Professional Documents
Culture Documents
KEGAWATDARURATAN NAPZA
OLEH
RIYAN REZA PRATAMA S.KEP
NPM : 11062 AS1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia semakin memperihatinkan, dimana Indonesia
bukan hanya sebagai market terbesar bagi para pengedar obat-obatan terlarang tetapi
sekaligus sebagai salah satu tempat yang memproduksi. Salah satu dampak dari
penyalahgunaan NAPZA tersebut adalah timbulnya berbagai masalah kesehatan yang
berujung pada kematian.Sebagai salah satu ujung tombak dalam pelayanan kesehatan,
perawat memiliki peran yang sangat besar untuk meminimalkan timbulnya kematian yang
berhubungan dengan kegawatdaruratan akibat penyalahgunaan NAPZA.
Kegawatdaruratan NAPZA merupakan keadaan dimana individu mengalami
ancaman kehidupan sebagai dampak dari penggunaan NAPZA baik disengaja maupun tidak.
Dalam perkembangan selanjutnya, penanganan kegawatdaruratan di IGD RSKO Jakarta
tidak hanya yang memiliki hubungan langsung dengan penyalahgunaan NAPZA, akan tetapi
juga mencakup berbagai masalah kesehatan lainnya yang timbul sebagai dampak jangka
panjang dari penyalahgunaan NAPZA.
Data yang diperoleh dari Institusi Gawat Darurat RSKO menunjukkan bahwa jumlah
kasus kegawatdaruratan NAPZA pada Tahun 2005 sebanyak 319 kunjungan, sedangkan
pada tahun 2006 sebanyak 561 kunjungan. Dari data tersebut dapat diketahui adanya
peningkatan jumlah kunjungan kegawatdaruratan di RSKO Jakarta sebanyak 242 kunjungan
atau sebanyak 57% di tahun berikutnya. Berdasarkan hal tersebut di atas diperlukan
pengetahuan dan keterampilan bagi perawat dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan
bagi klien sehingga masalah klien dapat teratasi secara cepat dan tepat dengan prinsip do
not further harm.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang maka rumusan masalah yang didapat
adalah bagaimana cara Asuhan Keperawan pada klien dengan Kegawatdaruratan NAPZA.
1.3 Tujuan
1 Tujuan Umum
Untuk memberikan sumber informasi tentang Masalah dan Penangannan Pasien
dengan Kegawat Daruratan NAPZA kepada pembaca dan masyarakat pada umumnya.
2
Tujuan Khusus
Diharapkan setelah mempelajari materi ini kita dapat mengetahui tentang :
a
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP NAPZA
a
Pengertian NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan adiktif lainnya
adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi
tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan
fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti
memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang
digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami
peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.
c
Jenis-jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau
nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut
secara terus menerus. Contoh narkotika yang
kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997
adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi
perubahan kesadaran,
rasa
Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih
dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami
tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung
karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat
sintesis
untuk
keperluan
medis
dan
penelitian
melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006)
adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena
merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine,
ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed,
shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat
mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu.
Sedative dan
aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan
mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk.
2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.
d Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor
internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung
terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep
diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat,
dengan
mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain
itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap
bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk
melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah
rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena
kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan
emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa
enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang
6
diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan
yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat
kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
Faktor Eksternal
a
Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang
menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan
Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe
keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:
1
Keluarga
yang
memiliki
riwayat
(termasuk
orang
tua)
mengalami
ketergantungan narkoba.
2
Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian
yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara
ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat
dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua
dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan
anak itu sendiri tanpa
diberi
kesempatan
untuk
berdialog
dan
menyatakan ketidaksetujuannya.
5
Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan
yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.
atau
orang-orang
seumur
untuk
berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent
dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut
memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan
obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan
psikologis.
Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada
remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan betapa besarnya
pengaruh teman sekelompoknya, sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil
penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang
memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja memakai
NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan.
c
Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai
pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar
narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan
beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang
dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel
good saat mencoba drugs akan
dampak
yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan),
serta masyarakat, bangsa, dan negara. Bagi diri
dapat
mengakibatkan terganggunya
sendiri.
Penyalahgunaan
NAPZA
sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum.
Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba
yang
(hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena
lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
Bagi
keluarga.
suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa
malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan
anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang
meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat
atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang
sangat
tinggi
untuk
proses
kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya
barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
Bagi masyarakat, bangsa, dan negara.Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya
hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap
perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan
narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya
negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat
serta sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Penanggulangan NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai
pemulihan (rehabilitasi).
1) Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a
Menolak tegas untuk mencoba (Say no to drugs) atau Katakan tidak pada
narkoba
2) Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi
adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara
yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat
yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus
zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol
10
dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah
dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali.
Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur
atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan
kemampuan
dan
pengembangan
pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan
harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program
terapi
(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan
program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua)
11
(DepKes,
2001).
Dengan
Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat
(reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan
keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat
rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program
rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan
tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan
sesama
rekannya
maupun
personil
mengasuhnya.
merupakan keluhan
dilanjutkan,
tidak
dengan
bersifat
karena itu,
catatan
adiktif
jenis
terapi
ketika
psikofarmaka
obat psikofarmaka
yang
tepat
klien
karena
waktu
detoksifikasi
menumbuhkan kerohanian
(spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal
mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin
menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah
risiko kekambuhan
Penatalaksanaan Kegawatan
Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka walaupun tidak
dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan seperti
pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti
tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara
cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat dimulai. Berikut ini
adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan.
A = Airway Support
Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di jalan napas
klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya. Lidah merupakan penyebab
utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar
itulah lidah klien akan kehilangan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga
mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum
diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.
14
Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari), yaitu
memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang klien.Kemudian
tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan kedua jari tersebut denagn geraakan
saling mendorong sehingga rahang atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda
yang menyumbat atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan
teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang terbungkus
kassa (jika ada).
Ada dua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas, yaitu head
tilt / chin lift dan jaw trust.
Head tilt atau chin lift
Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna NAPZA tanpa cedera kepala,
leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
1
Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat denga dahi
korban).
Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu
korban.
Jaw trust
Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun teknik ini menguras
tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai untuk klien pengguna NAPZA denag
cedera tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
1
Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua sisi kepala
korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban.
Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban anak-anak,
gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut rahang.
15
Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik bibir bagian
bawah denagn kedua ibu jari.
B = Breathing Support
Bernafas adalah usaha seseorang yang dilakukan secara otomatis.Untuk menilai
secara normal dapat dilihat dari pengembangn dada dan berapa kali seseorang
bernafas dalam satu menit.Frekuensi/ jumlah pernafasan normal adalah 12-20x /
menit pada klien deawasa.
Pernafasan dikatakan tidak normal jika terdapat keadaan terdapat tanda-tanda sesak
nafas seperti peningkata frekuensi napas dalam satu menit, adanya napas
cupinghidung (cuping hidung ikut bergerak saat bernafas), adanya penggunaan otototot bantu pernapasan (otot sela iga, otot leher, otot perut), warna kebiruan pada
sekitar bibir dan ujung-ujung jari tangan, tidak ada gerakan dada, tidak ada suara
napas, tidak dirasakan hembusannapas dan klien dalam keadaan tidak sadar dan tidak
bernapas.
Breathing support atau ksiganisasidarurat adalah penilain status pernapasan klien
untuk mengetahuiapakah klienmasih dapatbernapas secara spontan atau tidak. Prinsip
dari melakukan tindakan ini adalah dengan cara melihat, mendengar dan merasakan
(Look, Listen and Feel = LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan
pernapasan.Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut dan hidung
klien.Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan napas (sesuai irama)
dari mulut dan hidung korban.Lakukan LLF dengan waktu tidak lebih dari 10 detik.
Jika terlihat pergerakan dada, terdengar suara napas dan terasa hembusan napas klien,
maka berarti klientidak menglami henti napas.masalah yang ada hanyalah penurunan
kesadaran.dalam kondisi ini, tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah
mempertahankan jalan napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga dan
memberikan posisi mantap.
Jika korban tidak bernapas, berikan 2 kali bantuan per-napasan dengan volume yang
cukup untuk dapat mengembangkan dada. Lamanya memberikan bantuan pernapasan
sampai dada mengembang adalah 1detik.Demikian halnya berlaku jika bantuan
pernapasan diberikan melalui mulut ke mulut dan mulut ke sungkup muka. Hindari
16
pemberian pernapasan yang terlalu banyak dan terlalu kuat karena akan menyebabkan
kembung (distensi abdomen) dan dapat menimbulan komplikasi pada paru-paru.
Bantuan pernapasan dari mulut ke mulut bertujuan memberikan ventilasi oksigen
kepada klien. Untuk memberikan bantuan tersebut, buka jalan napas klien, tutup
cuping hidung klien dan mulut penolong mencakup seluruh mulut klien.Berikan 1
kali pernapasan dalam waktu 1 detik.lalu penolong bernapas biasa dan berikan
pernapasan 1 kali lagi.Perhatikan adakah pengenbangan dada klien. Jika tidak terjadi
pengembangan dada, maka cara penolong tidaak tepat dalam membuka jalan napas.
Cara yang samaa dilakukan jika alat pelindung terdiri dari 2 tipe, yaitu pelindung
wajah dan sungkup wajah.Pelindung wajah berbentuk lembaran yang terbuat dari
plastic bening atau silicon yang dapat mengurangi kontak antara klien dengan
penolong.Sedangkan jika memakai sungkup wajah, maka biasanya terdapat lubang
khusus untuk memasukkan oksigen.Ketika oksigen telah tersedia, maka berikan aliran
oksigen sebanyak 10-12 liter/menit.
C = Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi dada luar yang
diberikan
pada
klien
yang
mengalami
henti
jantung.
Selain
itu
untuk
lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap dalam eksteni (kepala tengkorak). Untuk
memberikan kompresi dada yang efektif. Lakukan kompresi dengan kecepatan
100x/menit dengan kedalaman kompresi 4-5 cm. Kompresi dada harus dilakukan
selam nadi tidak teraba dan hindari penghentian kompresi yang terlalu sering. Rasio
kompresi ventilasi yang direkomendasian adalah 30:20. Rasio ini dibuat untuk
menigkatkan jumlah kompresi dada, mengurangi kejadian hiperventilasi, dan
mengurangi pemberhentian kompresi untuk melakukan ventilasi.
2. Penilaian Klinik
Penatalaksanaan intoksikasi harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan toksikologi. Beberapa keadaan klinik perlu mendapat perhatian karena
dapat mengancam nyawa seperti koma, kejang, henti jantung, henti nafas, dan syok.
3. Anamnesis
Pada keadaan emergensi, maka anamnesis kasus intoksikasi ditujukan pada tingkat
kedaruratan klien. Yang paling penting dalam anamnesis adalah mendapatkan
informasi yang penting seperti :
a
Pemeriksaan fisik
:.............................
Agama :..........................
Nama
:.............................
Pendidikan
:.........................
Umur
:.............................
Pekerjaan
:.........................
Jenis Kelamin
:.............................
Status Perkawinan:.......................
Pengkajian Keperawatan
I
Jenis
Zat
II
Anamnesa
1
Keluhan Utama
:........................
Riwayat Pemakaian
:........................
Cara Pakai
Frekwensi
Pemakaian
Terakhir
Pakai
Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Lama
pemakaian
TD:
mmHg
N :
x/menit
o
S :
C
P :
x/menit
Airway (Sumbatan)
Lidah
Darah
Sputum
Benda asing
Diagnosa Keperawatan
Aktual
Resiko bersihan
nafas tidak efektif
Tindakan keperawatan
jalan
Membersihkan
jalan
nafas
Memberikan posisi yang
nyaman
Mengajarkan cara batuk
efektif
Melakukan pengisapan
lendir
19
Breathing (pernafasan)
pola nafas
Dipsneu
Thacipneu
Bradipneu
Orthopneu
Apneu
Bunyi nafas :
Wheezing
Stridor
Irama pernafasan :
Teratur
Tidak teratur
2
Aktual
efektif
Memasang orofaringeal
tube atau gudel
Mengatur posisi tempat
tidur
Menakaji
frekuensi
irama, kedalaman suara
nafas
Mengajarkan cara nafas
yang benar
Aktual
Mengobservasi
Pengembangan paru :
Resiko gagal petukaran
perubahan warna kulit
Menurun
gas
dan mukosa mulut
Retraksi dada
Resiko gagal sirkulasi
Memonitor tanda-tanda
Pengunaan otot bantu nafas :
vital
Bahu diangkat
20
Nyeri
Aktual
Resiko
keseimbangan
cairan
Aktual
Resiko
kulit
ganguan
21
Seluruh tubuh
Memonitor tanda-tanda vital
Asites
Menghitung jumlah intake
Palpebra
dan output
Mukosa mulut :
Mengobservasi tanda-tanda
Kering
dehidrasi
Lembab
Mengobservasi tanda-tanda
BAB :
kelebihan cairan
Frekwensi .........
Memonitor tetesan infuse
Warna ..............
BAK :
Frekwensi .........
Warna ..............
Konsistensi .......
Muntah :
Frekwensi ..........
Muntah .............
Perdarahan :
Jumlah ...............
Warna ................
9 Muskulo skeletal
Resiko cidera
Mengkaji adanya twitching
Kerusakan jaringan/luka
pada kaki/tangan/wajah
Perubahan
bentuk
Memasang pengaman tempat
ekstremitas
tidur
o Fraktur
Mengistirahatkan
pasien
o Dislokasi
selama fase akut
o Luksasio
Mencegah
terjadinya
Perubahan sensorik
kerusakan jaringan dan
Perubahan motorik
terjadinya infeksi
10 Psikososial
Aktual
menciptakan
lingkungan
Kecemasan/ketakutan : Resiko gangguan psikologis :
yang baik
Sedang
menggunakan
komunikasi
cemas/takut
Berat
teraupetik
Panik
memberikan
kesempatan
Koping mekanisme :
untuk
mengungkapkan
Merusak diri
perasaan
Menarik diri/isolasi sosial
mengkaji
penyebab
Perilaku kekerasan
kecemasan atau takut
Konsep diri :
pasien
Gangguan citra tubuh
memberikan
kesempatan
Harga diri rendah
pada
pasien
utuk
Seksualitas :
bertanya/mengung- kapkan
trauma seksual
perasaannya
memonitor
kecemasan
pasien
menawarkan solusi terbaik
penyelesaian
masalah
pasien
memfiksasi pasien jika perlu
Kolaborasi
oksigen
22
antidotum
EKG
IVFD
Debridemen
Nebulizer
Tranfuse darah
Irigasi mata
Kateter
NGT
Explorasi
DC shock
Obat
Mengumbah lambung
Evaluasi :
Diagnosa Medis :
Dibuat di
:
Hari
:
Tanggal
:
Oleh
:
Tanda tangan :
Dekontaminasi
Umumnya zat atau bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap kulit, sehingga sering
dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Sedang dekontaminasi saluran cerna
ditujukan agar bahan yang tertelan akan sedikit diabsorpsi. Biasanya dapat diberikan
arang aktif, pencahar, obat perangsang muntah dan kumbah lambung.
Pemberian Antidotum
Mengingat tidak semua intoksikasi ada penawarnya, sehingga prinsip utama adalah
mengatasi sesuai dengan besarnya masalah.
23
Yang dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan prilaku abnormal
akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas toleransi tubuh.
1
Intoksikasi/Over Dosis
a
Intoksokasi Opioida
Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala penurunan
kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia
akibat overdosis), pernapasan kurang dari 12x/menit sampai henti napas, ada
riwayat pemakaian opioida (needle track sign), bicara cadel, dan gangguan atensi
atau daya ingat. Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang bermakna
secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau
retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau
segera setelah pemakaian opioid.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah:
a. Bebaskan jalan napas
b. Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan
c. Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika diperlukan
d. Pemberian antidotum Nalokson
Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 2 mg Narcan hingga
ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik
Intoksikasi Anfetamin
25
Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua
atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil,
peningkatan atau penurunan tekanan darah, banyak keringat atau kedinginan,
mual atau muntah, penurunan berat badan, agitasi atau retardasi psikomotot,
kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung,
kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma. Penatalaksanaan
adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan pemberian terapi suportife
lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll.
Intoksikasi alkohol
Intoksikasi alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala (satu atau
lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak dapat
memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau koma.
Penatalaksanaan untuk klien yang mengalami koma adalah dengan menidurkan
klien terlentang dan posisi face down untuk mencegah aspirasi, melakukan
observasi tanda vital dengan ketat tiap 15 menit,memberikan tindakan kolaboratif
dengan pemberian Thiamine 100 mg secara IV untuk profilaksis terjadinya
Wernicke Encephalopaty kemudian memberikan 50 ml Dextrose 5% secara IV
serta dengan memberikan 0,4 2 mg Naloksone bila klien memiliki riwayat atau
kemungkinan pemakaian opioida.
Dalam penatalaksanaan intoksikasi alkohol , perawat harus selalu waspada atas
perilaku klien, diantaranya adalah antipasi jika klien agresif,. Untuk itu diperlukan
sikap toleran dari perawat sehingga tidak membuat klien merasa ketakutan dan
terancam.Untuk itu harus diciptakan suasana yang tenang dan bila perlu tawarkan
klien untuk makan.Untuk mengatasi klien yang agresif, dapat diberikan sedatif
dengan dosis rendah dan jika perlu dapat diberikan Halloperidol injeksi secara IM.
Intoksikasi Kokain
Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan psikologis
misalnya euforia atau efek mendatar, perubahan dalam stabilitas, hypervigilance /
26
Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah detoksifikasi.
Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun rawat
inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda ada yang 1-2 minggu untuk
detoksifikasi konvensional dan ada yang 24-48 jam untuk detoksifikasi opioid
dalam anestesi cepat (Rapid Opiate Detoxification Treatment). Detoksifikasi
hanyalah
merupakan
langkah
awal
dalam
proses
penyembuhan
dari
penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA.
27
Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau cold
turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri diberi analgetika kuat
seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam mefenamat dan sebagainya.
Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin, Untuk mual beri
metopropamid, Untuk kolik beri spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas,
Untuk insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine.
Terapi
putus
opioida
bertahap
(gradual
withdrawal),
Dapat
diberi
Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine dimulai
dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali pemberian. Dosis
diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari. Sebaiknya dirawat inap (bila
sistole < 100 mmHg atau diastole < 70 mmHg), terapi harus dihentikan.
Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid
Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,
dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan
Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson)
lebih kurang 1 tahun.
Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap dan dapat
diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan cara : Memberikan
benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap sampai terjadi gejala
intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai
gejala putus zat hilang.
Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan karena
kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi gejala depresi
berikan anti depresi.
Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida, timbul
dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara lain : menangis
terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau minum, muntah, dehidrasi,
hidung tersumbat, demam, berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang
memadai. Selanjutnya berikan Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan
bertahap,selesai dalam 10 hari
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN NAPZA
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dalam proses keperawatan. Data yang valid dan tepat
akan menentukan langkah-langkah berikutnya. Kesalahan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada penentuan rencana keperawatan yang salah. Untuk memperoleh data yang
lengkap diperlikan keahlian wawancara dan pemeriksaan fisik khusus karena umumnya klien
cenderung manipulatif.
1
Anamesa/wawancara
Pada saat melakukan anamnesa, yang perlu dilakukan adalah mengkaji keluhan utama saat ini,
riwayat pemakaian zat, jenis zat, cara pakai zat dan dosis setiap kali pakai, frekuensi
pemakaian zat (jam/hari/minggu/bulan/dan kapan terakhir pemakaian zat tersebut digunakan.
Hal ini penting untuk menentukan anti dotum dan menentukan waktu timbul dan berakhirnya
withdrawal atau ketagihan dari masing-masing zat.
Informasi dapat dikumpulkan dari anggota keeluarga, teman, atau petugas tentang obat yang
digunakan. Tanyakan dan simpan sisa obat muntahan (jika ada) untuk pemeriksaan
toksikologi. Tanyakan juga riwayat alergi obat, riwayat shock anafilaktik dan riwayat penyakit
yang pernah sedang diderita.
29
Pemeriksaan Fisik
a
Kaji pernapasan
Periksa adanya bunyi napas, irama pengembangan paru dan pola napas. Atasi bila
kurang baik, karena pada beberapa kasus seperi pada opioida, sedatif hipnotik, dan
multi drug abuse seringkali ditemukan depresi pernapasan sampai dengan henti
napas.
c) Kaji sirkulasi
Periksa sirkulasi dengan memeriksa kulit, akral dan nadi. Atasi segera jika kulit
pucat dan andi cepat atau kecil, karena ada kemungkinan terjadi syok.
Daerah yang
diperiksa
Mata
Verbal
Motorik
Respon
Membuka mata denga spontan
Membuka mata denga instruksi
Membuak mata dengan rangsangan
Tidak ada respon
Orientasi orang, tempat dan waktu
Berbicara tapi tidak sepenuhnya dapat dimengerti
Bersuara tapi tidak dapat dimengerti
Bersuara tetapi tidak dikenal kata-katanya
Tidak ada respon
Mengikuti perintah dengan mudah
Mengenal lokasi nyeri tetapi tidak dapat mengikuti perintah
Menari dari rangsangan dengan tangan difleksikan
Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal ( deserebrasi)
Tidak ada respon
Nilai
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
e Kaji intoksikasi
30
Intoksikasi perlu dikaji untuk mengetahui adanya obat atau zat makanan, kimia, gas
karena sering ditemui kasus di IGD seringkali klien datang dengan masalah depresi
berat yang mencoba bunuh diri dengan bahan-bahan tersebut.
f
Kaji nyeri
Kaji skala nyeri, intensitas dan lokasi dimana hal tersebut sering timbul pada klien
dengan pemakaian zat jenis heroin, morfin, atau opiat
Kaji integumen
Kaji adanya neadle track atau bekas suntikan, lihat kondisi baru atau atau sudah lama
serta letak bekas suntikan tersebut.
Turgor kulit
Kaji adanya dehidrasi, mukosa mulut, muntah, dan adanya pendarahan. Atasi bila ada
gangguan keseimbangan volume cairan.
Kaji muskoloskeletal
Kaji adanya perubahan sensorik-motorik, adanya kerusakan jaringan serta perubahan
bentuk ektremitas.
Kaji psikososial
Kaji adanya kecemasan, perilaku kekerasan yang dapat mencederai diri dan orang
lain.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf pusat.
Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake dan output tidak
seimbang.
Perilku kekerasan.
Mengobservasi TTV
Kolaborasi :
Pemberian O2
Inhalasi
Observasi TTV
Atur posisi tidur klien dengan posisi nyaman (ekstensi kepala/semi fowler/fowler.
Kolaborasi :
Pemberian cairan,
Pemberian oksigen,
Intervensi :
1
Observasi TTV
Bantu klien untuk memakai pakaian yang mudah menyerap keringat serta pertahankan
agar pakaian tetap kering
Observasi turgor kulit, membran kulit dan perasaan haus yang berlebihan
Hindari pemberian makanan yang pedas, berlemak tinggi, kacang, kubis, dan susu
Kolaborasi :
d. Resiko injuri
Tujuan keperawatan : injuri tidak terjadi
Intervensi :
1
Observasi TTV
e. perilaku kekerasan
Tujuan : perilaku kekerasan tidak terjadi
Intervensi :
1
Jauhkan benda-benda taja yang dapat digunakan untuk menyakiti diri sendiri dan orang
lain
Tawarkan pada klien untuk melakukan aktifiatas yang dapat mengurangi tindakan agresif
Jelaskan pada klien kemungkiann konsekuensi yang akan diterima atas perilaku klien
konsulkan ke psikiater
3.4 Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
a
Adapun Diagnosa Keperawatan dari jenis Kegawatdaruratan Napza yang dapat muncul adalah :
1. Ancaman kehidupan
a. Gangguan keseimbangan cairan: mual, muntah berhubungan dengan pemutusan zat opioda
b. Resiko terhadap amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik
c. Resiko cidera diri berhubungan dengan intoksikasi aklkohol, sedatif, hipnotik
d. Panik berhubungan dengan putus zat alcohol
2. Intoksikasi
34
36
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan
seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan (intoksikasi/over dosis) sehingga
dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan segera.
Masalah keperawatan yang sering ditemukan pada kegawatdaruratan NAPZA diantaranya:
a
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi susunan syaraf pusat.
Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake dan output
tidak seimbang.
Perilku kekerasan.
4.2 Saran
1
Bagi Perawat
Untuk memberikan Asuhan keperawatan yang optimal bagi klien kegawatdaruratan
NAPZA.
Bagi Klien
Untuk tidak melakukan kesalahan yang kedua kali dalam penyalahgunaan NAPZA.
37
DAFTAR PUSTAKA
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric Nursing.
Philadelpia, J.B. : Lippincott Company (Chapter 8)
Shults. Y.M. 1968. Manual of Psichiatric Nursing Care Plans. Boston : Little.Brown and
Company (Chapter 20-22)
Stuart, G.W.,dan Sundeen, S.J. 1991. Pocket Guide to Psichyatric Nursing. (2nd,ed), St. Louis
Mosby Year Book (Chapter 17)
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih bahasa Yani : Achir. Edisi 3. Jakarta :
EGC
Hawari, Dadang. 2003. Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA. FKUI. Jakarta : Gaya Baru
http://maidun-gleekapay.blogspot.com/2008/07/asuhan-keperawatan-klien-dengan-sindrom.html.
Diakses pada tanggal 7 Desember 2015
38