You are on page 1of 23

TUGAS SISTEM IMUN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV


DISUSUN OLEH
1.

MICI F SIAHAYA

2.
3.

IMELDA
LISA OLVIANTI S WANINDI

4.

HARIYANTI

5.

MERLYN J SURLIA

6.

FERIZAL

7.
8.
9.
10.
11.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan penyakit HIV
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas ilmu pengetahuan system imun . Dalam penyusunan makalah ini, penulis
menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan
tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari semua
anggota kelompok II.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan
baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Makassar, Oktober 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
2

Kata pengantar...........................................................................
Daftar isi ....................................................................................
A. Konsep Medis HIV
1. Pengertian.............................................................................
2. Etiologi .................................................................................
3. Manifestatsi klinik..................................................................
4. patofisiologi ..........................................................................
5. Pemeriksaan diagnostic.........................................................
6. Pencegahan .........................................................................
7. penatalaksanaan medis..........................................................

B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian .............................................................................
2.diagnosa keperawatan ............................................................
3. Intervensi...............................................................................
4. implementasi ........................................................................
Daftar Pustaka

A. KONSEP MEDIS HIV


1. Pengertian
Penemuan kasus HIV/AIDS pertama kali terjadi sekitar 1981 oleh ahli kesehatan
di Kota Los Angeles, Amerika Serikat, ketika sedang melakukan sebuah penelitian kasus
seri terhadap empat pemuda/mahasiswa. Di dalam tubuh ke-empat pemuda tadi
ditemukan penyakit pneumonia (Pneumonic Carinii) yang disertai dengan penurunan
kekebalan tubuh (imunitas). Dari hasil penelitian, para ahli kesehatan menemukan jalan
untuk penemuan penyakit AIDS. Virus HIV sendiri baru diketahui sekitar 1983 oleh Lug
Montaigneur -seorang ahli mikrobiologi Perancis. Pada 1984, mikrobiolog asal Amerika
Serikat, Robert Gallo mengumumkan pula penemuan yang sama.
Di Indonesia penemuan kasus HIV/AIDS diperkirakan baru diketahui pada 1987,
yaitu pada seorang turis asal BelandaAIDS (Aquired Immune Defisiensi Syndrom)
adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara
bertahap yang disebabkan oleh infeksi kuman Human Immunodeficiensy Virus (HIV).
Penyakit ini biasanya dicirikan dengan timbulnya penyakit infeksi, bakteri, jamur,
parasit, dan virus yang bersifat oppurtunistik atau keganasan seperti sarkoma kaposi dan
limfoma primer diotak. Dengan adanya penyakit-penyakit tersebut, meskipun hasil
pemeriksaan laboratorium untuk infeksi HIV belum dilakukan atau tidak dapat diambil
kesimpulan. Akan tetapi diagnosis AIDS tetap dapat ditegakan.

HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan


virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah
dalam melawan infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu
menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi
virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik
dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala
penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus).
(Aziz Alimul Hidayat, 2006).

AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus yang menyebabkan
kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiensy Virus, dan ditularkan
melalui tiga cara :

Melalui hubungan seks yang tidak terlindung ( anal, oral, vaginal ) dengan
pengidap HIV.

Melalui transfusi darah atau menggunakan jarum suntik secara bergantian.

Melaui ibu hamil pengidap HIV pada bayi yang dilahirkan.

HIV tidak ditularkan dengan berjabat tangan, sentuhan , ciuman, pelukan,


peralatan makan, gigitan nyamuk, penggunaan jamban atau tinggal serumah.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.

C. Manifestasi Klinis
Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali, karena seringkali mirip penyakit
ringan sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang
dalam enam minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa
demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di

bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Setelah terinfeksi HIV biasanya tidak ada gejala
dalam waktu 5-10 tahun. Kemudian AIDS mulai berkembang dan menunjukkan gejala
sbb :

D.

Kehilangan berat badan secara drastic.

Pembengkakan pada leher dan atau ketiak.

Batuk terus menerus.

Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan

Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis

Dimensia/HIV ensefalopati

Patofisiologi

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS


diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam
hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke
dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembang biak dan pada
akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel
virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+
atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan
mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag
dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel
ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T
penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Pada beberapa bulan pertama

setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulanbulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak
partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan,
jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan
pada setiap penderita. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi
limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk
melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak
membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Setelah
virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum
titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut periode jendela (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 120 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif
(fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri :
2012).

E. Pemeriksaan Diagnostik
JDL: anemia dan tombositopenia idiopatik.
DSP: leukopenia mungkin ada; pergeseran diferensial ke kiri menunjukkan proses
infeksi (PCP); bergeser ke kanan dapat terlihat. Pada infeksi tertentu jumlah sel-T
rendah, atau tumor sel-T, tak ada pergeseran juga dapat terjadi.
TB: untuk menentukan pemajanan dan atau penyakit aktif (harus diberikan dengan
panel anergi untuk menentukan hasil negatif-palsu pada respon defisiensi imun).
Pada pasien AIDS, 100 % akan memiliki mikobakterium TB positif pada kehidupan
mereka bila terjadi kontak.
Serologis:
-

Tes antibodi serum: skrining HIV dengan ELISA. Hasil tes positif mungkin akan
mengindikasikan adanya HIV tetapi bukan merupakan diagnosa.
7

Tes blot western: mengkonfirmasikan dignosa HIV.

Sel T-limfosit: penurunan jumlah total.

Sel T4-helper(indikator sistem imun yang menjadi media banyak proses sistem
imun dan menandai sel B untuk menghasilkan antibodi terhadap bakteri asing):
jumlah yang kurang dari 200 mengindikasikan respons defisiensi imun hebat.

T8 (sel supresor sitopatik): rasio terbalik (2:1 atau lebih besar) dari sel supresor
pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun.

P24 (protein pembungkus HIV): penimgkatan nilai kuantitatif protein ini dapat
mengindikasikan progresi infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada stadium
awal dari infeksi HIV).

Kadar Ig: umumnya meningkat, terutama IgG dan IgA dengan IgM yang normal
ataupun mendekati normal (indikator kemampuan tubuh untuk menunjukkan bila
proses penularan telah lengkap tetapi umumnya digunakan karena faktor-faktor
lain dapat mengubahnya, misal polutan lingkungan.

Reaksi rantai polimerase: mendeteksi adanya DNA virus dalam jumlah yang
sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

Tes PHS: pembungkus hepatitis B dan inti antibodi, sifilis, CMV mungkin positif.
Budaya: histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spinal, luka,
sputum, dan sekresi mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan
infeksi, beberapa yang paling umum diidentifikasi sebagai berikut:
- Infeksi parasit dan protozoa: PCP kriptosporidiosis, toksoplasmosis.
- Infeksi jamur: candida albicans (kandidiasis), cryptococcus neoformans
(kriptokokosis); histoplasma capsulatum (histoplasmosis).
- Infeksi bakteri: micobacterium avium-intercellulare, TB mikobakterial millier,
shigella (sigelosis), salmonella (salmonellosis).
- Infeksi viral: CMV, herpes simpleks, herpes zoster.
Pemeriksaan neurologis, misal; EEG, MRI, CT Scan otak: EMG/pemeriksaan
konduksi saraf: diindikasikan untuk perubahan mental, demam yang tidak diketahui
asalnya dan atau perubahan fungsi sensori motor.
Sinar X dada: mungkin normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan
infiltrasi intersitial dari PCP tahap lanjut (penyakit yang paling umum terjadi)
ataupun komplikasi pulmonal lainnya.
Tes fungsi pulmonal: digunakan pada deteksi awal pneumonia intersitial.
Skan gallium: ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dn bentuk-bentuk
pneumonia lainnya.
8

Biopsis: mungkin dilakukan untuk diagnosa yang berbeda bagi KS ataupun diduga
adanya kerusakan pada paru-paru.
Menelan barium, endoskopi, kolonskopi: mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan infeksi (misal candida, CMV) atau menentukan tahap KS pada sistem
GI.

F. Pencegahan
o

Anda jauhi seks, dalam arti anda sama sekali tidak melakukan hubungan seks. Cara
ini tentu saja yang paling aman.

Bersikap saling setia bagi yang punya pasangan tetap, jadi hanya melakukan
hubungan seks dengan pasangannya.

Cegah pakai kondom bagi mereka yang tidak bias menjalankan A atau cara B

g. Penatalaksanaan medis
1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
b.

perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3

c.

Terapi Antiviral Baru


Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi

virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :


Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Aktivitas / Istirahat
Gejala

Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,


progresi kelelahan/malaise.

Tanda

Perubahan tidur.
Kelemahan otot, menurunnya massa otot.
Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam tekanan
darah, frekuensi jantung, pernapasan.

Sirkulasi
Gejala

Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia); perdarahan lama

Tanda

pada cedera (jarang terjadi).


Takikardi, perubahan tekanan darah postural.
Menurunnya volume nadi perifer.
Pucat atau sianosis; perpanjangan pengisian kapiler.

Integritas Ego

10

Gejala

Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan misalnya; dukungan


keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup
tertentu, dan distres spiritual.
Mengkuatirkan penampilan: alopesia, lesi, cacat dan menurunnya berat
badan.
Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna,

Tanda

rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi.


Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.
Prilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata
yang kurang.
Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala
yang sama.

Eliminasi
Gejala

Diare yang inetrmiten, terus menerus, seiring dengan atau tanpa


disertai kram abdominal.

Tanda

Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.


Feses encer dengan atau tanpadisertai mukus atau darah.
Diare pekat yang sering.
Nyeri tekan abdominal.
Lesi atau abses rektal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.

Makanan / Cairan
Gejala

Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan,


mual/muntah.

Tanda

Disfagia, nyeri retrosternal sat menelan.


Dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif.
Penurunan berat badan: perawakan kurus, menurunnya lemak
subkutan/massa otot.
Turgor kulit buruk.
Lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna.
Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
Edema (umum, dependen).

Higiene

11

Gejala
Tanda

Tidak dapat menyelesaikan aktivitas kegiatan sehari hari.


Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas
perawatan diri.

Neurosensori
Gejala

Pusing/pening, sakit kepala.


Perubahan status mental, kehilangan ketajaman atau kemampuan diri
untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat, dan konsentrasi
menurun.
Kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran.
Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan.
Kebas, kesemutan pada ekstremitas (kaki tampak menunjukkan

Tanda

perubahan paling awal).


Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai
demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor/respon melambat.
Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak
realistis.
Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia.
Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis;
hemiparesis, kejang.
Hemoragi retina dan eksudat

Nyeri / Kenyamanan
Gejala

Nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki.


Sakit kepala (keterlibatan SSP).

Tanda

Nyeri dada pleuritis.


Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang.
Gerak otot melindungi bagian yang sakit.

Pernapasan
Gejala

Infeksi saluran kemih sering, menetap.

12

Napas pendek yang progresif.


Batuk (mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif
(tanda awal dari adanya PCP mungkin batuk sapsmodik saat napas
dalam.
Tanda

Bendungan atau sesak pada dada.


Takipnea, distres pernapasan.
Perubahan pada bunyi napas/bunyi napas adventisius.
Sputum: kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum).

Keamanan
Gejala

Riwayat

jatuh,

terbakar,

pingsan,

luka

yang

lambat

proses

penyembuhannya.
Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang (misal;
hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis).
Riwayat defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Riwayat/berulangnya infeksi dengan PHS.
Demam
Tanda

berulang;

suhu

rendah,

peningkatan

suhu

intermiten/memuncak; berkeringat malam.


Perubahan integritas kulit: terpotong, ruam, misal; ekzema, eksantem,
psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/warna mola; mudah
terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Rektum, luka-luka perianal atau abses.
Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area tubuh
atau lebih (misal; leher, ketiak, paha).
Menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahn pada gaya
berjalan.

Seksualitas
Gejala

Riwayat perilaku berisiko tinggi yakni mengadakan hubungan seksual


dengan pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multipel,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal.
Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.
Penggunaan kondom yang tidak konsisten.
Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadp virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena

13

Tanda

peningkatan kekeringan/friabilitas vagina).


Kehamilan atau risiko terhadap hamil.
Genitalia: manifestasi kulit (misal: herpes, kutil); rabas.

Interaksi Sosial
Gejala

Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, misalnya: kehilangan


kerabat/orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangn
pendapatan.
Isolasi, kesepian, temn dekat ataupu pasangan seksual yang meninggal
karena AIDS.
Mempertanyakan kemampun untuk tetap mandiri, tidak mampu

Tanda

membuat rencana.
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat.
Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala

Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku


berisiko tinggi (misal; seksual ataupun penggunaan obatobatan IV).
Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, saat ini merokok,

Pertimbangan
rencan
pemulangan

penyalahgunaan alkohol.
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 10,2 hari.
Memerlukan

bantuan

keuangan,

obat-obatan/tindakan,

perawatan kulit/luka, peralatan/bahan, transportasi, belanja


makanan dan persiapan; perawatan diri, prosedur keperawatan
teknis, tugas perawatan/pemeliharaa rumah, perawatan anak;
perubahan fasilitas hidup.

14

2. Dignosa Keperawatan

1.

nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan

ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot,


ataksia, lemah otot dan gelisah.
2.

perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh

dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan


berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus
hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
berat
4. resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot
pernafasan)
5. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah
atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas
sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk
berkonsentrasi.

6. Intervensi Keperawatan

Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges,


1999) adalah
1.

Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/

kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut


nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.

15

Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah


rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji keluhan nyeri, perhatikan

RASIONAL
Mengindikasikan kebutuhan untuk

lokasi, intensitas, frekuensi dan

intervensi dan juga tanda-tanda

waktu. Tandai gejala nonverbal

perkembangan komplikasi.

misalnya gelisah, takikardia,


meringis.
Instruksikan pasien untuk

Meningkatkan relaksasi dan perasaan

menggunakan visualisasi atau

sehat.

imajinasi, relaksasi progresif,


teknik nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan

Dapat mengurangi ansietas dan rasa


sakit, sehingga persepsi akan intensitas

Berikan analgesik atau

rasa sakit.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak

antipiretik narkotik. Gunakan

nyaman, mengurangi demam. Obat

ADP (analgesic yang dikontrol

yang dikontrol pasien berdasar waktu

pasien) untuk memberikan

24 jam dapat mempertahankan kadar

analgesia 24 jam.

analgesia darah tetap stabil, mencegah


kekurangan atau kelebihan obat-

Lakukan tindakan paliatif misal


pengubahan posisi, masase,
rentang gerak pada sendi yang
sakit.
2.

Diagnosis keperawatan

obatan.
Meningkatkan relaksasi atau
menurunkan tegangan otot.

: perubahan nutrisi yang kurang dari

kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan

16

penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus
hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan

: mempertahankan berat badan atau

memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang


diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari
tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
INTERIVENSI KEPERAWATAN
Kaji kemampuan untuk

RASIONAL
Lesi mulut, tenggorok dan

mengunyah, perasakan dan

esophagus dapat

menelan.

menyebabkan disfagia,
penurunan kemampuan
pasien untuk mengolah
makanan dan mengurangi

Auskultasi bising usus

keinginan untuk makan.


Hopermotilitas saluran
intestinal umum terjadi dan
dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihan diet

Rencanakan diet dengan orang

atau cara makan.


Melibatkan orang terdekat

terdekat, jika memungkinakan

dalam rencana member

sarankan makanan dari rumah.

perasaan control lingkungan

Sediakan makanan yang sedikit

dan mungkin meningkatkan

tapi sering berupa makanan

pemasukan. Memenuhi

padat nutrisi, tidak bersifat

kebutuhan akan makanan

17

asam dan juga minuman

nonistitusional mungkin juga

dengan pilihan yang disukai

meningkatkan pemasukan.

pasien. Dorong konsumsi


makanan berkalori tinggi yang
dapat merangsang nafsu
makan
Batasi makanan yang

Rasa sakit pada mulut atau

menyebabkan mual atau

ketakutan akan mengiritasi

muntah. Hindari

lesi pada mulut mungkin akan

menghidangkan makanan yang

menyebabakan pasien enggan

panas dan yang susah untuk

untuk makan. Tindakan ini

ditelan

akan berguna untuk


meningkatakan pemasukan

Tinjau ulang pemerikasaan

makanan.
Mengindikasikan status nutrisi

laboratorium, misal BUN,

dan fungsi organ, dan

Glukosa, fungsi hepar,

mengidentifikasi kebutuhan

elektrolit, protein, dan

pengganti.

albumin.
Berikan obat anti emetic

Mengurangi insiden muntah

misalnya metoklopramid.

dan meningkatkan fungsi


gaster

3.

Diagnosa keperawatan

: resiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan diare berat

18

Hasil yang diharapkan

: mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh

membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik,


keluaran urine adekuat secara pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN
Pantau pemasukan oral dan

RASIONAL
Mempertahankan keseimbangan

pemasukan cairan sedikitnya 2.500

cairan, mengurangi rasa haus dan

ml/hari.
Buat cairan mudah diberikan pada

melembabkan membrane mukosa.


Meningkatkan pemasukan cairan

pasien; gunakan cairan yang mudah

tertentu mungkin terlalu

ditoleransi oleh pasien dan yang

menimbulkan nyeri untuk

menggantikan elektrolit yang

dikomsumsi karena lesi pada mulut.

dibutuhkan, misalnya Gatorade.


Kaji turgor kulit, membrane mukosa

Indicator tidak langsung dari status

dan rasa haus.


Hilangakan makanan yang potensial

cairan.
Mungkin dapat mengurangi diare

menyebabkan diare, yakni yang


pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan
berselang jika dibutuhkan
Nerikan obat-obatan anti diare

Menurunkan jumlah dan keenceran

misalnya ddifenoksilat (lomotil),

feses, mungkin mengurangi kejang

loperamid Imodium, paregoric.


usus dan peristaltis.
4. Diagnosa keperawatan
: resiko tinggi pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler
(melemahnya otot-otot pernafasan)

19

Hasil yang diharapkan

: mempertahankan pola nafas efektif dan tidak

mengalami sesak nafas.


INTERVENSI KEPERAWATAN
Auskultasi bunyi nafas, tandai

RASIONAL
Memperkirakan adanya

daerah paru yang mengalami

perkembangan komplikasi atau

penurunan, atau kehilangan ventilasi,

infeksi pernafasan, misalnya

dan munculnya bunyi adventisius.

pneumoni,

Misalnya krekels, mengi, ronki.


Catat kecepatan pernafasan, sianosis,

Takipnea, sianosis, tidak dapat

peningkatan kerja pernafasan dan

beristirahat, dan peningkatan

munculnya dispnea, ansietas

nafas, menuncukkan kesulitan


pernafasan dan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan pengawasan

Tinggikan kepala tempat tidur.

atau intervensi medis


Meningkatkan fungsi pernafasan

Usahakan pasien untuk berbalik,

yang optimal dan mengurangi

batuk, menarik nafas sesuai

aspirasi atau infeksi yang

kebutuhan.
Berikan tambahan O2 Yng

ditimbulkan karena atelektasis.


Mempertahankan oksigenasi

dilembabkan melalui cara yang sesuai efektif untuk mencegah atau


misalnya kanula, masker, inkubasi

memperbaiki krisis pernafasan

atau ventilasi mekanis


5.

Diagnose keperawatan

: Intoleransi aktovitas berhubungan dengan

penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang


tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan

20

rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk


berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan
berpartisipasi

dalam

melaporkan

aktivitas

yang

peningkatan

diinginkan

dalam

energy,
tingkat

kemampuannya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji pola tidur dan catat perunahan

RASIONAL
Berbagai factor dapat meningkatkan

dalam proses berpikir atau

kelelahan, termasuk kurang tidur,

berperilaku

tekanan emosi, dan efeksamping

Rencanakan perawatan untuk

obat-obatan
Periode istirahat yang sering sangat

menyediakan fase istirahat. Atur

yang dibutuhkan dalam

aktifitas pada waktu pasien sangat

memperbaiki atau menghemat

berenergi

energi. Perencanaan akan membuat


pasien menjadi aktif saat energy
lebih tinggi, sehingga dapat
memperbaiki perasaan sehat dan

Dorong pasien untuk melakukan

control diri.
Memungkinkan penghematan

apapun yang mungkin, misalnya

energy, peningkatan stamina, dan

perawatan diri, duduk dikursi,

mengijinkan pasien untuk lebih aktif

berjalan, pergi makan

tanpa menyebabkan kepenatan dan

Pantau respon psikologis terhadap

rasa frustasi.
Toleransi bervariasi tergantung pada

aktifitas, misal perubahan TD,

status proses penyakit, status nutrisi,

frekuensi pernafasan atau jantung

keseimbangan cairan, dan tipe


penyakit.

21

Rujuk pada terapi fisik atau okupasi

Latihan setiap hari terprogram dan


aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan tonus
otot

E. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :


-

keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau


beristirahat secara adekuat.

mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan


berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,
mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tandatanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab,


turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara
pribadi.

mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.


melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan dalam tingkat kemampuannya.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes M.E. (1999). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 833,
838, 840, 841, 843, 844, 846, 847, 848, 849, 850, 852, 854, 855, 856.

22

Price S. A. & Wilson L. M. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 200-223.
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart.
Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1715, 1716, 1718.

23

You might also like