Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, yang disebabkan oleh
infeksi protozoa genus plasmodium. World Health Organization (WHO),
memperkirakan terdapat 300-500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya,
dengan angka kematian berkisar 1,5 juta sampai 2,7 juta pertahun. Penyakit ini
menjadi masalah kesehatan dilebih dari 90 negara, dan mengenai hampir 40 %
populasi dunia. Lebih dari 90 % kasus malaria terjadi di sub-Sahara Afrika. 1 Di
Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat
15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan 35 %
penduduk Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293
kabupaten / kota, 167 diantaranya merupakan daerah endemis. Daerah dengan
kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan
Sulawesi Tenggara.2 Terdapat 4 jenis spesies parasit yang berbeda, yaitu
Plasmodium falsiparum, P.Vivax, P. Ovale dan P. Malariae. Malaria Tropika yang
disebabkan oleh P. falsiparum, merupakan penyebab sebagian besar kematian
akibat malaria. Plasmodium falsiparum sering dapat menyebabkan malaria
berat. Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap tahunnya.3 Malaria
dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat, yaitu menurut definisi
WHO tahun 2006, merupakan infeksi Plasmodium falsiparum stadium aseksual
dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral, anemia berat,
gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok, perdarahan, kejang, asidosis
dan makroskopis hemoglobinuria.3
Malaria Berat merupakan keadaan yang emergensi. Terapi yang tepat dan cepat
diharapkan dapat mengurangi mortalitas akibat penyakit ini. Untuk itulah dalam
referat ini akan diuraikan mengenai malaria berat, patogenesis, manifestasi
klinik dan penatalaksanaannya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
berat
adalah
Endemisitas
Pada daerah endemis malaria yang stabil, malaria berat terutama terdapat pada
anak kecil sedangkan orang dewasa umumnya hanya menderita malaria ringan.
Di daerah dengan endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa memandang
usia.
Genetik
Kelainan genetik yang saat ini diketahui mempunyai efek protektif terhadap
malaria berat adalah kelainan dinding eritrosit dan HLA kelas I serta II yaitu HLABw 53, HLA-DRBI 1302, HLA-DQB 0501.
Umur
Bayi berusia 3-6 bulan yang lahir dari seorang ibu yang imun, mempunyai
imunitas yang diturunkan, sehingga meskipun terdapat hiperparasitemia dan
demam, tetapi jarang mengalami malaria berat. Primigravida yang tinggal
didaerah hipoendemis lebih rentan terhadap malaria serebral. Keadaan ini
diduga disebabkan oleh menurunnya imunitas dengan mekanisme yang belum
diketahui.
Status Nutrisi
Malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak dengan marasmus atau
kwashiorkor. Defisiensi zat besi dan riboflavin juga dilaporkan mempunyai efek
protektif terhadap malaria berat.
Imunologi
Mekanisme imunologi malaria berat melibatkan imunitas selular dan humeral
yang komplek. Limpa memegang peranan penting dalam mekanisme imunologi
malaria, karena limpa memfagositosis eritrosit.Proses pembersihan oleh limpa
merupakan mekanisme penting dalam pertahanan tubuh dan patogenesis
anemia pada malaria.
Pada daerah endemis malaria yang stabil,malaria berat terutama terdapat pada
anak kecil, sedangkan di daerah endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa
memandang usia.
Mekanisme Patogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit manusia,
akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati
yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit
dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit (EP) mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel unruk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme
transport membran sel, penurunan deformabilitas, perubahan reologi,
pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.4.5.14 skizon yang
matang akan pecah, melepaskan toksin malaria yang menstimulasi sistem RES
dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF alfa dan sitokin lainnya
dan mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah biokimia
sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ.
Eritrosit Parasit (EP)
EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan kemampuan
adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini
sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya
sitoadherens dan sekuestrasi.
Sitoadherens
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotelvaskular.
Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan venula
post kapiler. Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran
mikrovaskular sehingga terjadi anoksia/hipoksia jaringan.
Sekuestrasi
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital.
Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa,
hepar, otot dan ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara
parasitemia di perifer dan jumlan total parasit dalam tubuh. Penelitian di
Vietnam melaporkan bahwa sekuestrasi di otak terjadi baik
pada kasus malaria serebral maupun non serebral dengan jumlah kuantitatif
lebih tinggi pada malaria serebral. Dilaporkan juga tidak ada kasus malaria
serebral yang tidak mengalami sekustrasi. Dengan demikian sekuentrasi
diperlukan dalam patogenesa malaria serebral.
Rosetting
Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh
sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga.
Rosetting berperan dalam terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun
demikian peranan rosetting dalam patogenesis malaria berat masih belum jelas.
Sitokin
Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita malaria
terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3 juga meningkat
pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan menghasilkan efek
patologi Meskipun demikian peranan sitokin dalam patogenesis malaria berat
masih dalam perdebatan.3.4.
Manifestasi Klinik
Gejala
Laboratorium
Penurunan kesadaran
GCS < 11
Anemia berat
pucat
Ikterik
Syok
Sesak nafas
( Pernapasan
Kussmaul )
15
mmol/l
rontgen thorak
Kejang berulang
CSF untuk
membedakan
dengan meningitis
Perdarahan
Perdarahan gusi,
hidung,
saluran pencernaan
Periksa kemungkinan
untuk Disseminated
intravascular
coagulation
( DIC )
Hemoglobinuria
(hitam)
Hipoglikemia
Keringat dingin,
palpitasi, penurunan
kesadaran
Malaria serebral
Gejala serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, yakni
GCS < 7 dengan keadaan klinis sopor. Sebagian penderita terjadi gangguan
kesadaran yang lebih ringan, seperti apati, somnolen, delirium dan perubahan
tingkah laku (penderit tidak mau bicara). Penurunan kesadaran menetap untuk
waktu > 30 menit, tidak sementara panas atau hipoglikemi membantu
meyakinkan keadaan malaria serebral. Pada pemeriksaan neurologik reaksi
mata divergen, ukuran pupil normal dan reaktif, funduskopi normal atau dapat
terjadi perdarahan. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi
(lengan flexi dan tungkai ekstensi, decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi),
opistotonus deviasi mata ke atas dan lateral. Lama koma orang dewasa dapat 23 hari, sedangkan pada anak 1 hari.
Diduga malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasit sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderansi
Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal sering dijumpai pada malaria, gejala-gejalanya
ialah: tidak enak di perut, flatulensi, mual, muntah, duare dan konstipasi.
Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma bilious remittent fever
yaitu gejala gastrointestinal dengan hepatomegali, ikterik (hiperbilirubinemia
dan peningkatanSGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria disentri menyerupai
disentri basiler dan malaria kolera yang jarang pada P. Falciparum berupa diare
cair yang banyak, muntah, kramp otot dan dehidrasi.
Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum dan biasanya
terjadi bersamaan dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya
hiponatremia dapat karena disebabkan kehilangan cairan dan garam melalui
muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon antidiuretik (SAHAD).
Gangguan Metabolik Lainnya
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernapasan Kussmaul),
peningkatan asam laktat, pH turun dan peningkaran bikarbonat. Asidosis
biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia, shock, gagal ginjal dan
hipoglikemia. Gangguan metabolik lainnya berupa:
Hipokalsemia dan hipofosfatemia
Hipermagnesia
Hiperkalemia (pada gagal ginjal)
Hipoalbuminemia
Hiperfosfolipidemia
Hipertrigliseremia dan hipokolesterolemia
10
11
12
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
14
1/4
Amodiaku 1/4
in
Artesunat
1/4
Amodiaku 1/4
in
Artesunat
1/4
Amodiaku 1/4
in
Amodiakuin = 10mg/kgbb
Artesunat = 4mg/kgbb
Lini kedua
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet
16
Tablet kina di Indonesia dengan sediaan tablet 200 mg. Kina diberikan peroral dengan dosis 10mg/kgbb/kali selama 7 hari. Kina aman dighunakan
untuk wanita hamil. Bila terjadi kontraksi atau fetal distress pada wanita
yang minum kina, kemungkinan berhubungan dengan penyakit lain.
Resiko penggunaan kina mencetuskan hipoglikemia.
Doksisiklin
Doksisiklin yang ada di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang
mengandung 50 mg dan 100mg Doksisiklin Hcl. Doksisiklin diberikan 2
kali per-hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah
4mg/kgbb/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan tetrasiklin
Tetrasiklin
Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung
250mg atau 500mg tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali per hari
selama 7 hari, dengan dosis 4-5mg/kgBB/kali.
Obat anti malaria untuk pengobatan malaria berat.5
Artesunate (1 flacon=60mg artesunic acid), dilarutkan dalam 1 mL 4%
sodium bicarbonate (pelarutnya) untuk menjadi larutan artesunate,
kemudian dilarutkan dalam 5 mL 5% Dextose untuk siap diberikan iv atau
im. Dosis 2,4 mg/kgBB pada hari pertama diberikan tiap 12 jam, kemudian
dilanjutkan dosis 2,4 mg/kgBB pada hari kedua < 7/24 jam. Tidak
diperlukan penyesuaian atau penurunan dosis pada gangguan fungsi
ginjal atau hati; tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak menimbulkan
aritmia, hipotensi.
Artemater (1 flacon=80mg) dosis: 3 x 2mg/kgBB im sebgai dosis loading
dibagi 2 dosis (tiap 12 jam) hari pertama, diikuti dengan 1,6mg/kgBB/24
jam selama 4 hari. Karena pemberian im absorbsinya sering tidak
menentu. Tidak menimbulkan hipoglikemia.
Kina HCL (1 ampul= 220mg) dosis 10 mg/kgBB kina HCL dalam 500cc
cairan 5% Dextrose (atau NaCl 0,9%) selama 6-8jam, selanjutnya
diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 6-8 jam. Tergantung
status kebutuhan cairan 1500-2000cc. Dosis loading 20mg/kgBB dipakai
bila jelas tidak memakai kina 24 jam sebelumnya atau mefloquin,
penderitanya tidak usia lanjut atau tidak ada Q-Tc memanjang pada
rekaman EKG. Kina HCL dapat diberikan im yang dalam pada paha.
Exchange transfusion (transfusi ganti)4,5
Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari 43% menjadi
1%. Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk menurunkan
parasitemia pada malaria berat. Tindakan ini berguna mengeluarkan eritrosit
yang berparasit, menurunkan toksin parasit, serta memperbaiki anemia.
17
18
5. Dialis dini
Bila kreatinin makin meningkat atau gagal dengan pengobatan diuretika dialisis
harus segera dilakukan. Indikasi dialisis secara klinis dijumpai gejala uremia,
adanya tanda overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia.
6. Tindakan terhadap hiperkalemi (serum kalium >5,5 meg/L
Diberikan regular insulin 10 unit i.v/ i.m bersama-sama 50 ml dekstrose 40%
dan monitor gula darah dan serum kalium. Pilihan lain dapat diberikan 10-20 ml
kalsium glukonat 10% i.v pelan-pelan.
7. Hipokalemi
Hipokalemi terjadi 40% dari penderita malaria serebral. Bila kalium 3.0-3,5
meq/L diberikan KCL perinfus25 meq, kalium 2.0-2,9 meq/L diberikan KCL
perinfus 50 meq.
8. Hiponatremi
Hiponatremi dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pada malaria serebral,
hiponatremi terjadi karena kehilangan elektrolit lewat muntah dan diare
ataupun kemungkinan sindroma abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD).
9. Asidosis
Asidosis (pH <7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan sering
bersamaan dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan pemberian
bikarbonat.
Tindakan terhadap malaria biliosa
Penanganan malaria biliosa/malaria dengan ikterik tidak ada yang spesifik,
tindakan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pemberian kina dosis awal 20 mg/kg boleh diberikan bila 24 sebelumnya
tidak memakai kina. Bila setelah 48 jam keadaan umum belum membaik, dosis
kinin setengahnya.
2. Bila ikterik disebabkan karena intravaskuler hemolisis, kina dihentikan dan
diganti klorokuin dengan dosis 5mg/kg BB
3. Bila anoreksi berat berikan 10% glukose Iv, untuk mencegah hipoglikemia
4. Pada hiperbilirubinemia berat sebaiknya dihindarkan suntikan intra muskuler
karena bahaya perdarahan/hematom/DIC
5. Vitamin K dapat diberikan 10mg/hari i/v selama 3 hari untuk memperbaiki
faktor koagulasi.
6. Hati-hati dengan obat yang mengganggu fungsi hati seperti parasetamol,
tetrasiklin
7. Pada ikterik berat dapat diberikan colesteramin. Bila pengobatan malaria
diberikan dengan adekuat maka penurunan bilirubin akan terjadi dengan cepat
pada hari ke 3 dapat turun lebih dri 50%
Hipoglikemia
Periksa kadar gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat. Bila
kadar gula darah kurang dari 40mg% maka :
19
20
serebral)
Hiperpireksia
Konvulsi
(kejang)
Hipoglikemia
(GD< 40mg%)
Anemia berat
Berikan
transfusi
anemianya.
(Hb <5gr% )
dengan
darah
kompres,
segar,
cari
fan,
air
penyebab
Edema
paru Oksigenasi, berikan furesemide 40 mg i.v, perlambat
akut,
sesak cairan infus, intubasi ventilation PEEP
napas, napas
>35 kali/menit
Gagal
akut
Perdarahan
spontan/koagul
opati
Asidosis
metabolik
Kesampingkan
atau
koreksi
bila
hipovolemia, septikemia. Bila perlu
hemofiltrasi
Syok
hipoglikemi,
dialisis atau
transfusi
gantti
2.8 Prognosis
Prognosa penderita malaria berat tergantung pada :5
21
BAB 3
22
KESIMPULAN
1. Malaria berat (WHO 2006), merupakan infeksi Plasmodium falsiparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria
cerebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok,
perdarahan, kejang, asidosis dan hemoglobinuria
2. Penyebab Malaria Berat sering karena infeksi plasmodium falsiparum, tapi
plasmodium vivax juga dapat menyebabkan malaria berat
3. Patogenesis malaria berat masih belum jelas, diduga adanya sitoaderen dan
sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit dalam mikrovaskular organ vital.
4. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan pemakaian derivat Artesunate
untuk terapi malaria berat.
DAFTAR
PUSTAKA
23
of
4. Harijanto.Malaria. Epidemiologi,
Penanganan.2000.
&
Patogenesis
Manifestasi
Klinis,
Indonesia.
Malaria
24