Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Rahmat Vanadi N.
G4A014023
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
CONGESTIVE HEART FAILURE
Disusun Oleh :
Rahmat Vanadi N.
G4A014023
2016
Dokter Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular akan menjadi penyebab kematian pertama di
negara-negara berkembang, menggantikan kematian akibat penyakit infeksi. Di
Indonesia penyakit kardiovaskuler dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi sejak 1992 dan secara konsisten menjadi peringakat pertma penyebab
kematian. Saat ini salah satu penyakit kardiovaskular yang menyebabkan
kematian adalah gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi jaringan terhadap oksigen dan
nutrisi dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Kematian akibat penyakit kardiovaskuler khususnya gagal jantung adalah
27 %. Sekitar 3 - 20 per 1000 orang mengalami gagal jantung, angka kejadian
gagal jantung meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia
di atas 60 tahun. Dari hasil penelitian Framingham pada tahun 2000 menunjukkan
angka kematian dalam 5 tahun terakhir sebesar 62% pada pria dan 42% wanita,
berdasarkan data dari di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan
setiap tahunnya bertambah dengan 400.000 orang, sedangkan untuk di Indonesia
angka kejadian gagal jantung menyebab kematian nomor satu, padahal
sebelumnya menduduki peringkat ketiga. Gagal jantung dapat disebabkan oleh
beberapa factor yang dapat dihindari dan yang tidak dapat dihindari (Marantz,
2012).
Faktor-faktor penyebab gagal jantung diantaranya adalah kebiasaan
merokok, diabetes, hipertensi, kolestrol, kelebihan berat badan hingga stress. Ada
tiga faktor lainnya yang tidak bisa dihindari oleh manusia yakni faktor keturunan
dan latar belakang keluarga, faktor usia dan jenis kelamin yang banyak ditemui
pada kasus kegagalan jantung (Brunner & Suddart, 2002). Selain hipertensi,
penyebab gagal jantung adalah kelainan otot jantung, ateriosklerosis dan
peradangan pada miokardium. Hal ini didukung oleh pendapat Gray (2003),
BAB II
STATUS PENDERITA
A. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Agama
Status
Pekerjaan
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
No.CM
: Tn. A
: 70 tahun
: Laki-laki
: Karanganyar 02/RW 01 Jatilawang
: Islam
: Menikah
: Buruh tani
: 19 Januari 2016
: 20 Januari 2015
: 00974749
A. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Sesak Nafas
2. Keluhan tambahan :
Cepat lelah ketika beraktivitas, nyeri dada yang menjalar hingga ke
lengan kiri pasien, batuk berdahak, bengkak pada kedua kaki, mual, nafsu
3.
makan menurun
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS rujukan dari puskesmas Jatilawang
tanggal 19 Januari 2016 dengan keluhan sesak nafas. Keluhan dirasakan
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas hilang timbul dan
dirasakan memberat saat beraktivitas ringan serta tidur terlentang. Pasien
sering terbangun pada malam hari karena sesak nafas dan berkurang ketika
posisi duduk. Pasien juga mengaku tidur menggunakan bantal yang lebih
tebal. Selain itu, pasien mengeluhkan nyeri dada yang menjalar hingga ke
lengan kiri pasien serta mudah lelah. Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak, mengi -, bengkak di kedua kaki namun sudah berkurang, mual,
dan nafsu makan yang menurun. Satu hari sebelum masuk RS pasien
merasakan sesak semakin bertambah parah sehingga memutuskan untuk ke
IGD RS.
: diakui
: diakui
: disangkal
d. Riwayat alergi
: disangkal
e. Riwayat sakit ginjal
: disangkal
f. Riwayat penyakit jantung
: diakui
g. Riwayat sakit kuning/liver
: disangkal
h. Riwayat sakit tenggorokan/penyakit kulit: disangkal
i. Riwayat konsumsi obat-obatan
: disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama
: disangkal
b. Riwayat darah tinggi
: diakui
c. Riwayat penyakit gula
: disangkal
d. Riwayat asma
: disangkal
e. Riwayat alergi
: disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien adalah seorang ayah dari 4 orang anak. Pasien tinggal bersama
dengan istri dan keempat anaknya di lingkungan pedesaan yang cukup
padat penduduknya. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat dan baik.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah dengan keluarganya. Rumah terdiri
dari 3 kamar dan masing-masing dihuni oleh 1-2 orang. Kamar mandi
dan jamban di dalam rumah. Atapnya memakai genteng dan lantai
terbuat dari ubin.
c. Occupational
Pasien adalah seorang buruh tani.
d. Personal habit
Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih. Pasien juga
mengaku suka mengkonsumsi ikan asin dan menyukai gorengan.
Selain itu pasien suka merokok 1/2 bungkus dalam 1 hari.
e. Drugs and Diet
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan. Menu makan pasien
terdiri dari nasi dan sayur-mayur, terkadang lauk-pauk. Pasien makan
sehari 3 kali.
f. Biaya pengobatan
Palpasi
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: datar
Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi
: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (-/-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan(-), undulasi (-)
Hepar
: teraba 3 jari BACD, tepi tajam, permukaan rata
Lien
: tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan
Ekstremitas
superior
Dextra
Edema (pitting)
Sianosis
Kuku
kuning (ikterik)
Akral dingin
Reflek fisiologis
Bicep/tricep
Patela
Reflek patologis
Reflek babinsky
Sensoris
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Ekstremitas
Sinistra
-
inferior
Dextra
+
-
Sinistra
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
D=S
D=S
D=S
D=S
Darah lengkap
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Pemeriksaan EKG
Jenis Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Ht
Eritrosit
Trombosit
Na
K
Cl
Hasil
13,0
5290 /ul
39 %
4,7
416.000
182
3.0
87
gr/dL
/ul
%
x 106 /ul
/ul
gr/dL
gr/dL
gr/dL
Ket.
(N)
(N)
(L)
(N)
(L)
(H)
(L)
(L)
Rontgen Thoraks
Gambar 2
Hasil Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Kesan :
Bronchitis
Cardiomegali (LV)
D. RESUME
1. Anamnesis
a. Keluhan utama sesak nafas
b. Sesak nafas dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
nafas hilang timbul dan dirasakan memberat saat beraktivitas ringan
serta tidur terlentang sehingga sering terbangun pada malam hari.
Sesak berkurang ketika posisi duduk dan menggunakan bantal yang
lebih tebal. Terdapat nyeri dada yang menjalar hingga ke lengan kiri
pasien, batuk berdahak, mudah lelah dan bengkak di kedua kaki.
c. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan sakit jantung
d. Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih. Pasien juga
menyukai gorengan dan ikan asin. Selain itu pasien suka merokok 1/2
bungkus dalam 1 hari
2. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
Status generalis
Mata
palpebra (-/-)
Mulut
: bibir sianosis (-)
Status lokalis
Paru
Inspeksi
: dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan kiri. Kelainan bentuk
dada (-), retraksi intercostalis (-).
Palpasi
: vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi
: selurus lapang paru sonor
Auskultasi
: suaradasar vesikuler +/+, RBH+/+, RBK-/-,
Wheezing-/Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: supel, undulasi (-), NT (-)
Ekstremitas
Pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas
superior
Dextra
inferior
Dextra
Sinistra
Sinistra
Edema (pitting)
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : normal
Hematokrit : menurun
Eritrosit
: normal
Trombosit : normal
Natrium
: meningkat
Kalium
: menurun
Clorida
: menurun
E. DIAGNOSIS KERJA
Congestive Heart Failure
Diagnosis Etiologi
: Hipertensi
Diagnosis Anatomi
: LVH
Diagnosis fungsional
: NYHA 3
F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi :
a. O2 4 lpm NK
b. IVFD RL 10 tpm
c. Inj. Furosemid 2x1 Amp
d. P.O Digoxin 1x 1/2 tab
e. Spironolakton 1x 25 mg
f. P.O Terasma 3x1 Cth
2. Non farmakologi :
a. Istirahat, dianjurkan tirah baring.
b. Batasi asupan natrium dengan menggunakan garam secukupnya dalam
makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.
c. Diet protein
d. Merokok harus dihentikan
e. Aktivitas fisik : olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil dengan intensitas
yang nyaman bagi pasien aktivitas fisik berpengaruh pada peningkatan
bebas jantung dan meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap oksigen.
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat lagi
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih dalam keadaan normal. Dengan kata lain, gagal
jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(forward failure) atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure) atau keduanya (Sudoyo,
2006). Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan kegagalan pada
jantung kiri dan jantung kanan (Hauser et al., 2005).
B. Etiologi
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan
curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal
jantung dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
hal
klasifikasi
fungsional,
NYHA
Kelas II
Kelas III
k
Adanya
pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkuran
g
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari
Kelas IV
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward
failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam
jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel
pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan
akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin
mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung (Brainwauld,
2009)..
D. Patofisiologi
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai
terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut
mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal
akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan
pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah
metabolismenya
rendah
misal
kulit
dan
ginjal
untuk
II
juga
menghasilkan
efek
vasokonstriksi
yang
Gejala Lainnya
Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala
gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang
dihubungkan dengan nyeri abdominal dan kembung adalah gejala
yang sering ditemukan, dan bisa jadi berhubungan dengan edema dari
dinding usus dan/atau kongesti hati. Kongesti dari hati dan pelebaran
kapsula hati dapat mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas.
Gejela serebral seperti kebingungan, disorientasi, gangguan tidur dan
emosi dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama
pada pasien lanjut usia dengan arteriosklerosis serebral dan
berkurangnya perfusi serebral. Nocturia juga umum ditemukan dan
dapat memperberat keluhan insomnia.
Kriteria Mayor:
Rales paru
Kardiomegali
S3 gallop
Hepatojugular reflux
Kriteria Minor:
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam
mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah
untuk membantu menentukan apa penyebab gagal jantung dan juga untuk
mengevaluasi beratnya sindroma gagal jantung. Memperoleh informasi
tambahan mengenai profil hemodinamik, sebagai respon terhadap terapi
dan menentukan prognosis adalah tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik
(Borlaug, 2011).
a. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak
memiliki keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar
selama lebih dari beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung
yang lebih berat, pasien bisa memiliki upaya nafas yang berat dan bisa
mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem
limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul
sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya
adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada
pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura
paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular
failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka
kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri
(Kelder, 2011).
d. Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat
memberikan informasi yang berguna mengenai beratnya gagal
jantung. Jika terdapat kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus
cordis) biasanya tergeser kebawah intercostal space (ICS) ke V, dan
kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri
yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba lebih lama
(kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk
mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien,
bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex (Kelder,
2011).
Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan
mengalami hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih
lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right ventricular
heave).Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien
dengan volume overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea,
dan seringkali menunjukkan kompensasi hemodinamik yang berat.
Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal jantung, tapi
biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur
regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung yang lanjut (Dickstein, 2008).
e. Pemeriksaan Abdomen dan Ekstremitas
akibat
kongesti
(bendungan)
hepar
dan
hipoksia
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringansedang, namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat
ketika dosis obat ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal,
tapi penggunaan diuretik kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik
dapat mengakibatkan hipokalemia. Derajat hiponatremia juga
merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini dikarenakan kadar
natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya aktivasi sistem
renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu, rektriksi
garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat
mengakibatkan hiponatremia. Gangguan elektrolit lainnya termasuk
hipofasfatemia, hipomagnesemia, dan hiperurisemia (Borlaug, 2011).
Anemia
dapat
memperburuk
gagal
jantung
karena
akan
(AST/SGOT)
(ALT/SGPT)
dapat
memanjang,
dan
meningkat,
pada
dan
alanine
protrombin
sebagian
kecil
aminotransferase
time
kasus
(PT)
dapat
dapat
terjadi
b. Foto Thorax
Pemeriksaan Chest X-Ray (CXR) sudah lama digunakan dibidang
kardiologi, selain menilai ukuran dan bentuk jantung, struktur dan
perfusi dari paru dapat dievaluasi. Kardiomegali dapat dinilai melalui
CXR, cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika
ukuran jantung lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah
menjadi parameter penting pada follow-up pasien dengan gagal
jantung. Bentuk dari jantung menurut CXR dapat dibagi menjadi
ventrikel yang mengalami pressure-overload atau volume-overload,
dilatasi dari atrium kiri dan dilatasi dari aorta asenden (Borlaug,
2011).
Pasien dengan gagal jantung akut dapat ditemukan memiliki
gambaran hipertensi pulmonal dan/atau edema paru intersitial,
sementara pasien dengan gagal jantung kronik tidak memilikinya.
Kongesti paru pada CXR ditandai dengan adanya Kerley-lines, yaitu
gambaran opak linear seperti garis pada lobus bawah paru, yang
timbul akibat meningkatnya kepadatan pada daerah interlobular
intersitial akibat adanya edema. Edema intersitial dan perivaskular
terjadi pada dasar paru karena tekanan hidrostatik di daerah tersebut
lebih tinggi. Temuan tersebut umumnya tidak ditemukan pada pasien
gagal jantung kronis, hal ini dikarenakan pada gagal jantung kronis
telah terjadi adaptasi sehingga meningkatkan kemampuan sistem
limfatik untuk membuang kelebihan cairan interstitial dan/atau paru.
Hal ini konsisten dengan temuan tidak adanya ronkhi pada
kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan arteri
pulmonal sudah meningkat. Keberadaan dan beratnya effusi pleura
juga merupakan informasi penting dalam evaluasi pasien dengan gagal
jantung, dan terbaik dinilai melalui CXR dan CT-scan.
c. Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk
setiap pasien yang dicurigai gagal jantung.1 Dampak diagnostik
elektrokardiogram (ECG) untuk gagal jantung cukup rendah, namun
Left-ventricular
ejection
fraction
(LVEF),
beratnya
F. Penatalaksanaan
Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih
bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
b.
Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain,
digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
1) Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan
paling sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat
digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik,
dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau
kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat kalium,
spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi
mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas
fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
2) Penghambat
ACE
bermanfaat
untuk
menekan
aktivitas
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Diagnosis pasien Tn. AD, usia 78 tahun adalah Congestif Heart Failure.
2.
3.
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Borlaug BA, Paulus WJ. Heart failure with preserved ejection fraction:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. Eur Heart J 2011;32:670679.
Brainwauld, E. (2009). Heart Failure and cor pulmonale. Dalam H. L. Kasper,
Horrison's Principal Internal Medicine (hal. 216-230). New York:
McGrewHill.
Craig R, Mindell J. Survei Kesehatan untuk Inggris, 2006. Volume 1, Penyakit
kardiovaskular dan faktor risiko pada orang dewasa. Tersedia di
http://www.ic.nhs.uk/pubs/hse06cvdandriskfactors [diakses 14/07/2010].
Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P, PooleESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2008: the Task Force for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008 of the European Society of Cardiology. Developed
in collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and
endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur
J Heart Fail 2008; 10:933989.
Donald; Mercedes; Bruce; Todd. (2010). Heart Disease. AIHA , 165, 121-128.
Fonseca C. Diagnosis of heart failure in primary care. Heart Fail Rev 2006;11:95
107.
Hauser K, Longo B, Jameson F. 2005. Harrisons principle of internal medicine.
Ed XVI.
Kelder JC, Cramer MJ, van Wijngaarden J, van Tooren R, Mosterd A, Moons KG,
Lammers JW, Cowie MR, Grobbee DE, Hoes AW. The diagnostic value of
physical examination and additional testing in primary care patients with
suspected heart failure. Circulation 2011;124:28652873.
McMurray, J. J. (2002). Systolic Heart Failure. NEJM , 362, 228-228.
P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic
function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria.
Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from :
http://circ.ahajournals.org
Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV, Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta