Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
HIV (Human immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama
dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit
yang muncul secara kompleks
Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang
terinfeksi dengan beban virus tinggi.
Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul
transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang menggabung
nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus sebagai model. (Behrman et
al 2009)
HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong terjadinya
immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran. Selubung (envelope) lipid HIV-I
berasal dari membran sel pejamu yang terinfeksi saat budding, yang mengandung dua
glikoprotein virus, gp120 dan gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4
pejamu untuk memulai infeksi virus. Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan
pada retrovirus lain, yaitu tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV
dan karenanya dapat dipakai sebagai target terapi. Virus diisolasi dari sel limfosit, serum
cairan serebrospinal, dan semua sekresi dari penderita yang terinfeksi. (Robbins et al,
2008).
2.4 Patofisiologi
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara
klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,
mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah
CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar
limfe yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa
tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan
viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3)
ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat melalui
kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus
AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
(Cecily, 2012)
PATOGENESIS
Sel Host
Jarum suntik
Transfusi
Limfosit
HIV-1
Transplasental
T
Aliran
Ibu darah
Perinatal
/ mukosa Hub sexual
Kel. Limfe
CD4+
Hiperplasi
folikel
Internalisasi
Enzim RT-ase
Transkripsi terbalik
Mengubah RNA
menjadi DNA
Replikasi
virus masit
Limfadenopati
Viremia
Destruksi sel
CD4
Bertahap
Inf. Akut
Laten
Kel. Getah
bening perifer
Lim B
Kel. Sel. B
Pe Ab
spesifik
Pe Ig
total
Krisis
Integritas DNA
provirus ke Host
Hiper gamma
globulinemia
Transkripsi / translasi
& propagasi virus
Respon IgM
me
Inf. Oportunistik
Keganasan sekunder
AIDS
Monosit
makrorag
Penyebaran patogenesis
SSP
AIDS- Kematoksis
- Fagositosis
Inf. Oportunistik
SSP
Mata
Cryptococcus
Toxoplasma
Candida
Mycobacterium
TB
Tumor
CM V
Toxoplasma
Meningitis
Encepalitis
Demensia
Gangguan psikomotor
Kejang-kejang
Perivaskulitis
Retinitis
Ensepalopati
Hidung
Mulut
Paru
Sinusitis
Jamur oral thrush
Stomatitis herpes
Parotitis
Kandidiasis oral / faring
Pnemonia pneumocystis carinii (PPC)
Cytomegalovirus
Mycobacterium avium intracellare / M. TB
Lymphoid interstitial pneumonitis
Virus epstein Barr bronkopneumonia
Jantung
Kardiomiopati DC
Limpa
Splenomegali
pankreas
Hepar
hepatitis
GI track
Diare
Malabsorbsi
Kel. limfe
Salmonella
CMV
Kandida
Herpes simplex
Cryptosporodium
Camphilobacter
Limfodenopati
Ginjal
Focal glomerulosclerosis
Mesangial hyperplasia
Kulit
Darah
Proteinuria
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi
penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau
kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan
anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun.
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
Kardiomiopati
Hepatitis
Leimiosarkoma
Nefropati
Nokardiosis
Ensefalopati HIV.
10
Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau pneumonitis atau
esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
Sarkoma kaposi.
Kompleks
Mycobacterium
avium
atau Mycobacterium
kansasii,
11
atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM maupun
IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot. Dapat
pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA
virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang
dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari selsel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai
berikut :
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-kurangnya
didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-gejala ini bukan
disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi
HIV.
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor dengan
ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh keadaankeadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).
Gejala Mayor :
a)
b)
c)
d)
12
Gejala Minor :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
keperluan
pencatatan
dalam
melaksanakan
surveillance
epidemiologi, CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai
berikut (lihat tabel 2) :
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut
Center for Disease Control (CDC)
Klas
P-0
P1
P-2
Subklas / kategori
Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap
lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC
untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam
daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena
infeksi AIDS
13
14
15
HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain
yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia dikatakan Seroreverter.
( Cecily, 2012)
2.8 Penatalaksanaan Medis
I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti
terinfeksi HIV.
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang
berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya segala
tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk tetap
memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular
1. Terhadap Etiologi
Diberikan obat-obata antiretroviral
Tabel 4. Macam-macam antiretroviral
Golongan obat
Nucleoside-reserve
Transcriptase
Nama generik
Azidotimidin/zidovudin
Didanosin
Stavudin
Zalbitabin
Lamivudin
Singkatan
AZT
DDI
D4T
DDC
3TC
Indinavir
Ritonavir
Saquinavir
IDV
Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI)
Nevirapin
16
Pedoman terapi
PI + (1 atau 2 NRTI)
Didanosin
Kombinasi 2 NRTI
PI + (1 atau 2 NRTI)
Pindah ke terapi PI NRTI
Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali
sehari peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan tanpa
memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak menyusui
bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV positif, dapat diobati
dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya pada bayi / anak pengukuran
viral-load penting karena rentang jumlah CD4 yang sangat bervariasi
selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek mempengaruhi
proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m 2,
diberikan secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti peroral
selama 1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu setengah kali dosis
intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya
segera membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian pemberian
17
obat. Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73% dapat bertahan
sampai 44 minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
-
Peningkatan T4
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi, hipoglikemia
dan gangguan fungsi ginjal
c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4 dosis.
Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada infeksi yang berat
dapat diberikan kortikosteroid.
2.1.2 Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral / space
occupying lesions
a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari
b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
2.1.3 Terhadap Cryptosporidium
18
19
Karenanya
vaksinasi
rutin
sesuai
dengan
Program
20
jumlahnya lebih dari 200 sel/mmtanpa gejala klinis AIDS. Ibu mendapat terapi
zidovudin oral (100 mg lima kali sehari) selama sisa masa kehamilan.
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan
sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir. Hal ini
mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5%. (Behrman, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Behrman E. (2009) Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakatra : EGC
Cecily LB. (2012) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Rampengan dan Laurentz (2007) Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
Robbins KE. (2008) Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR (2000), Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.
Syahlan, JH (2007) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media
Wartono, JH (2009) AIDS Dikenal Untuk Dihindari. Jakarta : Lembaga Pengembangan
Informasi Indonesia
World Healt Organization. (2014). Global Summary of the AIDS Epidemic. World Health
Organization Pub.