Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian
ini dengan baik. Laporan yang berjudul Pembuatan Etanol Dari Biomassa
Lignoselulosa
Kedua orang tua Penulis, yang telah mensupport secara materi dan non-materi.
Drs. Ahmad Zawawi, M.A., M.M. selaku Ketua Sekolah Tinggi Manajemen
dan pembimbing Penulis yang telah memberikan banyak inspirasi dan bimbingan.
Lucyana Trecia, M.T selaku Sekretaris Jurusan Teknologi Kimia Industri yang
saran yang membangun selalu Penulis harapkan agar lebih baik lagi kedepannya.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
1
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.............................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................vi
ABSTRAK.......................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1
Latar Belakang................................................................................................1
1.2
Perumusan Masalah........................................................................................3
1.3
Batasan Masalah.............................................................................................4
1.4
Tujuan Penelitian............................................................................................4
1.5
Manfaat Penelitian..........................................................................................4
1.6
Sistematika Penulisan.....................................................................................5
Kelapa Sawit...................................................................................................8
2.2
2.3
2.3.1 Selulosa.........................................................................................................12
2.3.2 Hemiselulosa................................................................................................13
2.3.3 Lignin...........................................................................................................15
2.4
2.5
Natrium Hidroksida......................................................................................31
Glukosa.........................................................................................................34
2.8
Bioetanol.......................................................................................................35
2.9
Manfaat Bioetanol........................................................................................36
3.2
3.2.1 Alat...............................................................................................................38
3.2.2 Bahan............................................................................................................39
3.3
Variabel.........................................................................................................39
Metodologi Penelitian...................................................................................40
3.5
Prosedur Penelitian.......................................................................................41
3.6
Metode Analisa.............................................................................................47
Hasil Percobaan............................................................................................55
4.1.1.
Proses Sakarifikasi.................................................................................55
4.1.2.
Proses Fermentasi..................................................................................72
BAB V PENUTUP.......................................................................................................96
5.1.
Kesimpulan...................................................................................................96
5.2.
Saran.............................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................97
LAMPIRAN.................................................................................................................100
DAFTAR TAB
DAFTAR GA
ABSTRAK
Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, cepat atau
lambat cadangan minyak bumi akan habis. Oleh karena itu penemuan sumber
energi dari bahan yang dapat diperbarui sangat dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan energi dunia yang semakin lama semakin meningkat. Salah satunya
adalah penggunaan ethanol sebagai campuran bahan bakar kendaraan. Bahan baku
yang digunakan untuk memproduksi ethanol adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit,
yang merupakan salah satu limbah dari Kelapa Sawit. Komponen terbesar adalah
selulosa (35 - 50 %), hemiselulosa (20 - 35 %) dan lignin (10 - 25 %). Selulosa dan
hemiselulosa melalui degradasi enzimatik menjadi glukosa dan xilosa oleh enzim
-selulase dan -glukosidase. Selanjutnya glukosa dan xilosa difermentasi menjadi
etanol dengan bantuan yeast Saccharomyces cerevisiae. Metode penelitian yang
digunakan terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit
yang telah melalui proses pretreatment, tahap fermentasi hidrolisat Tandan Kosong
Kelapa Sawit menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dan tahap destilasi dari
hasil fermentasi. Enzim yang digunakan adalah -selulase dan -glukosidase
dengan variasi konsentrasi 7 ml/200 ml dan 10 ml/200 ml. Sakarifikasi dilakukan
pada dua suhu, yaitu 40oC dan 50oC. Fermentasi glukosa dan xilosa hasil hidrolisat
tandan kosong kelapa sawit menjadi etanol menggunakan Saccharomyces
cerevisiae pada suhu 32oC. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kondisi suhu
operasi pada sakarifikasi yang baik adalah suhu 50 oC dengan konsentrasi enzim 10
ml/200 ml, sehingga menghasilkan etanol sebesar 7,58 % untuk sampel dengan
konsentrasi substrat 20 %.
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Etanol dapat diproduksi dari sumber daya yang dapat diperbaharui seperti
biomasa yang dikategorikan ke dalam bahan-bahan berbasis gula (gula bit, gula tebu
dan sorgum manis), pati (biji-bijian yaitu jagung, gandum dan umbi-umbian seperti
kentang, singkong, ubi jalar) dan lignoselulosa (kayu, jerami, bagas, dan sebagainya)
(Bruce dan Palfreyman, 1998).
Produksi etanol dengan bahan baku gula atau pati akan berakibat negatif
karena dapat mengganggu ketahanan pangan. Oleh karena itu, pengembangan teknologi
pembuatan
etanol
difokuskan
dengan
menggunakan
biomasa
lignoselulosa.
1.2
Perumusan Masalah
1.3
Batasan Masalah
Bahan baku berupa tandan kosong kelapa sawit yang telah mendapat
perlakuan awal (pretreatment) secara alkali dengan NaOH 10% yang
diperoleh dari KIMIA-LIPI Serpong
Variasi konsentrasi substrat TKKS yaitu 10%, 15% dan 20% (b/v)
1.4
Tujuan Penelitian
1.5
Manfaat Penelitian
1.6
Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Kesimpulan memuat pernyataan singkat dari hasil penelitian dan pembahasan untuk
membuktikan
hipotesis
atau
menjawab
permasalahan.
Saran
dibuat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil
devisa non migas bagi Indonesia. Minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) saat
ini adalah sumber minyak nabati terbesar di dunia.
Menurut laporan oil world pada tahun 2011, minyak kelapa sawit memberikan
andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap total minyak nabati di dunia. Produksi
minyak nabati berikutnya diikuti oleh soybean, rapeseed dan sunflower. Sementara itu,
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Pabrik
kelapa sawit (PKS) yang berjumlah lebih dari 640 di seluruh Indonesia memproduksi
CPO sekitar 23 juta ton atau 46% dari total produksi CPO di dunia (Oil world, 2011).
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi,
produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum, limbah dari
pabrik kelapa sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas.
Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan
(sterilisasi), proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair industri
kelapa sawit umumnya mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial
mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit
dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang
berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses
pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung,
serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur yang tidak
tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial
menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah
cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah (Wahyono,
2009). Limbah gas dari pabrik kelapa sawit berupa polutan ke udara bebas (khusus
untuk PKS yang menggunakan incenerator).
2.1
Kelapa Sawit
: Tracheophyta
Kelas
: Angiospermae
Subkelas
: Monocotyledone
Ordo
: Cocoideae
Genus
: Elaeis
Spesies
(1)
(2)
Gambar 2. 1 Kelapa Sawit
Kg/Ha
3.424
3.487
3.595
3.526
3.571
kelapa sawit. Diperkirakan jumlah limbah tandan kosong kelapa sawit dari pabrik
kelapa sawit di Indonesia sampai saat ini mencapai 20 juta ton.
Menurut Darnoko (1992), dari satu ton tandan buah segar (TBS) yang diolah
akan dihasilkan minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 0,21 ton (21%) serta minyak inti
sawit (PKO) sebanyak 0,05ton (5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk
tandan buah kosong, serat dan cangkang biji yang jumlahnya masing-masing sekitar
23%, 13,5%dan 5,5% dari tandan buah segar. Oleh karena itu perlu diupayakan
pemanfaatan limbah tandan kosong sawit ini menjadi produk yang lebih berguna.
2.2
Tandan kosong kelapa sawit adalah salah satu produk samping pabrik kelapa
sawit dan merupakan limbah utama berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara
optimal. Dengan jumlah tandan kosong kelapa sawit yang berlimpah yakni mencapai
20 juta ton, limbah ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang lebih
berguna dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
berbagai produk seperti asam-asam organik, pelarut aseton, butanol, etanol, protein sel
tunggal, zatantibiotika, xanthan dan bahan kimia lainnya.
Banyak hal yang menjadi pendorong didalam pemanfaatan tandan kosong
kelapa sawit. Selain faktor intrinsik (kandungan selulosa tinggi dan potensi
ketersediaan, seperti yang sudah dijabarkan), pemanfaatan TKKS juga didorong faktor
ektrinsik yaitu isu lingkungan dan energi. Isu-isu tersebut menyebabkan teknologi
ramah lingkungan berkembang, seperti pemanfaatan limbah untuk menghasilkan
produk pengganti produk petrokimia. Oleh karena itu, pemanfaaatan tandan kosong
kelapa sawit menjadi produk yang bernilai jual harus dikembangkan. Pemanfaatan
limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi produk yang bernilai dan tepat guna di
Indonesia salah satunya yaitu menjadi bioetanol.
Adapun karakteristik fisik maupun kimia yang dimiliki tandan kosong kelapa
sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 berikut :
Tabel 2. 2 Sifat Fisik dan Morfologi Serat TKKS
No.
Parameter
TKKS bagian
TKKS bagian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Panjang serat, mm
Diameter serat, m (D)
Diameter Lumen, m (l)
Tebal dinding, m (W)
Bilangan Runkel (2W/l)
Kelangsingan (L/D)
Kelemasan (l/D)
Kadar serat (%)
Bukan serat (%)
pangkal
1,20
15,01
8,04
3,49
0,87
79,95
0,54
72,67
27,33
ujung
0.76
14,34
6,99
3,68
1,05
53,00
0,49
62,47
37,53
% berat
11
Selulosa
41,3 - 46,5
Hemiselulosa
25,3 - 33,8
Lignin
27,6 - 32,5
Sumber : Sudiyani, Yani., 2009
2.3
2.3.1
Selulosa
medium alkali tetapi tahan terhadap larutan netral, sedangkan selulosa mudah larut
walaupun dalam larutan netral (Fengel dan Wegener, 1989)
Hemiselulosa
13
berkisar antara 11% hinga 37 % (berat kering biomassa). Hemiselulosa lebih mudah
dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol
daripada gula C-6.
dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya.
Hemiselulosa juga bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil
hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis
hemiselulosa akan menghasilkan D-xilosa dan monosakarida lainnya (Winarno, 1984).
2.3.3
Lignin
14
rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Proses pirolisis lignin menghasilkan
senyawa kimia aromatis berupa fenol, terutama kresol.
Keberadaan lignin sangat melimpah di alam yang mana merupakan komponen
polimer organik kedua terbanyak di bumi setelah selulosa. Struktur dari lignin adalah
kompleks, tidak teratur, acak, dan penyusun utamanya dari senyawa aromatik, yang
menambah elastisitas matriks selulosa dan hemiselulosa. Struktur yang kompleks
menyebabkan lignin menjadi komponen linoselulosa yang sulit untuk dipecah.
Komponen penyusun dari lignin adalah monolignols coniferyl, sinaphyl dan
p-coumaryl alkhohol yang saling berikatan membentuk struktur 3D (Douglas, 1996).
Lignin bersifat hidrofobik, sehingga dinding sel tidak tembus air. Selain itu, lignin
tahan terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan dapat menyimpan lebih banyak
energi matahari daripada selulosa dan hemiselulosa (Freudenberg, 1966).
15
tinggi diatas 2000C, lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari
selulosa (Taherzadeh dan Karimi, 2008).
Dalam dunia industri seperti proses hidrolisis enzimatik pada lignoselulosa
(Mooney et al., 1998) dan industri pulp, lignin merupakan komponen yang tak
diinginkan dalam proses dan secara umum biasanya dihilangkan dengan pengolahan
secara kimia. Selain mengganggu kinerja dari enzim, lignin juga menyebabkan ikatan
balik pada selulosa yang mengakibatkan meningkatnya jumlah kebutuhan enzim yang
digunakan untuk hidrolisis (Lu et al., 2002).
16
Enzim yang dapat menghirolisis ikatan (1-4) pada selulosa adalah selulase.
Selulase merupakan enzim yang sangat penting penggunaanya dalam mengkonversi
selulosa menjadi glukosa. Selulase adalah enzim kompleks yang memotong secara
bertahap rantai selulosa menjadi glukosa.
Selulase merupakan enzim kompleks yang terdiri dari Ekso-1,4--Dglucanase, Endo--1,4-D-glucanase dan -glukosidase. Ekso--1,4-D-glucanase atau
selobiohidrolase bekerja dengan cara melepas unit-unit selobiosa dari ujung rantai
selulosa, aktivitasnya sangat tinggi pada selulosa kristal tetapi sangat rendah pada
selulosa
amorf.
Endo--1,4-D-glucanase
atau
carboxymethylcellulase
mampu
17
Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam gambar berikut :
18
pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses
hidrolisis (Mosier et al., 2005).
19
20
meliputi penggunaan mikroorganisme atau enzim yang dapat memecah selulosa dan
lignin seperti kapang, bakteri aerob dan anerob serta enzim hidrolitik dan oksidatif.
2.5.2
Sakarifikasi
netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan peralatan
relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif (Taherzadeh & Karimi, 2007).
Hidrolisis secara enzimatik dari selulosa merupakan salah satu diantara
proses-proses biokonversi limbah yang sangat potensial. Disisi lain harga enzim saat ini
lebih mahal daripada asam sulfat, namun demikian pengembangan terus dilakukan
untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi hidrolisis maupun fermentasi
(Sanchez & Cardona, 2007).
Keuntungan hidrolisis secara enzimatik adalah efisisensi reaksi tinggi karena
enzim bersifat selektif sehingga pembentukan produk samping bisa diminimalisasi,
sementara kondisi reaksi temperatur dan tekanan tidak tinggi, bahkan bisa dilakukan
pada temperatur ruang dan tekanan atmosfer sehingga tidak membutuhkan peralatan
khusus untuk reaksi. Sedangkan kekurangan proses hidrolisis secara enzimatik adalah
waktu reaksi yang dibutuhkan lebih lama yakni mencapai 72 jam
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a.Suhu
Pada umumnya semakin tinggi suhu, semakin naik laju reaksi kimia, baik yang tidak
dikatalis maupun yang dikatalis oleh enzim. Tetapi perlu diingat bahwa enzim
adalah protein, jadi semakin tinggi suhu proses inaktifasi enzim juga meningkat.
Keduanya mempengaruhi laju reaksi enzimatik secara keseluruhan. Pengaruh suhu
terhadap enzim ternyata agak kompleks, misalnya suhu yang terlalu tinggi dapat
mempercepat pemecahan atau perusakkan enzim.
b. pH
Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi
pada gugus asam maupun pada gugus basanya. Enzim menunjukkan aktivitas
maksimum pada kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara 4,5
sampai dengan 8,0 (Winarno, 1983).
c.Kadar Air pada Substrat
22
Kadar air dari bahan sangat mempengaruhi laju reaksi enzimatik. Pada kadar air bebas yang
rendah terjadi halangan dan rintangan sehingga baik difusi enzim atau substrat
terhambat. Akibatnya hidrolisis hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung
berhubungan dengan enzim.
d. Konsentrasi Substrat
Mekanisme kerja enzim juga ditentukan oleh jumlah atau konsentrasi substrat yang
tersedia. Jika jumlah substratnya sedikit, maka kerja enzim juga rendah begitu
juga sebaliknya.
e. Konsentrasi Enzim
Konsentrasi enzim yang digunakan sangat mempengaruhi kecepatan reaksi enzim,
sampai batas tertentu. Semakin banyak enzim yang tersedia maka semakin
banyak pula produknya.
f. Waktu Hidrolisis
Semakin lama waktu reaksi, maka kadar glukosa yang dihasilkan semakin besar.
Lamanya waktu reaksi juga dipengaruhi atau bergantung oleh banyaknya
substrat yang dihidrolisa dan jumlah enzim yang ditambahkan.
2.5.3
Fermentasi
Fermentasi
dapat
didefinisikan
sebagai
proses
yang
melibatkan
mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit primer dan
sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Dalam bioproses, fermentasi
memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses utama) bagi produksi
bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang dihasilkan melalui fermentasi
merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam organik,
aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya
Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi
fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya.
23
Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan
(treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.
Pada percobaan ini digunakan ragi Saccharomycess cerevisiae, yang bersifat
fakultatif anaerobik. Pada kondisi anaerobik, Saccharomycess cerevisiae menggunakan
senyawa organik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik.
Dalam hal ini yang digunakan adalah glukosa dari substrat dengan hasil akhir
perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid, asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang
berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah sebagai berikut :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping
Pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama. Hal ini
disebabkan struktur model glukosa yang sederhana sehingga mudah digunakan oleh
Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber energi dan sumber karbon untuk membentuk
material penyusun sel baru. Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga
pemanfaatannya oleh Saccharomyces cerevisiae dilakukan dengan mengoksidasi
glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi, antara lain :
a.Spesies Sel Khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya berdasarkan jenis karbohidrat yang
digunakan sebagai medium, untuk memproduksi alkohol (etanol) dari pati dan gula
digunakan Saccharomyces cerevisiae. Pemilihan khamir bertujuan agar didapatkan
mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mampu menghasilkan
etanol dalam jumlah banyak.
b. Jumlah Sel Khamir
Jumlah sel khamir yang diinokulasikan merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi proses fermentasi. Mikroba yang diinokulasikan kedalam medium
fermentasi disebut inokulum.
c.Derajat Keasaman (pH)
24
sehingga waktu fermentasi akan lebih lama dan tidak ekonomis. Konsentrasi gula
yang sering kali dipergunakan adalah 12 % atau sedikit lebih tinggi. (Prescott and
Dunn, 1959).
Etanol pada proses fermentasi terbentuk melalui beberapa jalur metabolisme
bergantung jenis mikroorganisme yang terlibat. Untuk Saccharomyces cerevisiae serta
sejumlah khamir lainnya, etanol terbentuk melalui jalur Embden Meyerhof Pathyway
(EMP), reaksinya sebagai berikut :
25
1.
2.
3.
4.
D-fruktosa-1, 6 difosfat
D-fruktosa-1,6 difosfat dipecah menjadi satu molekul D-gliseraldehid-3 fosfat dan
5.
6.
7.
8.
9.
oleh enzim fosfogliserat kinase untuk membentuk D-3 fosfogliserat dan ATP
D-3 fosfogliserat berada dalam keseimbangan dengan D-2 fosfogliserat. Reaksi
10.
11.
fosfoenol piruvat
ATP menggeser rantai fosfat yang kaya energy dari fosfoenolpiruvat untuk
12.
13.
26
27
cara bertunas serta dapat hidup di lingkungan aerob maupun anaerob. Saccharomyces
cerevisiae merupakan genus khamir/ragi/yeast yang memiliki kemampuan mengubah
glukosa menjadi etanol dan CO2. Khamir ini telah lama digunakan dalam industri
minuman, pada bidang pangan khamir ini dikenal sebagai ragi roti. (Nur Hidayat,
2006).
Kingdom
: Fungi
Divisio
: Ascomycota
Kelas
: Saccharomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Famili
: Saccharomycetaceae
Genus
: Saccharomyces
Spesies
: Saccharomyces cerevisiae
28
2.6
2.6.1
1. Asam Sulfat
Sifat Fisik :
-
Rumus kimia
Berat Molekul
Densitas
Titik Didih
Titik Leleh
Viskositas 200C
Warna
Bentuk
: H2SO4
: 98,08 gr/mol
: 1,84 gr/cm3
: 336,850C
: 10,310C
: 26,7 cP
: Tidak berwarna
: Cair
Sifat Kimia :
-
29
2. Asam Sitrat
Sifat Fisik :
-
Rumus kimia
: C6H8O7
Berat Molekul
: 192,13 u
Densitas
: 1,51 g/cm3
Titik Lebur
: 1530C
fH0
: -1543,8 kJ/mol
S0
: 252,1 J/mol0K
Cp
: 226,5 J/mol0K
Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih
Sifat Kimia :
Jika dipanaskan di atas 1750C, asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon
3. Natrium Hidroksida
Sifat Fisik :
- Rumus kimia
: NaOH
- Berat Molekul
: 39,9971 gr/mol
- Densitas
: 2,1 gr/cm3
- Titik Didih
: 830C
- Titik Lebur
: 3180C
- Tekanan uap
: 1 mmHg pada 7390C
- Kelarutan dalam air
: 111 gr/100ml
- Tidak berwarna dan tidak berbau
30
Sifat Kimia :
-
NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air, NaOH murni merupakan
Produk yang dihasilkan dari percobaan ini yaitu berupa etanol. Berikut
merupakan sifat fisis dan kimia dari etanol :
Sifat Fisik :
-
Rumus kimia
Berat Molekul
Densitas
Titik Didih
Titik Lebur
Suhu kritis
Tekanan kritis
Indeks bias
: C2H5OH
: 46,07 gr/mol
: 0,7893 gr/ml
: 78,04 0C
: -114,3 0C
: 243,1 oC
: 6383,48 kPa
: 1,36143 cP
31
- Viskositas
- Panas penguapan
: 1,17 cP
: 200,6 kal/gr
Sifat Kimia :
- Merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik
- Mudah menguap dan mudah terbakar
- Bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkyl halida dan air
CH3CH2OH + HC=CH
CH3CH2OCH=CH2
- Bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air
CH3CH2OH + CH3COOH
CH3COOCH2CH3 + H2O
Glukosa
32
dalam susunan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat kemanisan,
daya larut dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut (Anna P.,1994).
2.8
Bioetanol
33
kadar 95% volume, untuk digunakan sebagai bahan bakar (biofuel) perlu dimurnikan
lagi hingga mencapai 99% yang lazim disebut fuel grade etanol (Damianus, 2010).
Bahan baku pembuatan etanol dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Bahan sukrosa
Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira tebu, nira sargum
manis, nira kelapa, nira aren dan sari buah mete.
- Bahan berpati
Bahan-bahan yang termasuk dalam kelompok ini adalah bahan-bahan yang
mengandung pati, seperti ubi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan lain-lain.
- Bahan lignoselulosa
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman yang mengandung
selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang dan tandan kosong sawit.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, lignoselulosa merupakan bahan
baku yang sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi etanol. Hal ini merupakan
salah satu cara memanfaatkan limbah pertanian maupun perkebunan di Indonesia yang
melimpah tanpa harus bersaing dengan tanaman pangan lainnya.
Alkohol dapat dibuat dengan beberapa cara antara lain :
a.Reaksi Substitusi Nukleofilik, yaitu reaksi antara suatu alkil halida dan ion hidroksida
CH3CH2CH2Br + OH-
kalor
CH3CH2CH2OH + Br -
1- Bromopropana
1- Propanol
Alkohol Primer
b. Hidrasi Alkena, yaitu apabila suatu alkena diolah dengan air dan suatu asam kuat
yang berperan sebagai katalis, unsur-unsur air (H + dan OH-) mengadisi
34
H +
Etilena
CH3CH2OH
Etanol
C6H12O6
CH3CH2OH
Glukosa
Etanol
2.9
Manfaat Bioetanol
Bahan baku industri, contoh : industri minuman beralkohol, industri asam asetat
2.
3.
4.
35
yang dijual sebagai bahan bakar adalah 98. Semakin tinggi bilangan oktan maka
proses pembakaran akan lebih stabil karena proses pembakaran dengan daya yang
lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon monoksida.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan
dibanding dengan bahan bakar minyak, yaitu kandungan oksigen yang tinggi
sebesar 35%, sehingga jika dibakar sangat ramah lingkungan karena emisi gas
karbon monoksida yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar
minyak. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan etanol tidak memberikan
kontribusi pada akumulasi karbon dioksida di atmosfer dan juga bersifat dapat
diperbaharui, sedangkan bahan bakar minyak akan habis karena bahan bakunya
adalah fosil (Aisyah, S. N; Sembiring, K. C, 2010).
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
3.2.1
Alat
37
Autoclave
Beaker glass
16 Mikroskop
Cuvete
17 Mikropipet
Densitometer
18 Moisture Analyzer
Erlenmeyer
19 Neraca analitik
Filter sampling
20 pH meter
Gelas ukur
21 Piknometer
Hemacytometer
22 Shaking Incubator
HPLC
23 Spektrofotometer
10 Incubator
24 Spatula
11 Labu takar
25 Sentrifuge
26 Tabung reaksi
13 Kapas steril
27 Vial
14 Kawat ose
28 Vortex
38
29 3.2.2
30
Bahan
33 3.3 Variabel
34 3.3.1
Variabel Tetap
Substrat berupa tandan kosong kelapa sawit after pretreatment dangan NaOH 10%
Putaran 150 rpm pada Shaking Incubator
Suhu fermentasi 320C
Yeast Saccharomyces cerevisiae untuk proses fermentasi
Lama sakarifikasi dan fermentasi 72 jam
35 3.3.2
Variabel Bebas
39
Saccharomyces cerevisiae
40
41
43
Proses Fermentasi
42
Destilasi
44
45
Etanol
46
47 Gambar 3. 1 Metodologi penelitian pembuatan etanol dari tandan
kosong sawit
48
49
40
51
1.
Tahap Persiapan
2.
Tahap Sterilisasi
3.
4.
5.
Tahap Destilasi
52
53 Tahap Persiapan
a. Pembuatan Media
54 Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu substrat
yang disebut medium. Nutrien dalam medium harus memenuhi kebutuhan dasar
makhluk hidup, yang meliputi air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh
(Label, 2008). Berdasarkan teori Mandels, dalam percobaan ini medium yang
digunakan
untuk
menumbuhkan
dan
mengembangbiakkan
Saccharomyces
cerevisiae adalah medium padat yakni Potato Dextrose Agar (PDA) dan medium
cair.
1) Medium Agar Miring
55
Saccharomyces cerevisiae yang akan digunakan dalam penelitian
ditumbuhkan dalam medium agar miring. Medium agar miring yang digunakan
adalah medium PDA yang dibuat dengan cara sebagai berikut :
- Menimbang PDA sebanyak 4 gr
- Melarutkan PDA ke dalam 100 ml aquades
- Memanaskan larutan hingga mendidih sambil diaduk menggunakan
-
magnetic stirrer
Menuangkan larutan PDA tersebut ke dalam tabung reaksi dengan volume
aluminium foil
Mensterilisasi larutan medium PDA menggunakan Autoclave pada suhu
41
2) Medium Cair
56
57 Komposisi
Yeast ext
Peptone
Mg2SO4.7H2O
KH2PO4
58 Massa
60 6,25 gr
62 6,25 gr
64 0,625gr
66 2,5 gr
67
68
Selanjutnya
masing-masing
larutan
tersebut
diukur
43
80
dan diencerkan pada setiap kali akan digunakan sesuai dengan konsentrasi
molar yang dibutuhkan.
81
d. Pembuatan Reagen Somogyi-Nelson
82
Pembuatan Reagen Somogyi-Nelson meliputi : Pembutan Reagen
Nelson A, Reagen Nelson B dan Larutan Arsenomolybdat.
- Reagen Nelson A
83 Melarutkan 12,5 gram Na-karbonat anhidrat (Na 2CO3), 12,5 gram KNa tartrat, 10 gram Natrium bikarbonat (NaHCO3) dan 100 gram Na-sulfat
-
akan digunakan.
Reagen Arsenomolybdat
86 Melarutkan 25 gram ammonium molybdat ke dalam 450 ml aquades
dan menambahkan asam sulfat pekat sebanyak 25 ml (larutan I). Melarutkan
3 gram Na2HAsO4.7H2O dalam 25 ml aquades pada tempat yang berbeda
(larutan II). Menuangkan larutan II ke dalam larutan I. Simpan larutan di
dalam botol berwarna coklat dan diinkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam.
Reagen ini berwarna kuning dan dapat digunakan setelah masa inkubasi
88
tersebut.
87
Tahap Sterilisasi
44
89
- Mengambil sampel dari tiap-tiap erlenmeyer sebanyak 2 ml untuk Analisa SomogyiNelson dan Analisa menggunakan HPLC dengan waktu sampling tiap 4 jam sekali
94
95 Tahap Proses Fermentasi
96
Proses fermentasi dilakukan untuk mengkonversi glukosa menjadi
etanol dengan bantuan yeast Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
- Menambahkan yeast Saccharomyces cerevisiae sebanyak 20 ml ke dalam tiap-tiap
substrat pada erlenmeyer yang telah diproses sakarifikasi
- Memasukkan erlenmeyer ke dalam Shaking Incubator pada suhu 320C
- Mengambil sampel dari tiap-tiap erlenmeyer sebanyak 2 ml untuk Analisa SomogyiNelson, Analisa Jumlah Sel dan Analisa menggunakan HPLC dengan waktu
sampling tiap 4 jam sekali
97
98
Tahap Destilasi
Dalam tahap ini, hasil fermentasi akhir selanjutnya didestilasi untuk
46
mengetahui komponen-komponen gula yang terkandung (glukosa dan xilosa) dan juga
etanol yang terbentuk pada sampel fermentasi.
100
sodium
potasium
tartrat,
NaOH,
CuSO 4,
Na2SO4-dan
pereaksi
47
kadar gula invert dalam larutan. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan,
semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung. Berikut merupakan cara kerja
dari Analisa Somogyi-Nelson yaitu :
1. Melakukan pengenceran pada masing-masing sampel pada tabung reaksi
2. Menambahkan 1 ml Reagen Nelson ke dalam tabung reaksi
3. Memanaskan larutan dalam tabung reaksi tersebut selama 20 menit (ditutup dengan
kelereng) dan mendinginkannya hingga suhu mencapai 250C
4. Menambahkan 1 ml Reagen Arsenomolybdat dan 7 ml Aquades
5. Mengaduk larutan tersebut hingga homogen (endapan Cu2O larut) menggunakan
vortex
6. Memasukkan larutan ke dalam cuvete pada Spektrofotometer
7. Mengukur nilai absorbansi masing-masing sampel dengan = 520 nm
8. Konsentrasi gula masing-masing sampel diperoleh dengan mengkonversi ke dalam
persamaan kurva standar glukosa
101
HPLC
sendiri
adalah
singkatan
dari
High
Performance
Liquid
Chromatography yang merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang
biasanya disertai dengan tekanan tinggi seperti teknik kromatografi pada umumnya.
Prinsip kerja HPLC sebenarnya tidak berbeda dengan prinsip-prinsip kromatografi
yang lain, yaitu pemisahan komponen-komponen sampel dengan cara melewatkan
sampel pada suatu kolom yang selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing
komponen-komponen tersebut dengan suatu detektor. Kerja detektor bermacammacam, tetapi pada dasarnya membandingkan respon dari komponen sampel dengan
respon dari larutan standar. Dengan kata lain, penentuan kadar pada dasarnya adalah
membandingkan respon sampel dengan respon standar.
Menurut Julia K, (1996) dalam Ismail Hendra, (2007), prinsip kerja dari
HPLC adalah pemisahan absoprsi dan desorpsi yang berulang kali dari komponen yang
dipisahkan pada saat komponen tersebut dibawa oleh fase gerak mengalir sepanjang
kolom. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kecepatan migrasi dari masing-
48
masing komponen yang didasarkan oleh adanya perbedaan koefisien distribusi dari
komponen tersebut antara kedua fasa.
Hasil analisa HPLC diperoleh dalam bentuk sinyal kromatogram. Dalam
kromatogram akan terdapat peak-peak yang menggambarkan banyaknya komponen
dalam sampel. Pada sampel sakarifikasi akan diperoleh data peak berupa glukosa dan
xilosa sedangkan fermentasi diperoleh data peak glukosa, xilosa dan etanol yang
terbentuk.
102
3.7
49
106 Dengan HPLC, komponen yang terdapat dalam sampel dapat terbaca secara
rinci melalui tinggi peak. Sebelum menguji sampel pada HPLC, terlebih dahulu
dibuat pengencerannya. Sebanyak 2,7 ml RO water dan 0,3 ml sampel dihitung
masing-masing beratnya (berat RO water, sampel dan berat total). Kemudian di
syring filter dan dimasukkan ke dalam vial untuk selanjutnya dianalisa
menggunakan HPLC. Pada percobaan ini, HPLC yang digunakan yaitu Waters
Alliance Tipe e-2695.
50
ini, Densitometer yang digunakan yaitu KEM Tipe DA-640. Berikut adalah cara
mengoperasikannya, yaitu :
- Melakukan kalibrasi alat terlebih dahulu sebelum digunakan
- Mengambil sampel hasil destilasi yang telah difilter dengan menekan tombol
-
jumlah Saccharomyces cerevisiae pada saat propagasi yeast dan sampling proses
fermentasi berlangsung. Berikut merupakan cara mengoperasikan Mikroskop
ZEISS Tipe Primo Star, yaitu :
- Menyalakan Mikroskop dengan memutar arah tombol menjadi ON pada bagian
sebelah kanan alat
Meletakkan satu tetes sampel pada Hemacytometer
Meletakkan Hemacytometer pada Mikroskop
Mengatur perbesaran pada Mikroskop
Melihat dan menghitung jumlah mikroba yang terdapat pada
112
7. Moisture Analyzer
113 Moisture Analyzer berfungsi untuk menghitung kadar air pada sampel yang
akan digunakan. Alat ini beroperasi pada suhu 105 0C selama 10 menit. Berikut
adalah cara mengoperasikan alat Moisture Analyzer OHAUS Tipe MB 45 :
- Menyalakan Moisture Analyzer dengan menekan tombol ON pada alat
- Menekan tombol TARE pada alat
51
Memasukkan sampel yang akan diuji kadar airnya pada piring aluminium pada
alat
Menekan tombol START
Menunggu selama 10 menit proses berlangsung, sehingga diperoleh nilai %
moisture pada sampel dimana data akan tampak pada layar alat
114
8. Spektrofotometer
115 Pada percobaan ini, Spektrofotometer digunakan untuk menguji nilai
absorbansi
pada
sampel
Analisa
Somogyi-Nelson.
Cara
mengoperasikan
Spektrofotometer yaitu :
- Menyalakan alat dengan menekan tombol POWER pada bagian belakang alat
- Menunggu hingga keterangan alat berfungsi dengan baik
- Memilih menu sesuai yang dibutuhkan
- Mengatur panjang gelombang menjadi 520 nm dengan jumlah cell yang
-
dibutuhkan
Menekan tombol ESC untuk menampilkan kolom nilai absorbansi
Memasukkan sampel ke dalam cuvete sesuai dengan jumlah sampel yang akan
pada layar
116
117Spektrofotometer Tipe HITACHI U-2000
- Menyalakan alat dengan menekan tombol ON pada POWER dibagian bawah
-
layar
Memilih menu sesuai yang dibutuhkan
Mengatur nilai absorbansi menjadi 520 nm dengan jumlah cell yang dibutuhkan
Menekan tombol FORWARD untuk menampilkan kolom nilai absorbansi pada
layar
Memasukkan cuvete yang telah berisi sampel yang akan diuji
Menekan tombol START ketika angka dari absorbansi diam
- Secara otomatis nilai absorbansi sampel yang diperoleh akan tertulis pada kertas
hasil cetak
118
9. Shaking Incubator
119 Shaking Incubator atau biasa disebut dengan Shaker merupakan tempat
berlangsungya proses sakarifikasi dan fermentasi selama percobaan. Alat ini dapat
52
diatur sesuai dengan suhu dan rpm yang diperlukan. Berikut adalah cara
mengoperasikan Shaker Dasol Tipe DS-310C2 :
- Menyalakan Shaker dengan menekan tombol ON pada alat
- Memasukan erlenmeyer yang telah berisi substrat ke dalam Shaker
- Mengatur temperatur proses, kecepatan rpm dan lamanya proses pada alat
- Menutup penutup Shaker, kemudian alat akan bekerja sesuai dengan pengaturan
suhu, rpm dan waktu yang diinginkan
120
121
53
122
123
BAB IV
124
125
4.1.
Hasil Percobaan
126
4.1.1.Proses Sakarifikasi
masing-masing konsentrasi substrat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan suhu
proses sakarifikasi 400C dan 500C pada Analisa Somogyi-Nelson dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
140
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
128
Gambar 4.
54
180
160
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
129
200
180
100
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
130
131
56
200
180
R = 0.97
R = 0.79
Polynomial (Subs 10%)
160
Subs 10%
140
R = 0.71
120
Gula reduksi (mg/ml)
Subs 15%
100
80
60
40
20
Subs 20%
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
132
133
57
140
120
f(x) = - 0.03x^2 + 3.15x + 34.01
100
R = 0.84
80
Gula reduksi (mg/ml)
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
135
136
58
160
140
f(x) = - 0.03x^2 + 3.99x + 28.24
R = 0.9
120
100
Gula reduksi (mg/ml)
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
139
140
40
80
12
0
16
0
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
141
142
59
Pada kurva Gambar 4.5. terlihat bahwa konsentrasi glukosa yang terbentuk
pada 4 jam pertama yaitu sebesar 60,277 mg/ml dan meningkat hingga pada jam ke-24
diperoleh konsentrasi gula sebesar 95,115 mg/ml. Pada jam ke-48, dihasilkan
konsentrasi glukosa sebesar 111,468 mg/ml dan menjadi 120,938 mg/ml pada akhir
proses sakarifikasi (jam ke-72). Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
untuk konsentrasi substrat TKKS 10% dengan suhu proses sakarifikasi 500C diperoleh
konsentrasi gula reduksi tertinggi pada jam ke-72 yakni 120,938 mg/ml.
Gambar 4.6. menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang terbentuk pada
jam ke-4 sebesar 46,202 mg/ml dan meningkat menjadi 106,293 mg/ml pada jam ke24. Konsentrasi gula reduksi ini terus meningkat hingga pada jam ke-48 diperoleh
sebesar 130,097 mg/ml dan menjadi 151,677 mg/ml pada akhir proses (jam ke-72).
Dari kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi gula reduksi tertinggi
didapatkan pada jam ke-72 yakni sebesar 151,677 mg/ml.
Dari Gambar 4.7. menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang terbentuk
pada jam ke-4 yakni sebesar 74,850 mg/ml dan pada jam ke-24 meningkat menjadi
173,567 mg/ml. Pada 24 jam berikutnya yaitu jam ke-48 diperoleh konsentrasi glukosa
sebesar 181,753 mg/ml dan menjadi 194,784 mg/ml pada akhir proses (jam ke-72).
Dari kurva di atas dapat disimpulkan bahwa pada proses sakarifikasi dengan suhu 50 0C
untuk konsentrasi substrat TKKS 20% diperoleh konsentrasi gula reduksi tertinggi pada
jam ke-72 yaitu sebesar 194,784 mg/ml
60
R = 0
220
200
R = 0.93
180
Substrat 10% 160
140
120
Gula reduksi (mg/ml) 100
Substrat 15%
80
60
40
Substrat 20%
20
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
144
145
146
61
yang terbentuk dimana pada suhu yang lebih tinggi akan diperoleh glukosa yang lebih
besar.
Dari penjabaran di atas, perolehan gula reduksi pada proses sakarifikasi
dengan variasi konsentrasi substrat tandan kosong kelapa sawit dan variasi suhu proses
400C dan 500C didapatkan data-data pada Tabel 4.1. berikut :
147
148
Sakarifikasi
149
151
153
155
Suhu
Subs
Subs
Subs
152
154
156
(mg/
(mg/
(mg/
150
Waktu
158
Menit
ke
159
13,8
10
163
161
5,93
164
Jam
160
5,05
165
166
117,
154,
87,1
ke
24
62
168
169
Jam
170
171
120,
127,
153,
ke
48
173
174
Jam
175
176
106,
144,
176,
ke
72
177
179
181
183
Suhu
Subs
Subs
Subs
180
182
184
(mg/
(mg/
(mg/
178
Waktu
186
189
Menit
ke
187
6,74
4,08
10
188
191
12,7
193
Jam
ke
192
106,
95,1
99,1
24
196
Jam
194
197
111,
198
130,
199
181,
63
ke
48
201
202
Jam
203
204
120,
151,
194,
ke
72
205
Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa konsentrasi gula reduksi
[mg/ml] yang dihasilkan pada suhu sakarifikasi 500C lebih besar dibandingkan dengan
glukosa yang terbentuk pada suhu proses 40 0C, sehingga dapat disimpulkan bahwa
enzim selulase dan -glukosidase bekerja optimal pada suhu 500C untuk mendegradasi
selulosa menjadi glukosa.
64
140
120
f(x) = - 0.03x^2 + 3.15x + 34.01
R = 0.84
100
80
Gula reduksi (mg/ml)
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
206
207
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
208
209
waktu hidrolisa untuk substrat TKKS 15% dengan konsentrasi enzim 7 ml/200 ml
210
65
20
0
0
40
80
12
0
16
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
211
212
waktu hidrolisa untuk substrat TKKS 20% dengan konsentrasi enzim 7 ml/200 ml
Pada Gambar 4.9. menunjukkan bahwa konsentrasi gula reduksi yang
dihasilkan pada jam ke-4 adalah sebesar 60,277 mg/ml dan meningkat menjadi 95,115
mg/ml pada jam ke-24. Pada 24 jam berikutnya, yakni jam ke-48 diperoleh konsentrasi
glukosa sebesar 111,468 mg/ml dan menjadi 120,938 mg/ml pada akhir proses (jam ke72). Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi gula reduksi
tertinggi dicapai pada jam ke-72 yakni 120,938 mg/ml.
Pada Gambar 4.10. diatas terlihat bahwa pada jam ke-4 diperoleh konsentrasi
glukosa sebesar 46,202 mg/ml dan meningkat menjadi 106,293 mg/ml pada jam ke-24.
Konsentrasi gula reduksi ini terus meningkat hingga pada jam ke-48 diperoleh sebesar
130,097 mg/ml dan menjadi 151,677 mg/ml pada akhir proses (jam ke-72). Dari kurva
di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi gula reduksi tertinggi diperoleh pada jam
ke-72 yakni sebesar 151,677 mg/ml.
Kurva pada Gambar 4.11. menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang
terbentuk pada jam ke-4 adalah sebesar 74,850 mg/ml dan meningkat menjadi 173,567
66
mg/ml pada jam ke-24. Pada jam ke-48 diperoleh konsentrasi glukosa sebesar 181,753
mg/ml dan menjadi 194,784 mg/ml pada akhir proses (jam ke-72). Dari kurva tersebut
dapat disimpulkan bahwa pada proses sakarifikasi dengan konsentrasi substrat TKKS
20% dan konsentrasi enzim 7 ml/200 ml diperoleh konsentrasi gula reduksi tertinggi
pada jam ke-72 yaitu sebesar 194,784 mg/ml.
213
R = 0
220
200
R = 0.93
180
Substrat 10%
160
140
120
60
40
20
Substrat 20%
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
214
215
67
Dari proses sakarifikasi yang berlangsung pada suhu 500C dengan variasi
konsentrasi substrat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) 10%, 15% dan 20% (b/v) dan
konsentrasi enzim 7 ml/200 ml diperoleh konsentrasi gula reduksi tertinggi pada
konsentrasi substrat 20% yakni 194,784 mg/ml.
140
120 f(x) = - 0.03x^2 + 3.1x + 30.11
100 R = 0.94
80
Gula reduksi (mg/ml)
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
217
218
waktu hidrolisa untuk substrat TKKS 10% dengan konsentrasi enzim 10 ml/200 ml
219
68
180
160
140f(x) = - 0.02x^2 + 2.99x + 43.91
120R = 0.79
100
Gula reduksi (mg/ml)
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
220
221
40
80
12
0
16
0
20
0
24
0
waktu hidrolisa untuk substrat TKKS 15% dengan konsentrasi enzim 10 ml/200 ml
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
222
69
223
waktu hidrolisa untuk substrat TKKS 20% dengan konsentrasi enzim 10 ml/200 ml
224
220
200
R = 0.93
180
Substrat 10% 160
140
R = 0.79
120
R = 0.94
60
40
20
Substrat 20%
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
71
dimana semakin besar volume atau konsentrasi enzim yang digunakan maka
konsentrasi gula yang terbentuk juga semakin tinggi.
Dari data pada grafik di atas, perolehan konsentrasi gula reduksi pada proses
sakarifikasi dengan variasi konsentrasi enzim 7 ml/200 ml dan 10 ml/200 ml dapat
dilihat pada tabel berikut :
226
72
227
228
Sakarifikasi
232
Sub
s
236
1
234
Subs
233
(mg
Subs
229
235
Enzim
(mg/
230
7
ml/
200
(mg/
231
Waktu
l)
239
m
l
)
242
Menit
240
ke-
6,74
ml
237
10
12,7
244
Jam
241
4,088
245
246
247
95,1
106,2
99,1
ke-
24
250
249
252
111,
Jam
251
181,
130,0
ke-
48
73
255
254
257
120,
Jam
256
194,
151,6
ke-
72
258
261
Enzim
Sub
s
259
265
10
ml/
263
200
Subs
ml
262
(mg
260
Waktu
264
(mg/
(mg/
l
l)
Menit
14,2
ke-
10
271
270
5,72
6,686
275
96,6
102,9
95,8
24
276
279
281
110,
Jam
283
274
ke-
278
269
Jam
266
268
273
Subs
280
156,
121,8
ke-
48
284
285
286
74
127,
Jam
196,
158,7
ke-
72
287
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa pada konsentrasi enzim 10 ml/200 ml
dihasilkan konsentrasi glukosa yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi
enzim 7 ml/200 ml. Dari data pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada volume
atau konsentrasi enzim yang lebih besar maka konsentrasi glukosa yang terbentuk juga
semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Hafiz Soewoto (2000) yang
menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan
reaksi enzimatik karena kecepatan reaksi enzimatik berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim.
288
4.1.2.Proses Fermentasi
4.1.2.1.
Analisa Somogyi-Nelson
sebelumnya dilakukan variasi suhu (400C dan 500C) dan konsentrasi enzim (7 ml/200
ml dan 10 ml/200 ml). Berdasarkan variasi tersebut, konsentrasi gula yang digunakan
sebagai substrat glukosa untuk Saccharomyces cerevisiae pun bervariasi. Dari
perolehan data konsentrasi glukosa pada proses sakarifikasi dikelompokkan menjadi 3
(tiga), yaitu :
A = Suhu sakarifikasi 400C dengan konsentrasi enzim 7 ml/200 ml,
75
76
291
pada masing-masing konsentrasi substrat TKKS 10%, 15% dan 20% (b/v) dapat dilihat
pada grafik dibawah ini :
292
120
f(x) = - 100
0x^3 + 0.09x^2 - 5.41x + 113.27
R = 0.98
80
Gula reduksi (mg/ml)
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
293
294
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
296
77
297
100
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
298
299
Pada Gambar 4.17. terlihat bahwa penurunan glukosa terjadi secara signifikan
pada 24 jam pertama dimana konsentrasi glukosa diawal proses fermentasi adalah
sebesar 105,444 mg/ml dan menurun menjadi 27,758 mg/ml pada jam ke-24. Pada 24
jam berikutnya, yakni jam ke-48 konsentrasi gula menjadi 12,627 mg/ml dan menurun
menjadi 12,006 mg/ml pada akhir proses fermentasi (jam ke-72).
Berdasarkan kurva pada Gambar 4.18. terlihat bahwa konsentrasi gula diawal
proses fermentasi adalah sebesar 140,033 mg/ml dan menurun menjadi 90,354 mg/ml
pada jam ke-24. Pada jam ke-48 konsentrasi gula menjadi 48,163 mg/ml dan tersisa
29,083 mg/ml pada akhir proses fermentasi (jam ke-72).
78
R = 0.98
Polynomial (Subs 10%)
R = 0.99
140
120
R = 0.98
100
80
60
40
20
Subs 20%
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
301
302 Gambar 4. 20 Hubungan antara konsentrasi gula reduksi
terhadap waktu fermentasi, kelompok A
Berdasarkan kurva di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
konsentrasi gula reduksi [mg/ml] terhadap fungsi waktu mengalami penurunan yang
signifikan. Penurunan konsentrasi gula reduksi pada proses fermentasi terjadi karena
glukosa yang dihasilkan pada proses sakarifikasi sebelumnya dijadikan substrat glukosa
oleh yeast Saccharomyces cerevisiae didalam proses fermentasi.
79
100
f(x) = - 0x^3 + 0.09x^2 - 5x + 98.05
R = 0.98
80
60
Gula reduksi (mg/ml)
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
303
304 Gambar 4. 21 Hubungan antara konsentrasi gula reduksi
terhadap waktu fermentasi untuk substrat TKKS 10%, kelompok B
305
80
140
120
f(x) = - 0x^3 + 0.11x^2 - 5.89x + 124.23
R = 0.99
100
80
Gula reduksi (mg/ml)
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
306
307
200
180
160 - 0.04x^2 - 1.52x + 173.29
f(x) = 0x^3
R = 0.97
140
120
100
Gula reduksi (mg/ml)
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
308
81
82
R = 0
200
180
R = 0.97
160
Subs 10%
140
120
100
80
60
40
Subs 20%
20
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
310
311 Gambar 4. 24 Hubungan antara konsentrasi gula reduksi
terhadap waktu fermentasi, kelompok B
Dari Gambar 4.24. dapat disimpulkan bahwa hubungan antara konsentrasi
gula reduksi [mg/ml] terhadap fungsi waktu mengalami penurunan yang signifikan.
Penurunan konsentrasi gula reduksi pada proses fermentasi terjadi karena glukosa yang
dihasilkan pada proses sakarifikasi sebelumnya dijadikan substrat glukosa oleh yeast
Saccharomyces cerevisiae didalam proses fermentasi.
Berdasarkan kurva di atas diperoleh nilai korelasi pada kurva [R2] sebesar
0,980 untuk konsentrasi substrat 10%, 0,994 dan 0,974 untuk konsentrasi substrat 15%
dan 20%. Dari perolehan nilai korelasi ketiga substrat tersebut menggambarkan bahwa
keterkaitan antar titik pada kurva sangat signifikan.
83
120
100
f(x) = - 0x^3 + 0.09x^2 - 4.83x + 102.08
R = 0.98
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
312
313
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
315
316
84
200
180
160 f(x) = 0.04x^2 - 4.88x + 175.52
140 R = 0.99
120
100
Gula reduksi (mg/ml)
80
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
317
318 Gambar 4. 27 Hubungan antara konsentrasi gula reduksi
terhadap waktu fermentasi untuk substrat TKKS 20%, kelompok
C
Pada Gambar 4.25. terlihat bahwa penurunan glukosa terjadi secara signifikan
pada 24 jam pertama dimana konsentrasi gula diawal proses fermentasi adalah sebesar
97,806 mg/ml dan menurun menjadi 28,876 mg/ml pada jam ke-24. Pada jam ke-48
konsentrasi gula menjadi 15,608 mg/ml dan di akhir proses (jam ke-72) konsentrasi
gula reduksi yang tersisa adalah 15,354 mg/ml.
Berdasarkan kurva Gambar 4.26., terlihat bahwa penurunan glukosa terjadi
secara signifikan pada 24 jam pertama dimana konsentrasi gula diawal proses
fermentasi sebesar 145,933 mg/ml dan menurun menjadi 42,393 mg/ml pada jam ke24. Pada 24 jam berikutnya, yakni jam ke-48 konsentrasi gula menjadi 19,033 mg/ml
dan menurun menjadi 17,657 mg/ml di akhir proses.
Gambar 4.27. menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa menurun dari
180,708 mg/ml pada awal proses menjadi 86,421 mg/ml pada jam ke-24. Pada jam ke-
85
48 konsentrasi gula menjadi 30,925 mg/ml dan menurun menjadi 26,744 mg/ml pada
akhir proses (jam ke-72).
319
200
180
R = 0.99
160
Subs 10%
140
120
100
R = 0.98
Polynomial (Subs 15%)
80
60
40
20
Subs 20%
0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (jam)
320
Penurunan konsentrasi gula reduksi pada proses fermentasi terjadi karena glukosa yang
dihasilkan pada proses sakarifikasi merupakan substrat glukosa yang digunakan
Saccharomyces cerevisiae dalam proses fermentasi. Hubungan antara keduanya
berbanding lurus, yaitu semakin besar konsentrasi glukosa awal yang digunakan
sebagai substrat oleh Saccharomyces cerevisiae maka perolehan etanol yang terbentuk
juga semakin tinggi.
Berdasarkan kurva di atas diperoleh nilai korelasi [R2] sebesar 0,984 untuk
konsentrasi substrat 10%, 0,994 dan 0,992 untuk konsentrasi substrat 15% dan 20%.
Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan antar titik pada kurva sangat signifikan.
Dari penjelasan grafik di atas, perolehan data gula reduksi pada proses
fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut :
321
322
Fermentasi
326
Sub
s
325
Subs
323
327
Subs
331
330
(mg
(mg/
332
(mg/
324
Ja
l)
87
335
336
105,
140,
175,5
334
337
340
341
342
27,7
90,3
117,3
339
24
345
346
12,6
48,6
64,11
344
48
347
350
351
12,0
29,0
349
29,75
72
352
356
Sub
s
355
Subs
353
357
Subs
361
360
(mg
(mg/
362
(mg/
354
Ja
l)
88
366
365
125,
89,8
183,6
364
370
371
372
20,1
40,9
129,9
369
24
375
376
12,0
17,7
51,25
374
48
383
367
377
380
381
10,8
12,7
379
24,42
72
382
386
Sub
s
385
Subs
387
Subs
391
390
(mg
/
392
(mg/
(mg/
384
Ja
394
0
l)
395
396
397
97,8
145,
180,7
89
9
0
400
401
402
28,8
42,3
86,42
399
24
405
406
407
15,6
19,0
30,92
404
48
3
4111
2
410
15,3
412
409
26,74
72
413
4.1.2.2.
90
dahulu dengan cara mengkonversi jumlah sel pada setiap analisa jumlah sel
menggunakan Mikroskop menjadi konsentrasi Saccharomyces cerevisiae [mg/ml].
415
ke dalam medium cair dengan konsentrasi yeast masing-masing 12,5%, 25%, 37,5%,
50%, 75% dan 100%. Selanjutnya larutan disaring menggunakan kertas saring
Whatman No.41. Kertas saring yang berisi Saccharomyces cerevisiae kemudian dioven
dan selanjutnya ditimbang beratnya. Berat Saccharomyces cerevisiae diperoleh dari
selisih berat kertas saring setelah dioven dan berat kertas saring kosong.
416
417
91
0.012
0.010
0.008
Berat yeast (mg/ml)
0.006
T 40 0.004
T 50
0.002
0.000
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
92
0.014
0.012
0.010
0.008
Berat yeast (mg/ml) 0.006
T 40
0.004
T 50
0.002
0.000
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
0.008
T 40 0.006
T 50
0.004
0.002
0.000
0
10 20 30 40 50 60 70 8
Waktu (jam)
93
94
0.010
0.009
0.008
0.007
0.006
0.005
Konsentrasi (mg/ml)
0.004
0.003
0.002
0.001
0.000
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
0.010
0.008
0.006
Berat yeast (mg/ml)
0.004
0.002
0.000
0
20
40
60
80
Waktu (jam)
0.016
0.014
0.012
0.010
Berat yeast (mg/ml)
0.008
0.006
0.004
0.002
0.000
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
glukosa hasil dari proses sakarifikasi sebelumnya. Garis biru pada kurva merupakan
penggunaan konsentrasi enzim sebesar 7 ml/200 ml sedangkan garis merah untuk
konsentrasi enzim 10 ml/200 ml.
Berdasarkan kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa selain dipengaruhi
konsentrasi substrat tandan kosong kelapa sawit (TKKS), kerja dari Sacharomyces
cerevisiae juga dipengaruhi oleh volume atau konsentrasi enzim dimana pada
konsentrasi enzim yang lebih besar dihasilkan konsentrasi glukosa yang lebih tinggi
sehingga glukosa yang digunakan sebagai substrat oleh Sacharomyces cerevisiae juga
lebih banyak. Hal ini berdampak pada peningkatan berat yeast didalam proses
fermentasi.
96
Glukosa
8
6
Subs 10%
Konsentrasi Glukosa (%b)
Subs 15%
Subs 20%
2
0
0 20 40 60 80
Waktu (jam)
pada jam ke-24 konsentrasi glukosa menjadi 4,08 (%b) dari konsentrasi gula awal yaitu
5,52 (%b) dan pada konsentrasi substrat 20% konsentrasi glukosa menurun menjadi
5,47 (%b) dari 7,78 (%b) pada jam ke-0. Konsentrasi glukosa terus mengalami
penurunan yang hingga pada akhir proses fermentasi, konsentrasi glukosa yang tersisa
untuk substrat 10% adalah 0,34 (%b), 1,01 (%b) untuk konsentrasi substrat 15% dan
untuk konsentrasi substrat 20% sebesar 0,34 (%b).
Kurva konsentrasi xilosa yang terbentuk pada sampel fermentasi dengan
variasi konsentrasi substrat TKKS dapat dilihat pada Gambar 4.36. berikut :
Xilosa
3.0
2.5
2.0
1.5Subs 15%
Subs 10%
Konsentrasi xilosa (%b)
1.0
Subs 20%
0.5
0.0
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
98
Etanol
8
6
4Subs 15%
Subs 10%
Konsentrasi
etanol (%b)
Subs 20%
2
0
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
99
konsentrasi substrat 20%, konsentrasi etanol meningkat menjadi 6,44 (%b) dari 2,34
(%b) pada jam ke-24.
Berdasarkan data pada kurva di atas, perolehan etanol yang terbentuk pada
proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut ini :
Tabel 4. 4 Konsentrasi etanol yang terbentuk dengan Analisa HPLC
Konsentrasi substrat
(b/v)
10
15
20
3,91
3,43
5,11
3,66
3,84
6,44
Dari tabel diatas terlihat bahwa konsentrasi etanol pada konsentrasi substrat
TKKS yang lebih tinggi yakni 20% diperoleh etanol yang lebih tinggi daripada etanol
dengan konsentrasi substrat 10% dan 15%. Hal ini terjadi karena pada konsentrasi
substrat yang lebih tinggi akan dihasilkan konsentrasi gula reduksi yang lebih tinggi
pula dimana gula tersebut akan digunakan oleh Saccharomyces cerevisiae sebagai
substrat glukosa dalam proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarti
(1996) yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat atau gula reduksi
yang dapat dipecah oleh sel khamir menjadi etanol maka semakin tinggi pula
konsentrasi etanol yang dihasilkan.
4.1.2.4. Analisa menggunakan Densitometer
Pada percobaan ini, Densitometer digunakan untuk menguji kadar etanol yang
terdapat pada sampel fermentasi akhir. Pada analisa alkohol dalam bentuk etanol
menggunakan Densitometer, sampel yang akan diuji harus diproses destilasi terlebih
dahulu, selanjutnya sampel disaring menggunakan syring filter untuk memastikan
etanol yang akan diuji sudah bebas dari endapan sisa-sisa substrat maupun pengotor
lainnya. Berikut merupakan gambar sampel yang akan diuji menggunakan
Densitometer setelah penyaringan :
100
Konsentrasi substrat
Kadar etanol
TKKS (%)
10
15
10
15
20
4,42
5,92
4,78
6,41
7,58
(%)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan
dari proses fermentasi akhir dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi
substrat TKKS pada proses sakarifikasi. Semakin besar konsentrasi substrat dan
konsentrasi enzim yang digunakan, maka etanol yang dihasilkan juga semakin besar.
Hal ini terjadi karena volume atau konsentrasi substrat dan enzim yang lebih besar
menyebabkan perolehan glukosa yang lebih tinggi karena keduanya mempengaruhi
101
kecepatan reaksi enzim pada proses sakarifikasi dimana semakin tinggi konsentrasi
glukosa yang digunakan sebagai substrat pada proses fermentasi oleh yeast
Saccharomyces cerevisiae maka etanol yang terbentuk juga semakin besar.
102
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Saran
103
1. Aspika, D., 2011. Pembuatan Bioetanol dari Nira Sorgum dengan Menggunakan
Sacharomyces cerevisiaea, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Riau, Pekanbaru.
2. Bailey, James E. and David F. Ollis., 1986, Biochemical Engineering
Fundamentals, 2nd edition, McGraw-Hill Book Co., Singapore.
3. Ballesteros M, Olivia JM, Negro MJ, Manzanares P, Ballesteros I, 2004. Ethanol
from
Lignocellulosic
Material
by a
Simultaneous
Saccarification
and
Materials.
Umamaheswari, M.,
of
Cellulosic
Biomass.
Disadur
dari
http://www.fao.org/biotech/seminaroct2007.html
6. Darnoko, 1992. Potensi Limbah Lignosellulosa Kelapa Sawit melalui
biokonversi. Berita Penelitian Perkebunan. Medan, 2 : 85-95.
7. Demirbas, Ayhan., (2003). Bioethanol From Cellulosic materials: A Renewable
Motor Fuel from Biomass.
8. Ditjen PPHP. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit, Direktorat
pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta, 2006.
9. DirJen Perkebunan. 2005. Statistika Perkelapa Sawitan Indonesia Tahun 2005.
Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Jakarta.
10. Fessenden, (1986), Kimia Organik. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
11. Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005. dalam Isroi 2008 Produksi Bioethanol
Berbahan Baku Biomassa Lignoselulosa: Pretreatment.
12. Hirsham FM, Eid MA. 2008. Lignocellulosic Biomass Conversion Technologies
to Biofuels, Potential in Egypt. Annual Report on UNIDO. IMC Press, Kairo.
13. Joshi, Bishnu., Sharma, Dinita., Lignocellulosic ethanol production.
Biotechnology and Molecular Biology Review Vol. 6(8), pp. 172-182, 2011.
Disadur dari http://www.academicjournals.org/BMBR
14. Judoamidjojo, dkk. 1992. Teknologi Fermentasi. Edisi 1 cetakan 1. Jakarta:
Rajawali Press.
104
15. Kementerian ESDM. 2011. Produksi Minyak Indonesia Tahun 2010. Jakarta.
16. Kusnadi, Syulasmi A., Adisendjaja Y.H., (2009). Pemanfaatan Sampah Organik
Sebagai Bahan Baku Produksi Bioetanol. Laporan Akhir. Universitas Pendidikan
Indonesia.
17. Poedjiadi, Anna dan F.M Titin Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar
Biokimia. UI
Press : Jakarta.
18. Hidayat, Rina., 2009. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi
Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Masa Depan Yang Ramah Lingkungan. Bogor:
IPB.
19. Riyanti E.I., 2009.
105
LAMPIRAN
1. Data hasil pengujian pada proses penggunaan suhu sakarifikasi 400C dan
konsentrasi enzim 7 ml/200 ml.
a. Hasil Uji Somogyi-Nelson untuk mengetahui kadar glukosa(mg/ml)
Jam ke0
4
8
12
16
20
24
48
72
SAKARIFIKASI
Subs 10% Subs 15%
13,848
5,936
78,969
70,348
100,352
90,002
110,329
92,113
105,051
119,851
121,196
128,648
117,057
154,316
120,782
127,148
106,810
144,225
Subs 20%
5,040
49,741
41,441
59,615
66,487
74,353
87,187
153,074
176,206
FERMENTASI
Jam ke- Subs 10% Subs 15% Subs 20%
0
105,444
140,033
175,585
4
103,290
139,878
149,348
24
27,758
90,354
117,369
28
22,107
81,101
100,228
30,5
18,847
67,791
90,250
34,5
15,980
72,656
90,147
38,5
15,628
67,232
87,932
42,5
13,061
60,029
72,863
48
12,627
48,613
64,117
72
12,006
29,083
29,756
b. Hasil Uji Mikroskop untuk mengetahui jumlah(102/ml) dan berat yeast
(mg/ml)
106
Jam
ke0
4
24
28
30,5
34,5
38,5
42,5
48
72
Jumlah
(102/ml)
14
18
33
39
41
44
46
48
50
53
Berat
(mg/ml)
0,00129
0,00245
0,00874
0,00932
0,00990
0,01106
0,01163
0,01163
0,01221
0,01221
c. Hasil Uji HPLC untuk mengetahui kadar Glukosa, Xilosa dan Etanol (% wt)
jam ke0
4
24
28
30,5
34,5
38,5
42,5
48
72
Glukosa
10%
15%
3,75
5,52
3,70
6,15
1,10
4,08
0,81
3,62
0,48
3,29
0,19
3,47
0,01
3,60
0,23
2,51
0,49
1,96
0,34
1,01
20%
7,78
7,70
5,47
4,41
5,20
4,54
3,97
2,90
2,07
0,34
10%
1,13
1,19
1,15
1,11
0,82
1,13
1,07
1,16
1,16
1,11
Xilosa
15%
1,62
1,88
1,61
1,61
1,51
1,71
1,81
1,64
1,63
1,73
20%
2,20
2,30
2,14
1,99
2,36
2,42
2,41
2,18
2,17
1,30
10%
0,50
0,57
2,97
3,12
2,57
3,70
1,69
3,88
3,91
3,66
Etanol
15%
0,48
0,71
1,68
1,91
2,17
2,60
2,70
3,08
3,43
3,84
2. Data hasil pengujian pada proses penggunaan suhu sakarifikasi 500C dan
konsentrasi enzim 7 ml/200 ml.
a.Hasil Uji Somogyi-Nelson untuk mengetahui kadar glukosa(mg/ml)
107
20%
0,42
0,66
2,34
2,46
3,48
2,18
2,49
4,81
5,11
6,44
Jam ke0
4
8
16
20
24
48
72
SAKARIFIKASI
Subs 10% Subs 15% Subs 20%
6,748
4,088
12,772
60,277
46,202
74,850
78,245
87,435
89,340
95,115
106,293
116,229
98,241
113,765
142,455
104,016
122,645
173,567
111,468
130,097
181,753
120,938
151,677
194,784
FERMENTASI
Jam ke- Subs 10% Subs 15% Subs 20%
0
89,89
125,440
183,658
4
88,13
104,140
162,078
6,5
72,28
85,572
143,759
24
20,13
40,903
129,942
28
15,90
30,635
115,504
30,5
13,39
21,362
97,744
48
12,07
17,791
51,252
72
10,88
15,173
24,426
Jam
ke0
4
108
6,5
24
28
30,5
48
72
22
29
33
34
43
66
0,00424
0,00568
0,00828
0,00851
0,00874
0,00736
29
37
42
44
47
38
0,00505
0,00678
0,00794
0,00851
0,00909
0,00713
26
33
43
44
45
39
0,00331
0,00505
0,00597
0,00620
0,00817
0,01360
109
3. Data hasil pengujian pada proses penggunaan suhu sakarifikasi 500C dan
konsentrasi enzim 10 ml/200 ml.
a. Hasil Uji Somogyi-Nelson untuk mengetahui kadar glukosa(mg/ml)
Jam ke0
4
8
24
28
32
48
72
Jam ke0
4
6,5
24
28
30,5
48
72
b.
SAKARIFIKASI
Subs 10% Subs 15% Subs 20%
14,200
6,686
5,723
48,768
74,270
56,883
64,666
94,970
81,971
96,667
102,981
95,839
96,874
110,164
105,196
101,066
120,472
115,194
110,536
121,869
156,955
127,034
158,704
196,181
FERMENTASI
Subs 10% Subs 15% Subs 20%
97,806
145,933
180,708
93,107
130,242
157,421
70,172
114,386
135,893
28,876
42,393
86,421
25,926
30,635
72,780
17,408
23,380
58,373
15,608
19,033
30,925
15,354
17,657
26,744
110
Jam
ke0
4
6,5
24
28
30,5
48
72
Jumlah
(102/ml)
9
12
17
38
40
40
41
39
Berat
(mg/ml)
0,00065
0,00273
0,00470
0,00736
0,00794
0,00909
0,00967
0,00713
111