Professional Documents
Culture Documents
MICI F SIAHAYA
2.
3.
IMELDA
LISA OLVIANTI S WANINDI
4.
HARIYANTI
5.
MERLYN J SURLIA
6.
FERIZAL
7.
8.
9.
10.
11.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan penyakit HIV
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas ilmu pengetahuan system imun . Dalam penyusunan makalah ini, penulis
menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan
tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari semua
anggota kelompok II.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan
baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan
yang berhubungan dengan judul makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
2
Kata pengantar...........................................................................
Daftar isi ....................................................................................
A. Konsep Medis HIV
1. Pengertian.............................................................................
2. Etiologi .................................................................................
3. Manifestatsi klinik..................................................................
4. patofisiologi ..........................................................................
5. Pemeriksaan diagnostic.........................................................
6. Pencegahan .........................................................................
7. penatalaksanaan medis..........................................................
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian .............................................................................
2.diagnosa keperawatan ............................................................
3. Intervensi...............................................................................
4. implementasi ........................................................................
Daftar Pustaka
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus yang menyebabkan
kekurangan imun. HIV merupakan penyebab dasar AIDS.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiensy Virus, dan ditularkan
melalui tiga cara :
Melalui hubungan seks yang tidak terlindung ( anal, oral, vaginal ) dengan
pengidap HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
C. Manifestasi Klinis
Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali, karena seringkali mirip penyakit
ringan sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang
dalam enam minggu pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa
demam, rasa letih, sakit sendi, skait menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di
bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Setelah terinfeksi HIV biasanya tidak ada gejala
dalam waktu 5-10 tahun. Kemudian AIDS mulai berkembang dan menunjukkan gejala
sbb :
D.
Dimensia/HIV ensefalopati
Patofisiologi
setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulanbulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak
partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan
virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan,
jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan
pada setiap penderita. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi
limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
produksi antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk
melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak
membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Setelah
virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum
titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut periode jendela (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 120 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif
(fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri :
2012).
E. Pemeriksaan Diagnostik
JDL: anemia dan tombositopenia idiopatik.
DSP: leukopenia mungkin ada; pergeseran diferensial ke kiri menunjukkan proses
infeksi (PCP); bergeser ke kanan dapat terlihat. Pada infeksi tertentu jumlah sel-T
rendah, atau tumor sel-T, tak ada pergeseran juga dapat terjadi.
TB: untuk menentukan pemajanan dan atau penyakit aktif (harus diberikan dengan
panel anergi untuk menentukan hasil negatif-palsu pada respon defisiensi imun).
Pada pasien AIDS, 100 % akan memiliki mikobakterium TB positif pada kehidupan
mereka bila terjadi kontak.
Serologis:
-
Tes antibodi serum: skrining HIV dengan ELISA. Hasil tes positif mungkin akan
mengindikasikan adanya HIV tetapi bukan merupakan diagnosa.
7
Sel T4-helper(indikator sistem imun yang menjadi media banyak proses sistem
imun dan menandai sel B untuk menghasilkan antibodi terhadap bakteri asing):
jumlah yang kurang dari 200 mengindikasikan respons defisiensi imun hebat.
T8 (sel supresor sitopatik): rasio terbalik (2:1 atau lebih besar) dari sel supresor
pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun.
P24 (protein pembungkus HIV): penimgkatan nilai kuantitatif protein ini dapat
mengindikasikan progresi infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada stadium
awal dari infeksi HIV).
Kadar Ig: umumnya meningkat, terutama IgG dan IgA dengan IgM yang normal
ataupun mendekati normal (indikator kemampuan tubuh untuk menunjukkan bila
proses penularan telah lengkap tetapi umumnya digunakan karena faktor-faktor
lain dapat mengubahnya, misal polutan lingkungan.
Reaksi rantai polimerase: mendeteksi adanya DNA virus dalam jumlah yang
sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
Tes PHS: pembungkus hepatitis B dan inti antibodi, sifilis, CMV mungkin positif.
Budaya: histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spinal, luka,
sputum, dan sekresi mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan
infeksi, beberapa yang paling umum diidentifikasi sebagai berikut:
- Infeksi parasit dan protozoa: PCP kriptosporidiosis, toksoplasmosis.
- Infeksi jamur: candida albicans (kandidiasis), cryptococcus neoformans
(kriptokokosis); histoplasma capsulatum (histoplasmosis).
- Infeksi bakteri: micobacterium avium-intercellulare, TB mikobakterial millier,
shigella (sigelosis), salmonella (salmonellosis).
- Infeksi viral: CMV, herpes simpleks, herpes zoster.
Pemeriksaan neurologis, misal; EEG, MRI, CT Scan otak: EMG/pemeriksaan
konduksi saraf: diindikasikan untuk perubahan mental, demam yang tidak diketahui
asalnya dan atau perubahan fungsi sensori motor.
Sinar X dada: mungkin normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan
infiltrasi intersitial dari PCP tahap lanjut (penyakit yang paling umum terjadi)
ataupun komplikasi pulmonal lainnya.
Tes fungsi pulmonal: digunakan pada deteksi awal pneumonia intersitial.
Skan gallium: ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dn bentuk-bentuk
pneumonia lainnya.
8
Biopsis: mungkin dilakukan untuk diagnosa yang berbeda bagi KS ataupun diduga
adanya kerusakan pada paru-paru.
Menelan barium, endoskopi, kolonskopi: mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi
kemungkinan infeksi (misal candida, CMV) atau menentukan tahap KS pada sistem
GI.
F. Pencegahan
o
Anda jauhi seks, dalam arti anda sama sekali tidak melakukan hubungan seks. Cara
ini tentu saja yang paling aman.
Bersikap saling setia bagi yang punya pasangan tetap, jadi hanya melakukan
hubungan seks dengan pasangannya.
Cegah pakai kondom bagi mereka yang tidak bias menjalankan A atau cara B
g. Penatalaksanaan medis
1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
b.
perawatan kritis.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
c.
Tanda
Perubahan tidur.
Kelemahan otot, menurunnya massa otot.
Respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan dalam tekanan
darah, frekuensi jantung, pernapasan.
Sirkulasi
Gejala
Tanda
Integritas Ego
10
Gejala
Tanda
Eliminasi
Gejala
Tanda
Makanan / Cairan
Gejala
Tanda
Higiene
11
Gejala
Tanda
Neurosensori
Gejala
Tanda
Nyeri / Kenyamanan
Gejala
Tanda
Pernapasan
Gejala
12
Keamanan
Gejala
Riwayat
jatuh,
terbakar,
pingsan,
luka
yang
lambat
proses
penyembuhannya.
Riwayat menjalani transfusi darah yang sering atau berulang (misal;
hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis).
Riwayat defisiensi imun, yakni kanker tahap lanjut.
Riwayat/berulangnya infeksi dengan PHS.
Demam
Tanda
berulang;
suhu
rendah,
peningkatan
suhu
Seksualitas
Gejala
13
Tanda
Interaksi Sosial
Gejala
Tanda
membuat rencana.
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat.
Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
Pertimbangan
rencan
pemulangan
penyalahgunaan alkohol.
DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 10,2 hari.
Memerlukan
bantuan
keuangan,
obat-obatan/tindakan,
14
2. Dignosa Keperawatan
1.
6. Intervensi Keperawatan
15
RASIONAL
Mengindikasikan kebutuhan untuk
perkembangan komplikasi.
sehat.
rasa sakit.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak
analgesia 24 jam.
Diagnosis keperawatan
obatan.
Meningkatkan relaksasi atau
menurunkan tegangan otot.
16
penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus
hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan
RASIONAL
Lesi mulut, tenggorok dan
esophagus dapat
menelan.
menyebabkan disfagia,
penurunan kemampuan
pasien untuk mengolah
makanan dan mengurangi
pemasukan. Memenuhi
17
meningkatkan pemasukan.
muntah. Hindari
ditelan
makanan.
Mengindikasikan status nutrisi
mengidentifikasi kebutuhan
pengganti.
albumin.
Berikan obat anti emetic
misalnya metoklopramid.
3.
Diagnosa keperawatan
18
RASIONAL
Mempertahankan keseimbangan
ml/hari.
Buat cairan mudah diberikan pada
cairan.
Mungkin dapat mengurangi diare
19
RASIONAL
Memperkirakan adanya
pneumoni,
kebutuhan.
Berikan tambahan O2 Yng
Diagnose keperawatan
20
dalam
melaporkan
aktivitas
yang
peningkatan
diinginkan
dalam
energy,
tingkat
kemampuannya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Kaji pola tidur dan catat perunahan
RASIONAL
Berbagai factor dapat meningkatkan
berperilaku
obat-obatan
Periode istirahat yang sering sangat
berenergi
control diri.
Memungkinkan penghematan
rasa frustasi.
Toleransi bervariasi tergantung pada
21
E. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes M.E. (1999). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 833,
838, 840, 841, 843, 844, 846, 847, 848, 849, 850, 852, 854, 855, 856.
22
Price S. A. & Wilson L. M. (1994) Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4.
Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 200-223.
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart.
Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1715, 1716, 1718.
23