Professional Documents
Culture Documents
Develevopment
Golds ( MDG )
upaya
pembangunan
kesehatan
merupakan bagian yang tidak bisa di pisahkan dari pembangunan Nasional. Upaya ini cukup luas
dan kompleks serta memerlukan pengertian yang lebih seksama dalam pelayanan kesehatan pada
umumnya dan khususnya pada pelayanan keperawatan. Sejalan dengan perkembangan zaman
muncul berbagai masalah kesehatan salah satunya adalah apendiksitis.
Apendiks (Umbai cacing) mulai dari caecum (Usus Buntu) dan lumen apendiks, ini bermuara
ke dalam caecum dinding apendiks mengandung banyak folikel getah bening biasanya apendiks
terletak pada illiaca kanan .
Apendiks dapat mengalami peradangan pembentukan mukokel, tempat parasit, tumor
benigna atau maligna dapat mengalami trauma, pembentukan pustula interna atau eksterna,
kelainan kongenital korpus illeum dan kelainan yang lain. Khusus untuk apendiks terdapat cara
prevensi yang hanya mengurangi morbilitas dan mortalitas sebelum menjadi perforasi atau
ganggrene.
Tindakan pengobatan terhadap apendiks dapat dilakukan dengan cara operasi
( pembedahan ). Pada operasi apendiks dikeluarkan dengan cara apendiktomy yang merupakan
suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun permasalahan yang mungkin timbul
setelah dilakukan tindakan pembedahan antara lain : nyeri, keterbatasan aktivitas, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, kecemasan potensial terjadinya infeksi. Dengan demikian
peranan perawat dalam mengatasi dan menanggulangi hal tersebut sangatlah penting dan
dibutuhkan terutama perawatan yang mencakup empat aspek diantaranya : promotif yaitu
memberikan penyuluhan tentang menjaga kesehatan dirinya dan menjaga kebersihan diri serta
lingkungannya dalm membantu dalam menurunkan angka kesakitan akibat dari apendiks ( internet
2011, WWW.google.com) .
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Apendiksitis
1. Pengertian Apendiksitis
a. Anatomi dan fisiologi
lebih besasr dari usus kecil. Rata rata sekitar 2,5 inc ( sekitar 6,5 cm ) tetapi makin dekat
anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, colon, dan rectum. Pada sekum
terdapat katup illeosecal dan Apendiks yang melekat pada ujung sekum. Colon dibagi lagi
menjadicolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk
kelokan tajan yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut turut dinamakan fleksura
hepatica dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk S lekukan
rectum. Pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura
sigmoid. Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai anus ( Silvia A. Price, Lorraina, M Wilson
1995 )
Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan
organ yang penting. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan
pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung
panjang, sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran
lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnyaapendiksitis (radang pada apendiks). Di dalam
apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di
dalamnya adalah IgA. Selain itu pada apendiks terdapatarteria apendikularis yang merupakan
endartery. Apendiksitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
b. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan pada usus buntu (apendiks), atau radang pada apendiks
vermiformi yang terjadi secara akut. Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti
jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. ( Farid 3,
2001 )
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab yang
umum dari radang abdomen akut yang paling sering (Mansjoer Arif, 2000).
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri
secarah teratur berisi sekum, karena pengosongan tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama terhadap infeksi Apendiksitis. (Brunner & suddarth,
2000).
Apendiktomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dan dapat dilakukan pada pasien
rawat jalan dengan menggunakan metode endoskopi. Namun adanya perlengketan multipe atau
robekan perlu dilakukan prosedur pembukaan. (Doenges, 2000).
c. Etiologi
Apendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan
akibat. (Irga, 2007) :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid.
3) Apendiksitis akut dapat disebabkan oleh trauma, misalnya pada kecelakaan atau operasi, tetapi
tanpa lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan apendiks.
b. Apendiksitis kronis
Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Apendiksitis akut jika tidak mendapat pengobatan dan
sembuh dapat menjadi apendiksitis kronis. Terdapat dua jenis apendiksitis, yaitu :
1) Apendiksitis kronik focalis
Peradangan masih bersifat local, yaitu fibrosis jaringan sub mukosa, gejala klinis pada umumnya
tidak tampak
2) Apendiksitis kronis obliteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang apendiks pada jarigan mukosa, hingga terjadi obliterasi
(hilangnya lumen), terutama pada bagian distal dengan menghilangnya selaput lendir pada bagian
itu.
e. Patofisiologi
Etiologi
Obstruksi lumen ( fekalit,tumor dan lain lain )
Nyeri epigastrium
Obstruksi vena, edema bertambah
Dan bakteri menenbus dinding
Peradangan peritonium
Arteri terganggu
Nyeri daerah kanan bawah
Ganggren
Infiltrat
Perforasi
Apendiksitis ganggrenosa
Infiltrat apendikularis
Apendiksitis perforasi
Keterangan :
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama
mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendiksitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada
abdomen kanan bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang
diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka
akan terjadi perforasidisebut apendiksitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks hingga muncul infiltrat apendikularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk
terjadiperforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
f. Komplikasi
Komplikasi paling serius adalah ruptur apendiks. Hal ini terjadi jika apendiksitis terlambat di
diagnosis atau diterapi. Kasus ini paling sering terjada pada bayi, anak, atau orang tua. Bocornya
apendiks dapat menyebabkan peritonitis dan pembentukan abses. Peritonitisadalah infeksi
berbahaya yang terjadi akibat bakteri dan isi apendiks keluar mencemari rongga perut. Jika tidak
diobati dengan cepat,peritonitis dapat berakibat kematian. Abses adalah massa lunak yang berisi
cairan dan bakteri, biasanya terbentuk sebagai upaya tubuh untuk melokalisir infeksi.
Komplikasi Post Apendiktomi Potensial komplikasi setelah apendiktomi antara lain :
a. Peritonitis
b. Abses pelvis (lumbal).
c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma).
d. Ileus (paralitik dan mekanik).
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan radiologi.
dapat
dilakukan
dengan
pemeriksaan
laboratorium
dan
1) Pemeriksaan Laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga apendiksitis akut adalah
pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap
sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit diatas 10.000 dan neutrofil diatas 75
%.Sedang pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam
setelah inflamasi jaringan.
2) Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga apendiksitis akut antara lain
adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang
pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan apendikalith serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
3) Kelainan radiologi nonspesifik, diatasi sekum, ada bayangan perfosi. Ditemukan sejumlah kecil
eritrosit dan leokosit pada urine.
4) Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan
saluran kemih.
5) Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infitrat apendikularis
h. Penatalaksanaan
Pada apendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi apendiks. Dalam waktu
48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan
diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadiperforasi diberikan drain diperut
kanan bawah.
Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif yaitu :
1) Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk
menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan.
2) Operasi terbuka yaitu apendiktomi, satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan
perut. Sayatan akan lebih besar jika apendiksitis sudah mengalami perforasi.
3) Laparascopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar, yang lainnya
diseputar perut. Laparascopiberbentuk seperti benang halus dengan kamera yang akan dimasukkan
melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada
monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan
untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan appendiks, pembuluh
darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.
4) Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh
luka jahitan diangkat, klien pulang.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Pre dan Post Operatif apendiksitis
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien dikumpulkan secara
sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga aktifitas
dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang dikumpulkan serta
mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali. Pengkajian digunakan untuk
mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kesehatan klien serta keperawatan klien
baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. ( internet 2010 )
Pengkajian ini berisi :
a) Identitas.
Identitas klien post apendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam
-
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam aktivitas
begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi
untuk kesembuhannya.
7) Kebiasaan Sehari hari.
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya mengalami kesulitan
dalam beraktfitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam
perawatan diri ( mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku ), karena adaanya toleransi aktivitas
yang
mengalami
gangguan.
Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam
rentang normalnya.Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode
awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi
pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran
urine karena adanya pembatasan masukan oral. Haluaran urine akan berangsur normal setelah
peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung
toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.
8) Pemeriksaan Fisik.
-
napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
Sistem Kardiovaskuler umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai respon terhadap stres
dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri),hipotensi (kelemahan dan
tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva,
operasi.
Sistem Perkemihan awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini
terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post apendiktomi. Output urine
akan berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.
Sistem Muskuloskeletal secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post
operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi
aktifitas.
Sistem Integumen akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah
disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan
peningkatan intake oral.
Sistem Persarafan umumnya klien dengan post apendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam
fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan refleks.
Sistem Pendengaran pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada
9) Pemeriksaan Penunjang.
Laboratorium
a) Haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia akibat kehilangan darah.
b) Peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi.
Radiologi.
10) Terapi dan Pengobatan pada umumnya klien post apendiktomi mendapat terapi analgetik untuk
mengurangi nyeri dan antibiotik sebagai anti mikroba.
b) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post apendiktomi antara lain ( internet
2011 ):
a) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif.
b) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status
hipermetabolik : proses penyembuhan.
c) Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.
d) Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap
pembedahan.
e) Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri.
f) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan.
g) Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
(pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap pembedahan.
h) Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi.
i) Kurang pengetahuan mengenai (diuraikan) berhubungan dengan kurang terpapar informai, tidak
mengenal sumber informasi.
c) Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada klien dengan Apendiksitis menurut Merilyn. E. Doenges adalah
sebagai berikut :
perawatan : Infeksi, Resiko tinggi terhadap
arapkan
: Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi / inflamasi, drainase purulen,
eritema, dan demam.
Intervensi
No
Rasional
Ambil contoh
diindikasikan.
Berikan
indikasi.
drainase
antibiotik
Memberikan
deteksi
dini
terjadinya proses infeksi, dan /
atau pengawasan penyembuhan
yang telah ada sebelumnya.
sesuai Mungkin
diberikan
secara
prifilaktik atau menurunkan jumlah
organisme untuk menurunkan
penyebaran dan pertumbuhannya
pada rongga abdomen.
Dapat
diperlukan
untuk
Bantu irigasi dan drainase bila mengalirkan isi abses terlokalisir.
diindikasikan.
rapkan
No
Intervensi
Rasional
Kaji
nyeri,
catat
lokasi,
karakteristik, beratnya ( skala 0
10 ). Selidiki dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
Fokus
perhatian
kembali,
meningkatkan relaksasi dan
dapat
meningkatkan
kemampuan koping.
Pertahankan
puasa
penghisapan NG pada awal.
/ Menurunkan ketidaknyamanan
pada peristaltik usus dini dan
iritasi gaster / muntah.
rawatan : Nutrisi, Perubahan Kurang dari Kebutuhan Tubuh, Resiko Tinggi Terhadap
No
Intervensi
Rasional
Awasi
haluaran
selang Jumlah besar dari aspirasi
NG.Catat adanya muntah atau gaster dan muntah / diare
diare.
diduga terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut.
Memberikan
bukti kuantitas
perubahan distensi gaster / usus
dan / atau akumulasi asites.
d) Implementasi
Menurut Griffith dan Chirste, 1986, evaluasi sebagai suatu yang direncanakan
dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur
perkembangan klien dan mencapai suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan
efektifitas tindakan keperawatan (Buku Proses-Proses Keperawatan, Nursalam, 1999).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
: 24 Mei 2011
Tanggal Pengkajian
Nomor Register
: 30 Mei 2011
: 33 51 89
Ruangan
: Bedah Pria ( kelas III )
: Abdominal Paint, Apendiksitis, Post Ops Laparatomi
I. BIODATA
A. Identitas Klien.
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
: Tn M
: 36 tahun
: Laki-laki
:
: Pentekosta
Status Nikah
: Belum menikah
Pekerjaan
Pendidikan
: Swasta
: SMA
Alamat
B. Identitas Penanggung.
Nama
: Tn. M
Umur
Jenis Kelamin
: 40 tahun
: Laki-Laki
Suku
Agama
:
: Pentekosta
Status Nikah
Pekerjaan
: Sudah menikah
: Swasta
Pendidikan
Hub dengan klien
Alamat
: SMA
: Kakak Klien
: Jl. Ifargunung
Time: 1- 2 menit
Hal yang memperberat: Jika klien melakukan aktifitas yang berat.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
-
: Lemah
: CM ( Compos Mentis ) E4, V5, M6
: 120 / 90 MmHg
: 92 x / menit
: 37 0 C
: 24 x / menit
3. Berat Badan : 55 kg
4. Tinggi Badan
: 155 cm
5. Kepala
Inspeksi
-
Kebersihan rambut
Mudah rontok
: Kotor
: Tidak
Palpasi
-
6. Muka
Inspeksi
Muka tampak simetris kanan dan kiri.
-
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada bagian wajah.
7. Mata
Inspeksi
Mata simetris kanan dan kiri.
-
Conjuntiva anemis.
Refleks pupil terhadap cahaya kanan ( + ) / Kiri ( + )
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada bola mata.
8. Hidung
Inspeksi
Keadaan septum tepat berada ditengah.
-
9. Telinga
-
Inspeksi
Bentuk simetris kanan dan kiri.
Tidak ada seruman.
Lubang telinga tampak bersih.
Tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada daerah telinga.
10. Mulut
-
Inspeksi
Gigi : Keadaan gigi lengkap, gigi tampak kotor, adanya karang gigi / keries, tidak menggunakan
gigi palsu.
Gusi
: Tidak ada peradangan.
Bibir : sianosis, bibir pucat, bibir kering dan pecah, mulut berbau.
11. Leher
-
Inspeksi
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Vena Jugularis tidak membesar
Palpasi
Tidak ada kaku kuduk.
Palpasi
Tidak ada massa / nyeri.
Perkusi
Suara paru sonor.
Auskultasi
Suara napas vesikuler.
13. Jantung
-
Palpasi
Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi.
Batas atas jantung pada ICS 2-3.
Batas kanan jantung pada linea sternalis kanan 1 jari lateral kanan.
14. Abdomen
-
Inspeksi
Perut terlihat membuncit.
Klien memakai korset
Palpasi
adanya nyeri operasi pada garis tengah abdomen
Hepar tidak teraba.
Lien tidak teraba.
Perkusi
Terdengar suara tympani.
Auskultasi
Terdengar bising usus.
Peristaltik usus 8 x / menit.
Ekstremitas bawah
Kaki simetris kanan dan kiri.
N
o
1.
Kegiatan
Nutrisi
- Pola makan
- Jenis makanan
- Frekuensi
makan
- Nafsu makan
- Makanan
pantangan
- Jenis minum
Sebelum sakit
Selama sakit
Teratur
Teratur
Nasi,sayur,lauk
pauk
3 x sehari
Bubur,sayur,lauk
pauk
3 x sehari
Baik
Kurang hanya
menghabiskan 4
5 sendok makan
Pedas pedas
Tidak ada
Air putih dan teh
8 9 gelas
1.500 2000cc/hari
4 5 gelas / hari
IVFD RL 20 tetes /
menit
1 x sehari
Khas
Kuning
Padat
1 2 x sehari
Khas
Kuning
Lembek
- Jumlah minum
2.
Eliminasi
a.BAB
- Frekuensi
- Bau
- Warna
- Konsistensi
3.
b. BAK
- Frekuensi
- Bau
- Warna
- Gangguan
2 - 3 x sehari
Amoniak
Kuning
Tidak ada
3 4 x sehari
Amoniak
Kuning tua
Tidak ada
Istirahat Tidiur
- Tidur malam
- Tidur siang
- Keluhan tidur
Semua aktivitas
dilakukan sendiri
tanpa bantuan
Sendiri
Sendiri
Dengan Bantuan
Dengan Bantuan
Dengan Bantuan
2 x sehari
Hanya di lap
2 x sehari
3 x seminggu
2 x sehari
4.
-
Aktivitas
Latihan
Berbaring
Duduk
Berdiri
Berjalan
Aktivitas rutin
Hygiene
Frekuensi mandi
Gosok ggi
Cuci rambut
Ganti pakaian
5.
N
o
Nama Pemeriksaan
1 Pemeriksaan Labolatorium
a. Tgl 24 Mei 2011
Hemoglobin
HCT
DDR
WBC
PLT
b. Tanggal 25 Mei 2011
GDS
Hasil
Nilai normal
14,5 gram %
42,5 %
Negatif
14,6 103 mm3
54 103 mm3
11 15 gram / %
35 47 %
Negatif
4.0 10.0
150 - 500
90 mg/%
<200
Ureum
Creatinine
Albumin
DDR
SGPT
SGOT
132 mg/%
2,46 mg/%
3,11 g/dl
Negatif
12 u/l
9 u/l
10 50 mg/%
0,5 1,5
4 6 g/dl
Negatif
46 u/l
49 u/l
17,2 gr / %
Negatif
9,46 103 mm3
49 103 mm3
11 15 gram / %
Negatif
4.0 10.0 103 mm3
150 500 103 mm3
Bifotik 2 x 1 gr (IV)
Metronidazole 3 x 500 mg ( Driip )
Ranitidin 3 x 1 ampul ( IV )
Ketorolak 3 x 1 ampul ( Driip )
III.
DATA SUBJEKTIF
Klien mengatakan :
Sakit di seluruh bagian perut
P: nyeri dirasakan saat batuk,
duduk, berdiri, dan melakukan
aktivitas
Q: Nyeri sedang,
R: Nyeri menyebar dari daerah
sayatan operasi ke semua
kuadran abdomen
S: Nyeri pada skala 4
T: Nyeri hilang timbul 1- 2 menit
Hal yang memperberat: Jika klien
melakukan aktifitas yang berat.
Hal yang memp eringan:Jika klien
istirahat.
Sakit daerah operasi hilang
timbul
Rasa mual
Tidak enak makan.
Badan lemas
Sakit pada daerah perut kanan
bawah bekas operasi
Sakit yang di rasakan sangat
berat
sehingga
sulit
untuk
melakukan
aktifitas
sendiri,
sehingga kilen dibantu oleh
keluarga
Klien hanya bisa istirahat untuk
mengurangi rasa sakit
sakit apabila balik ke sebelah
kanan
DATA OBJEKTIF
Klien tampak :
KU : Lemah
Kesadaran : CM
Conjungtiva : anemis
TTV
TD
: 120 / 90 MmHg
N
: 92 x / menit
S
: 37 0 C
R
: 24 x / menit
Ekspresi wajah meringis kesakitan
Muka pucat
Gelisah
Cemas
Termenung di atas tempat tidur
Berat Badan
: 53 kg
Tinggi Badan : 150 cm
Adanya luka sayatan operasi
Kadang terbangun karena sakit pada daerah
operasi
Adanya
nyeri operasi
pada garis
tengah abdomen menyebar di seluruh kuadran
Pada luka operasi masih terlihat benang
operasi dan belum di lepas.
Luka tampak masih basah dan kemerahan.
Bibir pucat
Bibir kering dan pecah
Mulut berbau
Nafsu makan kurang hanya menghabiskan
4 5 sendok
Jumlah minum 4 5 gelas / hari
Program Terapi Medis
Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus
besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kuadran kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya.
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun apendisitis
dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Price,
Sylvia Anderson, 2006).
Apendisitis akut adalah akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera. Menurut data yang
diperoleh dari Ruang Cendana I Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto Jakarta
diperoleh data bahwa dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Januari 2010, menunjukkan jumlah
pasien yang dirawat 429 kasus. 86 diantaranya adalah kasus apendiksitis. Dari perbandingan diatas
terdapat 20,05 % kasus apendiks yang ada di ruang Cendana I dan menempati urutan kelima
setelah DHF.
Peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks) ini, apabila hal ini tidak
mendapatkan tindakan, dapat mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah dan terjadi perforasi atau menginfeksi organ abdomen lainnya (peritonitis)
yang dapat menyebabkan kematian akibat syok sepsis.
Peran perawat dalam memberi askep pada klien post appendictomy yaitu melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif meliputi pemberian pendidikan kesehatan
tentang penyakit apendisitis, upaya preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post op dengan
cara perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian
pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi
perawatan luka di rumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.
teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan
klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka di rumah dan
menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan post appendiktomi dengan pendekatan proses
keperawatan?
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan klien Post
Appendiktomi.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien Post Appendiktomi.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
e. Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien Post Appendiktomi.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia tersebut. (Arif
Muttaqin, Kumala Sari, 2009)
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan
terletak di bagian inferior sekum. Penyebab paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen
oleh feses, yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi.
Komplikasi utama berhubungan dengan apendisitis adalah peritonitis, yang dapat terjadi bila
apendiks ruptur (Ester, Monica, 2002).
Appendectomy adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan oleh pasien rawat
jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopi, namun karena adanya perlengketan multipel,
posisi retriperitoneal dari apendiks, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional)
(Marilynn E Doenges, 2002).
B. Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Faktor pencetusnya yaitu sumbatan pada lumen disebabkan
oleh fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji atau cacing usus. Penyebab lain yang diduga
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
(Syamsuhidayat, et.al, 2002)
C. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama
mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang
tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus
yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan
aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritonium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini
disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis
gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi
akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak
karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks
yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena
telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat
ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis
kronis. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)
2. Manifestasi Klinis
Pada kasus apendisitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak enak di sekitar
umbilikus. Gejala ini umunya berlangsung lebih dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam nyeri
bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai oleh anoreksia, mual, dan muntah. Dapat juga
terjadi nyeri tekan di sekitar titik Mc Burney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan
lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis sedang (Price, Sylvia Anderson, 2006).
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan
hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan
lepas (hasil atau intensifikasi nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri
tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnta
infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan dapat
terasa di daerah lumbal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung appendiks berada dekat rektum.
Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa appendiks dekat dengan kandung kemih atau
ureter.
Gambaran klinik apendisitis:
a. Tanda awal
Nyeri mulai di episgastrium atau regiomilikus disertai mual dan anoreksia.
b. Nyeri rangsang peritonium tidak langsung
Nyeri rangsang peritonium tidak langsung meliputi nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing),
nyeri tekanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg), nyeri tekanan bawah bila
peritoneum bergerak seperti nafas dalam berjalan, batuk, atau mengedan. (Brunner dan Suddarth,
2002)
3. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak
kecil dan lansia. Peforasi secara umum terjadi 24 jam setelah nyeri (gejala-gejalanya termasuk
demam, penampilan toksik dan nyeri berlanjut). (Syamsuhidayat, et.al, 2002)
D. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan
intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapa diberikan setelah diagnosa
ditegakkan.
Apendiktomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi,yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif. (Syamsuhidayat, et.al, 2002)
E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dapat dilakukan pada post appendictomi menurut Marilynn E. Doenges meliputi:
1. Identitas Pasien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendiktomi, mual muntah,
G. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa 1
Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi bedah, prosedur invasif.
Tujua : Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka, bebas infeksi/ inflamasi (Rubor, Kalor, Dolor,
Tumor, Fungsiolesa), drainase purulen dan demam.
Rencana Tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda infeksi seperti peningkatan suhu.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik.
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Kaji keadaan luka dan tanda-tanda infeksi
Rasional : Untuk memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi.
d. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Mencegah atau menurunkan jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Diagnosa 2
Resiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi
(contoh puasa)
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Kelembaban membran mukosa, turgor kulit dan pengisian kapiler, baik, tanda-tanda
vital stabil dan secara individual haluaran urine adekuat.
Rencana tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktasi volume intravaskuler.
b. Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
c. Awasi pengeluaran dan pemasukan, catat warna dan konsistensi urine
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/
kebutuhan peningkatan cairan.
d. Auskultasi bising usus
Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral.
e. Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena dan elektrolit
Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar
cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan
dapat terjadi keseimbangan elektrolit.
Diagnosa 3
Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi beda.
Tujuan : Nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil : Nyeri hilang/ terkontrol, pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan
tepat.
Rencana tindakan
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan klien, adanya takikardi, sesak nafas atau hipertensi.
Perawat menggunakan berbagai kemampuan dalam memutuskan efektif atau tidaknya pelayanan
keperawatan yang diberikan. Untuk memutuskan hal tersebut dalam melakukan evaluasi seorang
perawat harus mempunyai pengetahuan tentang standar pelayanan, respon klien yang normal, dan
konsep model teori keperawatan.
Dalam melakukan proses evaluasi, ada beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara
lain: mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, mengumpulkan data
yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan, mengukur pencapaian tujuan, mencatat
keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan, dan melakukan revisi atau modifikasi
terhadap rencana keperawatan bila perlu. Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur. Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik,
rasio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
2. Evaluasi proses. Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.
Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada
saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan
kemampuan teknikal perawat.
3. Evaluasi hasil. Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan
kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang
telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjektif
adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objektif
adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan
oleh perawat setelah tindakan dilakukan. Analisis adalah membandingkan antara informasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa
masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan
lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
Adapun evaluasi keperawatan yang dapat dicapai pada klien post appendiktomi adalah :
1. Tidak terjadi infeksi dan menunjukkan proses penyembuhan luka yang optimal.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Nyeri dapat berkurang/hilang.
4. Menyatakan pemahaman, proses penyakit, pengobatan, dan potensi komplikasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang Asuhan Keperawatan pada klien Ny. K dengan
diagnosa Post Appendiktomi di Ruang Cendana I Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto.
Saat pengambilan kasus ini klien sedang dalam keadaan Post operasi hari pertama dan studi kasus
ini diambil 3 hari mulai dari tanggal 14 Juli 2010 sampai dengan tanggal 16 Juli 2010.
Berikut adalah asuhan keperawatan yang penulis lakukan sesuai dengan tahap-tahap proses
keperawatan yang meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencaaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
data klien. Dalam pengkajian penulis mendapatkan data dari klien, perawat ruangan, catatan
medis, dan tim medis lainnya dengan melakukan wawancara dan observasi kesehatan. Adapun hal
dari pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Identitas Klien
Klien adalah seorang wanita berinisial Ny. K berusia 67 tahun, status perkawinan adalah menikah,
berasal dari suku Jawa dengan alamat Komplek ex yon angkub Rt 12 Rw 02 Kramat Jati Jakarta
Timur. Klien beragama islam. Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Klien di rawat di Rumah
Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta di Ruang Cendana I pada tanggal 10 Juli 2010
dengan nomor register 53 06 79 dan diagnosa medis Appendisitis.
2. Resume
Klien tiba di ruang Cendana I Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta pada
tanggal 10 Juli 2010 pukul 09.42 WIB. Klien merupakan seorang wanita berinisial Ny. K berusia 67
tahun dengan diagnosa medis pre appendiktomy.
Klien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah sejak 4 hari yang lalu. Nyeri yang dirasakan klien
adalah hilang timbul. Keadaan umum baik, kesadaran composmentis. Observasi tanda-tanda vital
tekanan darah 140/90 mmHg nadi 76 x/menit pernafasan 20 x/menit suhu 36C.
Klien direncanakan untuk operasi pada tanggal 14 Juli 2010. Persiapan yang dilakukan sebelum
operasi adalah : melakukan pemeriksaan laboratorium hematologi dan pemeriksaan rongent foto
thorax, mencukur bulu kemaluan/pubis, inform concent, mengajarkan teknik distraksi dan
relaksasi, serta puasa sampai selesai dilakukan tindakan operasi dan bising usus positif.
Masalah keperawatan yang timbul adalah gangguan rasa nyaman nyeri, cemas, dan kurang
pengetahuan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah melakukan observasi tandatanda vital, mengajarka teknik distraksi dan relaksasi, melakukan pemeriksaan laboratorium, dan
melakukan kolaborasi dalam pemberian obat-obatan dan penatalaksanaan tindakan operatif.
Evaluasi secara umum dilakukan adalah masalah keperawatan pre appendiktomi teratasi. Rencana
selanjutnya adalah tindakan keperawatan post appendiktomi di lanjutkan di ruangan Cendana I.
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama : Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomy, kualitas nyeri seperti
berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien
melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat, klien
mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, klien mengatakan belum makan atau minum.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah di rawat di rumah sakit, klien mengatakan tidak
mempunyai riwayat alergi obat, makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien tidak mempunyai
riwayat pemakaian obat.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keterangan :
= meninggal
= perempuan
= laki-laki
= klien
= hubungan pernikahan
= hubungan persaudaraan
Dari genogram dan riwayat kesehatan keluarga dapat disimpulkan bahwa klien tidak mempunyai
riwayat penyakit yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya appendiksitis.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien mengatakan orang paling dekat dengan dirinya selama di rumah sakit adalah anak-anaknya,
interaksi dalam keluarga baik, pola komunikasi klien dalam keluarga baik, pembuat keputusan
adalah dirinya sendiri, kegiatan kemasyarakatan yang diikuti adalah mengaji.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga menjadi khawatir terhadap kondisi
klien, masalah yang mempengaruhi klien saat ini adalah aktivitas klien terbatas. Hal yang sangat
dipikirkan saat ini adalah klien ingin cepat sembuh dari sakitnya. Harapan setelah menjalani
perawatan adalah klien dapat melakukan aktivitas seperti semula. Perubahan yang dirasakan
setelah jatuh sakit adalah klien mengalami keterbatasan dalam beraktivitas. Klien tidak
mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan, saat ini aktivitas keagamaan yang
dilakukan adalah berdoa. Kondisi lingkungan rumah baik, ventilasi baik, tidak berada di daerah
industri (pabrik) dan tidak di pinggir jalan raya. dan tidak mempengaruhi kesehatan saat ini.
e. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum sakit
1) Pola nutrisi
Klien tidak ada masalah dengan pola makan. Frekunsi makan 3x/hari, nafsu makan baik, jumlah
yang dihabiskan adalah 1 porsi, tidak ada makanan yang membuat alergi atau makanan yang tidak
di sukai serta tidak ada makanan pantangan, diit makan di rumah yaitu makan biasa. Tidak ada
penggunaan obat-obatan sebelum makan, dan tidak ada penggunaan alat bantu NGT.
2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK,
tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien buang air besar (BAB) 1 x/hari dengan waktu yg
tidak tentu, berwarna kuning kecokelatan, bau khas feses, konsistensi padat, klien tidak pernah
menggunaan obat-obatan laksatif.
3) Pola personal hygiene
Klien mandi 2 x/hari dengan menggunakan sabun mandi pada waktu pagi dan sore hari, oral
hygiene (sikat gigi) 2x/hari dengan menggunakan pasta gigi pada waktu pagi dan sore hari,
mencuci rambut 3x/minggu dengan menggunakan shampoo.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur siang + 2 jam / hari, tidur malam + 7 jam / hari, klien biasa berdoa sebelum tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien bekerja dari pagi sampai sore, klien tidak pernah berolahraga dan tidak ada keluhan dalam
beraktivitas.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Klien mengatakan tidak mempunyai kebiasaan merokok dan minum - minuman keras / NAPZA.
f. Pola kebiasaan di rumah sakit
1) Pola nutrisi
Pada saat pengkajian klien masih dalam keadaan puasa sampai bising usus positif. Diit makan yang
diberikan adalah bertahap sampai bising usus positif. Tidak ada keluhan mual ataupun muntah,
tidak ada penggunaan obat-obatan sebelum makan dan tidak ada penggunaan NGT.
2) Pola eliminasi
Klien buang air kecil (BAK) sebanyak 6-7 x/hari, warna kuning jernih, tidak ada keluhan saat BAK,
tidak ada penggunaan alat bantu kateter. Klien mengatakan belum BAB +1 hari setelah operasi.
3) Pola personal higiene
Klien mandi 1x/hari pada pagi hari, oral hygine dilakukan pada pagi hari.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien tidur + 10 jam /hari, tidur siang 3 jam /hari, tidur malam 7 jam /hari, klien mempunyai
kebiasaan berdoa sebelum tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Klien tidak dapat beraktivitas secara mandiri, aktivitas klien di bantu oleh keluarga. Klien
mengatakan nyeri pada luka post op jika melakukan pergerakan. Klien juga mengatakan kakinya
tidak dapat digerakkan.
4. Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
Berat badan sebelum sakit 60 kg, berat badan setelah sakit 60 kg, tinggi badan 155 cm, tekanan
darah 130/90 mmHg, nadi 80x /menit, frekuensi nafas 20x /menit, suhu tubuh 360C
b. Sistem Penglihatan
Sisi mata tampak simetris baik kiri maupun kanan, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva merah muda, kornea normal tidak keruh/berkabut dan tidak terdapat
perdarahan, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan
baik, tidak terdapat tanda-tanda radang, klien menggunakan kacamata, tidak memakai lensa
kontak, reaksi terhadap cahaya baik.
c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telinga tengah normal, tidak terlihat adanya cairan yang keluar dari
telinga dan tidak ada perasaan penuh pada telinga, klien tidak mengalami tinnitus, fungsi
pendengaran baik, klien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan wicara, klien dapat mengucapkan kata-kata dengan jelas.
e. Sistem Pernapasan
Pada jalan napas bersih, tidak ada sesak dan klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan,
frekuensi nafas 20x /menit, irama nafas teratur, jenis pernafasan spontan, klien tidak batuk dan
tidak terdapat sputum, suara nafas normal/vesikuler, dan tidak ada nyeri saat bernafas.
f. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 80x /menit, irama teratur dengan denyut kuat, tekanan darah 130/90 mmHg, tidak terjadi
distensi vena jugularis baik kanan maupun kiri, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan,
pengisian kapiler 2 detik, tidak terdapat edema, kecepatan denyut apical 84 x/menit, irama
teratur, tidak terdengar adanya kelainan pada bunyi jantung dan tidak sakit dada.
g. Sistem Hematologi
Klien tidak terlihat pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem Saraf Pusat
Klien mengatakan tidak pusing, tingkat kesadaran composmentis, GCS E4 M6 V5, tidak terjadi
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (seperti muntah proyektil, nyeri kepala hebat, papil
edema), klien tidak mengalami gangguan sistem persarafan.
i. Sistem Pencernaan
Klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak terdapat carries, tidak tampak stomatitis, lidah tidak
kotor, salifa normal, klien mengatakan tidak nyeri perut, bising usus belum ada karena masih
dalam pengaruh anastesi, klien tidak megalami diare dan konstipasi, tidak teraba pembesaran
hepar, dan abdomen tidak kembung.
j. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat luka
ganggren.
k. Sistem Urogenital
Intake 1890 cc, output 1700 cc dan balance cairan 190 cc, tidak ada perubahan pola kemih, BAK
warna kuning jernih, tidak terdapat distensi kandung kemih, dan tidak ada keluhan sakit pinggang.
l. Sistem Integumen
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit kemerahan, keadaan kulit baik, terdapat
insisi operasi lokasi di perut kanan bawah dengan panjang luka 5 cm, kondisi luka tertutup kassa
steril. Tidak ada perdarahan pada luka dan tidak ada pembengkakan. Tidak ada kelainan kulit,
klien terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit kondisi baik, tetesan lancar, tidak ada tanda-tanda
infeksi, keadaan rambut : tekstur rambut baik dan bersih.
m. Sistem Musculoskeletal
Klien mengalami kesulitan dalam pergerakan karena jika melakukan pergerakan akan terasa nyeri
pada luka post appendiktomi, tidak terdapat fraktur, tidak ada kelainan struktur tulang belakang.
Kekuatan otot tidak di kaji dikarenakan untuk menghindari terjadinya injuri (klien post
appendiktomi hari ke 1).
5. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Klien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya yaitu klien dapat menyebutkan penyebab, tanda
dan gejala yang timbul, persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi, dan alasan mengapa
harus dilakukan tindakan pembedahan, tindakan yang dilakukan setelah post operasi (tidak boleh
angkat kepala selama 24 jam, puasa sampai bising usus baik/ada, tidak beraktivitas sampai
kekuatan tonus otot baik)
6. Data penunjang
Data penunjang yang terdapat pada klien yaitu hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14
Juli 2010 :
Hemoglobin 11,3 gr/dl (L : 13-16 gr/dl, P : 12-14 gr/dl), Leukosit 4.000/ul (5000-10.000/ul),
Hematokrit 35 % (L : 40-48 %, P : 37-43 %), Trombosit 194.000/ul (150.000-450.000/ul), GDS 94
mg/dl (<200 mg/dl)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang terdapat pada klien yaitu : IVFD RL 20 tetes/menit, Injeksi Kedacillin
3 x 1gr/IV, Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV, injeksi Transamin 3 x 1 amp/IV, injeksi Ranitidine 3 x
25mg/IV, Metronidazole drip 3 x 500mg, dan diit makan bertahap sampai bising usus positif dan
normal.
8. Data Fokus
Data fokus terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Data fokus yang terdapat pada klien
adalah sebagai berikut :
a. Data Subyektif
Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas
terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan
atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat, klien mengeluh kakinya tidak
dapat digerakkan. Klien mengatakan belum makan dan minum.
b. Data Obyektif
Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tanda-tanda vital Td :
130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Terlihat luka post op dengan panjang
+ 5 cm di perut kanan bawah, luka bersih tertutup kassa steril, tidak ada perdarahan, tidak ada
pembengkakan. Skala nyeri 5. Intake 1890 cc, output 1700 cc, balance 180 cc. mukosa bibir
lembab, turgor kulit baik. Bising usus lemah, 2x/menit. Mobilisasi bedrest dalam 24 jam. Klien
terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri sejak tanggal 10 Juli 2010, tidak ada
tanda-tanda infeksi seperti kalor, rubor, dolor, tumor, fungsiolesa. Makan atau minum bertahap
sampai bising usus positif, rangsangan sensori (+), rangsangan motorik (-).
9. Analisa Data
Berdasarkan data yang terkumpul pada tanggal 14 Juli 2010 maka penulis mengelompokkan analisa
data sebagai berikut :
No Data Masalah Etiologi
1. Data Subyektif
a. Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut, intensitas
terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan pergerakan
atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.
Data Obyektif
a. keadaan umum sakit sedang
b. kes composmentis
c. observasi tanda-tanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C
d. terlihat luka post op di perut kanan bawah dengan panjang + 5 cm
e. skala nyeri 5 Gangguan rasa nyaman nyeri Terputusnya kontinuitas jaringan
2. Data Subyektif : -----Data Obyektif
a. Tampak terpasang IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri sejak tanggal 10 Juli 2010.
b. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Juli 2010 Leukosit 4.000/ul Resiko terjadinya infeksi
Masuknya mikroorganisme pathogen akibat tindakan invasive (pemasangan infus)
3 Data Subyektif
a. Klien mengatakan belum makan dan minum.
Data Obyektif
a. Bising usus lemah, 2 x/menit.
b. Diit makan dan minum bertahap sampai bising usus baik. Resiko gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Pembatasan masukan oral
4. Data Subyektif
a. Klien mengatakan kakinya tidak dapat digerakan
Data Obyektif
a. Mobilisasi bedrest dalam 24 jam
b. Tampak aktivitas di bantu oleh keluarga
c. Rangsangan sensori (+), rangsangan motorik (-)
d. Klien post appendiktomi hari ke 1. Intoleransi aktivitas Efek anestesi
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul dan di analisa, maka dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan,
adapun diagnosa keperawatan tersebut disusun berdasarkan hirarki maslows adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masunya mikroorganisme pathogen akibat
tindakan invasive (pemasangan infus).
3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan masukan oral.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi.
C. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa 1
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan ditandai
dengan
Data Subyektif : Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti
berdenyut, intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien
melakukan pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat.
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, hasil observasi tandatanda vital Td : 130/90 mmHg, Nd : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit, Sh : 360C. Terlihat luka post op
di perut kanan bawah dengan panjang + 5 cm. Skala nyeri 5
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan rasa
nyaman nyeri teratasi/berkurang
Kriteria hasil : Klien melaporkan rasa nyeri yang berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal
(Td : 120/80 mmHg, Nd : 80-100 x/menit, Rr : 18-24 x/menit, Sh : 36-370C), tampak ekspresi
wajah rileks, skala nyeri 0-1.
Rencana tindakan
Mandiri
Observasi tanda-tanda vital, kaji skala nyeri, kaji lokasi, durasi, kualitas, intensitas, dan
karakteristik nyeri, anjurkan untuk melakukan teknik manajemen nyeri, anjurkan untuk
mengalihkan perhatian nyeri dengan cara melakukan hal-hal yang menyenangkan (menonton tv,
mendengarkan radio, membaca), observasi keadaan luka, lakukan perawatan luka teknik aseptic
dan antiseptic.
Kolaborasi
Beri terapi sesuai program (Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan
18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi
80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Alif Disiska). Pukul 17.20 WIB mengkaji keluhan
nyeri, hasil : klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomy, kualitas nyeri seperti berdenyut,
intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan
pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat. (Alif Disiska). Pukul
17.30 WIB menganjurkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, hasil : klien mengerti dan akan
melakukannya. (Alif Disiska). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30
mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif , klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi,
intensitas nyeri terus menerus, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien
mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat. Secara obyektif yaitu observasi tanda-tanda
vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Skala
nyeri 4. Tampak luka post appendiktomy di perut kanan bawah, kondisi luka tertutup kassa steril.
Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan belum tercapai. Tindakan keperawatan
dilanjutkan dengan rencana tindakan secara mandiri yaitu observasi tanda-tanda vital, kaji skala
nyeri, kaji lokasi, durasi, intensitas, kualitas, dan karakteristik nyeri, anjurkan teknik manajemen
nyeri, observasi keadaan luka, lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan atiseptik.
Rencana tindakan kolaborasi beri obat sesuai program (Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV) pada pukul
02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai
program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB melakukan
observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20
x/menit, suhu 36C. (Perawat dinas malam). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral
Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif
Disiska). Pukul 12.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90
mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Alif Disiska). Pukul 17.00 WIB
melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78 x/menit,
pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi
parenteral Injeksi Lactor 30mg/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah
vena. (Perawat dinas sore).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif , klien mengatakan nyeri pada daerah post operasi,
intensitas nyeri terus menerus, kualitas nyeri sedang, karakteristik nyeri berdenyut, klien
mengatakan nyeri baru hilang jika klien beristirahat dan jika diberi obat analgetik. Secara
obyektif, observasi tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan
20 x/menit, suhu 36C, skala nyeri 3, tampak luka post appendiktomi di perut kanan bawah,
kondisi luka tertutup kassa steril. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan
belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi
tanda-tanda vital, kaji skala nyeri, kaji lokasi, durasi, intensitas, kualitas, dan karakteristik nyeri,
observasi keadaan luka, lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, serta
rencana tindakan kolaborasi beri obat sesuai program (Injeksi Lactor 3 x 30mg/IV) pada pukul
02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
vena. (Alif Disiska). Pukul 19.00 WIB melakukan perawatan infus. Hasil : infus terpasang dengan
baik, tetasan lancar, dan menetes sesuai program. (Alif Disiska). Pukul 19.10 WIB mengkaji tandatanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi
(kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa). (Alif Disiska).
Evaluasi Keperawatan
Tangal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif , tidak ada. Secara obyektif yaitu observasi tanda-tanda
vital, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Tampak
terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri. Infus terpasang dengan baik,
tetesan lancar, dan menetes sesuai program. tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor,
rubor, dan fungsiolesa). Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai. Tindakan
keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji
tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infus tiap hari,
dan ganti lokasi penusukan infuse tiap 3 x 24 jam. Rencana tindakan kolaborasi, beri terapi sesuai
program (injeksi Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010
Pukul 01.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 20 tetes/menit, hasil
: tetesan infus lancar, menetes sesuai program 20 tetes/menit. (Perawat dinas malam). Pukul
02.00 WIB memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV. Hasil : obat masuk sesuai
dengan program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB
melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit,
pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Perawat dinas malam). Pukul 09.00 WIB melakukan perawatan
infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai
program. (Alif Disiska). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV.
Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul
11.30 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Alif Disiska). Pukul 14.00 WIB melakukan perawatan
infus. Hasil : infus terpasang dengan baik, tetesan lancar, dan menetes sesuai program. (Alif
Disiska). Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Perawat dinas sore). Pukul 17.30 WIB
melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus
lancar, menetes sesuai program. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi
parenteral injeksi Kedacillin 1gr/IV. Hasil : obat masuk sesuai dengan program melalui pembuluh
darah vena.(Perawat dinas sore).
Evaluasi Keperawatan
Tangal 16 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi secara subyektif, tidak ada. Secara obyektif , observasi tanda-tanda vital, hasil tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C, Tampak terpasang
infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri. Infuse terpasang dengan baik, tetesan lancar,
dan menetes seuai program. tidak ada tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, dan
fungsiolesa). Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai. Tindakan keperawatan
dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi
(kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infuse tiap hari, ganti lokasi
penusukan infuse tiap 3 x 24 jam. Rencana tindakan kolaborasi, beri terapi sesuai program (injeksi
Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Kedacillin 1gr/IV, hasil : obat masuk sesuai
program melalui pembuluh darah vena.(Peawat dinas malam). Pukul 07.00 melakukan observasi
tanda-tanda vital, hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20 x/menit,
suhu 36C. (Perawat dinas malam). Pukul 09.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti
cairan infus IVFD RL 30 tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program. (Alif
Disiska). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral Injeksi Kedacillin 1gr/IV, hasil : obat
masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 11.30 WIB melakukan
observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 20
x/menit, suhu 36C. (Alif Disiska). Pukul 13.00 WIB melakukan perawatan infuse. Hasil : infuse
terpasang dengan baik, tetesan lancar, dan menetes sesuai program (20 tetes/menit). (Alif
Disiska). Pukul 16.00 WIB melakukan perawatan infus : mengganti cairan infus IVFD RL 30
tetes/menit, hasil : tetesan infus lancar, menetes sesuai program. (Perawat dinas sore). Pukul
17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan
terapi parenteral Injeksi Kedacillin 1gr/IV, hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh
darah vena. (Perawat dinas sore).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif, tidak ada. Secara obyektif , observasi tanda-tanda vital,
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C, tampak
terpasang infuse IVFD RL 20 tetes/menit di tangan sebelah kiri, tetesan lancar, dan menetes seuai
program. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan belum tercapai. Tindakan keperawatan
dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri observasi tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi
(kalor, dolor, tumor, rubor, dan fungsiolesa), lakukan perawatan infuse tiap hari, ganti lokasi
penusukan infuse tiap 3 x 24 jam. Rencana tindakan kolaborasi, beri terapi sesuai program (injeksi
Kedacillin 3 x 1gr/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Diagnosa 3
Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
pembatasan masukan oral ditandai dengan :
Data Subyektif : Klien mengatakan belum makan dan minum.
Data Obyektif : Bising usus lemah, 2x/menit, diit makan dan minum bertahap sampai bising usus
baik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Klien dapat makan dan minum sesuai dengan kebutuhan, bising usus baik 612x.menit.
Rencana Tindakan
Mandiri
Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien, perkirakan / hitung pemasukan kalori, anjurkan
kebersihan oral sebelum makan, tawarkan minum saat makan bila toleran, libatkan pasien dalam
perencanaan, beri makanan yang bervariasi, auskultasi bising usus.
Kolaborasi
Beri diit sesuai program {makan bertahap mulai dari makan cair, makan lunak(bubur saring dan
bubur kasar), makan biasa} dan beri terapi sesuai program (Injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV) pada
pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan 18.00 WIB
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 18.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk
sesuai program melalui pembuluh darah vena.(Alif Disika). Pukul 19.00 WIB melakukan auskultasi
bising usus. Hasil : bising usus lemah, 2 x/menit. (Alif Disiska)
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif yaitu klien mengatakan sudah minum sedikit. Secara
obyektif bising usus lemah, 3 x/menit. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan keperawatan
belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri kaji sejauh
mana ketidakadekuatan nutrisi klien, perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar
tentang nafsu makan sampai minimal, anjurkan kebersihan oral sebelum makan, auskultasi bising
usus dan rencana tindakan kolaborasi yaitu berikan diit makan bertahap sesuai dengan
kemampuan, beri terapi sesuai program (Injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV) pada pukul 02.00 WIB,
10.00 WIB, dan 18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk
sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 07.00 WIB melakukan
auskultasi bising usus. Hasil : bising usus 3 x/menit. (Perawat dinas malam). Pukul 10.00 WIB
memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program
melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 12.00 WIB memberikan diit makan cair 250 cc.
Hasil : klien makan habis 240 cc. (Alif Disiska). Pukul 16.00 WIB melakukan auskultasi bising usus.
Hasil : bising usus 5x/menit. (Perawat dinas sore). Pukul 17.00 WIB memberikan diit makan lunak.
Hasil : klien makan habis porsi. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB memberikan terapi
parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program melalui pembuluh
darah vena. (Perawat dinas sore).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif yaitu klien mengatakan sudah makan habis 1 porsi. Secara
obyektif bising usus 7x/menit, diit makan lunak. Masalah keperawatan belum teratasi, tujuan
keperawatan belum tercapai. Tindakan keperawatan dilanjutkan dengan rencana tindakan mandiri
Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien, perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga
komentar tentang nafsu makan sampai minimal, anjurkan kebersihan oral sebelum makan,
tawarkan minum saat makan bila toleran, libatkan pasien dalam perencanaan, beri makanan yang
bervariasi, auskultasi bising usus. Rencana tindakan kolaborasi beri diit sesuai program {makan
bertahap mulai dari makan cair, makan lunak(bubur saring dan bubur kasar), makan biasa} dan
beri terapi sesuai program (Injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV) pada pukul 02.00 WIB, 10.00 WIB, dan
18.00 WIB.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 16 Juli 2010
Pukul 02.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk
sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Perawat dinas malam). Pukul 06.00 WIB
memberikan diit makan lunak, hasil : kliem makan habis 1 porsi. (Perawat dinas malam). Pukul
07.00 WIB melakukan auskultasi bising usus. Hasil : bising usus 10 x/menit. (Perawat dinas
malam). Pukul 10.00 WIB memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil :
obat masuk sesuai program melalui pembuluh darah vena. (Alif Disiska). Pukul 12.00 WIB
memberikan diit sesuai. Hasil : klien makan habis 1 porsi. (Alif Disiska). Pukul 17.00 WIB
memberikan diit sesuai. Hasil : klien makan habis 1 porsi. (Perawat dinas sore). Pukul 18.00 WIB
memberikan terapi parenteral (injeksi Ranitidine 3 x 25mg/IV). Hasil : obat masuk sesuai program
melalui pembuluh darah vena. (Perawata dinas sore).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 17 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif yaitu klien mengatakan sudah makan habis 1 porsi. Secara
obyektif bising usus 10x/menit, diit makan biasa. Masalah keperawatan teratasi, tujuan
keperawatan tercapai. Tindakan keperawatan dihentikan.
Diagnosa 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi ditandai dengan
Data Subyektif : Klien mengeluh kedua kakinya tidak dapat digerakkan.
Data Obyektif : Keadaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, tampak aktivitas dibantu
oleh keluarga, mobilisasi bedrest dalam 24 jam, respon sensori (+), respon motorik (-), klien hari
ke 1 post appendiktomi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan
aktivitas terpenuhi.
Kriteria hasil : Respon sensori (+), respon motorik (+), klien dapat beraktivitas dengan bantuan
minimal/mandiri, mobilisasi pasca operasi baik.
Rencana tindakan
Observasi tanda-tanda vital, kaji keadaan umum dan tingkat kesadaran, kaji respon motorik dan
sensorik pasca operasi, bantu klien dalam beraktivitas, ajarkan mobilisasi bertahap pasca operasi,
dekatkan alat-alat yang dibutuhkan oleh klien, kaji tingkat kekuatan otot.
Pelaksanaan Keperawatan
Tanggal 14 Juli 2010
Pukul 17.00 WIB melakukan observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi
80 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. (Alif Disiska). Pukul 17.10 WIB mengkaji respon
motorik dan respon sensorik, hasil respon motorik (-), respon sensori (+). (Alif Disiska).
Evaluasi Keperawatan
Tanggal 15 Juli 2010 Pukul 07.00 WIB
Evaluasi keperawatan secara subyektif, klien mengatakan kakinya sudah dapat digerakkan. Secara
obyektif, observasi tanda-tanda vital, hasil : tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 80 x/menit,
pernafasan 20 x/menit, suhu 36C. Tampak aktivitas dibantu oleh keluarga, respon sensori (+)
respon motorik (+). Masalah keperawatan teratasi. Tindakan keperawatan dihentikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membandingkan dan menganalisa antara teori dengan kasus yang telah
dibahas pada bab III mengenai asuhan keperawatan pada klien Ny. K dengan Post Appendiktomi.
Adapun yang akan dibahas dalam bab ini meliputi kesamaan, kesenjangan antara teori dan kasus
yang ditemukan pada klien Ny. K dengan Post Appendiktomi serta faktor penghambat dan
pendukung dalam asuhan keperawatan pada klien Ny. K dengan diagnosa medis Post Appendiktomi
diruang Cendana I Rumah Sakit Pusat Kepolisian Raden Said Sukanto Jakarta yang dilakukuan
selama dua hari dari tanggal 14 Juli 2010 sampai 16 Juli 2010.
A. Pengkajian Keperawatan
Proses pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 2010. Pada tahap pengkajian penulis
mengumpulkan data dasar melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medis
pasien.
Pengkajian menurut rencana asuhan keperawatan Marylinn E. doenges yaitu kelemahan saat
beraktivitas, takikardi, distensi abdomen, penurunan atau tidak ada bising usus, dehidrasi, nyeri
pada luka insisi pembedahan, konstipasi, mual dan muntah. Sedangkan data yang ada pada teori
tetapi tidak ada pada kasus adalah takikardi karena menurut teori takikardi dikarenakan sirkulasi
darah yang tidak teratur sedangkan Ny. K dengan post op pada hari pertama tidak ditemukan
takikardi. Hal ini dilihat dari data yang diperoleh dari pengkajian, tanda-tanda vital dalam batas
normal yaitu TD : 130/90mmHg, N : 80x/menit, Rr : 20x/menit, Sh : 36C. Tidak ada penurunan
bising usus, pada Ny. K ditemukan adanya bising usus yang lemah yaitu 3 x/menit. Dehidrasi tidak
terjadi karena tidak ditemukannya data yang menunjukkan Ny. K mengalami dehidrasi, Mual
muntah juga tidak ditemukan karena tidak terjadi distensi abdomen, menurut teori adanya mual
disebabkan karena mucus yang diproduksi mukosa terus-menerus dan meningkatkan
gastrointestinal sehingga terjadi distensi abdomen sehingga menimbulkan rasa mual.
meningkatkan gastrointestinal sehingga terjadi distensi abdomen sehingga menimbulkan rasa
mual. Pada pemeriksaan penunjang/diagnostik yaitu pemeriksaan foto abdomen dan pemeriksaan
laboratorium (leukosit) tidak dilakukan karena pada pemeriksaan klinik tidak ditemukan adanya
tanda-tanda terjadinya komplikasi pasca pembedahan dan tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
pasca pembedahan.
Faktor pendukung yaitu pada pengkajian keperawatan klien terlihat kooperatif sedangkan faktor
penghambat yaitu data-data yang ada pada status klien kurang lengkap. Pemecahan masalahnya
yaitu dengan cara bertanya kembali kepada klien ataupun keluarga klien serta pada perawat yang
bertanggung jawab di ruangan tersebut.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan pada klien dengan post appendiktomi di dalam teori terdapat 4
diagnosa keperawatan. Pada kasus Ny. K dengan post appendiktomi terdapat 4 diagnosa
keperawatan. Adapun diagnosa yang muncul pada teori tetapi tidak muncul pada kasus adalah
1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi.
Diagnosa ini tidak muncul karena pada Ny. K tidak di temukan data yang menunjukkan bahwa Ny. K
mengalami dehidrasi yaitu mukosa bibir pasien lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital dalam
batas normal yaitu TD : 130/90 mmHg, N : 80 x/menit, Rr : 20 x/menit dan Sh : 36C.
2. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) berhubungan dengan kurangnya informasi. Diagnosa
ini tidak muncul karena pada saat pengkajian ditemukan data bahwa klien mengerti tentang
penyakitnya yaitu klien dapat menyebutkan penyebab, tanda dan gejala yang timbul, persiapan
yang dilakukan sebelum operasi, dan alasan mengapa harus dilakukan tindakan pembedahan, serta
tindakan yang harus dilakukan post operasi (tidak mengangkat kepala atau tirah baring selama 24
jam dan puasa sampai dengan bising usus ada dan baik).
Sedangkan ada dua diagnosa yang tidak ada di teori tetapi muncul pada kasus yaitu
1. Intol
nsi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi. Diagnosa ini muncul dikarenakan
klien post appendiktomy hari pertama. Selain itu, pada saat dilakukan pengkajian
ditemukan data Ny. K mengatakan tidak dapat menggerakkan kakinya dan belum
ada respon motorik. Tirah baring selama 24 jam merupakan suatu intervensi
dimana klien dibatasi untuk tetap berada di tempat tidur guna mencapai tujuan
terapeutik yaitu untuk mengurangi nyeri pasca operasi dan mengembalikan
kekuatan otot dari efek anestesi.
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan pembatasan
masukan oral. Diagnosa ini muncul karena klien post appendiktomi hari pertama
masih dalam kondisi puasa dan diit makan yang diberikan yaitu makan dan minum
bertahap sampai bising usus baik. Selain itu, pada klien post appendiktomi
peristaltik usus belum normal, sehingga asam lambung/ getah lambung tidak
disekresikan. Sekresi getah lambung akan kembali jika dirangsang dengan makanan
(asupan nutrisi secara bertahap) sehingga akan meningkatkan fungsi lambung dan
peristaltik usus.
Pada tahap ini yang menjadi faktor pendukung yaitu berdasarkan hasil analisa data ditemukannya
data-data yang mengacu pada diagnosa keperawatan yang muncul.
Selain itu faktor penghambat yang muncul yaitu ada beberapa data atau informasi yang kurang
lengkap pada saat pengkajian sehingga penulis sedikit kesulitan dalam menegakkan diagnosa.
Tetapi dengan cara mengkaji ulang dan mengumpulkan informasi lebih lengkap lagi maka diagnosa
pun dapat ditegakkan.
C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan keperawatanterdapat perbedaan antara teori dan kasus. Dimana pada
teori tidak dicantumkan waktu karena tidak dapat diidentifikasi, sedangkan pada kasus waktu
terpasang dengan baik di dalam pembuluh darah vena. Melakukan kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium (leukosit) juga tidak dapat dilaksanakan karena tidak ditemukan tanda-tanda infeksi.
Diagnosa resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan pembatasan
masukan oral dan diagnosa intoleransi aktivitas semua rencana tindakan dapat direalisasikan
secara nyata sesuai dengan rencana tindakan yang telah dibuat pada perencanaan keperawatan.
Faktor pendukung yang penulis dapatkan adalah keluarga yang sangat kooperatif dan mau bekerja
sama saat dilakukan tindakan keperawatan. Tidak banyak mengalami kesulitan karena sikap
kooperatif klien dan keluarga serta bimbingan dari perawat ruangan sehingga tindakan
keperawatan dapat terlaksana dengan baik.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam penulisan proses kepeawatan, pada evaluasi ini penulis
menilai sejauh mana tujuan keperawatan dapat dicapai dari 3 diagnosa pada kasus Ny. K. Setelah
dievaluasi ada 3 diagnosa yang teratasi yaitu:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhuubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan. Diagnosa
ini telah teratasi, hal tersebut dapat terlihat pada klien yang tampak lebih rileks, dan didapatkan
skala nyeri berkurang yaitu yang awalnya skala nyeri 5 menjadi 1.
2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan masukan oral. Disgnosa ini telah teratasi karena klien dapat memenuhi
kebutuhsn nutrisinya dengan baik sesuai diit yang diberikan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi, diagnosa ini telah teratasi karena pada
hari kedua asuhan keperawatan klien mengatakan sudah dapat menggerakkan kedua kakinya.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang belum teratasi adalah resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif. Diagnosa ini belum teratasi, karena pada tanggal 17 Juli
2010 klien masih terpasang infus IVFD RL 20 tetes/menit ditangan kiri.
Faktor pendukung yang penulis temukan saat melakukan evaluasi keperawatan adalah adanya
bantuan dari perawat ruangan dan rekan mahasiswa dalam memberikan askep pada klien, serta
dengan adanya informasi dari tenaga medis lainnya, juga adanya kriteria hasil yang sudah penulis
buat sebelumnya sehingga dapat di jadikan pedoman dalam menentukan apakah tujuan tercapai
atau belum.
Faktor penghambat yang penulis temukan adalah adanya keterbatasan waktu dalam melaksanakan
tindakan keperawatan. Alternatif pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan
mengkonfirmasikan/mendelegasikan perencanaan keperawatan kepada perawat di ruangan untuk
melanjutkan sehingga evaluasi dapat dilakukan secara tuntas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny. K dengan diagnosa post appendiktomi, diperoleh data
bahwa Klien mengeluh nyeri pada luka post appendiktomi, kualitas nyeri seperti berdenyut,
intensitas terus menerus, karakteristik nyeri setempat, nyeri timbul pada saat klien melakukan
pergerakan atau perubahan posisi dan akan berkurang jika klien beristirahat atau diberikan obat
analgetik, klien mengeluh kakinya tidak dapat digerakkan, klien mengatakan belum makan
maupun minum.
Pada diagnosa keperawatan yang muncul pada teori dengan klien post appendiktomi adalah empat
diagnosa, dua diagnosa keperawatan tidak terdapat dalam kasus. Hal ini dikarenakan tidak ada
data yang menunjang untuk menegakkan diagnosa keperawatan tersebut. Adapun diagnosa yang
muncul pada kasus adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan, resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
pathogen akibat tindakan invasif (pemasangan infus), resiko gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral, dan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi.
Pada tahap perencanaan, rencana keperawatan disusun sesuai dengan masalah keperawatan.
Dalam memprioritaskan masalah keperawatan dilihat dari kebutuhan dan kondisi klien pada saat
pengkajian.
Pada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Namun ada beberapa pelaksanaan
tindakan keperawatan yang tidak dilakukan sesuai dengan teori yang telah dibuat. Pada diagnosa
pertama, penulis tidak mengajurkan klien untuk mengalihkan perhatian nyeri ke hal-hal yang
menyenangkan.
Pada tahap evaluasi yang di lakukan pada tanggal 17 Juli 2010 dari empat diagnosa keperawatan
yang ada tujuan belum tercapai dan masalah keperawatan belum teratasi semua. Adapun diagnose
yang belum teratasi adalah resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme pathogen karena tindakan invasive (pemasangan infus). Diagnosa gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan dan intoleransi aktivitas
berhubungan dengan efek anestesi dapat dievaluasi secara tuntas.
mengajurkan klien untuk mengalihkan perhatian nyeri ke hal-hal yang menyenangkan. Pada
diagnosa ke dua, penulis tidak melakukan pemeriksaan laboratorium (leukosit) dan tidak
melakukan penggantian lokasi penusukan infus.
Pada tahap evaluasi yang di lakukan pada tanggal 17 Juli 2010 dari empat diagnosa keperawatan
yang ada tujuan belum tercapai dan masalah keperawatan teratasi semua. Adapun diagnosa yang
belum teratasi adalah resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
pathogen karena tindakan invasive (pemasangan infus). Diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, resiko gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan masukan oral, dan
intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anestesi dapat dievaluasi secara tuntas.
B. Saran
1. Untuk Klien dan Keluarga
Diharapkan untuk selalu menjaga kebersihan luka dengan melakukan perawatan luka di rumah dan
mematuhi jadwal kontrol yang telah ditetapkan oleh dokter.
2. Untuk rekan-rekan mahasiswa
a. Diharapkan dalam melakukan pengkajian keperawatan dengan klien post appendiktomy agar
mengkaji secara menyeluruh dan disesuaikan dengan teori yang ada.
b. Diharapkan agar lebih memahami dan mempelajari lebih dalam ilmu keperawatan medical
bedah khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan post appendiktomi dan juga
untuk meningkatkan kepercayaan diri.
1. Pengkajian
Nama
: Ny. I
Umur
: 52 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku / Bangsa
: Sunda / Indonesia
us Perkawinan
: 20.00 WIB
: Menikah
mat
: Kp.Ciburiang. RT 01 RW 01.
Desa Sekarwangi. Kec.Cibadak.
Kab. Sukabumi
No. RM / CM
Dx Medis
: 271200
: Post Operasi Apendiktomi Hari Ke-1
Tgl masuk
: 17 Oktober 2012
: Tn. J
Umur
: 60 Tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Wiraswasta
: Suami Klien
4)
N
o
1
Pola
kebiasa
n
Pola
Nutrisi
Sebelum sakit
Selama sakit
(Di Rumah
Sakit)
Makan
3x/hr, 1/2porsi,
jenis makanan
bubur.
Pantangan
makanan
selama di RS
yaitu makanan
pedas,
bersantan
Klien minum
air putih 5
gelas/hari. (
1250 cc). jenis
air putih. Gelas
dengan jenis
ukuran
belimbing.
Klien mengata
kan selama di
rawat belum
pernah BAB.
Klien BAK deng
an
menggunakan
kateter urine,
jumlah urine
dalam urin bag
1000 cc,
warna kuning
pekat.
Klien tidur
hanya8 jam.
Dari pukul
Keluhan
dan tingkat
kemandiria
n klien
Klien
mengeluh
mual muntah
dan nafsu
makan
berkurang.
Klien makan
dibantu oleh
keluarga.
Klien
terpasang
kateter urine.
Pola
Istirahat
Dan Tidur
Mandi 2x/hr dengan
menggunakan
sabunmandi, mengg
osok gigi 2x/hr
menggunakan pasta
gigi, dan keramas
rambut 2x/mg
menggunakan
shampo.
Personal
Hygiene
Dalam sehari-hari
klien melakukan
aktivitas secara
mandiri tanpa
bantuan dari orang
lain.
21.00 s/d
05.00
WIB. dan
terbangun jika
nyerinya teras
a. Klien dapat
tidur
siang hanya
2jamdari pukul
14.00 s/d
15.00 WIB.
Klien belum
mandi, gosok
gigi,dan
keramas
selama
dirawat di
rumah sakit
Klien masih
terbatas untuk
begerak,
sebagaian
aktivitas
dibantu oleh
keluarga dan
perawat.
Pola
aktivitas
Tidak ada
keluhan
Klien
mangatakan
belum
mandi, gosok
gigi, dan
keramas
selama
dirawat di RS
karena nyeri
jika klien
beraktivitas.
Klien
mengatakan
masih terasa
nyeri saat
bergerak.
b).
Pemeriksaan Fisik
pergerakan agak terbatas, kekuatan otot 4 terbukti gerakan normal penuh menentang
gravitasi dengan sedikit penahanan, jumlah jari lengkap.
Ekstremitas bawah : Pada saat dikaji bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada varises, jari
lengkap, ROM klien baik.
Kekuatan Otot :
reflek menelan baik ditandai klien dapat menelan air tanpa ada rasa sakit, klien juga dapat
berbicara dengan jelas.
N XI (Assesorius)
tonus otot baik, klien dapat menahan tekanan, klien dapat menggerakan bahu ke segala
arah, klien dapat menengok ke kanan dan ke kiri, ke bawah dan ke atas, tidak terdapat kaku
kuduk.
N XII (Hipoglosus)
Lidah simetris dan klien dapat menggerakan lidahnya ke kanan dan ke kiri, lidah baik saat
tahanan diberikan di sisi luar pipi.
(g). Sistem Perkemihan
Tidak terdapat distensi kandung kemih, saat palpasi tidak terdapat pembesaran
ginjal, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih.
(h). Sistem Endokrin
Tidak terdapat
kelenjar getah bening.
5)
a).
pembesaran
kelenjar
tiroid dan
tidak
terdapat
pembesaran
Data Psikologis
Status Emosional
Emosi klien stabil namun klien mengatakan merasa cemas dan khawatir akan
kondisinya.
(2). Harga Diri : Klien dapat menerima keadaan sakitnya, klien merasa lebih diperhatikan oleh
keluarga.
(3). Ideal Diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari sakitnya dan segera pulang ke rumah
dan melakukan aktivitas sehari-hari.
(4). Peran Diri : Klien adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurusi
pekerjaan rumah dan merawat anaknya.
(5). Identitas Diri : Klien merasa puas menjadi seorang perempuan, penampilan dan cara
berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya.
c).
Stressor
(1)
Klien dan keluarga mengatakan cemas akan kondisinya setelah menjalankan operasi
untuk penyembuhan penyakitnya.
(2)
Klien mengatakan tidak merasa takut setelah menjalankan operasi. dan ingindapat
beraktivitas seperti biasanya.
e).
6)
a)
dengan
kondisinya
sekarang,
klien
Data Sosial
b) Gaya Hidup
Gaya hidup klien sederhana terlihat dari segi penampilannya. Klien mengatakan
tidak mempunyai kebiasan merokok atau mengkonsumsi alkohol. Klien menyukai berbagai
jenis sayuran dan sering mengkonsumsinya.
c)
Support Sistem
7)
a)
untuk
sembuh
dari
semua
anggota
Data Spritual
Pola Religius
Klien beragama Islam dan sangat percaya akan adanya Allah SWT. Meskipun sedang
sakit klien tetap menjalankan ibadah shalat. Klien selalu berdoa kepada Allah SWT untuk
kesembuhannya.
b)
Klien yakin dengan perawatan yang baik klien akan sembuh, klien menganggap sakit
yang dialaminya merupakan cobaan dari Allah SWT. Tidak ada kepercayaan terhadap
budaya yang bertentangan dengan kesehatan.
8)
a)
Data Penunjang
Farmakotherapi/ pengobatan
Pengobatan tanggal 19 Oktober 2012
b)
No
Nama Obat
Dosis Obat
Cara
Pemberian
Waktu Pemberian
Mertonidazol
3x500 mg
IV
Cefotaxim
2x1gram
IV
21.00, 09.00
Ketorolak
2 x 30 mg
IV
21.00, 09.00
Ranitidine
3 x 50 mg
IV
HASIL
NILAI NORMAL
Hemoglobin
11,9 g/dl
Leukosit
11900 mm3
DWS : 4000-9000/ul
Hematokrit
38 %
P : 35-45% - L : 40-50 %
Trombosit
236000mm3
150.000- 350.000/uI
Ureum
23 mg/dl
10-15
Creatinin
0,64 mg/dl
0,5-1,9
70 mg/dl
< 180
SGOT
16 mg/dl
< 21
SGPT
16 mg/dl
< 22
N
o
1
Data
Problem
Etiologi
DS:
Klien mengeluh nyeri pada luka
operasi
Nyeri dirasakan seperti ditusuktusuk
DO :
Tindakan
pembedahan(apend
iktomy)
Ganggua
n rasa
nyaman:
nyeri
Data
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Merangsang
mediator kimia
(histamin,
bradikinin,
prostaglandin)
Merangsang saraf
nyeri
TD 150/70 mmHg
P: 90 x/ menit
R: 24 x/ menit
Merangsang
stimulus reseptor
nyeri
Ditransmisikan ke
talamus lalu ke
korteks serebri
Nyeri dipersepsikan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
DS: -
Pemasangan
alat invasif :
infus, kateter
DO:
Tindakan
pembedahan
Memudahkan
invasi
mikroorganisme
4 4
Terdapat luka operasi vertikal sepanjang
4 cm
4 (subcuticular) di bawah
7
Terputusnya
kontinuitas jaringan
9)
Resiko inf
eksi
Analisa
2.
a.
b.
c.
3.
Perencanaan Keperawatan
Tanggal Perencanaan
Nama Perawat
: 19 Oktober 2012
: Ana Pujiyawati
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Rencana
Tindakan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
berhubungan
dengan
terputusnya
kontinuitas
jaringan
sekunder akibat
luka post
operasi, ditandai
dengan :
Tupan : Setelah
dilakukan 3 x 24 jam
perawatan , gangguan
rasa nyaman: nyeri klien
teratasi
1.
Kaji
1.
respon klien
terhadap nyeri,
catat lokasi,
kualitas, durasi
nyeri dengan
skala (0-5)
setiap 6 jam.
Tupen: Setelah 1 x
24 jam perawatan
persepsi klien tentang
nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
Skala nyeri 3
(0-5)
Terdapat luka
operasi
Rasional
Mengiden
tifikasi
sejauh
mana nyeri
yang
dirasakan
klien dan
membantu
dalam
menentuka
n pilihan
dan
keefektifan
intervensi.
2.
Kaji ulang
2.
Mengiden
faktor pencetus
tifikasi
yang dapat
untuk
memperberat
penentuan
nyeri.
pilihan
intervensi
keperawata
n
selanjutnya
3.
Ukur TD,
.
Nadi dan
Par
af
ana
sepanjang 7
cm (subcuticular)
vertikal di bawah
umbilikus.
respirasi
setiap6 jam.
3.
Klien tampak
meringis
Klien tampak
menahan
pergerakan
TD 150/70
mmHg
P: 90 x/ menit
-
R: 24 x/ menit
4.
Kaji ulang
kemampuan
klien untuk
4.
manajemen
nyeri yaitu
tekhnik relaksai
(napas dalam)
yang telah
diajarkan
sebelum
operasi.
Ajarkan
kembali bila
perlu.
5.
Anjurkan i
stirahat dengan
posisi
terlentang
5.
Peningkat
an TD, nadi
dan
respirasi
mengidenti
fikasi nyeri
yang
berlebih.
Napas
dalam
dapat
menurunka
n stress
dan
membantu
relaksasi
otot yang
tegang dan
mengurang
rasa nyeri.
Menghilan
gkan
tegangan
abdomen
yang
bertambah
dengan
posisi
terlentang.
6.
Berikan
lingkungan
yang tenang
dan tempat
6.
Meningkat
tidur yang
kan
nyaman,
kenyamana
terutama jika
n,
klien tidur
menurunka
malam
n persepsi
nyeri,
membantu
7.
Berikan te dalam
pemenuhan
rapi obat
kebutuhan
analgeik
ketorolak
2x30mg
melalui
IV setiap 12
jam.
2.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan adanya l
uka
operasi danpema
sangan
alat
invasif :
DS: DO:
Terdapat luka
operasi vertikal
sepanjang 7 cm
(subcuticular) di
bawah umbilikus
dengan
karakteristik luka
masih basah,
tidak terdapat
kemerahan di
sekitar luka,
sekitar luka
teraba panas,
terdapat sedikit
pengeluaran
darah di sekitar
luka jahitan
Suhu tubuh37o
Terpasang
infus pada
ekstremitas kiri.
Tidak terdapat
kemerahan, oede
ma pada kulit di
sekitar
pemasangan
Tupan: setelah
dilakukan Selama 5 x
24 jam perawatan infeks
i tidak terjadi
Tupen: setelah
dilakukan Selama 1 x 24
jam perawatan tidak
ditemukan tanda-tanda
infeksi dengan kriteria
hasil:
Luka kering
Tidak terdapat
pengeluaran pada luka
Tidak ada kemerahan
pada kulit disekitar luka
Suhu tubuh dalam batas
37,50C
Tidak terdapat
kemerahan, oedema
pada kulit yang
terpasang infus
istirahat
tidur .
7.
1.
Awasi
1.
tanda
vital: suhu,
perhatikan
adanya
demam,
menggigil dan
berkeringatseti
ap 6 jam
Membant
u
menurunka
n rasa
nyeri.
Mengiden
tifikasi
adanya
infeksi,
memudahk
an pilihan
atau
keefektifan
intervensi.
2.
Observasi
keadaan luka
2.
Memberik
setiap hari,
an deteksi
perhatikan
dini
karekateristik
terjadinya
penampilan.
proses
infeksi dan
atau
3.
Lakukan
pengawasa
perawatan luka n
dengan teknik
penyembuh
aseptik dan
an.
ganti balutan
minimal
1x/perhari.
3.
Perawatan
4.
Kaji
luka yang
karakteristik
baik dapat
kulit di sekitar
membantu
pemasangan
mencegah
infus. Ganti
terjadinya
segera jika
infeksi.
ditemukan
Mendetek
tanda-tanda 4.
si dini
infeksi.
terjadinya
infeksi
pada kulit
An
a
infus
5.
Berikan ob
at antibiotik
Cefotaxime
2x1gr melalui
IV setiap 12
jam.
5.
3.
Resiko
perubahan pola
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
intake
inadekuat,
ditandai dengan
DS :
Klien mengeluh
mual muntah
dan nafsu makan
menurun
DO :
Klien
tampak lemas
Konjungtiva
tampak pucat
Oprsi
makan1/2 tidak
habis
BB sebelum
sakit 46 kg
BB setelah skit
45 kg
HB : 11,9 g/dl
Tupan: setelah
dilakukan Selama 3 x
24 jam kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi
1.
yang
terpasang
infus,
meminimal
kan
terjadinya
infeksi.
Diberikan
untukmenc
egah
infeksi.
Kaji intake
nutrisi klien
1. intake
nutrisi yang
adekuat
akan
membantu
Tupen: setelah dilakuka
proses
n Selama 1 x 24
penyembuh
jam perawatan kebutuh 2. Anjurkan klien an
untuk minum
an nutrisi klien dapat
air hangat
terpenuhi dengan
2. minum air
sebelum makan hangat
criteria :
sebelum
3. Sajikan klien
Klien tidak merasa
makan
makanan yang
mual muntah dan nafsu
akan
hangat dalam
makan klien bertambah
mengurang
porsi makanan
i rasa mual.
yang sedang.
BB klien bertambah
3. Sajian
makanan
4. Anjurkan klien yang
hangat
makan sedikit
dalam porsi
tapi sering
yang
sedang
akan
membuat
klien
5. Berikan obat
tertarik
antasida
untuk
ranitidine
makan
3x50mg setiap
8 jam
4. asupan
makanan
yang
adekuat
akan
ana
membantu
proses
penyembuh
an klien
5. golongan
obat
antasida
membantu
mengurang
i sekresi
asam
lambung
yang
berlebihan
4.
Defisit perawatan
diri berhubungan
dengan
kelemahan fisik,
nyeri ditandai
dengan :
di rumah sakit
Bantu klien
untuk
- Klien
memenuhi
Keluarga
membantu
mengatakan m
kebutuhan
asih
terbatas klien dalam pemenuhan
perawatan diri
untuk begerak, perawatan diri
sesuai dengan
sebagaian
tingkat
aktivitas
kemampuan 2.
Membant
dibantu
oleh
klien.
u
keluarga
dan
pemenuhan
3.
Libatkan
perawat
kebutuhan
keluarga dalam
personal
pemenuhan
DO :
hygiene
kebutuhan
dengan
perawatan
diri
- Klien tampak
tetap
klien dan
lemah barbering
anjurkan
memandirik
keluarga untuk
- Rambut rapi
2.
Menilai
kemampua
n klien
untuk
melakukan
perawatan
diri dan
mengurang
i
ketergantu
ngan.
ana
di tempat tidur
-
ADL klien
dibantu oleh
keluargadan
perawat.
4
1.
Keku
atan
otot
Rambut
lengket dan
kusut
Kulit tubuh
berkeringat dan
lengket
4.
N
o
membantu
an klien.
klien dalam
pemenuhan
perawatan diri.
3.
Memudah
kan dalam
memberika
n
kebutuhan
perawatan
diri klien.
Implementasi Keperawatan
Diagnosa
Keperawat
an
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
berhubung
an dengan
terputusny
a
kontinuita
s jaringan
sekunder
akibat
luka post
operasi.
Tanggal/
Waktu
Implementasi
Keperawatan
Paraf
ana
20.10
WIB
4 . mengkaji ulang
kemampuan klien untuk
manajemen nyeri yaitu
tekhnik relaksai (napas
dalam) yang telah
diajarkan sebelum
Tanggal 20
Oktober 2012
S:
ana
Klien mengatakan
nyeri
pada
luka
operasi belumberkur
ang.
Klien mengatakan
nyeri yang dirasakan
seperti
di
sayatsayat.
O:
Klien
Par
af
ana
Evaluasi
tampak
sesekali meringis
ana
TD : 140/80mmHg
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt
6. Memberikan lingkungan
yang tenang dannyaman.
Klien tampak
menggunakan teknik
napas dalam jika
nyerinya dirasakan.
R/klientampak tenang
dan nayman berbaring
ditempt tidur
Meberikan terapi obat
analgei. ketorolak 1
gram melalui IV
ana
A:
Masalah gangguan
rasa nyaman nyeri
teratasi sebagian.
20.45
WIB
P:
ana
4. menganjurkan untuk
manajemen nyeri yaitu
tekhnik relaksai (napas
dalam) yang telah
diajarkan sebelumnya.
masih
menahan
Skala nyeri : 3
dalam rentang (0-5)
20.15
WIB 5. menganjurkan istirahat
denganposisi terlentang.
Klien
tampak
gerakan.
ana
Intervensi
dilanjutkan pada no:
1,2,3,4,5,6,7.
ana
05.00
WIB
ana
05.05 W
IB
4. menganjurkan untuk
manajemen nyeri yaitu
tekhnik relaksai (napas
dalam) yang telah
diajarkan sebelumnya.
R/: klien mengatakan
bisa dan akan
melakukannya.
05.10
WIB
ana
ana
ana
wahi
d
4. menganjurkan untuk
05.40 W manajemen nyeri yaitu
IB
tekhnik relaksai (napas
dalam) yang telah
diajarkan sebelumnya.
R/: klien mengatakan
bisa dan akan
melakukannya.
08.15 W 6. Berikan lingkungan
IB
yang tenang dan
nyaman.
R/: Klien terlihat tenang
wahi
d
08.20 W
IB
Wahi
d
Wahi
d
08.30
WIB
Wahi
d
09.00
WIB
Yogi
11.00
WIB
14.20
WIB
Yogi
Ogi
14.25
WIB
14.30
WIB
2.
Resiko
tinggi
infeksi
berhubung
an dengan
19
Oktober
2012
20.00 W
1. mengawasi tanda
vital: suhu, perhatikan
adanya demam,
menggigil dan
ana
Tanggal 20 Oktober
2012
Pukul 20.00 WIB
ana
luka
operasi.
IB
berkeringat.
S:-
20.10 W
IB
3.
Mengobservasi
keadaan luka, perhatikan
karekateristik danpenam
pilan.
R/: Keadaan luka masih
basah, tidak terdapat
kemerahan di sekitar
luka, tidak ada keluaran
pus, panjang luka 7cm
(subcuticular).
4. Mengkaji keadaan di
sekitar kulit yang
terpasang infus.
R/: tiak ditemukan
adanya tanda-tanda
infeksi seperti
kemerahan, timbul rasa
nyeri, dan bengkak.
20.20 W5. Memberikan obat
antibiotik Cefotaxime 1gr
IB
dan metrodinazole 500
mg melalui IV
R/:klien terlihat
meringis saat diberi obat.
5. Memberikan obat
antibiotik metrodinazole
500 mg melalui IV
O:
Terdapat luka operasi
sepanjang 7cm
ana (subcuticular)
Keadaan
basah
Tidak
terdapat
kemerahan
pada
sekitar luka operasi,
tidak ada pus.
Teraba
panas
di
daerah sekitar luka
Suhu tubuh 370C
Terpasang infus pada
tangan
sebelah
kiridengan cairan RL
20 tetes/menit.
ana Tidak terdapat tandatanda adanya infeksi
(kemerahan,
oedema)
disekitar
kulit yang terpasang
infus
A:
Maslah resiko tinggi
infeksi
belum
teratasi
21.00
WIB
1. Mengawasi tanda
vital: suhu, perhatikan
adanya demam,
menggigil dan
berkeringat.
R/: suhu 36,70C
3. Mengobservasi keadaan
luka, perhatikan
lukamasih
P:
ana
Intervensi
dilanjutkan pada no :
1,3,4,5
karekateristik danpenam
pilan.
R/: Keadaan luka masih
basah, tidak terdapat
kemerahan di sekitar
luka, tidak ada keluaran
pus, panjang luka 7cm
(subcuticular).
20
Oktober
2012 4. Mengkaji keadaan di
sekitar kulit yang
05.00
terpasang infus.
WIB
R/: tiak ditemukan
adanya tanda-tanda
infeksi seperti
kemerahan, timbul rasa
nyeri, dan bengkak.
05.10
WIB
ana
5. Memberikan obat
antibiotik Cefotaxime
1gr melalui IV
R/: klien
terlihatmeringis
saat diberi obat
08.30
WIB
ana
Wahi
d
1. Mengawasi tanda
vital: suhu, perhatikan
adanya demam,
menggigil dan
berkeringat.
R/: suhu 36,70C
5. Memberikan obat
antibiotik metrodinazole
500 mg melalui IV
R/: klien
terlihatmeringis
saat diberi obat.
3. Mengobservasi keadaan
luka, perhatikan
karekateristik danpenam
pilan.
08.55
Wahi
d
WIB
kemerahan di sekitar
luka, tidak ada keluaran
pus, panjang luka 7cm
(subcuticular).
4. Mengkaji keadaan di
sekitar kulit yang
terpasang infus.
R/: tiak ditemukan
adanya tanda-tanda
infeksi seperti
kemerahan, timbul rasa
nyeri, dan bengkak.
1.
09.00
WIB
Wahi
d
Wahi
d
11.
05WIB
Wahi
d
13. 00
WIB
Yogi
14. 30
WIB
Yogi
14. 40
WIB
Yogi
15.00
WIB
Resiko
perubahan
pola
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubung
an dengan
intake
inadekuat
20.45
WIB
ana
O:
- klien nampak masih
mual dan makan
sedikit-sedikit
4.
20.50
WIB
A:
ana
21.00
WIB
ana
R/klien tampak
minum air hangat
sebelum makan
Menyajikan klien
makanan yang hangat
dalam porsi makanan
yang sedang
20
Oktober
2012
5.
05.00
WIB
Masalah perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan belum
teratasi
P:
3.
Tanggal 20
Oktober 2012
ana
Intervensi no
1,2,3,4,5 dilanjutkan
Ana
Ana
Ana
wahi
d
wahi
d
Wahi
d
Wahi
d
12.30
WIB
Wahi
d
13.00
WIB
Yogi
19.00
WIB
Yogi
19.05
WIB
Yogi
19.10
WIB
Yogi
19.15
WIB
4.
Defisit
perawatan
diri
berhubung
an dengan
kelemaha
n fisik
19 1. Mengkaji tingkat
Oktober kemandirian klien untuk
2012
memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
20.30 W
IB
R/: perawatan diri
dibantu total.
3. Memberi tahu kepada
keluarga untuk ikut
terlibat dalam
pemenuhan perawatan
diri klien.
20.35 W
IB
R/: keluarga
mengatakan akan ikut
membantu dalam
pemenuhan perawatan
diri klien.
ana
Tanggal 20 Oktober
2012
Pukul 20.00 WIB
S:
Klien mengatakan
belum bisa
melakukan
perawatan diri.
ana
O:
ana
1. Mengkaji tingkat
kemandirian klien untuk
memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
Rambut masih
lengket.
A:
Masalah defisit
perawatan diri
teratasi sebagian
P:
Ana
20
Oktober
2012 1. Mengkaji tingkat
kemandirian klien untuk
06.30
memenuhi kebutuhan
WIB
perawatan diri.
Yogi
14.45
WIB
intervensi
lanjutkan pada no:
1,2 dan 3
1. Pengkajian
Nama
: Ny. I
Umur
: 52 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
Agama
: Islam
Suku / Bangsa
: Sunda / Indonesia
us Perkawinan
: Menikah
mat
: Kp.Ciburiang. RT 01 RW 01.
Desa Sekarwangi. Kec.Cibadak.
Kab. Sukabumi
No. RM / CM
: 271200
: 20.00 WIB
Dx Medis
Tgl masuk
: 17 Oktober 2012
: Tn. J
Umur
: 60 Tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Wiraswasta
: Suami Klien
Menurut pengakuan klien dan keluarga, di dalam anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit yang serupa dengan klien dan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes melitus dan penyakit menular seperti TBC
dan hepatitis.
4)
Pola
kebiasa
n
Pola
Nutrisi
Sebelum sakit
Selama sakit
(Di Rumah
Sakit)
Makan
3x/hr, 1/2porsi,
jenis makanan
bubur.
Pantangan
makanan
selama di RS
yaitu makanan
pedas,
bersantan
Klien minum
air putih 5
gelas/hari. (
1250 cc). jenis
air putih. Gelas
dengan jenis
ukuran
belimbing.
Klien mengata
kan selama di
rawat belum
pernah BAB.
Klien BAK deng
an
menggunakan
kateter urine,
jumlah urine
dalam urin bag
1000 cc,
Keluhan
dan tingkat
kemandiria
n klien
Klien
mengeluh
mual muntah
dan nafsu
makan
berkurang.
Klien makan
dibantu oleh
keluarga.
Klien
terpasang
kateter urine.
3
Pola
Istirahat
Dan Tidur
Mandi 2x/hr dengan
menggunakan
sabunmandi, mengg
osok gigi 2x/hr
menggunakan pasta
gigi, dan keramas
rambut 2x/mg
menggunakan
shampo.
4
Personal
Hygiene
warna kuning
pekat.
Klien tidur
hanya8 jam.
Dari pukul
21.00 s/d
05.00
WIB. dan
terbangun jika
nyerinya teras
a. Klien dapat
tidur
siang hanya
2jamdari pukul
14.00 s/d
15.00 WIB.
Tidak ada
keluhan
Klien belum
mandi, gosok
gigi,dan
keramas
selama
dirawat di
rumah sakit
Dalam sehari-hari
klien melakukan
aktivitas secara
mandiri tanpa
bantuan dari orang
lain.
Klien masih
terbatas untuk
begerak,
sebagaian
aktivitas
dibantu oleh
keluarga dan
Klien
mangatakan
belum
mandi, gosok
gigi, dan
keramas
selama
dirawat di RS
karena nyeri
jika klien
beraktivitas.
perawat.
5
Pola
aktivitas
b).
Klien
mengatakan
masih terasa
nyeri saat
bergerak.
Pemeriksaan Fisik
pengeluaran darah di sekitar luka, Suhu tubuh klien 370C, turgor kulit kembali < 2 detik,
tidak terdapat kemerahan, bengkak dan nyeri tekan disekitar kulit yang terpasang infuse,
kateter urin tampak kotor, keadaan meatus uretra tampak kotor.
(e). Sistem Muskulo Skeletal
Ekstremitas atas : Bentuk simetris antara kiri dan kanan, ROM klien baik terbukti
klien dapat mengerakkan kedua tangan ke segala arah, tangan kiri terpasang infus
pergerakan agak terbatas, kekuatan otot 4 terbukti gerakan normal penuh menentang
gravitasi dengan sedikit penahanan, jumlah jari lengkap.
Ekstremitas bawah : Pada saat dikaji bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada varises, jari
lengkap, ROM klien baik.
Kekuatan Otot :
Sensori baik ditandai dengan klien dapat membedakan rasa asin, manis, asam dan pahit.
Motorik baik ditandai dengan klien mampu tersenyum, menggembungkan pipi, menutup
rapat mata dan menyeringai gerakannya lembut dan simetris.
N VIII (Vestibula Acusticus)
Klien dapat mendengar gesekan kertas, klien dapat mendengar suara dan menjawab
pertanyaan dengan jelas.
N IX, X (Glosofaringeus dan Vagus)
reflek menelan baik ditandai klien dapat menelan air tanpa ada rasa sakit, klien juga dapat
berbicara dengan jelas.
N XI (Assesorius)
tonus otot baik, klien dapat menahan tekanan, klien dapat menggerakan bahu ke segala
arah, klien dapat menengok ke kanan dan ke kiri, ke bawah dan ke atas, tidak terdapat kaku
kuduk.
N XII (Hipoglosus)
Lidah simetris dan klien dapat menggerakan lidahnya ke kanan dan ke kiri, lidah baik saat
tahanan diberikan di sisi luar pipi.
(g). Sistem Perkemihan
Tidak terdapat distensi kandung kemih, saat palpasi tidak terdapat pembesaran
ginjal, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih.
(h). Sistem Endokrin
Tidak terdapat
kelenjar getah bening.
5)
a).
pembesaran
kelenjar
tiroid dan
tidak
terdapat
pembesaran
Data Psikologis
Status Emosional
Emosi klien stabil namun klien mengatakan merasa cemas dan khawatir akan
kondisinya.
(2). Harga Diri : Klien dapat menerima keadaan sakitnya, klien merasa lebih diperhatikan oleh
keluarga.
(3). Ideal Diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari sakitnya dan segera pulang ke rumah
dan melakukan aktivitas sehari-hari.
(4). Peran Diri : Klien adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurusi
pekerjaan rumah dan merawat anaknya.
(5). Identitas Diri : Klien merasa puas menjadi seorang perempuan, penampilan dan cara
berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya.
c).
Stressor
(1)
Klien dan keluarga mengatakan cemas akan kondisinya setelah menjalankan operasi
untuk penyembuhan penyakitnya.
(2)
Klien mengatakan tidak merasa takut setelah menjalankan operasi. dan ingindapat
beraktivitas seperti biasanya.
e).
6)
a)
dengan
kondisinya
sekarang,
klien
Data Sosial
b) Gaya Hidup
Gaya hidup klien sederhana terlihat dari segi penampilannya. Klien mengatakan
tidak mempunyai kebiasan merokok atau mengkonsumsi alkohol. Klien menyukai berbagai
jenis sayuran dan sering mengkonsumsinya.
c)
Support Sistem
untuk
sembuh
dari
semua
anggota
7)
a)
Data Spritual
Pola Religius
Klien beragama Islam dan sangat percaya akan adanya Allah SWT. Meskipun sedang
sakit klien tetap menjalankan ibadah shalat. Klien selalu berdoa kepada Allah SWT untuk
kesembuhannya.
b)
8)
a)
Data Penunjang
Farmakotherapi/ pengobatan
Pengobatan tanggal 19 Oktober 2012
b)
No
Nama Obat
Dosis Obat
Cara
Pemberian
Waktu Pemberian
Mertonidazol
3x500 mg
IV
Cefotaxim
2x1gram
IV
21.00, 09.00
Ketorolak
2 x 30 mg
IV
21.00, 09.00
Ranitidine
3 x 50 mg
IV
HASIL
NILAI NORMAL
Hemoglobin
11,9 g/dl
Leukosit
11900 mm3
DWS : 4000-9000/ul
Hematokrit
38 %
P : 35-45% - L : 40-50 %
Trombosit
236000mm3
150.000- 350.000/uI
Ureum
23 mg/dl
10-15
N
o
1
Data
Problem
Etiologi
DS:
Tindakan
Ganggua
n rasa
pembedahan(apend
nyaman:
Klien mengeluh nyeri pada luka
iktomy)
nyeri
operasi
0,5-1,9
Creatinin
0,64 mg/dl
Nyeri
dirasakan
seperti ditusuk- 70 mg/dl
< 180
Gula
darah sewaktu
tusuk
Terputusnya
kontinuitas jaringan < 21
SGOT
16 mg/dl
DO :
SGPT
Skala nyeri 3 (0-5)
16 mg/dl
< 22
Merangsang
mediator kimia
(histamin,
bradikinin,
prostaglandin)
9)
Data
Merangsang saraf
nyeri
TD 150/70 mmHg
P: 90 x/ menit
R: 24 x/ menit
Merangsang
stimulus reseptor
nyeri
Ditransmisikan ke
talamus lalu ke
korteks serebri
Nyeri dipersepsikan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
DS: -
Pemasangan
alat invasif :
infus, kateter
DO:
Tindakan
pembedahan
Memudahkan
invasi
mikroorganisme
4 4
Terdapat luka operasi vertikal sepanjang
4 cm
4 (subcuticular) di bawah
7
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Resiko inf
eksi
Analisa
2.
a.
b.
c.
3.
Perencanaan Keperawatan
Tanggal Perencanaan
Nama Perawat
: 19 Oktober 2012
: Ana Pujiyawati
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Rencana
Tindakan
Gangguan rasa
nyaman nyeri
berhubungan
dengan
terputusnya
kontinuitas
jaringan
sekunder akibat
luka post
operasi, ditandai
dengan :
Tupan : Setelah
dilakukan 3 x 24 jam
perawatan , gangguan
rasa nyaman: nyeri klien
teratasi
1.
Kaji
1.
respon klien
terhadap nyeri,
catat lokasi,
kualitas, durasi
nyeri dengan
skala (0-5)
setiap 6 jam.
Tupen: Setelah 1 x
24 jam perawatan
persepsi klien tentang
nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
Skala nyeri 3
(0-5)
Terdapat luka
operasi
Rasional
Mengiden
tifikasi
sejauh
mana nyeri
yang
dirasakan
klien dan
membantu
dalam
menentuka
n pilihan
dan
keefektifan
intervensi.
2.
Kaji ulang
2.
Mengiden
faktor pencetus
tifikasi
yang dapat
untuk
memperberat
penentuan
nyeri.
pilihan
intervensi
keperawata
n
selanjutnya
3.
Ukur TD,
.
Nadi dan
Par
af
ana
sepanjang 7
cm (subcuticular)
vertikal di bawah
umbilikus.
respirasi
setiap6 jam.
3.
Klien tampak
meringis
Klien tampak
menahan
pergerakan
TD 150/70
mmHg
P: 90 x/ menit
-
R: 24 x/ menit
4.
Kaji ulang
kemampuan
klien untuk
4.
manajemen
nyeri yaitu
tekhnik relaksai
(napas dalam)
yang telah
diajarkan
sebelum
operasi.
Ajarkan
kembali bila
perlu.
5.
Anjurkan i
stirahat dengan
posisi
terlentang
5.
Peningkat
an TD, nadi
dan
respirasi
mengidenti
fikasi nyeri
yang
berlebih.
Napas
dalam
dapat
menurunka
n stress
dan
membantu
relaksasi
otot yang
tegang dan
mengurang
rasa nyeri.
Menghilan
gkan
tegangan
abdomen
yang
bertambah
dengan
posisi
terlentang.
6.
Berikan
lingkungan
yang tenang
dan tempat
6.
Meningkat
tidur yang
kan
nyaman,
kenyamana
terutama jika
n,
klien tidur
menurunka
malam
n persepsi
nyeri,
membantu
7.
Berikan te dalam
pemenuhan
rapi obat
kebutuhan
analgeik
ketorolak
2x30mg
melalui
IV setiap 12
jam.
2.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan adanya l
uka
operasi danpema
sangan
alat
invasif :
DS: DO:
Terdapat luka
operasi vertikal
sepanjang 7 cm
(subcuticular) di
bawah umbilikus
dengan
karakteristik luka
masih basah,
tidak terdapat
kemerahan di
sekitar luka,
sekitar luka
teraba panas,
terdapat sedikit
pengeluaran
darah di sekitar
luka jahitan
Suhu tubuh37o
Terpasang
infus pada
ekstremitas kiri.
Tidak terdapat
kemerahan, oede
ma pada kulit di
sekitar
pemasangan
Tupan: setelah
dilakukan Selama 5 x
24 jam perawatan infeks
i tidak terjadi
Tupen: setelah
dilakukan Selama 1 x 24
jam perawatan tidak
ditemukan tanda-tanda
infeksi dengan kriteria
hasil:
Luka kering
Tidak terdapat
pengeluaran pada luka
Tidak ada kemerahan
pada kulit disekitar luka
Suhu tubuh dalam batas
37,50C
Tidak terdapat
kemerahan, oedema
pada kulit yang
terpasang infus
istirahat
tidur .
7.
1.
Awasi
1.
tanda
vital: suhu,
perhatikan
adanya
demam,
menggigil dan
berkeringatseti
ap 6 jam
Membant
u
menurunka
n rasa
nyeri.
Mengiden
tifikasi
adanya
infeksi,
memudahk
an pilihan
atau
keefektifan
intervensi.
2.
Observasi
keadaan luka
2.
Memberik
setiap hari,
an deteksi
perhatikan
dini
karekateristik
terjadinya
penampilan.
proses
infeksi dan
atau
3.
Lakukan
pengawasa
perawatan luka n
dengan teknik
penyembuh
aseptik dan
an.
ganti balutan
minimal
1x/perhari.
3.
Perawatan
4.
Kaji
luka yang
karakteristik
baik dapat
kulit di sekitar
membantu
pemasangan
mencegah
infus. Ganti
terjadinya
segera jika
infeksi.
ditemukan
Mendetek
tanda-tanda 4.
si dini
infeksi.
terjadinya
infeksi
pada kulit
An
a
infus
5.
Berikan ob
at antibiotik
Cefotaxime
2x1gr melalui
IV setiap 12
jam.
5.
3.
Resiko
perubahan pola
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
intake
inadekuat,
ditandai dengan
DS :
Klien mengeluh
mual muntah
dan nafsu makan
menurun
DO :
Klien
tampak lemas
Konjungtiva
tampak pucat
Oprsi
makan1/2 tidak
habis
BB sebelum
sakit 46 kg
BB setelah skit
45 kg
HB : 11,9 g/dl
Tupan: setelah
dilakukan Selama 3 x
24 jam kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi
1.
yang
terpasang
infus,
meminimal
kan
terjadinya
infeksi.
Diberikan
untukmenc
egah
infeksi.
Kaji intake
nutrisi klien
1. intake
nutrisi yang
adekuat
akan
membantu
Tupen: setelah dilakuka
proses
n Selama 1 x 24
penyembuh
jam perawatan kebutuh 2. Anjurkan klien an
untuk minum
an nutrisi klien dapat
air hangat
terpenuhi dengan
2. minum air
sebelum makan hangat
criteria :
sebelum
3. Sajikan klien
Klien tidak merasa
makan
makanan yang
mual muntah dan nafsu
akan
hangat dalam
makan klien bertambah
mengurang
porsi makanan
i rasa mual.
yang sedang.
BB klien bertambah
3. Sajian
makanan
4. Anjurkan klien yang
hangat
makan sedikit
dalam porsi
tapi sering
yang
sedang
akan
membuat
klien
5. Berikan obat
tertarik
antasida
untuk
ranitidine
makan
3x50mg setiap
8 jam
4. asupan
makanan
yang
adekuat
akan
ana
membantu
proses
penyembuh
an klien
5. golongan
obat
antasida
membantu
mengurang
i sekresi
asam
lambung
yang
berlebihan
4.
Defisit perawatan
diri berhubungan
dengan
kelemahan fisik,
nyeri ditandai
dengan :
di rumah sakit
Bantu klien
untuk
- Klien
memenuhi
Keluarga
membantu
mengatakan m
kebutuhan
asih
terbatas klien dalam pemenuhan
perawatan diri
untuk begerak, perawatan diri
sesuai dengan
sebagaian
tingkat
aktivitas
kemampuan 2.
Membant
dibantu
oleh
klien.
u
keluarga
dan
pemenuhan
3.
Libatkan
perawat
kebutuhan
keluarga dalam
personal
pemenuhan
DO :
hygiene
kebutuhan
dengan
perawatan
diri
- Klien tampak
tetap
klien dan
lemah barbering
anjurkan
memandirik
keluarga untuk
- Rambut rapi
2.
Menilai
kemampua
n klien
untuk
melakukan
perawatan
diri dan
mengurang
i
ketergantu
ngan.
ana
di tempat tidur
-
ADL klien
dibantu oleh
keluargadan
perawat.
4
1.
Keku
atan
otot
Rambut
lengket dan
kusut
Kulit tubuh
berkeringat dan
lengket
4.
N
o
membantu
an klien.
klien dalam
pemenuhan
perawatan diri.
3.
Memudah
kan dalam
memberika
n
kebutuhan
perawatan
diri klien.
Implementasi Keperawatan
Diagnosa
Keperawa
tan
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
berhubun
gan
dengan
terputusn
ya
kontinuita
s jaringan
sekunder
akibat
luka post
operasi.
Tanggal
/ Waktu
Implementasi
Keperawatan
Para
f
ana
20.10
WIB
Tanggal 20
Oktober 2012
Pukul 20.00 WIB
S:
S: 37,3 0C
1. Mengkaji respon nyeri
dan skala nyeri
Evaluasi
ana
Klien
mengatakan nyeri
pada
luka
operasi belumber
kurang.
Klien
mengatakan nyeri
yang
dirasakan
seperti di sayatsayat.
O:
Par
af
ana
ana
Klien
masih
tampak menahan
gerakan.
Skala nyeri : 3
dalam rentang (05)
5. menganjurkan istiraha
t denganposisi
terlentang.
TD :
140/80mmHg
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt
6. Memberikan
lingkungan yang
tenang dannyaman.
R/klientampak tenang
dan nayman berbaring
ditempt tidur
7
20.30
WIB
ana
Klien tampak
menggunakan
teknik napas
dalam jika
nyerinya
dirasakan.
Meberikan terapi
obat analgei. ketorolak
1 gram melalui IV
R/klien tmpak
meringis saat
dimasukan obat
20.45
WIB
1.
Klien
tampak
sesekali meringis
A:
ana
P:
Intervensi
dilanjutkan pada
no: 1,2,3,4,5,6,7.
Masalah
gangguan rasa
nyaman nyeri
teratasi sebagian.
ana
nyeri 3 (0-5).
4. menganjurkan untuk
manajemen nyeri yaitu
21.00
tekhnik relaksai (napas
WIB
dalam) yang telah
diajarkan sebelumnya.
ana
R/: klien
mengatakan bisa dan
akan melakukannya.
6. Berikan lingkungan
yang tenang
dannyaman.
20
Oktobe
r 2012
ana
05.05
WIB
Mengkaji kembali
respon nyeri dan skala
nyeri
R/: Klien tampak
meringis kesakitan dan
mengeluh nyeri pada
daerah sekitar luka
operasi dengan skala
nyeri 3 (0-5).
05.10
4. menganjurkan untuk
WIB
manajemen nyeri yaitu
tekhnik relaksai (napas
dalam) yang telah
ana
diajarkan sebelumnya.
ana
R/: klien
mengatakan bisa dan
akan melakukannya.
6. Berikan lingkungan
yang tenang
dannyaman.
ana
05.15
7. memberikan terapi
WIB
obat analgeik ketorolac
2x1 ampul melalui IV.
R/: klien meringis
kesakitan.
05.40
WIB
wahi
d
3. Mengukur tanda-tanda
vital.
R/: TD: 110/80 mmHg,
P: 80x/mnt. R: 22x/mnt
1. Mengkaji kembali
respon nyeri dan skala
nyeri
08.15
WIB
wahi
d
nyaman.
R/: Klien terlihat tenang
08.20
WIB
Wahi
d
Wahi
d
08.30
WIB
Wahi
d
09.00
WIB
Yogi
11.00
WIB
14.20
WIB
Yogi
14.25
WIB
Ogi
14.30
WIB
2.
Resiko
tinggi
infeksi
berhubun
gan
19
Oktobe
r 2012
20.00
1. mengawasi tanda
vital: suhu, perhatikan
adanya demam,
menggigil dan
ana
Tanggal 20
Oktober 2012
Pukul 20.00 WIB
ana
dengan
luka
operasi.
WIB
berkeringat.
R/: suhu 370C
20.10
WIB
3.
Mengobservasi
keadaan luka,
perhatikan
karekateristik danpena
mpilan.
R/: Keadaan luka masih
basah, tidak terdapat
kemerahan di sekitar
luka, tidak ada
keluaran pus, panjang
luka 7cm
(subcuticular).
4. Mengkaji keadaan di
sekitar kulit yang
terpasang infus.
20.20
WIB
21.00
WIB
R/: klien
terlihatrileks
saat diberi obat
1. Mengawasi tanda
vital: suhu, perhatikan
adanya demam,
menggigil dan
S:O:
Terdapat
luka
operasi
ana sepanjang 7cm
(subcuticular)
Keadaan
lukamasih basah
Tidak
terdapat
kemerahan pada
sekitar
luka operasi,
tidak ada pus.
Teraba panas di
daerah
sekitar
luka
Suhu tubuh 370C
Terpasang
infus
pada
tangan
ana sebelah
kiridengan cairan
RL
20
tetes/menit.
Tidak
terdapat
tanda-tanda
adanya
infeksi
(kemerahan,
oedema) disekitar
kulit
yang
terpasang infus
A:
resiko
ana Maslah
tinggi
infeksi
belum teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan pada
no : 1,3,4,5
berkeringat.
R/: suhu 36,70C
3. Mengobservasi
keadaan luka,
perhatikan
karekateristik danpena
20
mpilan.
Oktobe
r 2012 R/: Keadaan luka masih
basah, tidak terdapat
05.00
kemerahan di sekitar
WIB
luka, tidak ada
keluaran pus, panjang
luka 7cm
(subcuticular).
05.10
WIB
ana
ana
4. Mengkaji keadaan di
sekitar kulit yang
terpasang infus.
R/: tiak ditemukan
adanya tanda-tanda
infeksi seperti
kemerahan, timbul
rasa nyeri, dan
bengkak.
Wahi
d
R/: klien
Wahi
d
WIB
terlihatmeringis
saat diberi obat.
3. Mengobservasi
keadaan luka,
perhatikan
karekateristik danpena
mpilan.
R/: Keadaan luka masih
basah, tidak terdapat
kemerahan di sekitar
luka, tidak ada
keluaran pus, panjang
luka 7cm
(subcuticular).
Wahi
d
Wahi
d
Mengawasi tanda
vital: suhu, perhatikan
adanya demam,
menggigil dan
berkeringat
Wahi
d
13. 00
WIB
Yogi
14. 30
WIB
Yogi
14. 40
WIB
Yogi
15.00
WIB
Resiko
perubaha
n
pola
nutrisi
kurang
dari
kebutuha
n
berhubun
gan
dengan
intake
inadekuat
19 1. Mengkaji intake
Oktobe nutrisi klien
r 2012
R/klien merasakan
20.40
mual saat makan dan
WIB
nafsu makan
berkurang
2.
20.45
WIB
3.
4.
S:
- klien
mengatakan
masih merasa
ana mual dan masih
belum nafsu
makan.
O:
- klien nampak
masih mual dan
makan sedikitsedikit
ana
A:
Masalah
perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan belum
teratasi
R/klien tampak
meringis saat
dimasukan obat
4.
berikan obat
antasida ranitidine 50
mg
2.
P:
Intervensi no
1,2,3,4,5
dilanjutkan
20
3. Menyajikan klien
Oktobe
makanan yang hangat
r 2012
dalam porsi makanan
yang sedang
05.00
WIB
ana
R/klien tampak
meringis saat
dimasukan obat
21.00
WIB
Tanggal 20
Oktober 2012
Pukul 20.00 WIB
20.50
WIB
ana
ana
Ana
Ana
1. Mengkaji intake
nutrisi klien
Ana
R/klien merasakan
mual saat makan dan
nafsu makan
berkurang
07.05
WIB
12.00
WIB
wahi
d
Menyajikan klien
makanan yang hangat
dalam porsi makanan
yang sedang
R/klien tampak makan
sedikit-sedikit
4.
Kolaborasi
pemberian obat
antasida ranitidine 50
mg
wahi
d
R/klien tampak
meringis saat
dimasukan obat
12.15
WIB
5.
Anjurkan klien
untuk minum air
hangat sebelum
makan
R/klien tampak minum
air hangat sebelum
Wahi
d
makan
12.25 1. Mengkaji intake
nutrisi klien
WIB
R/klien merasakan
mual saat makan dan
nafsu makan
berkurang
2. Anjurkan klien makan
sedikit tapi sering.
12.30
WIB
3.
Wahi
d
R/ klien tampak
mengerti dan akan
melakukannya
Menyajikan klien
makanan yang hangat
dalam porsi makanan
yang sedang
R/klien tampak makan
sedikit-sedikit
Wahi
d
13.00
WIB
Yogi
19.00
WIB
Yogi
19.05
WIB
Yogi
19.10
WIB
Yogi
19.15
WIB
4.
Defisit
perawata
n
diri
berhubun
gan
dengan
kelemaha
n fisik
19 1. Mengkaji tingkat
Oktobe kemandirian klien
r 2012 untuk memenuhi
kebutuhan perawatan
20.30
diri.
WIB
R/: perawatan diri
dibantu total.
3. Memberi tahu kepada
keluarga untuk ikut
terlibat dalam
pemenuhan perawatan
20.35
diri klien.
WIB
R/: keluarga
mengatakan akan ikut
membantu dalam
pemenuhan perawatan
diri klien.
ana
Tanggal 20
Oktober 2012
Pukul 20.00 WIB
S:
Klien mengatakan
belum bisa
melakukan
perawatan diri.
ana
O:
Klien masih
tampak lemah
Klien masihmemb
utuhkan
bantuan dalam
perawatan diri.
ana
Membantu klien
mandi di tempat tidur
dan mengganti baju
dengan yang baru.
R/: klien terlihat bersih
dan nyaman.
1. Mengkaji tingkat
kemandirian klien
untuk memenuhi
kebutuhan perawatan
diri.
20
Oktobe
r 2012
1.
06.30
WIB
Rambut masih
lengket.
A:
Masalah defisit
perawatan diri
teratasi sebagian
P:
Ana
Wahi
d
08.45
WIB
Yogi
14.45
WIB
intervensi
lanjutkan pada
no: 1,2 dan 3
ASKEP APENDIKTOMI
A. Pengertian
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan
iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
1.
Tumor apendiks.
Cacing ascaris.
Fekalit.
Benda asing.
Neoplasma.
2.
Fekolit
Parasit
Hiperplasia limfoid
Tumor karsinoid
C. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000:
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan
akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan.
Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman
E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan
akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah.Suhu tubuh mulai
naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh
2.
D. Manifestasi Klinik
1.
Anoreksia
Mual
Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
Nyeri lepas.
Konstipasi.
Diare.
Disuria.
Iritabilitas.
Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise,
dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang
terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen
yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan
denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi
ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri
yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah
atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual
hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini,
penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah
tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua
dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah
buruk bisa menyebabkan syok.
E. Komplikasi
1.
Perforasi.
Peritonitis.
Infeksi luka.
Obstruksi intestinum.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan
bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise,
leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses
telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal
perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler
medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang,
pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai
dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif,
bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung
menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik
(misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses
akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada
abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang
menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang
letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan
ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik
kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal
sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan menurut Betz(2002), Catzel(1995), Hartman(1994), antara lain :
1.
Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
o
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit,
menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya
sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada
keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3
umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat
lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb
(hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis
infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1.
Sebelum operasi
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
o
2. Operasi
o
Apendiktomi.
mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila
abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
2.
Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
o
230 menit.
o
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
o
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tandatanda peritonitis
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke
o
kiri.
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
o
lagi.
o
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba
massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di
tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebihlebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa
peritonitis umum.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Apendiksitis
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002), antara lain :
1.
Wawancara
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah
nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang
menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien
sekarang ditanyakan kepada orang tua.
Kebiasaan eliminasi.
2. Pemeriksaan Fisik
o
Sirkulasi : Takikardia.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising
usus.
Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas
dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
o
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
o
2.
Pemeriksaan Penunjang
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin
terlihat ileal atau caecal ileus (gambaran garis permukaan cairan udara di sekum atau ileum).
o
Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus apendiksitis berdasarkan rumusan diagnosa
keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain :
Pre Operasi
1.
2.
Post Operasi
1.
2.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang
diharapkan menurut Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain :
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang
Intervensi
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak
terburu-buru.
Intervensi
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Nyeri berkurang
Intervensi
Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi
kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak
terburu-buru.
Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik relaksai saat nyeri.
Dx II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan pasien
normal dan dapat mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal.
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
Intervensi
Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu pembekuan.
Peradangan apendiks yang relatif sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas, atau timbul
setelah obstruksi apendiks oleh tinja, atau akibat terkuncinya apendiks atau pembuluh darahnya,
sehingga harus dilakukan apendiktomi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk merawat kasus Post Operasi Apendisitis sebagai
bahan studi dalam menyelesaikan Ujian Akhir Program (UAP) pada prodi D-III Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lhokseumawe Asuhan Keperawatan pada Klien tn. M dengan
Post Operasi Apendisitis diruang Jeumpa Bedah Badan Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia
Kabupaten Aceh Utara.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien post operasi apendisitis melalui proses keperawatan yang konfrehensif dalam bentuk karya tulis
ilmiah.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan secara konfrehensif pada klien Tn. M dengan post
operasi apendisitis di ruang Jeumpa Bedah BRSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan terhadap masalah yang timbul pada
klienmengidentifikasikan serta mendiagnosa masalah yang timbul pada klien Tn. M dengan Post Operasi
Apendisitis di ruang Jeumpa Bedah BRSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
c. Dapat membuat rencana tindakan keperawatan pada klien Tn. M dengan Post Operasi Apendisitis di
ruang Jeumpa Bedah BRSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan secara komprehensif pada klien Tn. M Post Operasi
Apendisitis di ruang Jeumpa Bedah BRSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
e. Dapat melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilaksanakan pada klien Tn. M Post Operasi
Apendisitis di ruang Jeumpa Bedah BRSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
f. Dapat mendokumentasikan proses keperawatan yang telah diberikan klien Tn. M Post Operasi
Apendisitis di ruang Jeumpa Bedah BRSUD Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif (studi kasus), yaitu
dengan pendekatan-pendekatan pada kasus post operasi apendisitis dengan melalui tehnik:
1) Studi kepustakaan adalah data ataupun teori-teori yang dapat dipergunakan yang berkaitan dengan
post operasi apendisitis.
2) Studi kasus adalah pengumpulan data di lapangan melalui: wawancara (anamnese), pengamatan
(observasi), pemeriksaan fisik, dokumentasi.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ini menggunakan sistematika yang terdiri dari lima bab sebagai berikut;
Bab I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan Sistematika
Penulisan.
Bab II : Tinjauan Teoritis, membahas tentang konsep dasar yang terdiri dari pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, serta asuhan keperawatan.
Bab III : Tinjauan kasus, merupakan aplikasi proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.
Bab IV : Pembahasan, membahas tentang kesenjangan dan keterkaitan antara teori dan kenyataan yang
ada pada saat pelaksanaan asuhan keperawatan.
Bab V : Penutup, merumuskan Kesimpulan dan Saran dari penulis.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks yang relative sering dijumpai yang dapat menimbulkan
tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja atau akibat terpuntinya apendiks
atau pembuluh darah. Peradangan menyebabkan apendiks membengkak dan nyeri dan dapat
menimbulkan ganggren. (Corwin,2001)
Apendisitis akut adalah penyakit radang pada apendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks
adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing (Kaleu Manjoer,2000).
2. Etiologi
Menurut Price (2000) penyebab apendisitis adalah obtruksi non mekanik atau illius adinamik sering
menyertai pembedahan peristaltik akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Reflek penghambatan
peristaltik ini sering illius peristaltik sempuran.
Penyebab usus buntu terjadi karena pembesaran kelenjar pada dindingnya. Ini biasanya terjadi pada
anak-anak, pada orang dewasa penyumbatan terjadi karena gumpalan tinja yang membantu, atau bijibijian yang masuk ke dalamnya, cacing bahkan tumor. Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus
buntu bisa pecah menyebabkan masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis.
Terbentuk abses pada wanita, indung telur dan saluran bisa terinfeksi dan menyebabkan kemandulan.
Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah yang bisa berakibat fatal. (FKUI, 2006).
3. Patofisiologi
Bila apendiks tersumbat, tekanan intraluminal meningkat, menimbulkan penurunan drainase vena,
edema, dan invasi bakteri dinding usus, bila obstruksi berlanjut, apendiks menjadi ganggren dan
perforasi. (Monica, 2000).
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh
fekolit (masa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam
terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. (Brunner dan Sundarth, 2000).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari apendisitis adalah: riwayat dan urutan yang timbul merupakan gambaran diagnostik
apendisitis yang paling penting. Gejala awal hampir selalu berupa nyeri abdomen jenis visceral, yang
disebabkan oleh kontraksi apendiks atau distensi lumen apendiks. Biasanya lokasi nyeri di daerah
periumbilikus atau epigastrium, barangkali terdapat keinginan untuk defekasi atau flatus, salah satunya
membebaskan distress. Nyeri visceral ini ringan, sering seperti keram, dan jarang sekali berakibat buruk,
biasanya berlangsung selama 4 sampai 6 jam. (Harrison, 2000).
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya
nafsu makan. Nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah. Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari
nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai derajat nyeri tekan, spasma otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar
dibelakang sekum, nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal. (Brunner dan Suddarth, 2002).
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes (1999), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah: SDP: leukosit, SDP:
leukosit di atas 12000/mm, neutrofil meningkat sampai 75%, urialisis: normal, tetapi eritrosit mungkin ada
foto abdomen: dapat menyatakan adanya pengesahan material pada apendiks (fekolit) illius terlokalisir.
6. Penatalaksanaan
Untuk klien yang mengalami apendiks, penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Sebelum Operasi
a) Observasi
Dalam 8 12 jam setelah mungkin timbulnya keluhan tanda gejala apendisitis sering kali belum jelas.
Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dipuasakan.
Lakasatif tidak boleh dilakukan bila dijumpai adanya apendisitis ataupun atau bentuk peritonitis lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan retal serta pemeriksaan darah (leokosit dan hitung jenis) di ulang secara
periodic foto abdomen dan torak dilakukan kemungkinan adanya penyakit lain, pada kebanyakan kasus,
diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah abdomen kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan (Mansjoer, dkk: 2001).
b) Intubasi bila perlu
c) Antibotik
2. Operasi Apendiktomi
3. Pasca Operasi
Perlu dipantau tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan yang menyebabkan syok,
hipertermia, dan gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila klien telah sadar, sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah, baringkan klien dalam posisi tidur terlentang (Mansjoer, dkk: 2001).
7. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2001) apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi
penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami
perforasi. Tandatanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan
bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan
leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi
sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Dongoes (1999) mengatakan bahwa pengkajian yang harus dilakukan adalah aktivitas istirahat,
malaise, nyeri abdomen terutama bagian kuadran kanan bawah bila melakukan pergerakan secara
berlebihan.
Sirkulasi, ditandai takikardi, nilai kecepatan jantung lebih 100 x/m pada orang dewasa.
Eliminasi, gejalanya adalah konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang). Ditandai dengan
distensia abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan.
Makanan/cairan, klien mengeluh nafsu makan menurun, mual dan muntah.
Nyeri/kenyamanan, gejalanya nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileuem kanan),
meningkat karena berjalan, bersin dan batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi
atau infark pada apendiks). Ditandai dengan perilaku hati-hati,berbaring ke samping atau terlentang
dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kanan/posisi
duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
Keamanan, ditandai dengan demam (biasanya rendah). Pernapasan, ditandai dengan takitnea,
pernapasan dangkal.
Penyuluhan/pembelajaran, gejalanya adalah riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri
abdomen contoh pielitis akut, batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional, dapat terjadi pada berbagai
usia.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Doenges, 1999) diagnosa yang timbul pada klien Post operasi apendisitis adalah 1). Nyeri akut
post operasi apendiksitis berhubungan dengan pemutusan jaringan ditandai dengan wajah meringis, klien
pucat dan skala nyeri 5 (lima). 2). Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan input dan
output cairan yang tidak adekuat ditandai dengan mata cekung, mukosa bibir kering. 3). Gangguan pola
nutrisi berhubungan dengan pemasukan yang kurang ditandai dengan klien lemas, porsi yang disediakan
tidak habis. 4). Kurang pengetahuan dengan tidak mengenal sumber-sumber informasiditandai dengan
klien selalu bertanya tentang penyakitnya.
3. Rencana Keperawatan
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama apendik.
Tujuannya : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/inflamasi. Kriteria hasil
drainase purulen, eritma dan demam. Intervensinya : a). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam,
menggigil, berkeringat, pertambahan mental meningkatnya nyeri abdomen. Rasionalnya Dugaan adanya
infeksi / terjadinya sepsi, abses peronitis, b).Lakukan pencucian tangan yang baik dengan perawatan
absektik, berikan perawatan paripurna. Rasionalnya. Menurunkan resiko penyembuhan bakteri, lihat
insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka / drein (bila dimasukkan) adanya eritma. c). Berikan
antibiotik sesuai dengan indikasi Rasionalnya mungkin diberikan secara profilaktif atou penurunkan
penyebaran dan pertumbuhan pada rongga abdomen. Catat faktor resiko individu contoh trouma
abdomen, apendisitis akut, dialisaperetonial. Rasionalnya mempengaruhi pilihan intervensi.
Resiko tinggi terhadap kurangnya volume cairan berhubungan dengan pembatas pasca operasi(puasa),
muntah pra operasi,status hypermetabolik(contoh demam, proses penyembuhan). Tujuan :
Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan kelembaban membran mukosa. kriteria hasil
turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil, secara individu haluran urine adekuat, intervensinya adalah a).
Awasi tekanan darah dan nadi. Rasionalnya tanda yang membantu mengidentifikasi flukluasi volume
intravaskuler, b). lihat tanda mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler. Rasionalnya in dan hidrasi
seluler, c) awasi masukan dan keluaran,catat warna urine/kosentrasi,kuatan sirkulasi, berat jenis.
Rasionalnya penurunan haluaran urine pekat dengan berat jenis diduga dehitdrasi/kebutuhan
peningkatan cairan, d) Askultasi bising usus,catat kelancaran flatus,gerakan usus. Rasionalnya indicator
kembalinya peristaltik, kesepian untuk memasukkan peroral, e). berikan sejumlah kecil minuman jernih
bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. Rasionalnya menurunkan
iritasi gaster/muntah untuk menimbulkan kehilangan cairan, f) berikan perawatan mulut sering dengan
perhatian khusus pada perlindungan bibir. Rasionalnya dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut
keringdan pecah-pecah, g). kolaborasinya pertahankan penghisapan gaster/usus. Rasionalnya selang
NGT biasanya dimasukkan pada pra operasiuntuk dikompresi usus, meningkatkan istirahat usus,
mencegah muntah, h). berikan cairan IVdan eletrolit. Rasionalnya peritoneum bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlahbesar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi
darah,mengakibatkan hypovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidak seimbangan elekrolit.
Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi. Tujuan : Berguna nyeri hilang.
kriteria hasil tampak rileks, mampu tidur. Intervensi : a). awasi tanda vital,perhatikan demam, menggigil,
berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Rasional dugaan adanya infeksi/terjadinya
sepsis, abses, peritonitis. b). lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptic,
berikan perawatan luka yang paripurna. Rasionalnya menurunkan resiko penyebaran bakteri infeksi, c).
lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka/drainase (bila dimasukkan), adnya eritma.
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi dan/ atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang
telah ada sebelumnya, d). berikan informasi yang tepat,jujr pada klien atau orang terdekat. Rasionalnya
pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,membantu menurunkan ansietas,
e)ambil contoh drainase bila di indikasikan. Rasionalnya kultur pewarnaan gram dan sensivitas berguna
untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi, f). berikan antibiotik sesuai indikasi.
Rasionalnya mungkin diberikan secara profilaktik atau penurunan jumlah organisme (pada infeksi yang
telah ada sebelumnya) menurunkan penyebaran dan pertumbuhanya pada rongga abdomen, g) bantu
irigasi dan drainase. Rasionalnya dapat mengalirkanisi abses yang terlokalisir.
Untuk diagnosa keempat Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi. kriteria hasil
berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi : a). Kaji ulang pembatas aktivitas pasca operasi,
contoh : meningkatkan berat, olahraga, seks, latihan, menyetir. Rasionalnya memberikan informasi
kepada klien untuk merencanakan kembali rutinitas yang biasa tampa menimbulkan masalah, b).dorong
aktivitas sesuai dengan toleransi dengan priode istirahat periodic. Rasionalnya mencegah
kelemahan,meningkatkan penyembuhan perasaan sehat dan memperkuat kembali aktivitas normal, c).
anjurkan penggunaan laksatif/ pelembek feses bila perlu dan hindari edema. Rasionalnya membantu
kembali fungsi usus semula, mencegah mengedan saat defikasi, d). diskusikan perawatan insisi,
termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali kedokter untuk mengangkat
jahitan/pengikat. Rasionalnya pemahaman mengenai kerja sama dengan program tetapi, meningkatkan
penyembuhan dan proses perbaikan, e). identifikasi gejela yang memerlukan evaluasi medik, contoh
peningkatan nyeri, eritime luka, adnya drainase, deman. Rasionalnya upaya intervensi menurunkan
resiko komplikasi serius, contoh lambatnya penyembuhan,preoritis.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini penulis menyajikan kasus tentang hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Post
Op Apendisitis yang dirawat diruang perawatan Bedah Badan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut
Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Untuk itu mendapatkan data, penulis menggunakan metode wawancara langsung dengan klien dan
keluargnya serta dari referensi keadaan klien yang termuat dalam status klien.
A. Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang penulis dapatkan pada klien dengan nama Tn.M, jenis kelamin laki-laki,
umur 52 tahun, pekerjaan tani, agama islam, pendidikan sr, alamat Teupin Bayu Kecamatan Syamtalira
Arun, tanggal masuk 25 Juni 2010, No.Register 20.23.45, ruangan bedah, golongan darah AB, tanggal
operasi 06 Juli 2010, sedangkan pengkajian dilakukan pada tanggal 06 Juli 2010, Diagnosis Medis Post
Operasi Apendisitis, yang bertanggung jawab Mahdi yang merupakan anak dari klien, pekerjaan
Pedagang, Alamat Teupin Bayu Kecamatan Syamtalira Arun.
Adapun saat dilakukan pengkajian didapatkan keluhan utama adalah klien mengatakan nyeri abdomen
sebelah kanan bawah disertai mual muntah, keadaan umum lemah, bibir kering dan wajah tampak pucat.
Dari riwayat kesehatan masa lalu klien mengatakan bahwa ia pernah mengalami sakit perut biasa. Klien
mengatakan pernah berobat ke puskesmas tempat ia tinggal, dan minum obat sesuai anjuran dokter. Dari
keterangan orang tua klien, klien sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit ataupun dioperasi.
Alergi: Klien mengatakan tidak ada alergi makanan, dan imunisasi klien lengkap.
Anak klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang seperti ini dan tidak ada saudara klien
yang mengalami penyakit seperti ini.
Genogram Keluarga
Keterangan :
= Laki-laki meninggal = Laki-laki
= Perempuan meninggal = Perempuan
= Orang Sakit = Tinggal serumah
Klien terlihat masih lemas, tanda-tanda vital: suhu tubuh 39 c, nadi 90 x/m, TD 100/80 mmHg, RR 24
x/m, TB 150 cm, BB 48 kg, klien tampak pucat. Pemeriksaan kepala dan leher: bentuk kepala oval, kulit
kepala bersih dan tidak bau, penyebaran rambut merata, struktur wajah lengkap. Mata: Kebersihan mata
baik, pupil isokor, fungsi penglihatan baik. Hidung: Bentuk hidung simetris, tidak ada kelainan seperti
penumpukan secret, fungsi penciuman baik, klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dengan
kulit jeruk. Telinga: letak telinga simetris, ketajaman pendengaran klien dapat merespon dengan baik.
Mulut dan Faring: Keadaan bibir kering, keadaan gusi dan gigi kurang bersih, keadaan lidah bersih.
Leher: tidak ada benjolan, tidak terdapat kelainan seperti pembengkakan kelenjar thyroid.
Pemeriksaan intergument: Turgor kulit baik, kelainan kulit tidak ada. Pemeriksaan payudara dan ketiak:
tidak ada kelainan seperti benjolan. Pemeriksaan Thoraks/dada: Inspeksi thoraks simetris antara kiri dan
kanan, irama regular, tanda kesulitan bernapas tidak ditemukan adanya keluhan. Bentuk pemeriksaan
abdomen simetris, suara usus/peristaltic normal yaitu 7 kali/menit, kemampuan menelan baik/normal, dan
nyeri pada abdomen sebelah kanan bawah dikarenakan adanya insisi bedah, terdapat nyeri tekan di
bagian operasi, ansietas tidak ada.
Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya: Genetalia tidak dilakukan pemeriksaan, anus dan perineum
tidak dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan muskuluskeletal dan ekstremitas: Pada ekstremitas atas dan
bawah klien tidak terdapat kelainan seperti oedema atau cacat. Pemeriksaan Neurology: Tingkat
kesadaran GCS: 15, E: 4, M: 5, V:6. Status mental stabil dan terkendali, proses berfikir (ingatan, atensi,
keputusan, perhitungan) masih baik, motivasi (kemampuan) klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya
dank lien menggunakan bahasa daerah. Fungsi Nervus Cranial tidak ada kelainan.
Pola kebiasaan sehari-hari, pola tidur kebiasaan waktu tidur jam 23.00 WIB dan bangun berkisar jam
06.00 WIB. Pola eliminasi, pola BAB: sebelum dirawat BAB 2 x/hari, selama dirawat 1 x/hari, karakter
feses cair, warna feses kekuning-kuningan, riwayat perdarahan tidak ada, dan pola BAK: BAK sebelum
dirawat 4x/hari, selama dirawat 7 x/hari, karakter urine berwarna coklat dan pada saat BAK klien tidak
mengeluh nyeri, riwayat ginjal/kandung kemih, klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit
ginjal/kandung kemih.
Penampilan secara umum kurus, nafsu makan berkurang, berat badan klien sebelum sakit 46 kg dan
selama sakit berat badan klien menurun 2 kg, pola makan 3 kali sehari, dengan diet MB II. Pemenuhan
kebutuhan yang di bantu : Hygiene, berjalan, eliminasi, mandi, tingkat kemampuan/pemenuhan bantuan
dari orang lain.
Hasil Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
- Diagnosa medis Post Op Apendisitis
- Pemeriksaan diagnostik/penunjang medis
Laboratorium
Tanggal 02 Juli 2010
Hb : Hasil 13,0 gr% (normal)
12 - 16910/o
Leukosid : Hasil 3,4/x 103 (normal)
4 - 11/ulx 10
Eritrosit : 3,2 mm/jam (normal)
4,5 - 6,5 mm/jam
Trombosit : 415 x 10/mm (normal)
130 450
Golongan darah AB
1. Penatalaksanaan dan Terapi
Judul table 2.1 Daftar obat untuk penatalaksanaan Apendisitis
No Nama Obat Dosis Kegunaan Efek Negatif
1. IVFD RL 20 tetes/menit Untuk menambah intek cairan dalam tubuh kekurangan cairan dalam tubuh
2. Cefotaxime 2 x 1 Untuk mencegah infeksi Gagal Ginjal
3. Neuralgin 3 x 1 Anti nyeri
4. Paracetamol 2 x 1 Menurunkan panas Tidak baik digunakan untuk penderita dengan gangguan fungsi
hati
5. B. com 2 x 1 Vitamin Tidak ada
B. Analisa Data
Data subjektif klien mengatakan (skala 5) dibagian operasi, data objektif wajah klien meringis,tangan
memegang abdomen, denyut nadi 90 x/menit, masalah yang muncul adalah nyeri.
Data subjektif klien mengatakan mual dan muntah data objektif klien tampak gelisah dan lemah,
tempratur 38,5oC, TD : 100/80 mmHg, pada saat palpasi tubuh pasien terasa panas dan terpasang infus
RL 20 tetes/menit sebelah tangan kanan, mukosa mulut kering, turgor kulit jelek, denyut nadi 90 x/menit,
klien tampak pucat, intake 2300 cc, output 1.500 cc, masalah yang muncul kurangnya volume cairan.
Data subjektif klien mengatakan tidak ada nafsu makan, mual dan muntah, data objektif porsi yang
disediakan yang dihabiskan, klien tampak gelisah dan lemas, BB selama dirawat 2 kg, masalah yang
muncul adalah gangguan pola nutrisi.
Data subjektif klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit apendiksitis, data objektif klien tampak
cemas dan gelisah sering menanyakan tentang penyakit yang dideritanya, tidak mengenal sumbersumber infomasi masalah yang muncul adalah kurangnya pengetahuan.
C. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Doenges, 1999) diagnosa yang timbul pada klien Post operasi apendisitis adalah 1). Nyeri akut
post operasi apendiksitis berhubungan dengan pemutusan jaringan ditandai dengan wajah meringis dan
tangan menekan bagian abdomen sebelah kanan bawah, klien pucat dan skala nyeri 5 (lima). 2).
Kurangnya volume cairan berhubungan dengan input dan output cairan yang tidak adekuat ditandai
dengan mata cekung, mukosa mulut kering, pemasukan imtake 20 tetes/menit, intake 2300 cc, out put
1500 cc. 3). Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan anoreksia, ditandai dengan klien lemas, porsi
yang disediakan tidak habis, BB sebelum masuk Rumah Sakit 48 kg. 4). Kurang pengetahuan dengan
tidak mengenal sumber-sumber informasi ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya.
D. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa : Resiko akut post operasi berhubungan dengan pemutusan jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan diharapkan nyeri hilang criteria hasil klien tidak meringis lagi, nyeri
hilang, skala nyeri 0.
Intervensi Rasional
- Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik beratnya, selidiki dan laporkan perubahan
- Pertahankan istirahat dengan posisi terlentang
penjelasan kepada klien dapat memahami manfaat makanan sehingga klien mau makan
- Untuk menghindari perut terlalu penuh dan terlalu kosong sehingga mual dan muntah dapat dicegah
- Untuk memonimalkan mual dan muntah
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber-sumber informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan diharapkan ansietas dapat berkurang atau teratasi kriteria hasil tidak
menanyakan lagi tentang penyakitnya dan tidak menanyakan lagi tentang bekas operasi.
Intervensi Rasional
- Kaji keparahan dari rasa sakit muncul pengumpulan informasi jika sakit jadi parah
- Identifikasi persepsi klien atau orang terdekatnya terhadap situasi
- Menyatakan realita dari situasi seperti apa yang dilihat klien tanpa mempertanyakan apa yang
dipercayainya - Sakit yang parah dan ansietas tanpa mempertahankan realita situasi
- Kilen mungkin perlu menolak realita sampai siap untuk menghadapinya sangat berguna untuk memaksa
klien menghadapi kenyataan
- Penggunaan mekanisme seperti akan mengalihkan energi yang diperlukan oleh klien untuk
kesembuhan dan masalah-masalah yang dihadapi
E. Implementasi
Tgl No. Dx Implementasi Evaluasi (SOAP)
07 Juli 2010 Dx 1 - Menanyakan kepada klien lokasi nyeri yang masih dirasakan dimana.
- Mengkaji skala nyeri 5 pada klien
- Mengajarkan pada klien untuk melakukan tekhnik relaksasi dengan cara tarik nafas dalam lalu tahan 1-2
detik, kemudian keluarkan melalui mulut
- Mendemontrasikan kepada klien untuk tekhnik relaksasi
- Memberikan pujian positif kepada Tn.M karena dapat mendemontrasikan tekhnik relaksasi S : Klien
mengatakan
nyeri pada perut kanan bawah
O : Klien tampak pucat,
skala nyeri 5, wajah meringis, tangan menggenggam abdomen,klien tanpak gelisah
A : Masalah nyeri belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
- anjurkan klien untuk makan makanan selingan
- anjurkan klien minum obat sesuai instruksi dokter
O : Nyeri hilang, klien tidak lagi meringis bila ditekan perutnya sebelah kanan bawah, skala nyeri 0
A : Masalah nyeri teratasi
P : Tindakan dihentikan,
klien pulang
09 Juli 2010 Dx 2 - Menanyakan kepada klien apakah masih merasa lemas
- Mengkaji tanda-tanda vital TD 100/80 mmHg, RR 24 x/m, Pols 90 x/m, temp 39c
- Melihat wajah klien tidak tampak lemas
- Menganjurkan klien untuk minum yang banyak
S : Klien mengatakan
badannya tidak lemas lagi
O: Klien tidak tampak gelisah, pada saat melakukan palpasi tubuh klien normal, TD 120/80 mmHg, Pols
85 x/m, RR 24 x/m, temp 37,2 C
A : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan teratasi
P : Tindakan dihentikan,
klien pulang
09 Juli 2010 Dx 3 - Menganjurkan klien makan-makanan tambahan
- Memberi makanan selingan sepotong roti dan apel
- Menjelaskan fungsi nutrisi terhadap tubuhnya
- Memberikan obat Vitamin B.com 2 x 1 S : Klien mengatakan sudah
ada nafsu makan walaupun sedikit tapi sering
O : Klien makan porsi,
makanan selingan dapat dihabiskan
A : Defisit pemenuhan nutrisi
sebagian teratasi
P : Tindakan dihentikan, klien
Pulang
09 Juli 2010 Dx 4 - Menanyakan kepada klien apakah klien mengetahui yang dimaksud dengan
apendisitis
- Menerangkan apendisitis kepada klien yaitu penyakit radang yang berbahaya untuk terjadi pada
apendiks
- Menanyakan pada klien apakah masih sulit bergerak
- Menganjurkan klien agar tidak makan biji-bijian yang dapat memperparah kondisi ususnya
- Menjelaskan bahwa tindakan operasi kondisi usus aka nada pengaruh akibat pengangkatan apendiks
S : Klien mengatakan sudah
tau apa itu apendisitis
O : Klien tidak menanyakan
lagi apa itu apendisitis, klien sudah bisa bergerak, klien tidak lagi tampak lemas
A : Kurang penegetahuan
Teratasi
P : Intervensi dihentikan,
klien pulang
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan mencoba membahas mengenai masalah-masalah yang timbul selama
penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada klien apendisitis dengan melihat kesenjangan atau
perbedaan yang terjadi antara teori yang menjadi rujukan dengan kasusu yang penulis jumpai langsung
dilapangan melalui tahap pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
A. Pengkajian
Setelah penulis melakukan pengkajian pada klien Tn. M dengan Post Op Apendisitis maka didapat hasil
pengkajian pada tinjauan kasus sama dengan tinjauan teoritis. Nyeri perut disebabkan oleh kelaina pada
obdomen berupa inflamasi. Bila dilihat dari tinjauan teoritis salah satu penyebab dilakukan tindakan
apendektomi adalah untuk menurunkan resiko pervorasi. Jadi, dari hasil pengkajian yang dilakukan tidak
jauh seperti yang didapat pada tinjauan teoritis.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada perumusan diagnosa didapatkan bahwa dari data diagnosa keperawatan pada tinjauan kasus yang
sama tinjauan teoritis walaupun terdapat diagnosa-diagnosa yang berbeda antara tinjauan teoritis dengan
tinjauan kasus. Diagnosa yang sama antara lain nyeri akut berhubungan dengan pemutusan jaringan,
resiko tinggi terhadap kekurang volume cairan berhubungan dengan input dan output cairan yang tidak
adekuat
Sedangkan diagnosa yang ada pada tinjauan kasus tetapi tidak ada pada tinjauan teoritis yaitu
kurangnya pengetahuan. Hal ini disebabkan karena klien Tn. M dibatasi oleh usia
C. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan masalah yang dialami oleh klien Tn. M dan
sesuai dengan prioritas masalah sehingga kebutuhan klien terpenuhi. Perencanaan yang telah disusun
pada tinjauan teoritis sebagian besar dapat diterapkan pada pelaksanaan kasus. Hal ini disesuaikan
dengan prioritas masalah yang muncul. Pada tahap ini penulis melakukan usaha-usaha pada umumnya
bertujuan untuk pengobatan tindakan faktor resiko yang timbul yaitu mengurangi nyeri, memenuhi
kebutuhan klien, rasa nyaman terpenuhi, memberikan tindakan keperawatan mencegah infeksi agar klien
mampu melakukan perawatan sendiri di rumah, penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda
infeksi/inflamasi dan menanyakan pemahaman terhadap individu/faktor resiko, dan memberikan
penyuluhan untuk menambah pengalaman klien tentang penyakitnya, dapat melakukan aktivitas ringan
sendiri, dapat mencapai tingkat mobilisasi fisik yang optimal
D. Pelaksanaan
Tindakan yang diberikan terhadap Tn. M sesuai dengan perencanaan resiko akut post operasi
apendiksitis.
Pada diagnosa kedua resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan input dan output
cairan yang tidak adekuat, penulis melakukan vital sign yaitu TD: 100/80 mmHg, temp38,5C, RR :24
kali/m, nadi: 90 kali/m,menggantikan cairan anfuse RL dengan kecepattan 20 tetes/menit, memberikan
injeksi ranitidine amp/8 jam,memberikan injeksi isotatik 1 amp/8 jam,memberikan minuman jernih
sebanyak 1500cc/hari.membantu klien dalam beraktivitas sehari-hari,menganjurkan klien untuk
melakukan pergerakan sebatas kemampuannya.
Pada diagnosa ketiga gangguan pola nutrisi berhubungan dengan pemesukan yang kurang, melakukan
vital sign TD: 100/80 mmHg, timp: 38C, RR: 24 kali/m, nadi: 90 kali/m.
E. evaluasi
Hasil evaluasi yang didapatkan pada Tn.M yang telah dilaksanakan selama dalam masa perawatan
adalah nyeri akut berhubungan dengan pemutusan jaringan, resiko tinggi terhadap kekurangan volume
cairan berhubungan dengan input dan output yang tidak adekuat, masalah teratasi, hal ini di sebabkan
oleh klien ikut berpartisipasi dalam program perencanaan dan pengobatan.
Sedangkan masalah yang teratasi sebagian yaitu gangguan pola nutrisi berhubungan dengan
pemasukan yang kurang, hal ini dikarenakan tindakan dihentikan klien pulang
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis akan
mengambil beberapa kesimpulan adanya peningkatan pada asuhan keperawatan khususnya
keperawatan pada pasien Post Op Apendisitis untuk penyempurnaan proses keperawatan dimasa yang
akan datang.
A. Kesimpulan
1. Apendisitis merupakan penyakit radang pada apendiks yang terjadi secara akut. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, namun yang sering menyerang laki-laki
berusia 10 30 tahun.
2. data yang penulis dapatkan yaitu nyeri dibagian operasi,klien meringis,tangan memegang abdomen ,
TD: 100/80, RR, 24 kali/m, nadi 90 kali/m, temp: 38,5c.
3. masalah yang didapatkan dengan post operasi apenndisitis adalah nyeri berhubungan dengan
pemutusan jaringan, resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan input dan output yang
tidak adekuat, gangguan aktivitas sehsri-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
4. Rencana tindakan yang dapat dilakukan adalah mengkaji skala nyeri (nyeri skala 5), mengkaji tandatanda infeksi dolor (nyeri), tumar (bengkak), kalor (panas), rubor (kemerahan), fansiolensa, merawat luka
dengan baik.mengawasi masukan dan keluaran cairan dan pertahankan imobilisasi.
5. tindakan yang dilakkan untuk mengurangi rasa nyeri adalah,menganjurkan agar klien tidak memegang
daerah luka,menganjurkan klien untuk minum obat sesuai dengan intruksi dokte, memberikan rasa
nyaman dan memenunhi kebutuhan caira.
6. Evaluasi yang didapatnyeri berkurang,tidak ada tanda-tanda infeksi, kebutuhan cairan terpenuhi dan
aktivitas masih dibantu oleh perawat dan keluarga.
B. Saran saran
1. Dalam melakukan melakukan asuhan keperawatan pada klien post operasi apendisitis, perawat harus
melakukan perawatan yang optimal agar tidak terjadi infeksi.
2. Dalam melakukan asuhan keperawatan diharapkan pada klien agar lebih bepartisipasi dalam proses
tindakan dan penyembuhan penyakit. kepada keluarga diharapkan agar selalu memberikan support
terhadap klien.
3. Diharapkan pada instansi BRSUD Cut Meutia Aceh Utara untuk melengkapi dan menyempurnakan
sarana (fasilitas) sesuai kebutuhan guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang handal di Aceh,
khususnya di Aceh Utara dan Lhoksumawe.
4. Bagi pihak institusi pendidikan sebaiknya menyediakan buku-buku di perpustakaan secara lengkap
khususnya buku-buku yang berhubungan dengan medical bedah, serta para dosen yang handal dalam
menerapkan kegiatan belajar mengajar.
5. Seperti adik-adik mahasiswa yang akan mengambil kasus post operasi apendisitis supaya
meningkatkan pengetahuannya tentang penanganan post operasi apendisitis dan dapat melaksanakan
asuhan keperawatan secara maksimal