colostomi) dengan baik


Intervensi

1) Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi


R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2) Berikan informasi tentang prognosis penyakit
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
3) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan umpan balik.
R/ Membuat hubungan terapeutik, membantu pasien dalam
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4) Libatkan keluarga dalam melakukan perawatan luka (colostomy)
R/ Meningkatkan pemahaman dalam perawatan klien
5) Tekankan pentingnya perawatan kulit, seperti mencuci tangan dengan baik
R/ Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko infeksi/kerusakan
infeksi.
6) Ajari keluarga dalam melakukan perawatan colostomi
R/ Meningkatkan

pemahaman

keluarga dan memandirikan

keluarga sehingga tidak tergantung dari perawat.


d. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.

e.

Evaluasi

1) Kebutuhan cairan klien kembali adekuat

2) Nyeri klien hilang / berkurang


3) Infeksi tidak terjadi
4) Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat
5) Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

You might also like