Professional Documents
Culture Documents
Hemodialisis
HEMODIALISIS
1.
DEFINISI
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal
diseas) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran
sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja
sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal
dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasienpasien ini arus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu
selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi), atau sampai mendapat ginjal baru
melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang
kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia. (Brunner & Suddarth, 2001: 1397)
2.
PRINSIP-PRINSIP HEMODIALISIS
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang
penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat artifisial
berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus yang bekerja sebagai membran
semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat
bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisir akan
terjadi melalui membran semipermeabel tubulus.
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dalam aliran darah dikeluarkan melalui
proses difusidengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua
elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar eletrolit darah
dapat dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. (poripori kecil dalam membran semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah
dan protein).
Air
yang
berlebihan
dikeluarkan
dari
dalam
tubuh
melalui
Alat dialisis yang ada sekarang teah mengalami perubahan dari segi teknologi, dan
banyak kemajuan telah dicapai dalam penanganan penyakit ginjal stadium-terminal.
Seperti dinyatakan sebelumnya, kebanyakan dialiser merupakan dialiser lempengan yang
rata atau serat berongga. Perbedaan antara kedua bentuk ini terleak pada kerja dan
biokompatibilitasnya. Biokompatibilitas mengacu pada kemampuan dialiser untuk
mencapai tujuannya tanpa menimbulkan hipersensitivitas, alergi atau reaksi yang
merugikan lainnya.
Sebagian dialiser akan mengeluarkan molekul dengan berat sedang dengan laju yang
lebih cepat dan melakukan ultrafiltrasi dengan kecepatan tinggi. Hal ini diperkirakan
akan memperkecil kemungkinan neuropati ekstremitas bawah yang merupakan
komplikasi hemodialisis yang berlangsung lama. Pada umumnya semakin efisien dialiser,
semakin besar biayanya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1398)
3.
INDIKASI
Pemeliharaan dibutuhkan pada gagal ginjal kronis (penyakit ginjal stadium
terminal) dalam keadaan berikut : terjadi tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai
system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental),
kadar serum yang meningkat muatan cairan berlebih yang tidak responsive terhadap
terapi diuretic serta pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan yang
umum, disamping itu terdengarnya suara gesekan pericardium (pericardial friction rub).
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
4.
KONTRAINDIKASI
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalami suhu yang tinggi. Cairan dialisis pada
suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan hemodialisis sel-sel darah merah sehingga kemungkinan penderita akan
meninggal.
5.
PROSEDUR
5.1
5.2
5.3
Masukkan heparin saat darah mengalir melalui dialiser semipermeabel dengan satu arah
dan cairan dialisis mengitari membran dan mengalir pada sisi yang berlawanan.
5.4
Cairan dialisis harus mengandung air yang bebas dari sodium, potassium, kalsium,
magnesium, klorida, dan dekstrosa setelah ditambahkan.
5.5
Melalui proses difusi, elektrolik, sampah metabolik, dan komponen asam-basa dapat
dihilangkan atau ditambahkan ke dalam darah.
5.6
5.7
Darah kemudian kembali ke tubuh melalui akses pasien. (Nursalam, 2006: 31)
6.
PERLENGKAPAN HEMODIALISIS
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
Lakukan di pusat dialysis atau di rumah (jika memungkinkan). (Nursalam, 2006: 31)
7.
7.1
7.1.1 Pirau arteriovenosa (AV) atau sistem kanula diciptakan dengan menempatkan ujung
kanula dari teflon dalam arteri dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula
dihubungkan dengan selang karet silikon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi
pirau.
7.1.2 Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan akses
vaskular sementara, atau bila teknik akses vaskuler lain tidak dapat berfungsi. Terdapat
dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter saldon adalah kateter berlumen tunggal yang
memerlukan akses kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda,
satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialisis dan satu lagi untuk
mengembalikan darah ke tubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena femoralis adalah
laserasi arteriafemoralis, perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, dan infeksi.
7.1.3 Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses vaskular karena
pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena
femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk dan
keluar. Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter
vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan. Komplikasi yang
disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan katerisasi vena femoralis yang
termasuk pneumotoraks robeknya arteriasubklavia, perdarahan, thrombosis, embolus,
hematoma, dan infeksi.
7.2
7.2.1 Fistula AV dibuat melalui anastomosis arteri secara langsung ke vena pada lengan yang
tidak dominan (biasanya arteria radialis dan vena sefalika pergelangan tangan). Umur
fistula AV adalah empat tahun dan komplikasinya lebih sedikit dengan pirau AV. Masalah
yang paling utama adalah nyeri pada pungsi vena terbentuknya aneurisma, trombosis,
kesulitan hemostatis pascadialisis, dan iskemia pada tangan.
7.2.2 Tandur AV dibuat ketika pasien dimungkinkan karena adanya penyakit, kerusakan akibat
prosedur sebelumnya, dan ukurannya kecil maka tandur AV dapat di anastomosiskan
antara arteri dan vena (biasanya pada lengan). Di mana, tandur ini bekerja sebagai
saluran bagi aliran darah dan tempat penusukan jarum selama dialisis. Komplikasi tandur
AV sama dengan fistula AV.trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang
disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh dari sirkulasi distal. (Sylvia,
2005: 975)
8.
8.1
Biasanya, arteri radial dan vena cephalika yang terletak pada lengan non dominal,
pembuluh darah pada lengan atas dapat digunakan.
8.2
8.3
Dengan menggunakan dua jarum berlubang besar, masukkan ke dalam system vena
dilatasi dan darah akan mengalir melalui dialiser. Ujung arteri digunakan sebagai aliran
arteri dan ujung distal diinfuskan kembali ke darah dialysis.
8.4
Graf-pemhubung arteri vena mengandung graf selang yang terbuat dari vena savenous
autologus atau dari politetrafluoroethyline (PTEE).
8.5
Kanula tetap vena pusat (CVC) langsung dari vena (subklavikula, jugular interna atau
femoral). (Nursalam, 2006: 31)
9.
9.1
9.2
Biasanya dilakukan oleh perawat yang terlatih dan familiar dengan protokol dan
peralatan yang digunakan. (Nursalam, 2006:32)
10.
11.
terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan
demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat
diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada
asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka
protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asamamino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan
keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi
adalah telur, daging, susu dan ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya
hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita
gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam
sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain
karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan
ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan
edema paru dapat terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,
antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan
agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu,
penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein
tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung
pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis
obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum
obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari
yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama
hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
12.
KOMPLIKASI
12.1 Salah satu penyebab kematian diantara pasien-pasien yang menjalani hemodialisis kronis
adalah
penyakit
kardiovaskuler
arteriosklerotik.
Gangguan
metabolisme
lipid
terjadi
selama
terapi
dialisis
ketika
produk-akhir
metabolisme
meninggalkan kulit.
Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul
sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat
gejala uremia yang berat.
Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel.
Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
13.
PENDIDIKAN PASIEN
Hal-hal penting dalam program pengajaran mencakup:
13.3 Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan dokter mengenai efek
samping tersebut
13.4 Perawatan akses vaskuler: pencegahan, pendeteksian dan penatalaksanaan komplikasi
yang berkaitan dengan akses vaskuler
13.5 Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan: konsekuensi akibat kegagalan dalam
mematuhi pembatasan ini
13.6 Pedoman pencegahan dan pendeteksian kelebihan muatan cairan
13.7 Strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan pengurangan gejala pruritus, neuropati
serta gejala-gejala lainnya.
13.8 Penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (dialisis, diet yang
membatasi, obat-obatan)
13.9 Strategi untuk mengangani atau mengurangi kecemasan serta ketergantungan pasien
sendiri dan anggota keluarga mereka.
13.10 Pilihan lain yang tersedia bagi pasien
13.11 Pengaturan finansial untuk dialisis: strategi untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber-sumber.
13.12 Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan anggota
keluarga.
Pengkajian
Keluhan utama
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh
(mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental),
kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397)
2.
3.
Riwayat obat-obatan
Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan
kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi
masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit
yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth,
2001: 1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami
pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011:
267)
5.
6.
Pemeriksaan fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan
menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut
nadi dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di
ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil
pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
B2 : hipotensi, turgor kulit menurun
7.
Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada
perempuan, dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
B.
Diagnosa keperawatan
NO.
Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisis
1.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional mengenai tindakan yang
akan dilakukan.
Intra Hemodialisis
2.
Resiko tinggi terhadap kehilangan akses vaskuler berhubungan dengan
perdarahan karena lepas sambungan secara tidak sengaja.
3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan ultrafiltrasi.
4.
Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemasukan
cairan untuk mendukung tekanan darah selama dialisa.
5.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
Post Hemodialisis
6.
Ansietas berhubungan dengan perubahan dengan status kesehatan atau
fungsi peran
7.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi kulit pada sisi
pemasangan kateter
DAFTAR PUSTAKA