You are on page 1of 24

BAB 1

PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, yang disebabkan oleh
infeksi protozoa genus plasmodium. World Health Organization (WHO),
memperkirakan terdapat 300-500 juta orang terinfeksi malaria tiap tahunnya,
dengan angka kematian berkisar 1,5 juta sampai 2,7 juta pertahun. Penyakit ini
menjadi masalah kesehatan dilebih dari 90 negara, dan mengenai hampir 40 %
populasi dunia. Lebih dari 90 % kasus malaria terjadi di sub-Sahara Afrika. 1 Di
Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, terdapat
15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya. Diperkiraan 35 %
penduduk Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293
kabupaten / kota, 167 diantaranya merupakan daerah endemis. Daerah dengan
kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan
Sulawesi Tenggara.2 Terdapat 4 jenis spesies parasit yang berbeda, yaitu
Plasmodium falsiparum, P.Vivax, P. Ovale dan P. Malariae. Malaria Tropika yang
disebabkan oleh P. falsiparum, merupakan penyebab sebagian besar kematian
akibat malaria. Plasmodium falsiparum sering dapat menyebabkan malaria
berat. Plasmodium ini membunuh > 1 juta orang tiap tahunnya.3 Malaria
dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat, yaitu menurut definisi
WHO tahun 2006, merupakan infeksi Plasmodium falsiparum stadium aseksual
dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria cerebral, anemia berat,
gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok, perdarahan, kejang, asidosis
dan makroskopis hemoglobinuria.3
Malaria Berat merupakan keadaan yang emergensi. Terapi yang tepat dan cepat
diharapkan dapat mengurangi mortalitas akibat penyakit ini. Untuk itulah dalam
referat ini akan diuraikan mengenai malaria berat, patogenesis, manifestasi
klinik dan penatalaksanaannya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi Malaria Berat

Malaria berat adalah penyakit malaria akibat infeksi Plasmodium falsiparum


aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (WHO 2006):4,5
1. Malaria serebral: koma tidak bisa dibangunkan, derajat penurunan
kesadaran dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale), < 11 , atau
lebih dari 30 menit setelah kejang yang tidak disebabkan oleh penyakit
lain.
2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokit < 15%) pada hitung parasit >
10.000/L,
bila
anemianya
hipokromik
/
mikrositik
dengan
mengenyampingkan
adanya
anemia
defisiensi
besi,
talasemia/hemoglobinopati lainya.
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/ 24 jam pada orang dewasa atau < 12
ml/kg BB pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dan kreatinin >3 mg%).
4. Edema paru / ARDS (Adult Respitatory Distress Syndrome)
5. Hipoglikemi: gula darah <40 mg%
6. Gagal sirkulasi atau Syok, tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat
dingin atau perbedaan tamperatur kulit-mukosa >10 C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus disgestivus atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x/24 jam setelah pendinginan pada hipertemia
9. Asidemia (pH <7.25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15 mmol/L)
10.
Makroskopik hemoglobinuri (black water fever)oleh karena infeksi
pada malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada kekurangan G-6PD)
11.
Diagnosa post- mortem dengan ditemukannya parasit yang padat
pada pembuluh kapiler pada jaringan otak
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai
dengan gambaran klinik daerah setempat ialah:
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS <15) di Indonesia sering dalam
keadaan delirium dan somnolen
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk / berjalan) tanpa kelainan neurologik

3. Hiperparasitema >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil


malaria
4. Ikterik (bilirubin >3 mg%)
5. Hiperpireksia (temperatul rektal >400 C) pada orang dewasa /anak

2.2 Etiologi Malaria Berat


Malaria Berat biasanya disebabkan oleh Plasmodium Falsiparum

2.3 Patogenesis Malaria Berat


Penelitian patogenesis malaria berat berkembang pesat, meskipun demikian
penyebab pasti belum jelas. Titik perhatian dalam patogenesis malaria berat
adalah sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit dalam mikrovaskular organ vital.
Faktor lain seperti induksi sitokin oleh toksin parasit dan produksi nitrit oksida
diduga mempunyai peranan penting dalam patogenesis malaria berat.3.4
2.3.1 Faktor Parasit4
Intensitas transmisi
Tingkat parasitemia yang terjadi selama puncak transmisi adalah 14 x lebih
tinggi dibandingkan saat tingkat transmisi rendah. Rendahnya parasitemia pada
saat transmisi disebabkan oleh karena adanya imunitas yang telah diperoleh
saat puncak transmisi. Sedangkan tingginya parasitemia saat puncak transmisi
disebabkan karena meningkatnya jumlah gigitan nyamuk infeksius.
Densitas parasit
Hubungan antara tingkat parasitemia dan mortalitas akibat malaria falsiparum
pertama kali dilaporkan oleh Field dan Niven. Mortalitas meningkat pada
parasitemia 100.000/L. Tingkat parasitemia dapat digunakan untuk menilai
beratnya penyakit. Meskipun demikian, pada daerah endemis malaria,
parasitemia yang tinggi sering ditemukan pada individu yang asimptomatik.
Dilain pihak terdapat kasus kematian akibat malaria dengan tingkat parasitemia
yang rendah. Beratnya penyakit lebih ditentukan oleh jumlah parasit yang
bersekuestrasi ke dalam jaringan dari pada jumlah parasit dalam sirkulasi.
Virulensi parasit
Virulensi parasit ditentukan oleh daya multiplikasi parasit, strain parasit,
kemampuan melakukan sitoadherens dan rosseting. Ringwald dan Carlson
melaporkan adanya hubungan antara virulensi parasit dengan kemampuan
pembentukan roset pada penderita di Gambia dan Malagasi. Namun Al-Yaman
tidak menemukan hubungan ini pada penelitian di Papua Nugini.

2.3.2 Faktor Host


Faktor penjamu yang berperan dalam terjadinya malaria
endemisitas, genetik, umur, status nutrisi dan status imunologi.5

berat

adalah

Endemisitas
Pada daerah endemis malaria yang stabil, malaria berat terutama terdapat pada
anak kecil sedangkan orang dewasa umumnya hanya menderita malaria ringan.
Di daerah dengan endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa memandang
usia.

Genetik
Kelainan genetik yang saat ini diketahui mempunyai efek protektif terhadap
malaria berat adalah kelainan dinding eritrosit dan HLA kelas I serta II yaitu HLABw 53, HLA-DRBI 1302, HLA-DQB 0501.
Umur
Bayi berusia 3-6 bulan yang lahir dari seorang ibu yang imun, mempunyai
imunitas yang diturunkan, sehingga meskipun terdapat hiperparasitemia dan
demam, tetapi jarang mengalami malaria berat. Primigravida yang tinggal
didaerah hipoendemis lebih rentan terhadap malaria serebral. Keadaan ini
diduga disebabkan oleh menurunnya imunitas dengan mekanisme yang belum
diketahui.
Status Nutrisi
Malaria berat sangat jarang ditemukan pada anak-anak dengan marasmus atau
kwashiorkor. Defisiensi zat besi dan riboflavin juga dilaporkan mempunyai efek
protektif terhadap malaria berat.
Imunologi
Mekanisme imunologi malaria berat melibatkan imunitas selular dan humeral
yang komplek. Limpa memegang peranan penting dalam mekanisme imunologi
malaria, karena limpa memfagositosis eritrosit.Proses pembersihan oleh limpa
merupakan mekanisme penting dalam pertahanan tubuh dan patogenesis
anemia pada malaria.
Pada daerah endemis malaria yang stabil,malaria berat terutama terdapat pada
anak kecil, sedangkan di daerah endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa
memandang usia.
Mekanisme Patogenesis
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit manusia,
akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati

yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit
dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit (EP) mengalami perubahan struktur dan biomolekuler sel unruk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme
transport membran sel, penurunan deformabilitas, perubahan reologi,
pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting.4.5.14 skizon yang
matang akan pecah, melepaskan toksin malaria yang menstimulasi sistem RES
dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF alfa dan sitokin lainnya
dan mengubah aliran darah lokal dan endotelium vaskular, mengubah biokimia
sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ.
Eritrosit Parasit (EP)
EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan kemampuan
adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini
sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya
sitoadherens dan sekuestrasi.

Sitoadherens
Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotelvaskular.
Sitoaherens merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan venula
post kapiler. Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran
mikrovaskular sehingga terjadi anoksia/hipoksia jaringan.
Sekuestrasi
Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital.
Parasit yang bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa,
hepar, otot dan ginjal. Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara
parasitemia di perifer dan jumlan total parasit dalam tubuh. Penelitian di
Vietnam melaporkan bahwa sekuestrasi di otak terjadi baik
pada kasus malaria serebral maupun non serebral dengan jumlah kuantitatif
lebih tinggi pada malaria serebral. Dilaporkan juga tidak ada kasus malaria
serebral yang tidak mengalami sekustrasi. Dengan demikian sekuentrasi
diperlukan dalam patogenesa malaria serebral.
Rosetting
Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh
sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga.
Rosetting berperan dalam terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun
demikian peranan rosetting dalam patogenesis malaria berat masih belum jelas.
Sitokin

Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita malaria
terutama malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3 juga meningkat
pada malaria berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan menghasilkan efek
patologi Meskipun demikian peranan sitokin dalam patogenesis malaria berat
masih dalam perdebatan.3.4.

2.4 Gejala Klinis5


Faktor predisposisi terjadinya malaria berat:
1) Anak-anak usia balita
2) Wanita hamil
3) Penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, misalnya penyakit
keganasan, HIV, penderita dalam pengobatan kortikosteroid
4) Penduduk dari daerah endemis malaria yang telah lama meninggalkan
daeah tersebut dan kembali ke daerah asalnya.
5) Orang yang belum pernah/tinggal di daerah malaria.

Manifestasi Klinik

Gejala

Laboratorium

Penurunan kesadaran

GCS < 11

Anemia berat

Konjuntiva, lidah, bibir,

Hb <7 g/dl jika ada

pucat

keluhan, atau <5 g/dl


jika
tanpa keluhan

Anuria atau oliguria

Urine <30 ml/jam pada


dewasa, dan <0,5
ml/kg/jam pada
anakanak

Ikterik

Sklera ikterik Serum

Syok

Ektremitas dingin, nadi

Serum kreatinin >3


mg/dl
pada dewasa dan >1,5
mg/dl pada anak-anak
bilirubin >3 mg/dl

lemah, hipotension (TD


sistolik <90)
Asidosis Metabolik

Sesak nafas
( Pernapasan

Plasma bikarbonat >

Kussmaul )

15
mmol/l

Udem paru / ARDS

Takipnu, sesak nafas,

Infiltrat bilateral pada

ronkhi basah basal


paru

rontgen thorak

Kejang berulang

CSF untuk
membedakan
dengan meningitis

Perdarahan

Perdarahan gusi,
hidung,
saluran pencernaan

Periksa kemungkinan
untuk Disseminated
intravascular
coagulation
( DIC )

Hemoglobinuria

Urin berwarna gelap

Hemoglobin urin positif

(hitam)
Hipoglikemia

Keringat dingin,

Gula darah <40 mg/dl

palpitasi, penurunan
kesadaran
Malaria serebral
Gejala serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, yakni
GCS < 7 dengan keadaan klinis sopor. Sebagian penderita terjadi gangguan
kesadaran yang lebih ringan, seperti apati, somnolen, delirium dan perubahan
tingkah laku (penderit tidak mau bicara). Penurunan kesadaran menetap untuk
waktu > 30 menit, tidak sementara panas atau hipoglikemi membantu
meyakinkan keadaan malaria serebral. Pada pemeriksaan neurologik reaksi
mata divergen, ukuran pupil normal dan reaktif, funduskopi normal atau dapat
terjadi perdarahan. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi
(lengan flexi dan tungkai ekstensi, decerebrasi (lengan dan tungkai ekstensi),
opistotonus deviasi mata ke atas dan lateral. Lama koma orang dewasa dapat 23 hari, sedangkan pada anak 1 hari.
Diduga malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak
sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasit sulit melalui pembuluh kapiler karena proses sitoaderansi

dan sekuestrasi parasit. Akan tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa


tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vasculer resistance ataupun
cerebral metabolic rate for oxygen pada penderita koma dibandingkan
penderita yang telah pulih kesadarannya. Kadar laktat pada cairan CSS
mrningkat pada malaria serebral >2,2mmol/1m(19,6/dl) dan dapat dijadikan
indikator prognosis; yaitu bila kadar laktat > 6mmol/l mempunyai prognosa
yang fatal. Pada pengukuran TIK meningkat pada anak-anak (80%), sedangkan
pada dewasa biasanya normal.
Gagal Ginjal Akut
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Kelainan
fungsi ginjal dapat pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5-10%
disebabkan nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya
anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler.
Sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus. Secara klinis
dapat terjadi fase oliguria ataupun poliuria. Pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan yaitu urin makroskopik, berat jenis urin, natrium
urin, serum
natrium, kalium ureum, kreatinin, AGD serta produksi urin. Apabila berat jenis
(BJ) urin <1.010 menunjukan dugaan nekrosis tubulus akut; sedangkan urin
yang pekat BJ >1.015, rasio urea urin:darah >4:1, natrium urin <20mmol/L
menunjukkan keadaan dehidrasi. Beberapa faktor resiko yang mempermudah
terjadinya GGA ialah parasitemia, hipotensi, ikterus dan hemoglobinuri. Dialisis
merupakan pilihan pengobatan untuk menurunkan mortalitas.
Kelainan hati (Malaria biliosa)
Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falciparum. Pada
malaria biliosa (malaria dengan ikterus) dijumpai ikterus hemolitik 17,2%;
ikterus obstruktif intra-hepatal 11,4% dan tipe campuran parenkimatosa,
hemolitik dan obstruktif 78,6%, peningkatan SGOT rata-rata 121mU/mL dan
SGPT 80,8mU/ml dengan ratio de Ritis 1,5. Peningkatan transaminase biasanya
ringan sampai sedang dan jarang melebihi 200iu, ikterus yang berat sering
dijumpai walaupun tanpa diikuti kegagalan hati. White (1996) memakai batas
bilirubin >2,5 mg/dl, SGOT/SGPT >3x normal menunjukan prognosis yang jelek.
Hipoglikemia
Disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit menghabiskan cadangan
glikogen dalam hati. Hipoglikema dapat tanpa gejala pada penderita dengan
keadaan umum yang berat ataupun penurunan kesadaran. Penyebab terjadinya
hipoglikemia yang paling sering ialah karena pemberian terapi kina (dapat
terjadi 3 jam setelah infus kina). Penyebab lainnya ialah kegagalan glukogenesis
pada penderita dengan ikterik, hiperparatsitemia oleh karena parasit
mengkonsumsi karbohidrat dan pada TNF- yang meningkat. Hipoglikemia
kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensionil, disebabkan hipoglikemia

yang persisten karena hiperinsulinemia akibat kina. Mungkin dengan pemberian


diazoksid dimana terjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara pengobatan
yang dapat dipertimbangkan.
Blackwater Fever (Malaria Hemoglobinuria)
Adalah suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil,
demam, hemolisis intravaskular, hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gagal
ginjal. Biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P. Falciparum yang
berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak
adekuat. Akan tetapi adanya hemolisis karena kina ataupun antibodi terhadap
kina belum pernah dibuktikan. Malaria hemoglobinuria dapat terjadi pada
penderita tanpa kekurangan enzim G-6-PD dan biasanya parasit falciparum
positid ataupun pada penderita dengan kekurangan G-6-PD yang biasanya
disebabkan karena pemberian primakuin.
Malaria Algid
Yaitu terjadinya syok vaskuler, ditandai dengan hipotensi (tekanan sistolik
<70mmHg), perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan.
Gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatur
rektal tinggi, kulit tidak elastik, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan
darah turun dan sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang normal.
Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya septisemia gram negatif.
Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dan obat inotropik.
Kecenderungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan bawah kulit
berupa ptekie, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria
tropika. Perdarahan ini terjadi karena trombositopenia atau gangguan koagulasi
intravaskuler ataupun gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati.
Trombositopenia disebabkan karena pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi
intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari suatu infeksi P.
Falciparum yang berat.
Edema paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Edema paru
merupakan komplikasi yang paling berat dari malaria tropika dan sering
menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau
adult respiratory distress syndrome. Beberapa faktor yang memudahkan
timbulnya edema paru ialah kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral,
hiperparasitemia, hipotensi, asidosis dan uremi. Adanya peningkatan respirasi
merupakan gejala awal, bila frekuensi napas >35x/menit prognosis jelek. Pada
pemeriksaan radiologik dijumpai peningkatan gambaran bronkovaskular tanpa
pembesaran jantung.

Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal sering dijumpai pada malaria, gejala-gejalanya
ialah: tidak enak di perut, flatulensi, mual, muntah, duare dan konstipasi.
Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma bilious remittent fever
yaitu gejala gastrointestinal dengan hepatomegali, ikterik (hiperbilirubinemia
dan peningkatanSGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria disentri menyerupai
disentri basiler dan malaria kolera yang jarang pada P. Falciparum berupa diare
cair yang banyak, muntah, kramp otot dan dehidrasi.
Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falsiparum dan biasanya
terjadi bersamaan dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadinya
hiponatremia dapat karena disebabkan kehilangan cairan dan garam melalui
muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon antidiuretik (SAHAD).
Gangguan Metabolik Lainnya
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernapasan Kussmaul),
peningkatan asam laktat, pH turun dan peningkaran bikarbonat. Asidosis
biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia, shock, gagal ginjal dan
hipoglikemia. Gangguan metabolik lainnya berupa:
Hipokalsemia dan hipofosfatemia
Hipermagnesia
Hiperkalemia (pada gagal ginjal)
Hipoalbuminemia
Hiperfosfolipidemia
Hipertrigliseremia dan hipokolesterolemia

2.5 Diagnosis Malaria


Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti
malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara
mikroskopik atau tes diagnostik cepat (RDT-Rapid Diagnostik Test)
Anamnesis
a) Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-prgal
b) Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria
c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
d) Riwayat sakit malaria

10

e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir


f) Riwayat mendapat transfusi darah
Selain hal-hal di atas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan
keadaan di bawah ini:
a) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
b) Keadaan umum yang lemah
c) Kejang-kejang
d) Panas sangat tinggi
e) Mata atau tubuh kuning
f) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
g) Nafas cepat dan atau sesak napas
h) Muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum
i) Warna urin seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
j) Jumlah urin berkurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
Pemeriksaan Fisik
Pada penderita malaria berat dapat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai
berikut:
1. Temperatur rektal 400C
2. Nadi cepat dan lemah
3. Tekanan darah sistolik <70mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak
<50mmHg
4. Frekuensi nafas >35x per menit pada dewasa atau >40x/menit pada
balita
5. Penurunan derajat kesadarann dengan GCS <11
6. Manifestasi perdarahan (ptekie, purpura, hematom)
7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi urin berkurang)
8. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat dan lain-lain)
9. Sklera ikterik
10.
Splenomegali dan atau hempatomegali
11.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
12.
Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik positif)
Pemeriksaan Laboratorium
I. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menntukan:
1. Ada tidaknya parasit malaria
2. Spesies dan stadium malaria
3. Kepadatan parasit
a) Semi kuantitatif
(-) = tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

11

(+) = ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB


(++)= ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++)
= ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++)= (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
b) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan drah
tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit)
Misalnya:
Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Bila jumlah
eritrosit 450.000 maka hitung parasit = 450.000/1000 x 50 =
225.000 parasit/uL
Untuk penderita malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa
ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari
berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria
disingkirkan.
II.

Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria
dengan menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstik.
Tes ini sangat bermanfaat pada UGD, pada saat terjadi KLB dan di daerah
terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.

Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:


1. Hemoglobin dan hematokrit
2. Hitung jumlah leukosit, trombosit
3. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium,
analaisis gas darah)
4. EKG
5. Foto thorax
6. Analisis LCS
7. Biakan darah dan uji serologi
8. Urinalisis

2.6 Diagnosa Banding4,6


Diagnosa banding dari malaria berat tergantung manifestasi organ yang terlibat
seperti :
1. Penurunan kesadaran karena ensefalopati yang disebabkan oleh
infeksi

12

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

bakteri, virus, jamur, metabolik, trauma kepala, alkoholisme .


Leptospirosis.
Demam tifoid, demam kuning, sindrom syok dengue.
Penyakit sistem biliaris (kolesistitis).
Glomerulonefritis.
Hipoglikemia penderita diabetes melitus, sepsis, insulinoma
Hipotensi dibedakan hipotensi karena gangguan sirkulasi
Gagal pernafasan oleh karena sebab lain seperti infeksi paru akut.

2.7 Penatalaksanaan Malaria Berat


Tindakan penanganan dan pengobatan yang perlu dilakukan adalah:
Tindakan umum/suportif
Pengobatan simptomatik
Pemberian obat antimalaria
Pengobatan komplikasi
Tindakan umum/suportif
1. Pertahankan fungsi vital : kesadaran, temperatur, nadi, tensi, dan respirasi
kebutuhan oksigen.
2. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur.
3. Hati-hati komplikasi dari tindakan kateterisasi, infus yang dapat memberikan
infeksi nosokomial dan edema paru karena overhidrasi.
5. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap jam. Perhatikan
timbulnya ikterus dan perdarahan, ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.
5. Baringkan/posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
6. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi Tredenlenburgs
perhatikan warna dan temperatur kulit.
7. Cegah hiperpireksi: 1) tidak pernah memakai botol panas/selimut listrik; 2)
kompres air/air es/alkohol; 3) kipas dengan kipas angin/kertas; 4) baju yang
tipis/terbuka 5).cairan cukup.
8. Pemberian Cairan:
Pemberian cairan yang tidak adekuat akan menyebabkan tubuler nekrosis
ginjal akut. Sebaliknya pemberian cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru. Ideal bila pemberian cairan dapat
diperhitungkan secara lebih tepat, dengan cara:
1) Maintenance
2) Setiap kenaikan suhu 10C ditambah 10% kebutuhan maintenance
3) Monitoring pemberian cairan yang akurat dilakukan dengan
pemasangan CVP line
4) Seringkali pemberian cairan dengan perkiraan, misalnya 15002000cc/24 jam dapat sebagai pegangan. Mashaal membatasi cairan
1500cc/24 jam untuk menghindari edema paru. Cairan yang sering
13

dipakai ialah Dextrose 5% untuk menghindari hipoglikemia


khususnya pada pemberian kina. Bila dapat diukur kadar elektrolit
(natrium) dan natrium rendah (<120mEq/L) perlu dipertimbangkan
pemberian cairan NaCl..
9. Diet : porsi kecil & sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam
10. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
11. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain
12. perhatikan kebersihan mulut
13. perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik katerisasi
14. perawatan pasien tidak sadar/koma meliputi:
Selalu memakai prinsip ABC + D=Drug (defibrilasi)
Airway (jalan nafas). 1) Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa
hambatan, dengan cara: bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll;
2) Pasien posisi lateral; 3)tempat tidur datar/tanpa bantal; 4) mencegah
aspirasi cairan lambung masuk ke saluran nafas dengan posisi lateral dan
pemasangan NGT untuk menyedot isi lambung
Breathing (pernapasan). Bila takipnue, pernafasan asidosis: berikan
penunjang pernafasan, misal O2 dan bila perlu pemasangan ventilator.
Sirkulasi
o Periksa dan catat: nadi, tendi, JVP, CVP (bila memungkinkan), turgor
kulit, dll
o Jaga keseimbangan cairan : lakukan pemantauan cairan dengan
mencatat asupan dan keluaran cairan secara akurat.
o Pemasangan kateter uretra dengan drainage untuk mengukur
volume urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau
overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin.
o Normal volume urin: 1mL/kgBB/jam. Bila volume urin <30ml/jam,
mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain dehidrasi).
Bila terbukti ada dehidrasi, intake cairan melalui IV line. Bila volume
urin >90ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload
yang mengakibatkan udema paru. Monitoring paling tepat dengan
menggunakan CVP-line.
o Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat
o Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan
infeksi yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya
diganti setiap 2-3 hari.
o Pasang kateter uretra dengan drainase.
o Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus
kornea yang dapat terjadi tidak adanya refleks mengedip pada
pasien tidak sadar.
o Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi rongga mulut
pada pasien tidak sadar.

14

o Merubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah


dekubitus dan pneumonia hipostatik.
o Hal-hal yang perlu dimonitor: 1) tensi, nadi, napas, temperatur
setiap 30 menit; 2)Cek GCS setiap 6 jam; 3) hitung parasit 12-24
jam; 4) Hb, leukosit, bilirubin dan kreatinin pada hari ke III dan VII; 5)
GD setiap 4 jam; 6) parameter lain sesuai indikasi (misal: ureum,
kreatinin, dan kalium darah pada komplikasi gagal ginjal).
Pengobatan Simptomatik
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia: parasetamol
15mg/kgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan: Dewasa: Diazepam 5-10mg IV (secara
perlahan jangan >5 mg/menit) ulang setiap 15 menit kemudian bila masih
kejang. Jangan berikan >100mg/24 jam. Bila tidak tersedia Diazepam,
sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100mgIM/x (dewasa)
diberikan 2xsehari.
Pemberian Obat Anti Malaria
Pemberian obat anti malaria pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa
karena pada malaria berat dibutuhkan daya pembunuh parasit secara cepat dan
bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat
parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per parentral (IV,IM)
yang berefek cepat dan kurang menyebabkan resistensi. Semua obat anti
malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi
lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan
minum obat anti malaria.
Pengobatan Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah Artemisin Combination
Therapy (ACT). Pada saat ini pada program pengendalian malaria mempunyai
sediaan yaitu:
1. Artesunate-Amodiaquin
2. Dihydroartemisin-Piperaquin (saat ini khusus digunakan untuk Papua dan
wilayah tertentu)2
Derivat Artemisin5
Artemisin mempunyai kemampuan farmakologik sebagao berikut, yaitu: i)
mempunyai daya bunuh parasit yang cepat dan menetap; ii) efektif terhadap
parasit yang resisten; iii) memberikan perbaikan klinis yang cepat; iv)
menurunkan gametosit; v) bekerja pada semua bentuk parasit baik pada
bentuk tropozoit dan schizont maupun bentuk-bentuk lain; vi) untuk
pemakaian monoterapi perlu lama pengobatan 7 hari. Artemisin juga
menghambat metabolisme parasit lebih cepat dari obat anti malaria lainnya.
Ada 3 jenis artemisin yang dipergunakan parenteral untuk malaria berat
15

yaitu artesunat, artemeter dan arteether. Artesunat lebih superior


dibandingkan artemeter dan artemotil.
Kemasan artesunate-amodiaquin yang ada pada program pengendalian
malaria.
a. Kemasan artesunat + amodiakuin terdiri dari 2 blister yaitu blister
amodiakuin @200mg dan blister artesunat @ 50mg. Obat kombinasi
diberikan per oral selama tiga hari dengan dosis tunggal sebagai berikut:
Amodiakuin basa = 10mg/kgBB
Artesunat = 4 mg/kgbb
b. Kemasan artesunat + amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister
untuk dosis dewasa), setiap blister terdiri dari:
4 tablet artesunate @50mg
4 tablet amodiakuin @150mg
Primakuin tidak boleh diberikan kepada:
Ibu hamil
Bayi < 1 tahun
Penderita defisiensi G6PD
Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok umur
dengan artesunat-amodiakuin.2
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
Jenis
Hari
0-1
2-11
1-4
5-9
10-14 >14
Obat
bulan bulan tahun tahun tahun tahun
Artesunat
1

1/4

Amodiaku 1/4
in

Artesunat

1/4

Amodiaku 1/4
in

Artesunat

1/4

Amodiaku 1/4
in

Amodiakuin = 10mg/kgbb
Artesunat = 4mg/kgbb
Lini kedua
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Kina tablet

16

Tablet kina di Indonesia dengan sediaan tablet 200 mg. Kina diberikan peroral dengan dosis 10mg/kgbb/kali selama 7 hari. Kina aman dighunakan
untuk wanita hamil. Bila terjadi kontraksi atau fetal distress pada wanita
yang minum kina, kemungkinan berhubungan dengan penyakit lain.
Resiko penggunaan kina mencetuskan hipoglikemia.
Doksisiklin
Doksisiklin yang ada di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang
mengandung 50 mg dan 100mg Doksisiklin Hcl. Doksisiklin diberikan 2
kali per-hari selama 7 hari, dengan dosis orang dewasa adalah
4mg/kgbb/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan tetrasiklin
Tetrasiklin
Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung
250mg atau 500mg tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali per hari
selama 7 hari, dengan dosis 4-5mg/kgBB/kali.
Obat anti malaria untuk pengobatan malaria berat.5
Artesunate (1 flacon=60mg artesunic acid), dilarutkan dalam 1 mL 4%
sodium bicarbonate (pelarutnya) untuk menjadi larutan artesunate,
kemudian dilarutkan dalam 5 mL 5% Dextose untuk siap diberikan iv atau
im. Dosis 2,4 mg/kgBB pada hari pertama diberikan tiap 12 jam, kemudian
dilanjutkan dosis 2,4 mg/kgBB pada hari kedua < 7/24 jam. Tidak
diperlukan penyesuaian atau penurunan dosis pada gangguan fungsi
ginjal atau hati; tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak menimbulkan
aritmia, hipotensi.
Artemater (1 flacon=80mg) dosis: 3 x 2mg/kgBB im sebgai dosis loading
dibagi 2 dosis (tiap 12 jam) hari pertama, diikuti dengan 1,6mg/kgBB/24
jam selama 4 hari. Karena pemberian im absorbsinya sering tidak
menentu. Tidak menimbulkan hipoglikemia.
Kina HCL (1 ampul= 220mg) dosis 10 mg/kgBB kina HCL dalam 500cc
cairan 5% Dextrose (atau NaCl 0,9%) selama 6-8jam, selanjutnya
diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 6-8 jam. Tergantung
status kebutuhan cairan 1500-2000cc. Dosis loading 20mg/kgBB dipakai
bila jelas tidak memakai kina 24 jam sebelumnya atau mefloquin,
penderitanya tidak usia lanjut atau tidak ada Q-Tc memanjang pada
rekaman EKG. Kina HCL dapat diberikan im yang dalam pada paha.
Exchange transfusion (transfusi ganti)4,5
Tindakan exchange transfusion dapat mengurangi parasitemi dari 43% menjadi
1%. Penelitian MILLER melaporakan kegunaan terapi untuk menurunkan
parasitemia pada malaria berat. Tindakan ini berguna mengeluarkan eritrosit
yang berparasit, menurunkan toksin parasit, serta memperbaiki anemia.
17

Indikasi Tranfusi tukar (Rekomendasi CDC) :4


1. Parasitemia >30 % tanpa komplikasi berat
2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat
3. Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan.
Komplikasi tranfusi tukar 20
1. Overload cairan.
2. Demam, reaksi alergi
3. Kelainan metabolic (hipokalsemia)
4. Penyebaran infeksi.
Pengobatan Komplikasi4.5
Pengobatan malaria serebral
1. Pemberian steroid pada malaria serebral, justru memperpanjang lamanya
koma dan menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni dan perdarahan
gastro intestinal
2. Heparin, dextran, cyclosporine, epineprine dan hiperimunglobulin tidak
terbukti berpengaruh dengan mortalitas.
3. Anti TNF, pentoxifillin, desferioxamin, prostasiklin, asetilsistein merupakan
obat-obatan yang pernah dicoba untuk malaria serebral
4. Anti-Konvulsan (diazepam 10 mg i.v)
Pengobatan Pada Gagal Ginjal Akut
1. Cairan
Bila terjadi oliguri infus N.Salin untuk rehidrasi sesuai perhitungan kebutuhan
cairan, kalau produksi urin < 400 ml/24 jam, diberikan furosemid 40-80 mg. bila
tak ada produksi urin (gagal ginjal) maka kebutuhan cairan dihitung dari jumlah
urin +500 ml cairan/24 jam
2. Protein
Kebutuhan protein dibatasi 20gram/hari (bila kreatinin meningkat) dan
kebutuhan kalori diberikan dengan diet karbohidrat 200 gram/hari
3. Diuretika
Setelah rehidrasi bila tak ada produksi urin, diberikan furosemid 40 mg. setelah
2-3 jam tak ada urin (kurang dari 60cc/jam) diberikan furosemid lagi 80 mg,
ditunggu 3-4 jam, dan bila perlu furosemid 100-250 mg dapat diberikan i.v
pelan.
4. Dopamin
Bila diuretika gagal memperbaiki fungsi ginjal dan terjadi hipotensi, dopamin
dapat diberikan dengan dosis 2,5-5,0 ugr/kg/menit. Penelitian di Thailand
pemberian
dopamin
dikombinasikan
dengan
furosemide
mencegah
memburuknya fungsi ginjal dan memperpendek lamanya gagal ginjal akut pada
penderita dengan kreatinin <5mg%. Pada kasus dengan kreatinin > 5mg% tidak
bermanfaat.

18

5. Dialis dini
Bila kreatinin makin meningkat atau gagal dengan pengobatan diuretika dialisis
harus segera dilakukan. Indikasi dialisis secara klinis dijumpai gejala uremia,
adanya tanda overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia.
6. Tindakan terhadap hiperkalemi (serum kalium >5,5 meg/L
Diberikan regular insulin 10 unit i.v/ i.m bersama-sama 50 ml dekstrose 40%
dan monitor gula darah dan serum kalium. Pilihan lain dapat diberikan 10-20 ml
kalsium glukonat 10% i.v pelan-pelan.
7. Hipokalemi
Hipokalemi terjadi 40% dari penderita malaria serebral. Bila kalium 3.0-3,5
meq/L diberikan KCL perinfus25 meq, kalium 2.0-2,9 meq/L diberikan KCL
perinfus 50 meq.
8. Hiponatremi
Hiponatremi dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Pada malaria serebral,
hiponatremi terjadi karena kehilangan elektrolit lewat muntah dan diare
ataupun kemungkinan sindroma abnormalitas hormon anti diuretik (SAHAD).
9. Asidosis
Asidosis (pH <7,15 ) merupakan komplikasi akhir dari malaria berat dan sering
bersamaan dengan kegagalan fungsi ginjal. Pengobatannya dengan pemberian
bikarbonat.
Tindakan terhadap malaria biliosa
Penanganan malaria biliosa/malaria dengan ikterik tidak ada yang spesifik,
tindakan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Pemberian kina dosis awal 20 mg/kg boleh diberikan bila 24 sebelumnya
tidak memakai kina. Bila setelah 48 jam keadaan umum belum membaik, dosis
kinin setengahnya.
2. Bila ikterik disebabkan karena intravaskuler hemolisis, kina dihentikan dan
diganti klorokuin dengan dosis 5mg/kg BB
3. Bila anoreksi berat berikan 10% glukose Iv, untuk mencegah hipoglikemia
4. Pada hiperbilirubinemia berat sebaiknya dihindarkan suntikan intra muskuler
karena bahaya perdarahan/hematom/DIC
5. Vitamin K dapat diberikan 10mg/hari i/v selama 3 hari untuk memperbaiki
faktor koagulasi.
6. Hati-hati dengan obat yang mengganggu fungsi hati seperti parasetamol,
tetrasiklin
7. Pada ikterik berat dapat diberikan colesteramin. Bila pengobatan malaria
diberikan dengan adekuat maka penurunan bilirubin akan terjadi dengan cepat
pada hari ke 3 dapat turun lebih dri 50%
Hipoglikemia
Periksa kadar gula darah secara cepat pada setiap penderita malaria berat. Bila
kadar gula darah kurang dari 40mg% maka :

19

1. Beri 50ml dekstrose 40% i.v dianjutkan dengan


2. Glukosa 10% per infus 4-6 jam
3. Monitor gula darah tiap 4-6 jam
4. Bila perlu obat yang menekankan produksi insulin seperti, glukagon atau
somatostatin analog 50 mg subkutan.
Penanganan blackwater fever
1. Istirahat di tempat tidur, karena hemolisis memudahkan terjadinya kegagalan
jantung.
2. Menghentikan muntah dan sedakan.
3. Transfusi darah bila Hb < 6 gr% atau hitung eritrosit < 2 juta/mm3
4. Kina tidak dianjurkan pada blackwater fever dengan G-6PD defisiensi.
5. Monitor produksi urin, ureum dan kreatinin. Bila ureum lebih besar 200 mg%
dipertimbangkan dialisis.
Penanganan Malaria Algid
Tujuan dalam penangan malaria algid dengan syok yaitu memperbaiki
hemodinamik, dengan cairan atau dopamin.
Penanganan Edema Paru
Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, oleh karenanya pada malaria
berat sebaiknya dilakukan penanganan mencegah terjadinya edema paru:
1. Pemberian cairan dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan CVP.
Pemberian cairan melebihi 1500 ml menyebabkan edema paru.
2. Bila anemi (HB<5gr%) transfusi darah diberikan perlahan-lahan
3. Mengurangi beban jantung kanan dengan diuretika.
4. Dapat dicoba pemberian vasodilator (nitro-prussid) atau nitro-gliserin
5. Perbaiki hipoksia dengan memberikan oksigen konsentrasi tinggi.
Penanganan anemia
Bila anemi kurang dari 5gr% atau hematokrit kurang dari 15% diberikan
transfusi darah whole blood atau packed cells.
Penanganan terhadap infeksi sekunder/sepsis
Infeksi sekunder yang sering terjadi yaitu pneumonia karena aspirasi, sepsis
yang berasal dari infeksi paru, infeksi saluran kencing karena pemasangan
kateter. Antibiotika yang dianjurkan sebelum diperoleh hasil kultur ialah
kombinasi ampisilin dan gentamisin, atau sefalosporin generasi ke III.
Tindakan Terhadap Komplikasi5
Komplikasi
Tindakan awal
Koma (malaria Pertahankan oksigenasi, letakkan pada sisi tertentu,

20

serebral)

sampingkan penyebab lain dari koma (hipoglikemia,


stroke, sepsis, diabetes koma, uremia, gangguan
elektrolit), hindari obat tak bermanfaat, intubasi bila
perlu.

Hiperpireksia

Turunkan suhu badan


condition, antipiretika.

Konvulsi
(kejang)

Pertahankan oksigenasi, pemberian anti kejang iv/rektal


diazepam,

Hipoglikemia
(GD< 40mg%)

Beri 50ml Dextrose 40% dan infus dextrose 10% sampai


GD stabil, cari penyebab hipoglikemia.

Anemia berat

Berikan
transfusi
anemianya.

(Hb <5gr% )

dengan

darah

kompres,

segar,

cari

fan,

air

penyebab

Edema
paru Oksigenasi, berikan furesemide 40 mg i.v, perlambat
akut,
sesak cairan infus, intubasi ventilation PEEP
napas, napas
>35 kali/menit
Gagal
akut

ginjal Kesampingkan gagal ginjal pre-renal, bila dehidrasi


koreksi; bila gagal ginjal renal segera dialisis

Perdarahan
spontan/koagul
opati

Berikan vitamin K 10mg/hari selama 3 hari; transfusi


darah segar; pastikan bukan DIC

Asidosis
metabolik

Kesampingkan
atau
koreksi
bila
hipovolemia, septikemia. Bila perlu
hemofiltrasi

Syok

Pastikan tidak hipovolemia, cari tanda sepsis, berikan


antibiotika, broad-spectrum yang adekuat.

Hiperparasitem Segera anti malaria (artesunate),


ia
(exchange transfussion)

hipoglikemi,
dialisis atau

transfusi

gantti

2.8 Prognosis
Prognosa penderita malaria berat tergantung pada :5

21

Kecepatan / ketepatan diagnosis dan pengobatan. Makin cepat dan tepat


diagnosis dan pengobatannya makin baik prognosisnya.
Kegagalan fungsi organ. Semakin sedikit organ vital yang terganggu
semakin baik prognosisnya. Dari penelitian di Minahasa yang melibatkan
111 penderita malaria berat, bila komplikasi hanya satu organ,
mortalitasnya 10,5%, dengan 2 organ terkena mortalitas 47,6% dan bila 3
organ terkena 88,9%.
Kepadatan Parasit. Semakin padat parasitnya semakin buruk
prognosisnya.

BAB 3

22

KESIMPULAN
1. Malaria berat (WHO 2006), merupakan infeksi Plasmodium falsiparum
stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi berupa : malaria
cerebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema paru, hipoglikemi, syok,
perdarahan, kejang, asidosis dan hemoglobinuria
2. Penyebab Malaria Berat sering karena infeksi plasmodium falsiparum, tapi
plasmodium vivax juga dapat menyebabkan malaria berat
3. Patogenesis malaria berat masih belum jelas, diduga adanya sitoaderen dan
sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit dalam mikrovaskular organ vital.
4. Sejak tahun 2006 WHO merekomendasikan pemakaian derivat Artesunate
untuk terapi malaria berat.

DAFTAR

PUSTAKA

23

1. Tramuz A, Jereb M.Severe Malaria.Critical Care.2003;7:315-323.


2. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Gebrak Malaria.
Dep Kes RI.2006:27-38.
3. Mackintosh CL, Beeson JG. Clinical features and pathogenesis
severemalaria.Trends in Parasitology.2004;20:597-603.

of

4. Harijanto.Malaria. Epidemiologi,
Penanganan.2000.

&

Patogenesis

Manifestasi

Klinis,

5. Zulkarnain I.Setiawan B.Malaria Berat.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid


III.ed IV.2006:1767-1770.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Berat.Konsensus Penanganan Malaria.2003:12-50.

Indonesia.

Malaria

24

You might also like