You are on page 1of 9

ANEMIA APLASTIK

Pendahuluan
Perubahan massa sel darah merah menimbulkan 2 keadaan yang berbeda (Price &
Wilson, 1994). Jika jumlah sel darah merah berkurang maka timbul suatu keadaan yang kita
kenal dengan anemia. Sebaliknya jika jumlah massa sel darah merah terlalu banyak maka
akan terjadi polisitemia. Di sini akan diuraikan sedikit tentang anemia, terutama anemia
aplastik.
Definisi anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin
dan volume pada sel darah merah per 100 ml darah(Price dan Wilson, 1994). Dapat
disimpulkan dari definisinya bahwa anemia merupakan efek dari perubahan patofisiologis,
yang dapat diamati dari gejala fisik, anamnesa serta pemeriksaan laboratorium.
Aplastic anemia (hispoplastik) didefinisikan sebagai pansitopenia yang disebabkan
oleh aplasia sum-sum tulang (hoffbbrand et al, 2005)
Definisi yang lain menyebutkan bahwa anemia aplastik adalah suatu gangguan pada
sel-sel induk di sum-sum tulang yang dapat menimbulkan kematian (Price & Wilson, 1994).
Anemia aplastik memiliki angka insidensi sekitar 2-6 kasus per 1 juta penduduk per
tahun. Biasanya muncul pada usia 15-25 tahun tergantung letak geografis wilayahnya. Di AS
dan eropa sebagian besar pasien berumur antara15-24 tahun. Dari cina dilaporkan bahwa
sebagian besar kasus anemia aplastik mengenai perempuan berumur > 50 tahun dan laki-laki
berumur > 60 tahun. Perjalanan penyakit pada pria lebih berat daripada perempuan
(widjanarko dkk , 2004)
Pembahasan
Etiologi
Penyebab anemia aplastik ada bermacam-macam, kebanyakan bersifat idiopatik
didapat (tanpa diketahui penyebabnya). Akan tetapi belakangan telah diketahui penyebab
anemia aplastik yang lain, seperti sinar radiasi, kemoterapi, obat-obatan serta senyawa kimia
tertentu(benzene). Penyebab yang lain adalah kehamilan, hepatitis viral, dan fasciitis
eosinofilik (widjanarko dkk, 2004).
Di referensi lain disebutkan bahwa penyebab anemia aplastik di bagi menjadi 2 yaitu
penyebab primer dan penyebab sekunder (Price & Wilson, 1994). Penyebab primer meliputi
kongenital ( jenis fanconi dan non fanconi) dan idiopatik didapat, sementara penyebab
sekunder terdiri dari radiasi pengion karena pemajanan tidak sengaja (radioterapi, isotop
radioaktif, stasiun pembangkit tenaga nuklir), zat kimia (seperti benzene dan pelarut organic

lain, TNT, insektisida, pewarna rambut, klordan, DDT), obat-obatan (busulfan, siklofosfamid,
antrasiklin, nitrosourea), dan infeksi ( hepatitis virus). Agen antineoplastik atau sitotoksik
juga bisa menyebabkan terjadinya anemia aplastik (Price & Wilson, 1994).
Pada penderita anemia aplastik biasanya disertai dengan adanya pansitopenia.
Penyebab pansitopenia itu sendiri adalah berkurangnya fungsi sum-sum tulang, aplasia,
leukemia akut, mielodisplasia, myeloma, infiltrasi oleh sel-sel limfoma, tumor padat,
tuberkolusis, anemia megaloblastik, hemoglobinuria paroksimal nokturnal (PNH),
mielofibrosis (jarang ditemukan), sindrom hemofagositik, meningkatnya destruksi perifer,
dan splenomegali.
Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat (widjanarko dkk, 2004). Anemia
aplastik beratditandai dengan : selularitis sum sum tulang <>Anemia aplastik sangat
berat tanda-tandanya menyerupai anemia aplastik berat akan tetapi nilai hitung neutrofilnya
menunjukan angka <>
Dimasa lalu anemia aplastik dari segi etiologinya dapat diklasifikasikan menjadi 2
yaitu toksisitas langsung dan yang diperantarai imun. Toksisitas langsung meliputi iatrogenic
(radiasi dan kemoterapi), benzene, metabolit intermediate beberapa jenis obat. Sedangkan
penyebab yang diperantarai imun terdiri dari latrogenik (transfusion-associated graft-versushost disease), fasciitis eosinofilik, penyakit terkait hepatitis, kehamilan, metabolit
intermediate beberapa jenis obat,dan idiopathik.
Patogenesis
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah pengurangan yang
bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan pada sel induk
yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yang membuatnya tidak mampu dan
berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sum-sum tulang (hoffbbrand et al, 2005).
anemia aplastik terkait obat terjadi karena hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan
(widjanarko dkk, 2004). Obat-obat yang diketahui dapat menyebabkan anemia aplastik, dari
antibiotik didapati nama kloramfenikol, kemudian dari jenis hipoglikemik oral ada
tolbutamid, didapati juga pada obat anti inflamasi seperti fenilbutazon, dan yang terakhir
diketahui dari obat antineoplastik yang sebagian besar menyebabkan anemia aplastik seperti
mekloretamin hidroklorida, siklofosfamid, vinkristin, metotreksat, serta merkaptopurin.
Dari penyakit infeksi dilaporkan juga dapat menyebabkan anemia aplastik baik
sementara maupun permanen, seperti EBV, dengue, dan hepatitis virus. Pada CMV melalui
gangguan pada sel-sel stroma sum sum tulang dapat menekan produksi sel sum sum tulang,
sehingga mengakibatkan aplasia pada sum sum tulang yang berujung pada terjadinya keadaan
pansitopemia sehingga timbul anemia aplastik.

Pada kehamilan, terkadang ditemukan keadaan pansitopenia yang kemudian disertai


anemia aplastik sementara (widjanarko dkk, 2004). Kemungkinan terbesar penyebabnya
estrogen pada seorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau
tidak ada perangsang hematopoiesis.
Gejala/manifestasi klinik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia (hoffbbrand et al,
2005). Pada gejala anemia ditemukan pucat, takikardia, bising jantung, cepat lelah, pusing,
dll. Terkadang disertai dengan defisiensi trombosit dan sel darah putih. Defisiensi trombosit
dapat mengakibatkan ekimosis dan petekie, epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat. Sedangkan defisiensi sel darah putih
menjadikan tubuh mudah terkena infeksi.
Pemeriksaan penunjang
Morfologi darah tepi menunjukan gambaran normokromik normositer (volume
eritrosit rata-rata(VER) seringkali 95-110 fl), tetapi terkadang juga ditemukan makrositosis,
anisositosis, dan poikilositosis. Tidak ditemukan retikulosit atau biasanya jumlah retikulosit
sangat rendah, leukopenia, dengan penurunan selektif granulosit, tetapi tidak selalu sampai di
bawah 1,5 x 10 pangkat 9 per liter. Trombositopenia hampir selalu ditemukan pada kasus
anemia aplastik.
Pada sum sum tulang terdapat gambaran hipoplasia, ditandai dengan hilangnya
jaringan hemopoietik dan penggantian oleh lemak (>75% sum-sum tulang). Sel-sel utama
yang terlihat adalah limfosit dan sel plasma, megakariosit sangat sedikit atau bahkan tidak
ada.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan lainnya seperti :
Laju enap darah, pada kasus anemia aplastik LED selalu meningkat.
Faal hemostasis, didapatkan hasil waktu perdarahan memanjang serta retraksi
pembekuan buruk, hal ini terjadi karena trombositopenia.
Virus, dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungannya antara vrus tertentu dengan
anemia aplastik (CMV,hepatitis virus,HIV,dll).
Tes ham atau hemolisis sukrosa, tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH
sebagai penyebab.
Kromosom pemeriksan sitogenik dengan fluororescence in situ hybridization (FISH)
dan imunofenotipik dengan flow cytometry diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding, seperti myelodisplasia hiposeluler.
Defisiensi imun, dilakukan melalui imunitas sel T.
Pemeriksaan terhadap jenis Hb, pada kasus anemia aplastik anak ditemukan Hb F
meningkat.
Pemeriksaan Radiologis

Nuclear magnetic resonance imaging, merupakan cara terbaik untuk mengetahui


luasnya perlemakan.
Radio nuclide bone marrowimaging (bone marrow scanning), memeriksa luasnya
kelainan pada sum sum tulang, melalui penyuntikan dengan koloid radioaktif
technetium sulfur yang akan terikat pada sum-sum tulang atau iodium khloride yang
akan terikat pada transferin

Diagnosis banding
Salah satu penyebab anemia aplastik adalah aplasia pada sum sum tulang
(hiposelulerisme). Akan tetapi keadaan hiposelulerisme tidak hanya ditemukan pada kasus
anemia aplastik saja melainkan juga ditemukan pada penyakit hematologi lainnya, yaitu :
Mielodisplasia hiposeluler, proporsi sel CD34+ di sum sum tulang bisa membantu
untuk mengetahui hasil diagnosis, pada pasien penderita anemia aplastik proporsi selsel CD34+nya adalah 0,3% atau kurang, sedangkan pada penderita mielodisplasia
hiposeluler proporsi sel-sel CD34+nya adalah normal(0,5-1,0 %) atau bahkan lebih
tinggi.
Leukimia limfositik granula besar, pada penyakit ini juga ditemukan keadaan sum
sum tulang yang kosong atau displasia.
Anemia aplastik dan hemoglobinuria nocturnal paroksimal (PNH).
Terapi
Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan
sum-sum tulang (Price & Wilson, 1994).
Pada sumber lain dikatakan bahwa penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan
(hoffbbrand et al, 2005), misalnya penghentian terapi radiasi atau terapi obat.
Medika mentosa
Terapi medika mentosa diberikan bergantung dari beratnya penyakit, usia pasien, dan
kemungkinan adanya donor sel induk dari saudara (hoffbbrand et al 2005). Kemudian tingkat
keparahan penyakit dinilai dengan hitung retikulosit, neutrofil, trombosit, dan derajat
hipoplasia sum sum tulang.
Macam-macam pengobatan medika mentosa :
Globulin anti limfosit(timosit) (GAL atau GAT), zat ini dibuat di hewan biasanya pada
kelinci atau kuda. Sering digunakan bersamaan dengan kortikosteroid yang juga
mengurangi efek samping GAL.

Siklosporin, obat efektif yang bermanfaat jika digunakan bersama denagn GAL dan
steroid.
Faktor pertumbuhan hemopoietik, meliputi faktor perangsang pertumbuhan koloni
granulosit-makrofag(GM-CSF), faktor perangsang pertumbuhan granulosit (G-CSF),
interleukin-3(IL-3).
Androgen, bermanfaat pada beberapa kasus anemia aplastik, akan tetapi belum terbukti
dapat memberikan perbaikan hrapan hidup pada penderita anemia aplastik didapat
secara keseluruhan.
Transplantasi sel induk, memberikan peluang untuk kesembuhan yang permanen. Angka
kesembuhan mencapai 80%.
Infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh sel lain merupakan penyebab utama
kematian (Price & Wilson, 1994), oleh karenanya sangat penting untuk mencegah resiko
perdarahan dan infeksi. Tindakan pencegahan meliputi lingkungan yang di lindungi
(ruangan dengan aliran udara cukup atau tempat yang nyaman) dan kebersihan yang baik.
Untuk mencegah perdarahan atau infeksi dapat dilakukan terapi pemberian komponen
darah seperti tersebut diatas (eritrosit,trombosit), juga antibiotik bila perlu.
Non medikamentosa
Bila didapati keluhan akibat anemia maka diberikan transfusi ertrosit berupa packed
red cell sampai kadar Hb 7-8% (widjanarko dkk, 2004). Transfusi trombosit diberikan bila
kadar trombosit menurun hingga kurang dari 20.000/mmk. Sedangkan pemberian transfusi
leukosit sebagai profilaksis masih belum disarankan hal ini berkaitan dengan efek samping
yang ditimbulkan lebih parah daripada manfaatnya.
Penutup
Pada dasarnya anemia aplastik belum dapat dikatakan sebagai penyakit, hal ini
dikarenakan anemia aplastik terjadi karena proses patofisiologis yang disebabkan oleh
beberapa faktor penyebab seperti agen infeksi, dalam proses infeksinya mereka menekan
sum-sum tulang, sehingga sum sum tulang tidak maksimal dalam memproduksi sel-sel darah,
yang kemudian berujung pada keadaan pansitopenia dimana terjadi penurunan jumlah
eritrosit, trombosit, serta leukosit secara bersamaan.
Daftar pustaka
Hoffbrand,A.V., Petit,T.E., and Moss, P.A.H., Kapita Selekta Hemayologi, edisi 4, EGC.
Jakarta.
Widjanarko A., Sudoyo AW., Salonder H. 2006. ilmu penyakit dalam. Cetakan 4, Jakarta :
EGC.

Wilson & Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4, Jakarta :
EGC.
Stuart CF. Bone Marrow Failure Syndromes. N Eng J Med.2000;343(1500):20.
Frederick RA. Hematopoietic-Cell Transplantation at 50. N Eng J Med.2007; 357(14721475):15.

Definisi anemia aplastik adalah kegagalan sumsum tulang membentuk sel-sel


darah merah sehingga tubuh mengalami kekurang sel darah merah (pansitopenia).
Angka kejadian anemia aplastik sangat rendah pertahun, kira-kira 2-5
kasus/tahun/juta penduduk. Meski angka kejadian penyakit ini sangat
jarang, anemiaaplastik menyerang segala umur dan penyakit ini tergolong berpotensi
menyebabkan kematian. Pendertia anemia aplastik tidak hanya mengalami
kekurangan sel darah merah tetapi juga kekurangan sel darah putih (leukosit)
sehingga penderita sangat mudah terpapar infeksi.
Penyebab Anemia Aplastik

Penyakit kongenital (penyakit turunan/penyakit yang dibawa sejak lahir)


Contoh penyakit kongenital penyebab anemia aplastik adalah anemia fanconi
(kelainan resesif autosomal yang ditandai dengan mutasi 13 gen sehingga
menyebabkan pansitopenia, hipoplasia sumsum tulang dan instabilitas
kromosom), syndrom dubowizt (pertumbuhan yang lambat ditandai dengan
kekurangan hormon pertumbuhan, kelainan hipotalamus dan dislokasi
kromosom), dyskeratosis congenital (disebut juga syndrom zinsser cole engman
adalah kelainan bawaan progesif langka yang menyebabkan penuaan dini.
Keadaan ini selain mempengaruhi sistem integumen/kulit, juga menyebabkan
anomali sumsum tulang) dan syndrom pearson (disfungsi pankreas). Penyakit
diatas diduga berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang membentuk sel darah
merah. Menurut Profesor DR I Made Bakta penyakit-penyakit diatas merupakan
bentuk lain dari anemia aplastik.

Obat-obatan
Obat seperti kloramfenicol dicurigai menjadi penyebab anemia aplastik karena
obat golongan antibiotik ini mendepresi sumsum tulang belakang. Selain
kloramfenicol America Medical Association mempublikasikan beberapa obat yang
diduga berperan menimbulkan anemia. Contoh obat-obatan itu adalah karbama
zepine, inhibitor carbonic anhydrase, azathioprine, indomethasin, imunoglobulin

limfosit, penisilamine, ethosuksimide, quinacrine, obat-obat thiazide,


trimethadione, probenesid, obat-obat sulfonamide dan obat-obat kemoterapi.

Zat kimia
Zat kimia yang paling sering menyebabkan anemia aplastik adalah benzena
(senyawa hidrokarbon aromatik), arsen (menyebabkan efek racun pada
protoplasma sel tubuh manusia. Senyawa arsen sangat mudah dicerna sehingga
sangat mudah pula beredar dalam darah) dan insektisida. Kandungan zat kimia
diatas merupakan karsinogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Radiasi
Paparan radiasi dalam jangka waktu lama misal dari sinar Xray atau dampak
ledakan bom nuklir dapat mengakibatkan kerusakan sel induk dan kerusakan
pada sumsum tulang.

Infeksi
Contoh infeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik adalah hepatitis C.
Hepatitis C kronis menyebabkan kerusakan organ hati, empedu dan menganggu
respon imunologis. Organ hati yang rusak dan tidak dapat beregenerasi
menghambat proses konjugasi bilirubin.

Penyakit imunologis
Pada penderita systemic lupus erythematosus (SLE), sistem kekebalan menjadi
hiperaktif sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit, paru-paru, darah,
persendian, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak dan syaraf. Penderita SLE
sering mengalami pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang.
Gejala Anemia Aplastik
Penderita anemia aplastik ditandai 3 gejala utama yaitu penurunan kadar
hemoglobin normal, trombositopenia (kekurangan trombosit) dan leukopenia
(kekurangan sel darah putih).
Gejala lainnya adalah pucat, mudah lelah, kehilangan nafsu makan, terjadi epitaksis
(mimisan), pethikie (bintik-bintik merah dipermukaan kulit), perdarahan gusi dan
hepatosplenomegali (pembengkakan organ hati dan limfa).
Pemeriksaan laboratorium Anemia Aplastik

Pada pemeriksaan sampel darah ditemukan bentuk eritrosit yang besar,


platelet dan grnulosit mengalami penurunan. Tidak ditemukan retikulosit, limfosit
dalam jumlah normal atau sedikit menurun, Mean Corpuscular Volume (MCV)
meningkat.

Aspirasi cairan sumsum tulang


Cairan sumsum tulang menjadi lebih encer dan berwarna lebih pucat.
Pada Anemiaaplastik berat, spesimen hanya menunjukkan sel darah merah,
limfosit residual dan sel strome.

Penanganan Anemia Aplastik

Terapi suportif
Terapi suportif misal dengan tranfusi sel darah merah atau trombosit perlu
dilakukan untuk mengantikan sel darah merah yang hilang.

Transplantasi sumsum tulang


Transplantasi sumsum tulang sangat baik, jika dilakukan pada saat penderita
berusia kanak-kanak. Saudara kandung atau saudara kembar atau orang tua
biasanya memiliki kecocokan sumsum tulang lebih besar dari pada pendonor
yang tidak memiliki hubungan darah. Usia dan kecocokan sumsum tulang akan
sangat menentukan keberhasilan transplantasi hingga 80%. Semakin tua usia
penerima donor akan semakin meningkatkan resiko penolakan terhadap sumsum
tulang pendonor.

Terapi imunosupresif
Pada penderita anemia aplastik yang telah melewati masa kanak-kanak dan tidak
mungkin lagi dilakukan tranplantasi sumsum tulang, terapi imusupresif dengan
mengomsumsi obat, misal antithymocyte globulin, siklosporin A dan oxymethalone
menjadi pilihan terbaik.

You might also like