You are on page 1of 12

Asuhan Keperawatan

Hemodialisis
HEMODIALISIS
1.

DEFINISI
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal
diseas) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran
sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja
sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal
dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasienpasien ini arus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu
selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi), atau sampai mendapat ginjal baru
melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang
kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia. (Brunner & Suddarth, 2001: 1397)

2.

PRINSIP-PRINSIP HEMODIALISIS
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat artifisial
berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang bekerja sebagai membran
semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat

bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisir akan
terjadi melalui membran semipermeabel tubulus.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dalam aliran darah dikeluarkan melalui
proses difusidengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua
elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar eletrolit darah
dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. (poripori kecil dalam membran semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah
dan protein).
Air

yang

berlebihan

dikeluarkan

dari

dalam

tubuh

melalui

proses osmosis.Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan;


dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh
pasien) ke takanan yang lebih rendah(cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis.
Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini
diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).
Sistem dapar (biffer system) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang
akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam tubuh pasien dan mengalami metabolisme
untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke
dalam tubuh melalui pembuluh vena pasien.
Pada akhir terapi dialisis, banyak zat limbah telah dikeluarkan, keseimbangan
elektrolit sudah dipulihkan dan sistem dapar juga telah diperbarui.
Pada saat dialisis, pasien, dialiser, dan rendaman dialisat memerlukan pemantauan
yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi (misalnya, emboli
udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau berlebihan [hipotensi, kram, muntah],
perembesan darah, kontaminasi dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula). Perawat
dalam unit dialisis memiliki peranan yang penting dalam memantau serta memberikan
dukungan kepada pasien dan dalam melaksanakan program pengkaian dan pendidikan
pasien yang berkelanjutan.

Alat dialisis yang ada sekarang teah mengalami perubahan dari segi teknologi, dan
banyak kemajuan telah dicapai dalam penanganan penyakit ginjal stadium-terminal.
Seperti dinyatakan sebelumnya, kebanyakan dialiser merupakan dialiser lempengan yang
rata atau serat berongga. Perbedaan antara kedua bentuk ini terleak pada kerja dan
biokompatibilitasnya. Biokompatibilitas mengacu pada kemampuan dialiser untuk
mencapai tujuannya tanpa menimbulkan hipersensitivitas, alergi atau reaksi yang
merugikan lainnya.
Sebagian dialiser akan mengeluarkan molekul dengan berat sedang dengan laju yang
lebih cepat dan melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi. Hal ini diperkirakan
akan memperkecil kemungkinan neuropati ekstremitas bawah yang merupakan
komplikasi hemodialisis yang berlangsung lama. Pada umumnya semakin efisien dialiser,
semakin besar biayanya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1398)
3.

INDIKASI
Pemeliharaan dibutuhkan pada gagal ginjal kronis (penyakit ginjal stadium
terminal) dalam keadaan berikut : terjadi tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai
system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental),
kadar serum yang meningkat muatan cairan berlebih yang tidak responsive terhadap
terapi diuretic serta pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan yang
umum, disamping itu terdengarnya suara gesekan pericardium (pericardial friction rub).
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)

4.

KONTRAINDIKASI
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi. Cairan dialisis pada
suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan hemodialisis sel-sel darah merah sehingga kemungkinan penderita akan
meninggal.

5.

PROSEDUR

5.1

Persiapan akses pasien dan kanula.

5.2

Berikan heparin (jika tidak ada kontraindikasi).

5.3

Masukkan heparin saat darah mengalir melalui dialiser semipermeabel dengan satu arah
dan cairan dialisis mengitari membran dan mengalir pada sisi yang berlawanan.

5.4

Cairan dialisis harus mengandung air yang bebas dari sodium, potassium, kalsium,
magnesium, klorida, dan dekstrosa setelah ditambahkan.

5.5

Melalui proses difusi, elektrolik, sampah metabolik, dan komponen asam-basa dapat
dihilangkan atau ditambahkan ke dalam darah.

5.6

Penambahan air dihilangkan dari darah (ultrafiltrasi).

5.7

Darah kemudian kembali ke tubuh melalui akses pasien. (Nursalam, 2006: 31)

6.

PERLENGKAPAN HEMODIALISIS

6.1

Akses untuk sirkulasi pasien.

6.2

Mesin dialysis dan dialiser dengan membrane semipermeabel.

6.3

Persiapan dialisate bath.

6.4

Lakukan selama 4 jam tiga kali seminggu.

6.5

Lakukan di pusat dialysis atau di rumah (jika memungkinkan). (Nursalam, 2006: 31)

7.

AKSES VASKULAR HEMODIALISIS


Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan
masuk ke dalam sistem vascular penderita. Darah harus keluar dan masuk tubuh
penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit. Teknik akses vaskular
diklasifikasikan sebagai berikut:

7.1

Akses Vaskuler Eksternal (sementara)

7.1.1 Pirau arteriovenosa (AV) atau sistem kanula diciptakan dengan menempatkan ujung
kanula dari teflon dalam arteri dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula
dihubungkan dengan selang karet silikon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi
pirau.
7.1.2 Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan akses
vaskular sementara, atau bila teknik akses vaskuler lain tidak dapat berfungsi. Terdapat
dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter saldon adalah kateter berlumen tunggal yang
memerlukan akses kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda,

satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialisis dan satu lagi untuk
mengembalikan darah ke tubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena femoralis adalah
laserasi arteriafemoralis, perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, dan infeksi.
7.1.3 Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses vaskular karena
pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena
femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk dan
keluar. Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter
vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan. Komplikasi yang
disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan katerisasi vena femoralis yang
termasuk pneumotoraks robeknya arteriasubklavia, perdarahan, thrombosis, embolus,
hematoma, dan infeksi.
7.2

Akses Vaskular Internal (permanen)

7.2.1 Fistula AV dibuat melalui anastomosis arteri secara langsung ke vena pada lengan yang
tidak dominan (biasanya arteria radialis dan vena sefalika pergelangan tangan). Umur
fistula AV adalah empat tahun dan komplikasinya lebih sedikit dengan pirau AV. Masalah
yang paling utama adalah nyeri pada pungsi vena terbentuknya aneurisma, trombosis,
kesulitan hemostatis pascadialisis, dan iskemia pada tangan.
7.2.2 Tandur AV dibuat ketika pasien dimungkinkan karena adanya penyakit, kerusakan akibat
prosedur sebelumnya, dan ukurannya kecil maka tandur AV dapat di anastomosiskan
antara arteri dan vena (biasanya pada lengan). Di mana, tandur ini bekerja sebagai
saluran bagi aliran darah dan tempat penusukan jarum selama dialisis. Komplikasi tandur
AV sama dengan fistula AV.trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang
disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh dari sirkulasi distal. (Sylvia,
2005: 975)
8.

METODE AKSES VASKULAR


Fistula arterivena (AVF), hubungan vaskuler melalui vena langsung ke ateri:

8.1

Biasanya, arteri radial dan vena cephalika yang terletak pada lengan non dominal,
pembuluh darah pada lengan atas dapat digunakan.

8.2

Sesudah prosedur, system vena supervisial lengan dilatasi.

8.3

Dengan menggunakan dua jarum berlubang besar, masukkan ke dalam system vena
dilatasi dan darah akan mengalir melalui dialiser. Ujung arteri digunakan sebagai aliran
arteri dan ujung distal diinfuskan kembali ke darah dialysis.

8.4

Graf-pemhubung arteri vena mengandung graf selang yang terbuat dari vena savenous
autologus atau dari politetrafluoroethyline (PTEE).

8.5

Kanula tetap vena pusat (CVC) langsung dari vena (subklavikula, jugular interna atau
femoral). (Nursalam, 2006: 31)

9.

PEMANTAUAN SELAMA HEMODIALISIS

9.1

Monitor status hemodinamik, elektrolik, dan keseimbangan asam-basa, demikian juga


sterilisasi dan sistem tertutup.

9.2

Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan protokol dan
peralatan yang digunakan. (Nursalam, 2006:32)

10.

PEMANTAUAN SETELAH HEMODIALISIS

10.1 Berat badan pasien ditimbang.


10.2 TTV diperiksa.
10.3 Spesimen darah diambil untuk mengetahui kadar elektrolit serum dan zat sisa
tubuh. (Baradero, 2008: 136)

11.

PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS JANGKAPANJANG


Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani
hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremikdan
akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih
berat gejala yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah
nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat

terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan
demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat
diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada
asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka
protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asamamino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan
keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi
adalah telur, daging, susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya
hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita
gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam
sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain
karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan
ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan
edema paru dapat terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan
agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein
tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung
pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis
obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum
obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari
yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama
hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
12.

KOMPLIKASI

12.1 Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien yang menjalani hemodialisis kronis
adalah

penyakit

kardiovaskuler

arteriosklerotik.

Gangguan

metabolisme

lipid

(hipertrigliseridemia) tampaknya semakin diperberat dengan tindakan hemodialisis. Gagal


jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina pektoris, stroke dan
insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi serta membuat pasien tidak berdaya.
Anemia dan rasa letih dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik serta mental,
berkrangnya tenaga serta kemauan, dan kehilangan perhatian. Ulkus lambung dan
masalah gastrointestinal lainnya terjadi akibat stres fisiologik yang disebabkan oleh sakit
yang kronis, obat-obatan dan berbagai masalah yang berhubungan. Gangguan
metabolisme kalsium akan menimbulkan osteodistrofirenal yang menyebabkan nyeri
tulang dan fraktur. Masalah lain mencakup kelebihan muatan cairan yang berhubungan
dengan gagal jantung kongestif, malnutrisi, infeksi, neuropati dan pruritus.
12.2 Komplikasi terhadap dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara
memasuki sistem vaskuler pasien.
Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi
darah di luar tubuh.
Pruritus dapat

terjadi

selama

terapi

dialisis

ketika

produk-akhir

metabolisme

meninggalkan kulit.
Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul
sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat
gejala uremia yang berat.
Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel.
Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
13.

PENDIDIKAN PASIEN
Hal-hal penting dalam program pengajaran mencakup:

13.1 Rasional dan tujuan terapi dialisis


13.2 Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis

13.3 Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan dokter mengenai efek
samping tersebut
13.4 Perawatan akses vaskuler: pencegahan, pendeteksian dan penatalaksanaan komplikasi
yang berkaitan dengan akses vaskuler
13.5 Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi akibat kegagalan dalam
mematuhi pembatasan ini
13.6 Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
13.7 Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus, neuropati
serta gejala-gejala lainnya.
13.8 Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis, diet yang
membatasi, obat-obatan)
13.9 Strategi untuk mengangani atau mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien
sendiri dan anggota keluarga mereka.
13.10 Pilihan lain yang tersedia bagi pasien
13.11 Pengaturan finansial untuk dialisis: strategi untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber-sumber.
13.12 Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.

Asuhan keperawatan Pasien Dengan Hemodialisis


A.
1.

Pengkajian
Keluhan utama
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh
(mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental),
kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)

2.

Riwayat penyakit sekarang


Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal).
(Brunner & Suddarth, 2001: 1398)

3.

Riwayat obat-obatan

Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya


harus dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering
merupakan bagian dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu
contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan
hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan
kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada
hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi
dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah
rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
4.

Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan
kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi
masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit
yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth,
2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami
pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011:
267)

5.

ADL (Activity Day Life)


Nutrisi
: pasien dengan hemodialisis harus diet ketat
dan pembatasan cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti
penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti
serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala,
mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400)
Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga.
Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu
yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan
konflik, frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani
aktivitas sehai-hari.

6.

Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan
menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut
nadi dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di
ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil
pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
B2 : hipotensi, turgor kulit menurun

7.

Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada
perempuan, dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)

B.

Diagnosa keperawatan
NO.
Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisis
1.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional mengenai tindakan yang
akan dilakukan.
Intra Hemodialisis
2.
Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler berhubungan dengan
perdarahan karena lepas sambungan secara tidak sengaja.
3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ultrafiltrasi.
4.
Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemasukan
cairan untuk mendukung tekanan darah selama dialisa.
5.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
Post Hemodialisis
6.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dengan status kesehatan atau
fungsi peran
7.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi kulit pada sisi
pemasangan kateter

DAFTAR PUSTAKA

Barader Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Carpenito-Moyet,
Lynda
Juall.
2006. Buku
Saku
Diagnosis
Keperawatan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes Marylin et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.
3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mutaqin
Arif.
2011. Asuhan
Keperawatan
Gangguan
Sistem
Perkemihan.Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nursalam. 2006. Sistem Perkemihan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Ed. 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like