You are on page 1of 9

atau cangkang kelapa sawit (Palm Kernel Shell) sering juga disebut tempurung sawit adalah

bagian keras yang terdapat pada buah kelapa sawit yang berfungsi melindungi isi atau kernel
dari buah sawit tersebut. Hampir sama dengan tempurung kelapa yang sering kita jumpai
sehari-hari.
Indonesia adalah salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia. Penyebaran sawit
hampir di seluruh penjuru tanah air. Masyarakat petani secara bertahap mulai berpindah ke
tanaman sawit. Perkembangan sawit yang pesat dengan sendirinya berdampak juga pada
perkembangan cangkang sawit. Semakin banyak pengolan sawit , maka semakin banyak pula
cangkang sawit yang di hasilkan. Karena cangkang sawit merupakan bagian dari buah sawit.
Bagi industri pengolahan sawit sendiri, cangkang sawit merupakan nilai tambah bagi mereka.
Karena cangkang sawit yang merupakan limbah industri, bisa mereka manfaatkan untuk
kebutuhan sumber energi mereka . Dulunya mungkin mereka harus memasok batu bara dari
pihak lain untuk bahan bakar, sekarang bisa memanfaatkan limbah mereka sendiri
sehingganya biaya produksi bisa ditekan. Selain itu cangkang sawit juga memiliki nilai
ekonomis , karena cangkang sawit juga bisa dijual dengan harga yang cukup bagus, sehingga
income/pendapatan perusahaan juga bertambah.
Industri-industri sekarang mulai beralih dari batu bara ke cangkang sawit sebagai bahan
bakarnya. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar pertimbangan mengapa mereka memilih
cangkang sawit sebagai bahan bakar :

Cost Saving / Penghematan biaya


Dengan pemakaian cangkang sawit biaya yang dialokasikan untuk supply bahan bakar
bisa ditekan.

Air pollution reduction/Mengurangi polusi udara


Penggunaan cangkang sawit lebih ramah lingkungan . Karena kadar sulphur carbon
yang terkandung dalam sawit relatif rendah. Sehingga pada proses pembakaran
pencemaran lebih sedikit dibandingkan batu bara.

Natural resources conservation/Pelestarian sumber daya alam


Cangakang sawit merupakan bagian dari tanaman sawit yang bisa
diperbarui/renewable. Beda halnya dengan batu bara yang merupakan bahan tambang
yang sulit untuk diperbarui.

Avaibility of Stock/Ketersediaan stok


Karena cangkang sawit merupakan sumber daya yang bisa diperbarui, tidak ada
kekawatiran terhadap kekurangan pasokan atau suply.

Berdasarkan pertimbangan di atas, industri semakin yakin untuk menggunakan cangkang


sawit sebagai sumber energi.
Tingginya minat terhadap cangkang sawit , menyebabkan permintaan naik drastis. Hal ini
menarik perhatian para pengusaha untuk ikut berkecimpung dalam jual beli cangkang sawit
ini. Tidak sedikit pengusaha dari manca negara yang menjalin kerjasama ekspor impor
cangkang sawit dengan pengusaha cangakang sawit lokal. Ini terbukti dengan banyak kita
temui stock pile cangkang sawit milik pengusaha lokal di area sekitar pelabuhan. Terbukanya

bidang usaha cangkang sawit ini tentunya memiliki nilai positif terhadap iklim usaha dan
perekonomian secara umum. Nilai positif pertama, yang bisa langsung dirasakan adalah
kebutuhan akan tenaga kerja, yang berefek terhadap penurunan tingkat pengangguran. Yang
kedua yaitu penambahan devisa negara, karena cangkang sawit saat ini sudah menjadi
komoditi ekspor , tentunya akan menjadi pendapatan negara dalam bentuk pajak/cukai.

Kandungan cangkang sawit


Cangkang sawit tersusun dari unsur-unsur berikut:

Kadar air lembab/moisture in Analysis (7-8%)

Kadar abu /ash content (2-3 %)

Kadar yang menguap /volatile matter(69-70 %)

Karbon aktif murni /fixed carbon(20-22 %)

Kelapa sawit merupakan salah satu komiditi terbesar di beberapa daerah di


Indonesia.Terutama di pulau Kalimantan dan Sumatera.Hal inilah yang mengharuskan
dibangunnnya pabrik-pabrik kelapa sawit di daerah yang berdeketan dengan
perkebunan kelapa sawit.Dengan adanya pabrik-pabrik ini,menyebabkan banyaknya
limbah yang dihasilkan dari proses produksi yang dijalankan di pabrik-pabrik
tersebut.
Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume
sangat besar. Limbah yang dihasilkan dapat berupa padatan maupun cair. Limbah
tersebut memiliki nilai kalor cukup tinggi. Pemanfaatannya akan menghasilkanbahan
bakar yang bisa dipakai salah satunya untuk pembangkitan listrk.

Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah segar (TBS) per tahun
akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton
tandan buah kosong (TBK). Serabut dan cangkang dapat dipakai langsung
begitu keluar dari proses produksi sebagai bahan bakar, sedang TBK harus mengalami
pengeringan tanpa sinar matahari langsung. Dengan efisiensi pembangkitan sekitar
25%, dapat diperoleh energi listrik sebesar 7,2 8,4 GW(e)h untuk cangkang, 9,2
15,9GW(e)h untuk serabut, dan 30 GW(e)h untuk TBK. Melalui digester anaerob,
dapat diperolah biogas dari limbah cairnya.Dengan kapasitas dan asumsi sama, listrik
yang dapat dibangkitkan minimal sebesar 1,38 GW(e)h. Untuk kondisi ini
kebutuhan listrik untuk produksi adalah sebesar 1,4 1,6 GW(e)h. Penanganan

limbah dengan baik akan mampu menekan potensi pencemaran lingkungan dan
menghasilkan listrik untuk operasional PKS sekaligus kebutuhan di daerah sekitar.
Secara umum, limbah PKS dikelompokkan menjadi limbah padat dan limbah cair
(Palm Oil Mill Effluent/POME). Biasanya limbah cair tersebut mengandung bahan
organik dalam kadar tinggi sehingga berpotensi mencemari lingkungan karena
diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Mekanisme kontrol konsumsi
air di seluruh proses di pabrik akan menentukan pemakaian air dan sekaligus volume
air limbah yang dihasilkan oleh PKS. Untuk tiap ton TBS yang diolah dalam PKS
diperlukan antara 1 2 ton air (Tobing, 1997). Pasok air biasa diambil dari
lingkungan sekitar, misal sungai. Limbah cair yang dihasilkan sekitar 550 kg per ton
TBS yang diolah, dengan berat jenis antara 1,05 hingga 1,1 g/cm3 (Kartiman, 2008).
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyebutkan bahwa limbah cair mencapai
40% 70% TBS yang diolah. Kisaran volume tersebut tergantung juga pada sistem
pengolahan limbah pabrik.Salah satu limbah cair PKS dengan potensi dampak
pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi
dan disebut dengan lumpur primer. Lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi
disebut dengan lumpur sekunder.
Lumpur mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dengan pH kurang dari 5.

Limbah padat PKS dikelompokkan menjadi dua, yaitu limbah


yangberasal dari pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair.
Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa tandan buah kosong
(TBK = empty fruit bunch) yang terbuang dari penebah setelah tandan rebus
dipisahkan dari buahnya, cangkang atau tempurung (palm shell), dan serabut atau
serat (fiber). Sedangkan limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair
berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah (Rohmadi, 2006
dalam Tarkono, 2007).
Disuatu pabrik kelapa sawit (PKS) Kebutuhan listrik adalah sekitar 14 16 kWh/ton
TBS. Untuk keperluan penerangan dan lain-lain waktu pabrik tidak atau belum mulai
mengolah dapat dipasang diesel sebagai pembangkit listrik. Diesel juga biasa
diinstalasikan sebagai pembangkit cadangan.Pembangkitan energi merupakan salah
satu manfaat yang dapat diperoleh dari pengolahan limbah PKS. Pemanfaatan dalam
bentuk energi ini berpotensi besar mengingat limbah tersebut masih memiliki nilai
kalor
yang
cukup
tinggi.

Pada dasarnya semua limbah padat PKS dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan energi dalam PKS, yaitu sebagai bahan bakar ketel uap untuk memasok
kebutuhan uap panas dan pembangkitan listrik. Limbah serabut dan cangkang dapat
dipakai langsung begitu keluar dari proses produksi sebagai bahan bakar. Tergantung
pada rancangannya, ketel uap dapat dioperasikan dengan memanfaatkan 100%
cangkang, 100% serabut atau kombinasi antara keduanya. Proses konversi energi

untuk menghasilkan uap yang diperlukan dalam pembangkitan listrik maupun


keperluan proses diperoleh dari pembakaran langsung. Pembakaran merupakan proses
oksidasi bahan bakar yang berlangsung secara cepat untuk menghasilkan energi dalam
bentuk kalor. Karena bahan bakar biomassa utamanya tersusun dari karbon, hidrogen
dan oksigen, maka produk oksidasi utama adalah karbondioksida dan air, meskipun
adanya nitrogen terikat juga dapat menjadi sumber emisi oksida nitrogen. Tergantung
dari nilai kalor dan kandungan air di bahan bakar, udara yang diperlukan untuk
membakar
bahan bakar serta konstruksi tanur, suhu pijar dapat melebihi 1650oC. Energi listrik
yang dapat dibangkitkan dengan bahan bakar cangkang dan serabut dapat
diilustrasikan sebagai berikut. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas 100 ribu ton TBS
per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang dan 12 ribu ton serabut. Dengan
mengasumsi bahwa efisiensi pembangkitan sekitar 25%, akan diperoleh energi listrik
sebesar 7,2 8,4 GW(e)h untuk cangkang dan 9,2 15,9 GW(e)h untuk serabut.
Karena kebutuhan listrik untuk produksi adalah sebesar1,4 1,6 GW(e)h, PKS
mampu mandiri dalam hal pasok energi untuk kebutuhan operasionalnya. TBK pun
bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Energi yang dihasilkan dapat dikonversikan
menjadi listrik dengan jumlah yang cukup signifikan. Sebagai ilustrasi, sebuah PKS
dengan kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun menghasilkan sekitar 23 ribu ton TBK
yang mampu membangkitkan energi ekuivalen dengan 30 GW(e)h pada tingkat
efisiensi konversi 25%. Berbeda dengan limbah serabut dan cangkang, karena kadar
airnya yang tinggi (antara 65% -70%), TBK terlebih dahulu memerlukan proses
pengeringan dalam bangsal penyimpanan, tanpa penyinaran matahari langsung.
Proses ini memerlukan ruangan yang cukup besar. Itu sebabnya jika TBK hendak
dimanfaatkan dalam jumlah banyak untuk pembangkitan listrik, TBK segar dapat
dilewatkan lebih dahulu dalam perajang (muncher) untuk kemudian diperas dalam
kempa. Sebagai imbalan akan dapat diperoleh kembali minyak dan inti sawit yang
tadinya akan hilang sebagai buah yang tertinggal dalam TBK.
Dalam kondisi TBK tidak dipakai untuk keperluan energi karena kadar airnya yang
tinggi, limbah padat yang lain (serabut ditambah dengan cangkang) akan menjadi
alternatifnya. TBK yang sudah dikeringkan dapat digunakan pula untuk pembakaran
permulaan (fire up) sebelum pabrik menghasilkan limbah serabut. Keperluan TBK
untuk ini biasanya hanya sedikit, sehingga masih banyak sisanya. Sampai di sini
pemanfaatan terpadu limbah PKS memungkinkan dijalankannya mekanisme
combined heat and Power (CHP) yang sekaligus menghasilkan uap untuk pabrik
minyak kelapa sawit dan listrik untuk disalurkan ke jaringanlistrik di dalam maupun
luar PKS, lokal maupun propinsi.

Energi yang cukup besar dapat diperoleh pula dari pengolahan limbah cair.
Pengolahan limbah cair dilakukan dengan proses bertingkat yang memanfaatkan
kolam-kolam terbuka. Untuk PKS kapasitas sampai kira-kira 80 ton TBS per jam,
dibutuhkan kolam-kolam dengan luas belasan hektar. Inti proses tersebut adalah
biodegradasi komponenorganik limbah tersebut. Dekomposisi anaerobik meliputi
penguraian bahan organik majemuk menjadi senyawa asam-asam organik dan
selanjutnya diurai menjadi gas-gas dan air. Gas metana akan terbentuk selama limbah
cair diolah dalam kolam terbuka tersebut.Gas metana yang dihasilkan proses tersebut

merupakan komponen terbesar biogas. Ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
jika diolah dalam sistem digester anaerob. Limbah cair kelapa sawit sebesar 0,6-0,7
ton dapat menghasilkan biogas sekitar 20 m3 (Goenadi, 2006). Proses pembentukan
metana dapat dibagi menjadi tiga tahapan: hidrolisis, asetogenesis (dehidrogenesis)
dan metanogenesis (Sorensen, 2004). Pada tahap hidrolisis, terjadi dekomposisi bahan
biomassa kompleks menjadi glukosa sederhana memakai enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme sebagai katalis. Hasil penting tahap pertama ini adalah bahwa
biomassa menjadi dapat larut ke dalam air dan mempunyai bentuk kimia lebih
sederhana yang lebih sesuai untuk tahap berikutnya.Di langkah kedua terjadi
dehidrogenasi (pengambilan atom hidrogen dari bahan biomassa) yaitu perubahan
glukosa jadi asam asetat, karboksilasi (pengambilan grup karboksil) asam amino,
memecah asam lemak rantai panjang jadi asam rantai pendek dan menghasilkan asam
asetat sebagai produk akhir. Tahap ketiga adalah pembentukan biogas dari asam asetat
lewat fermentasi oleh bakteri metanogenik. Salah satu bakteri metanogenik yang
populer dan banyak terdapat dalam lumpur adalah methanobachillus omelianskii.
Metabolisme anaerobik selulosa melibatkan reaksi kompleks dan prosesnya lebih sulit
daripada reaksi anaerobik bahan-bahan organik lain seperti karbohidrat, protein dan
lemak. Pada pabrik kelapa sawit yang mengolah 40 ton TBS/jam akan dihasilkan
limbah cair sebanyak 20 m3/jam (dasar perhitungan: 55% dari TBS dengan berat jenis
1,1 g/cm3; Kartiman, 2008). Jika pabrik bekerja selama 20 jam/hari, maka akan
dihasilkan limbah cair sebanyak 400 m3 per hari.Nilai Kalor Limbah Pabrik Kelapa
Sawit (diolah dari Sukimin, 2007, Isroi dan Mahajoeno, 2007, Goenadi, 2006, dan
Sydgas,
1998).
Cangkang
:
4105

4802
kkal/kg
Serat
:
2637

4554
kkal/kg
TBK
:
4492
kkal/kg
Batang
:
4176
kkal/kg
Pelepah
:
3757
kkal/kg
POME
:
4695

8569
kkal/m3
Sebagai catatan, 1 kkal = 4187 Joule = 1,163 Wh.
Untuk sebuah PKS dengan asumsi kapasitas 100 ribu ton TBS per tahun, dengan
memasukkan rentang nilai kalor di atas, maka bisa diperoleh energi antara 1,38 2,52
GW(e)h.

Alternatif lain yang relatif sederhana untuk mendapatkan manfaat energi limbah padat
kelapa sawit adalah dengan terlebih dahulu mengolah limbah tersebut menjadi briket
arang. Tandan kosong sawit memiliki kandungan air yang tinggi. Ini membuat
efisiensi termal TBK rendah dan lagi pembakarannya secara langsung akan
menimbulkan polusi asap yang cukup mengganggu. Karena itu pemanfaatan TBK
sebagai bahan bakar harus melewati pengolahan terlebih dahulu. Briket arang menjadi
bentuk alternatif. Setiap hektar kebun kelapa sawit rata-rata menghasilkan 2 5 ton
cangkang per tahun, tergantung salah satunya pada produktivitas kebun. Saat ini
cangkang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk boiler dan bahan pengeras jalan
sebagai pengganti sirtu (campuran pasir dan batu). Tergantung pada pola dan volume
pemanfaatannya, dimungkinkan dijumpainya sisa cangkang dalam jumlah banyak.

Sama dengan model pemanfaatan TBK, briket arang juga merupakan salah bentuk
alternatif pemanfaatan cangkang.
Briket arang dibuat dengan membakar limbah PKS dalam tungku pengarangan
dengan kondisi pembakaran langsung dalam kondisi udara terkontrol. Sifat bahan
yang berbeda membuat dibutuhkannya tungku jenis vertikal untuk TBK dan
horisontal untuk cangkang. Ini dibutuhkan guna menghasilkan arang bermutu tinggi
(Nilai Kalor > 5000 kalori/gram). Arang yang dihasilkan kemudian digiling dengan
diberi perekat, misal pati dengan konsentrasi tertentu. Hasil proses tersebut dicetak
dengan memakai tekanan hidraulik. Ukuran cetakan dapat disesuaikan dengan
permintaan pasar. Setelah dikeringkan sesuai standar perdagangan, briket tersebut siap
dipasarkan.
Sebagai ilustrasi singkat, untuk PKS berkapasitas 30 ton tandan buah segar tiap jam
akan menghasilkan sekitar 120 ton tandan kosong sawit per hari yang dapat diolah
menjadi 25 30 ton briket arang (setara dengan 146 175 MW(t)h).
Dari hasil ini terlihat bahwa begitu besar manfaat limbah pabrik kelapa sawit yang
selama ini terkadang hanya terbuang percuma dan malah sering merusak ekosistem
sekitarnya jika tidak diolah dengan baik. Bahkan krisis energi yang sekarang lagi kita
alami dapat terkurangi dengan adanya pemanfaatan limbah ini.
Sumber referensi :
#dedysuhendramarpaung.blogspot.com/2009/04/pemanfaatan-limbah-pabrik-kelapasawit
#
fisika.brawijaya.ac.id
# images.google.co.id
Sabut dan cangkang kelapa sawit telah digunakan sebagai bahan bakar ketel untuk
menghasilkan energi mekanik dan panas. Masalah yang ditimbulkan dari sisa pembakaran
pada ketel, yaitu abu dengan jumlah banyak dan belum termanfaatkan. Potensi yang terdapat
dalam satu Ton TBS Kelapa Sawit sebanyak 6,5% Cangkang dan 13% Sabut. Kandungan
silika (SiO2) pada abu sabut dan cangkang kelapa sawit masing-masing sebesar 59,1% dan
61%. Kandungan silika pada abu sabut dan cangkang kelapa sawit yang tinggi dapat
digunakan sebagai sumber silika alternatif. Sintesis silika dari limbah sabut dan cangkang
kelapa sawit dilakukan untuk memperbaiki sifat dan mensubstitusi silika yang berasal dari
alam. Silika alam cenderung memiliki kristalinitas yang tinggi dan banyak mengandung
pengotor sehingga mengurangi kemampuannya sebagai absorben. Silika dapat dimanfaatkan
pada bidang elektronik, mekanik, medis, seni, dan sebagai penyerap kadar air di udara
sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan.
Selama ini pemanfaatan limbah padat berupa abu sabut sawit hanya bersifat pemanfaatan
fisis, yaitu sebagai penyerap (absorben) ataupun bahan pengisi (filler) aspal beton, pada
industri bata, genteng, dan lain sebagainya (Purwaningsih dkk, 2000). Pemanfaatan secara
kimia dengan mengambil unsur silika belum dilakukan. Pada umumnya sebagai sumber
Industrial Gradee Silica (IGS) saat ini dipakai bahan galian kuarsa dan pasir silika, silika
dalam kedua jenis bahan baku ini berbentuk kristalin sehingga memerlukan energi proses
yang lebih besar. Keunggulan silika dari limbah padat industri sawit berbentuk amorphous
yang lebih reaktif (mudah bereaksi), tidak membutuhkan energi proses yang besar, dan
memiliki Spesific Surface Area (SSA) yang cukup tinggi.
Kandungan silika yang tinggi pada abu hasil pembakaran sabut dan cangkang kelapa sawit
menjadi alasan utama pemanfaatannya menggantikan sumber silika lain yang berasal dari
alam, seperti pasir kuarsa. Penggunaan limbah abu sabut dan cangkang kelapa sawit, ini
didasari oleh alasan bahwa limbah abu sabut dan cangkang kelapa sawit cukup murah dan
mudah ditemukan, bersifat amorf, dan tidak keras (kristalinitas rendah) sehingga untuk
peleburan abu tidak memerlukan waktu yang lama dan temperatur yang tinggi. Pada proses
pengambilan silika apabila menggunakan bahan baku yang memiliki kristalinitas tinggi maka
proses peleburan memerlukan waktu yang lama dan suhu yang tinggi. Kekerasan bahan
berpengaruh terhadap kristalinitasnya.

Bentuk silika ada 4 macam yaitu amorf, tridmit, kristobalit, dan kuarsa. Dari keempat bentuk
silika tersebut bentuk amorf yang paling reaktif. Silika dalam bentuk amorf mengandung
gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si). Gugus-gugus tersebut memungkinkan
terjadinya modifikasi, sehingga dapat diperoleh berbagai senyawa silika. Bentuk silika
dipengaruhi oleh suhu dan waktu pengabuan. Semakin tinggi suhu dan lamanya proses
pengabuan maka silika yang diperoleh memiliki kristalinitas yang tinggi. Silika kristalin
cenderung tidak reaktif karena strukturnya yang kerassehingga sulit untuk bereaksi dengan
senyawa kimia lain atau dimodifikasi menjadi senyawa silika lain. Silikon dioksida (SiO2)
terbentuk melalui ikatan kovalen yang kuat, serta memiliki struktur yang jelas, empat atom
oksigen terikat pada posisi sudut tertrahedral di sekitar atom pusat, yaitu atom silikon.

Silka banyak digunakan pada industri pulp and paper, detergent, foundry, water treatment,
coatings, agglomeration, soil stabilization (Chemical Grouting dan sodium silicate), adhesives
and cements, serta pada pembuatan material berbahan dasar silika, seperti silica gel, silica
sol, precipitated silica, dan zeolite. Secara komersial silika yang banyak diproduksi adalah
dalam bentuk silika gel dan natrium silikat. Silika gel dibuat dengan mencampur larutan
natrium silikat dengan asam mineral. Reaksi ini menghasilkan dispersi pekat yang akhirnya
memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal sebagai silikahidrosol atau asam silikat
yang kemudian dikeringkan pada suhu 110C agar terbentuk silika gel. Silika gel banyak
digunakan sebagai adsorben dan umumnya digunakan sebagai adsorben untuk senyawasenyawa polar dan non-polar. Silika gel dapat juga digunakan untuk menyerap ion-ion logam
dengan prinsip pertukaran ion, namun kemampuannya untuk menyerap logam terbatas .
Silika gel sering digunakan untuk menjerap air/ mengurangi kelembaban dan penjernihan air.

Riau juga dikenal sebagai salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di
Indonesia. Diklaim laju peningkatan produksi perkebunan kelapa sawitnya diklaim
mencapai 12,3 % pertahun (Bagus, 2011). Seperti salah satu kebun kelapa sawit milik
PT Salim Ivomas Pratama yang terletak di Rokan Hilir. Kebun milik perusahaan yang
tengah menuju Roundable On Sustainable Palm Oil (RSPO), memproduksi Crude
Palm Oil (CPO) di pabriknya dengan kapasitas 60 ton Tandon Buah Segar (TBS)
perjam. Dalam setiap ton TBS tersebut dihasilkan 21-23% minyak CPO dan 5%
kernel atau cangkang sawit (Indoagri Riau, 2011).
Produk samping dari pengolahan kelapa sawit adalah cangkang sawit yang asalnya
dari tempurung kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan bagian paling keras pada
komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Dalam hasil penelitian, besar kalori
cangkang kelapa sawit mencapai 20000 KJ/Kg (Ma et.al., 2004). Saat ini pemanfaatan
cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO masih belum
dipergunakan sepenuhnya, sehingga masih meninggalkan residu, yang akhirnya
cangkang ini dijual mentah ke pasaran. Dengan harga tidak sampai Rp 800 / kg,

cangkang kelapa sawit ini berpotensi untuk dijadikan bahan bakar bagi keperluan
rumah tangga. Tidak perlu jauh-jauh, yaitu untuk masyarakat di sekitar perkebunan itu
sendiri.

Residu cangkang kelapa sawit

Untuk kompor biomassa yang digunakan, biasanya masyarakat masih menggunakan


kompor konvensional yang ada di pasaran. Jarang sekali mereka yang memperhatikan
efisiensi penggunaan bahan bakar yang digunakan dalam proses memasak.
Kebanyakan masyarakat kita hanya memperhatikan pembakaran pada bahan
bakarnya. Padahal dalam pendekatan engineering, tidak hanya pembakaran yang
diperhatikan, tetapi juga bagaimana perpindahan panas/kalor terjadi dari fuel ke beban
thermal atau disebut juga heat exchanger transfer.

Dalam upaya memanfaatkan residu cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar
dengan penggunaannya yang efisien dan efektif, maka perlu dilakukan rancang
bangun kompor untuk bahan bakar cangkang kelapa sawit ini. Selain optimalisasi
desain kompornya, juga perlu diperhatikan kemudahan penggunaannya sehingga
pengguna tidak kesulitan dalam kesehariannya.
Karakteristik Cangkang Sawit
Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa
biasa, cangkang kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok
yaitu pada kadar abu yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan
oleh cangkang kelapa sawit.
Tabel 1. Karakteristik cangkang kelapa sawit

Parameter

Hasil ( % )

Kadar air (moisture in analysis)Kadar abu (ash content)

7.8

Kadar yang menguap (volatile matter)


Karbon aktif murni (fixed carbon)

2.2
69.5
20.5


Untuk mengetahui daya panas suatu bahan bakar adalah dengan mengetahui besar
kalori yang dikandungnya. Tabel di bawah ini adalah nilai kalori yang dikandung oleh
cangkang sawit.
Tabel 2. Nilai kalori dari beberapa produk samping kelapa sawit (berdasarkan berat
kering).

Rata-rata calorific value

Kisaran (kJ/kg)

(kJ/kg)
TKKS

18 795

18 000 19 920

Serat

19 055

18 800 19 580

Cangkang

20 093

19 500 20 750

Batang

17 471

17 000 17 800

Pelepah

15 719

You might also like