Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer, 2001).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan
pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat
berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat &
Wim De Jong, l 998).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh
atau benturan benda keras (Henderson, 1998).
Fraktur tibia (Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh,
(Oswari, 1995).
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi
terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor
khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah
kesemrawutan arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat
meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut
fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka kita dapat merumuskan masalah
sebagai berikut : Bagaimana penerapan asuhan keperawatan perioperatif
pada klien dengan fraktur tibia .
1.3.
Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Agar penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan perioperatif
pada klien yang menderita fraktur tibia dengan menggunakan pendekatkan
proses keperawatan secara benar, tepat, dan sesuai dengan standar
keperawatan profesional.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien yang mengalami fraktur
tibia
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada penderita fraktur
tibia
c. Intervensikan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur
tibia
d. Implementasikan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tibia
e. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur
tibia.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan metode :
1. Deskriptif
1) Studi kasus, yang meliputi observasi, partsipasi dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien dengan
laporan
ini,
penulis
membatasi
pada Asuhan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
.1. Konsep Dasar
.1.1
Pengertian
Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporesis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh,
(Oswari, 1995)
Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung jatuh
dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras ( Brunner
and suddart th 2000 hal 2386 ).
Fraktur tibia dan fibula adalah trauma dari kebanyakan organ ekstrimitas
bawah, terutama fraktur dan kedua tibia dan fibula ( Joys M. Black, tahun
1997).
Anatomi dan Fisiologi
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
.1.2
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya
terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada
pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut. Bagian
distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada tepi
luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula.
Pada ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan
tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak
berartikulasi dengan tulang femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung
distalnya terdapat maleolus lateralis.
Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot yang ada di sekitarnya
berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke atas, mengatur pergerakan
untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat berdiri.
Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan tempat
deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang adalah
sebagai berikut, yaitu :
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak )
c. Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak.
d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium )
e. Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang )
Etiologi
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara
.1.3
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot
eksterm (Suddart, 2002).
Sedangkan menurut Henderson, (1989) fraktur yang paling sering adalah
pergerseran condilius lateralis tibia yang disebabkan oleh pukulan yang
membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis sendi tersebut.
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung ( direct )
osteogenesis
imperfecta
(gangguan
congenital
yang
disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah periosteum yang rusak,
darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah terjadinya
fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam
pertama, menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh
karena itu reposisi lebih mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera,
setelah dilakukan reposisi atau immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan
tulang dimulai dengan pembentukan kallus, (Sjamsuhidajat & wim de jong,
1998).
.1.5
Tanda dan Gejala
a. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang
mengikuti fraktur.
d. Deformitas/kelainan bentuk.
e. Rigiditas tulang.
f. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik
tulang akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak
Manisfestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddart (2002; 2358) Manifestasi klinis fraktur
.1.6
.1.7
yang terjadi karena perdarahan dan kehilangan cairan ekstra sel kejaringan
yang rusak, sindrome emboli lemak (terjadi dalam 24 sampai 72 jam
setelah cedera), dan sindrom kompartemen terjadi karena perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan
komplikasi awal lain adalah infeksi, tromboemboli(emboli paru ),yang
dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera dan
koagulopati Intravaskuler Desiminata (KID).
b. Komplikasi lanjut
Delayed union( proses penyembuhan yang berjalan lambat)Adalah fraktur
yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan untuk anggota gerak
atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah. Hal ini juga merupakan
kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang
menurun.
Non-union (suatu kegagalan penyembuhan tulang setelah 6-9 bulan)
adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menurun ( pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal
setelah trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien
ginjal.(Doenges, 2000 : 762 )
Penatalaksanaan Medis
Menurut Price, Sylvia Anderson, alih bahasa Peter Anugerah, (1994:1187),
.1.9
.2.2
a. Jalan nafas
Harus selalu mengontrol jalan napas karena kemungkinan ada
obstruksi akibat saliva atau terjadi aspirasi
b. Resiko aspirasi
Ukuran LMA
1
2
21/2
3
4
5
Dikutip dari edward morgan,2007
Pasien
Infant
Child
Child
Small adult
Normal adult
Large adult
10
Dibawah ini adalah nomer ETT king king dan non king king
King-king
2,5
Non king-king
12
14
3,5
16
18
4,5
20
22
5,5
24
26
6,5
28
30
7,5
32
8
34
Indikasi penggunaan ETT adalah :
a. Operasi lama
b. Operasi yg memerlukan relaksasi
c. Operasi pada pasien yg puasanya kurang
d. Operasi pada daerah wajah, mulut, leher
e. Operasi dengan posisi miring, telungkup dll ETT Non King-king
11
induksi
dan
pemeliharaan
anesthesia
bedah
singkat,
12
hipersekresi.
Efek
samping
sering
menimbulkan
2. Analgetik
1) Morfin
Terhadap Sistem Saraf Pusat, mempunyai dua sifat yaitu depresi
dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesi, sedasi, perubahan
emosi, hipoventilasi alveolar stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis,
miosis, mual-muntah, hiperaktif reflex spinal, konvulsi, dan sekresi
hormone antidiuretik (ADH).
Terhadap Sistem Jantung-Sirkulasi dosis besar merangsang vagus
dan beralkibat bradikardi, walaupun tidak mendepresi miokardium. Dosis
terapetik pada dewasa sehat normal tidur terlentang hamper tidak
mengganggu sistem jantung-sirkulasi. Morfin menyebabkan hipotensi
ortostatik.
13
Jantung
HR
MAP
Respirasi
Vent.drv Br.Dil
14
CBF
Otak
CMRO2
ICP
Thiamylal
Methohexital
Benzodiazepi
0`
n
Diazepam
0
0/
Lorazepam
0
0/
Midazolam
0
Opioid
Meperidin
*
*
Morfin
*
*
Fentanyl
0
Sufentanil
0
Alfentanil
0
Remifentanil
0
Ketamin
Etomidat
0
0
Propofol
0
0
Droperidol
0
0
*
: efeknya tergantung dari besarnya pelepasan histamin
0
3. Muscle relaxant
Obat pelumpuh otot yang berfungsi untuk memberikan relaksasi pada otot.
Ada beberapa pilihan untuk obat pelumpuh otot.
Table 91. Depolarizing and Nondepolarizing Muscle Relaxants.
Depolarizing
Nondepolarizing
Short-acting
Short-acting
Succinylcholine
Mivacurium
Intermediate-acting
Atracurium (Tramus, Notrixum)
Cicatracurium
Vecuronium (Norcuron)
Rocuronium (Esmeron, Roculax)
Long-acting
Doxacurium
Pancuronium
Pipecurium
15
ED95
Intub
Onset
Duratio
for
ation
of
n of
ance
nce
Adduc
Dose
Action
Intubati
Dosing
Dosing
tor
(mg/k
for
ng Dose
by
by
Pollicis
g)
Intubat
(min)
Boluses
Infusion (
(mg/kg)
g/kg/min
During
ing
N2/O2
Dose
Anesth
(min)
Mainten Maintena
esia
(mg/kg
)
Succinylcholi
0.5
1.0
ne
Rocuronium
0.3
0.8
Mivacurium
0.08
0.2
Atracurium
0.2
0.5
Cisatracurium
0.05
0.2
Vecuronium
0.05
0.12
Pancuronium
0.07
0.12
Pipecuronium
0.05
0.1
Doxacurium
0.025
0.07
1) Golongan depolarisasi
Sucsinil colin merupakan
0.5
510
0.15
215
1.5
2.53.0
2.53.0
2.03.0
2.03.0
2.03.0
2.03.0
4.05.0
3575
1520
3045
4075
4590
60120
80120
90150
0.15
0.05
0.1
0.02
0.01
0.01
0.01
0.05
mg/min
912
415
512
12
12
jaringan saraf ke otot terjadi pada neuro muscular junction atau hubungan
saraf otot melalui mediator neuromuscular asethilkolin. Kerja sucsinil
colin cepat dan durasinya cepat . dosisnya 1-2 mg/kgBB . efek
sampingnya menyebabkan fasikulasi, bradikardi dan pemajangan efek.
16
Structure
MAC
%1
at 20C)
Nitrous oxide
105
Halothane
0.75
243
1.2
240
6.0
681
2.0
160
(Fluothane)
Isoflurane
(Forane)
Desflurane
(Suprane)
Sevoflurane
(Ultane)
1) Halotan
17
tanda-tanda
epileptik,
apalagi
disertai
hipokapnia.
18
Tekanan darah
Laju nadi
TB
TB
Tahanan vascular
Curah jantung
TB
TB
Halot
Enflura
an
n
Kardiovaskular
TB
Isoflura
Desflura
Sevoflur
an
TB atau
TB
TB
TB atau
Volum tidal
Laju napas
PaCO2 Istirahat
Challenge
Serebral
Aliran darah
Tekanan Intrakranial
Respirasi
TB
19
Laju metabolism
Seizure
0.2%
<0.1%
Blokade
Pelumpuh otot non
depolarisasi
Aliran darah
Laju
filtrasi
Ginjal
glomerulus
Output urin
0.004
Aliran darah
Metabolisme
Hepar
152-5%
2-3%
%
20%
Tabel 1. Farmakologi Klinik Anestetik Inhalasi
.3 Persiapan Pasien
.3.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan tindakan awal yaitu tanya jawab antara pasien
dan keluarga dengan dokter spesialis aanestesi atau perawat anestesi. Pada
tahap anamnesis hal-hal yang perlu ditanyakan adalah
1) Riwayat kesehatan pasien
Untuk menentukan jenis tindakan anestesi dan obat-obat anestesi
yang akan diberikan kepada pasien ketika dilakukan operasi serta dapat
menentukan ASA.
2) Riwayat penyakit penyerta.
Berkaitan dengan penggunaan obat anestesi dan resiko intra
operasi. Untuk kasus tibia salah satu penyebabnya adalah diabetes
melitus , sehingga perlu diketahui sebelum dilakukan tindakan anestesi.
3) Riwayat alergi, mual muntah, nyeri otot, sesak nafas.
4) Riwayat tentang apakah pasien pernah mengalami anestesi atau tindakan
operasi sebelumnya.
5) Kebiasaan merokok
Sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi untuk eliminasi
nikotin
yang
mempengaruhi
sistem
kardio
sirkulasi
dan
dapat
20
.3.3
dugaan penyakit yang walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan dan
masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada
anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Untuk menegakkan diagnosa
fraktur tibia juga perlu adanya foto rontengen untuk mengetahui luas
fraktur tibia.
.3.4
.3.5
Persiapan puasa
Pada pasien dewasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, bayi 3-4 jam .
makanan tak berlemk diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam sebelum induksi dan
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam
sebelum induksi. Persiapan puasa ini bertujuan untuk mengurangi
regurgitasi isi lambung, kotoran selama anestesi.
.3.6
Premedikasi
21
Penggunaan tourniquet
Pada pembedahan fraktur tulang menggunakan tourniquet untuk
mengurangi resiko pendarahan .Masalah yang dihadapi dalam penggunaan
tourniquet adalah :
1) Perubahan hemodinamik
2) Nyeri
3) Tromboeboli pada arteri
4) Emboli paru
Pengembangan tourniquet lebih dari 100 mmHg( sistolik). Untuk operasi
yang lama jika penggunaan tourniquet lebih dari 2 jam dapat mengakibatkan
1) Disfungsi otot
2) Kerusakan saraf tepi permanen
Kehilangan darah pada ekstremitas bawah dan pemasangan tourniquet
menyebabkan volume darah menyebabkan darah masuk ke sirkulasi pusat.
Penggunaan tourniquet lebih lama dapat menyebabkan tourniquet pain. Tandatanda tourniquet pain adalah hipertensi, takikardi, diaphoresis.
22
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
.1 Pengkajian
.1.1
Identitas
a. Identitas Klien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Medrec
Agama
Pendidikan
Alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama
Umur
Agama
Hubungan dengan klien
Alamat
.1.2
Anamnesa Masuk
Tgl/Bln/Thn
Diagnose medic
Cara pasien datang
Keluhan
Tekanan darah
Pulse
Suhu
Respirasi
SPo2
Berat badan
Tanggal pengkajian
: Tn. R
: 30 tahun
: Laki-laki
: 218030
: Islam
: S1
: Jl. Cikutra
: Tn. T
: 52 tahun
: Islam
: Ayah kandung
: Jl. Cikutra
: 12 November 2014
: Nelected closed #of the left Tibia
: Menggunakan blankar
: Nyeri di daerah tibia
: 110/80 mmHg
: 97
: 36,2 0 C
: 19x/menit
: 95%
: 64 kg
: 13 November 2014
.1.3
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke RSAU dr. M. Salamun pada tanggal 12
November 2014 dengan keluhan nyeri di bagian tibia dan memburuk saat
digerakkan. Serta nyeri berkurang saat istirahat dengan skala nyeri 6 (110) sejak 5 bulan yang lalu.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah mengalami kecelakaan lalu lintas 5
bulan yang lalu dan ia mengalami patah tulang pada daerah tibia dan tidak
memiliki penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan penyakit
menular lainnya.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
24
25
Hasil
11,3
26
Nilai Normal
L : 13,2 17,3 gr/dl
6.600
Trombosit
246.000
Hematokrit
41
14
Waktu pendarahan
Waktu pembekuan
Glukosa sewaktu
300
600
169
P : 3.600 11.000/mm3
Bayi
38.000/mm3
150.000 -
13.000
440.000
/mm3
L : 40 52
P : 35 47
L : 0 10
P : 0 20
13
17
< 120
Pola Kebiasaan
Nutrisi
a. Makanan
Jenis
Frekuensi
Pantangan
Masalah
b. Minuman
Jenis
Jumlah
Di Rumah/ 24 jam
2.
Eliminasi
a. BAB
Konsistensi
Frekuensi
Warna
b. BAK
Frekuensi
Warna
Lembek
1x
Kuning
5-6 x/hari (1500 cc)
27
Kuning jernih
3.
Istirahat
Tidur siang
Tidur malam
8 jam
(20.00-04.00 WIB)
4.
5.
Keluhan
Personal hygine
Tidak ada
Mandi
2x/ hari
Gosok gigi
2x/ hari
Keramas
2x/ minggu
Gunting kuku
Aktivitas
1x/ minggu
Kliem merasa sulit beraktivitas seperti biasanya
karena kaki kirinya mengalami keterbatasan gerak
akibat post kecelakaan.
.2 PRE OPERASI
.2.1
Analisa Data
No
1.
Data
Etiologi
Cidera tulang
Data Subjektif
Klien mengatakan kaki kirinya
sakit
- P : Nyeri
- Q : Nyeri bertambah ketika
kaki
-
digerakkan,
nyeri
Diskontuinitas tulang
Proses inflamasi
Nyeri
Data Objektif
Pasien terlihat meringis menahan
nyeri, bengkak, rontgen fraktur
tibia (+)
RR : 19
TD : 105/59 mmHg
HR : 60 x/menit
28
Masalah
Gangguan rasa
nyaman nyeri
2.
Data subjektif
Fraktur tibia
pernah
Pembedahn
dioperasi
sebelumnya
Kurang pengetahuan
Data objektif
Ansietas
Cemas
.2.2
Diagnosa keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan fraktur tibia tertutup
ditandai dengan hasil foto rontgen (+) fraktur tibia, pasien tampak
meringis menahan nyeri
2) Ansietas berhubungan dengan akan dilaksanakannya tindakan operasi,
ditandai dengan pasien mengatakan takut, muka pasien tampak pucat.
.2.3
Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
1.
Tujuan
Gangguan rasa nyaman Tupan :
nyeri
dengan
tibia Tupen :
Perencanaan
Intervensi
Rasional
1. Kaji
lokasi 1. Mengetahui
dan intensitas
tingkat
nyeri.
klien
nyeri
sehingga
Setelah
dapat diketahui
Data Subjektif
dilakukan
tindakan
keperawatan
dalam
2. Kaji TTV
waktu
29
yang
akan dilakukan.
2. Mengetahui
tingkat
nyeri
dalam
mempengaruhi
TTV
3. Klien
dapat
mengatasi yang
RR : 19
TD : 105/59 mmHg
HR : 60 x/menit
batas normal
TD: 90/60
nyeri dengan
ringan
secara
cara distraksi
mandiri
130/90 mmHg
4. Mengurangi
dan
nafas
HR: 60-100x
nyeri hebat pada
RR: 12-20x
dalam
S: 36,5-37,50C 4. Kolaborasi
klien
untuk
pemberian
2.
Ansietas
berhubungan Tupan :
dengan
1.
tindakan
sejauh
Tupen :
mempengaruhi
dilakukan
2.
kepada
selama
1x30
terlihat pucat
Pasien terlihat meringis menit ansietas
menahan
nyeri, berkurang
Berikan
pengetahuan
muka keperawatan
raut
klien
TTV
2. Klien
yang
telah mendapat
informasi, lebih
tentang
pembedahan
mudah
menerima
penanganan dan
mana
ansietas
operasi, Setelah
ditandai dengan
bengkak,
1. Mengetahui
dilaksanakan-nya
dengan
analgetik
Kaji TTV
mematuhi
- Klien
3. Orientasikan
mengatakan
klien
cemas
berkurang
- Klien
tampak
rileks
- TTV
intruksi.
pada 3. Pengenalan
lingkungan
terhadap
yang baru.
lingkungan
membantu
dalam
batas normal
TD: 90/60
mengurangi
4.
Sarankan
klien
ansietas.
untuk 4. Dengan berdoa
130/90 mmHg
berdoa
HR: 60-100x
RR: 12-20x
5.
Kolaborasi
S:36,5-37,50C
dalam
pemberian
obat sedasi
30
dapat
mengurangi
kecemasan.
5. Untuk
mengurangi
kecemasan
.2.4
No
Tgl/Jam
Dx
13-11-14
07.20
Implementasi
Tindakan/hasil
1. Mengkaji
lokasi
Evaluasi
a jelas
dan S:klien
intensitas nyeri
mengatakan nyeri
Hasil :
berkurang
Lokasi nyeri berada pada
O:klien
tampak
10 cm di bawah lutut
tenang
Intensitas nyeri 6
A:Masalah teratasi
2. Mengkaji TTV
P:Intervensi
Hasil :
TD : 105/59
dihentikan
HR : 60
RR : 19
S : 36,2 0 C
07.30
3. Mengajarkan
menegemen
07.30
menegemen nyeri
Nyeri berkurang menjadi
skala 2
4. Mengkolaborasikan
untuk
pemberian obat
Hasil:
Diberikan obat parasetamol
2.
07.30
13-11-14
07.30
500 mg oral
Nyeri hilang
1. Mengkaji TTV
Hasil :
TD : 105/59
HR : 60
RR : 19
S : 36 0 C
31
Paraf/nam
S:klien
mengatakan sudah
tidak cemas lagi
O:klien
rileks
tampak
2. Memberikan
kepada
07.30
klien
tentang P:intervensi
pembedahan
dihentikan
Hasil :
Klien
mendengarkan
penjelasan perawat
Klien mengatakan mengerti
akan
orientasi perawat
Klien tidak takut untuk
masuk ruang OK
4. Menyarankan
klien
berdoa
Hasil :
Klien
untuk
menundukan
berdoa
Klien tampak tenang
07.30
.3 INTRA OPERATIF
.3.1
Persiapan pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Ruangan
No.Medrek
Tanggal operasi
Masuk ke ruang OK
Diagnosa pre operasi
Tindakan operasi
Kesadaran
Status Fisik
: Tn.R
: 30 tahun
: laki-laki
: Gelatik
: 218019
: 13 November 2014
: 07.20 WIB
: Nelected closed # of the left Tibia
: ORIF
: Compos mentis
: BB 64 kg TB 165 cm
32
Posisi Pasien
: Supine (terlentang)
Jenis Anestesi
: Anestesi Umum
Tekanan Darah
: 105/59 mmHg
Nadi
: 60 x/menit
Respirasi
: 19 x/menit
Suhu
: 36,50C
Saturasi
: 100 %
Lama Puasa
: 9 jam
Kebutuhan cairan pengganti puasa
M = (4;2;1) x BB
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 44 = 44 +
M
= 104 cc
Kebutuhan cairan pengganti puasa (P)
P = Lama puasa x M
P = 9 x 104
P = 936 cc
IWL
= BB x Jenis Operasi
= 64 x 8
= 512 cc
Status Alergi
: klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
Penyulit intubasi
: klien mengatakan tidak menggunakan gigi palsu
.3.2
1. Mesin anestesi
2. Stetoscope
3. Laringoskope
4. Endotrakea tube no 6, 6,5 7
5. Laring mask airway no 3, 4
6. Oro faringeal airway
7. Tape(plester)
8. Stilet/ mandrin
9. Conector
10. Suction
11. Spuit 10 cc
.3.3
Tgl/jam
Penatalaksanaan Anestesi
Laporan Anestesi
Tindakan
07.20
07.35
Paraf/nama
Klien
dorong .
Mengkaji tingkat kecemasan klien,mengatakan siap
operasi
Memasang monitor TD : 105/59 mmHg, N : 60
diantar
Operator
dianestesi
Memberitahukan kepada pasien untuk berdoa kerena
memberitahukan
bahwa
pasien
boleh
07.45
membuka
mulut
pasien
dengan
kepala
34
07.55
08.00
08.05
08.10
dengan RL
TD : 80/40 mmHg , N : 125 x/menit spO2 99%,memberikan
08.15
obat ephedrine 10 mg
TD : 85/59 mmHg , N :139 x/menit Sp02 99% ,memberikan
08.20
tramadol 50 mg
TD : 100/62 mmHg , N :125 x/menitSpO2 98 %
08.25
08.30
08.35
08.40
ke RR
Klien membuka mata ,oksigenasi dengan kanul masih
09.05
terpasang 2 ltr
Pasien dipindahkan ke ruang gelatik dengan aldert score 8
.3.4
35
Basic set
Gunting kassa
Gunting jaringan
Klem
Pinsetanatomis
jumlah
1
1
10
2
(besar/kecil)
Pinset cirugis
(besar/kecil)
Kocher
Dukklem
Nail fuder
Scuple fudur
(no 4)
Kom
bengkok
Alat tambahan
Jas operasi
Handscoon
Duk besar
Duk sedang /sarung kaki
Canul suction
Selang suction
Kassa
Pisturi no.22
Cutter
Benang :crumic 2/0,
5
2
2
2
jumlah
4
4
3
1
1
1
5
1
1
side 1
2/0,plain 2/0
1
Jarum : taper no 24 ,cutting no
30
Set ORIF :
Bone klem
Reduction
Respatorium
Kuret
Mata bor
Screw driver 3,5
Plate 1/3 tubeler 6 whole
2
2
1
1
1
1
1 set
Penatalaksanaan operasi/instrumen
No
1
2
3
5
Tindakan
Desinfektan
Drapping
Menandai daerah sayatan
Melakukan sayatan pada kuit
Peralatan
Kom,betadine,alcohol,klem panjang,kassa
Duk besar,duk lubang,duk klem
Pisau,klem,kassa
Pisau,kassa,klem arteri,pinset curigis,gunting
6
7
8
sampai otot
Mempertahankan hemostatis
Kassa klem cutter,suction
Membersihkan area fraktur
Kuret
Reposisi fraktur menahan area Respatorium
9
10
11
12
13
14
15
fraktur
Fiksasi fraktur
Bor 6 whole area fraktur
Memasang plate
Mencuci daerah operasi
Hecting otot
Hecting sub cutis
Hecting kulit
Bone klem,respatorium
Bor,mata bor
Plate,screw driver
NaCL
Plain 2/0, taper no 30
Chromic 2/0,taper no 24
Side 2/0,cuting no 30
36
16
17
Desinfeksi
Balut luka
.3.5
Kassa betadine
Kassa steril,kassa betadine dan hipafix
Analisa data
No
1
Data
Subjektif
Etiologi
pasien Gangguan
Masalah
Gangguan hemodinamik
dan elektrolit
ststus
.3.6
Perdarahan
pembedahan
Diagnosa keperawatan
1) Gangguan hemodinamik berhubungan dengan kekurangan cairan dan
elektrolit ditandai dengan pasien telah berpuasa selam 9 jam
2) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan pendarahan akibat
pembedahan ditandai luka insisi 20 cm
.3.7
NO
1
Intervensi keperawatan
DIAGNOSA
Gangguan
TUJUAN
INTERVENSI
Tupan
hemodinamik 1. Kaji TTV
hemodinamik
stabil
Tupen:setelah dilakukan
berhubungan
dengan kekurangan
cairan
elektrolit
dan
ditandai
mengetahui
sejauh
tindakankeperawatan
1x20 menit hemodinamik
stabil
dengan
kriteria
2. Menghitung
kebutuhan
cairan
selama
puasa
terpenuhi.
RASIONAL
1. Untuk
kekurangan
cairan pasien.
2. Untuk
mengetahui
seberapa
banyak
jam
mana
cairan
yang harus di
gantikan untuk
3. Loading cairan
pengganti untuk
mengganti
37
memenuhi
hemodinamik
normal.
cairan
selama 3. Untuk
puasa
mengembalikan
4. Kaji
TTV
setelah
di
hemodinamik
ke
status
normal.
loading
4. Untuk
mengetahui
tingkat
perkembangan
hemodinamik
setelah
2.
Resiko
syok Tupan
hipovolemik
berhubungan
dengan pendarahan
akibat pembedahan
di tandai dengan
luka insisi kurang
tindakan
keperawatan
loading cairan.
1.untuk mengetahui
syok 1. monitor
diharapkan
syok
pendarah
di seberapa
daerah
output
pembedahan
dapat
,pada
keada
balance cairan
2. untuk mencegah
terjadinya
pendarahan
yang
lebih hebat
pendarahan
an
sehingga
dilakukan insisi
dengan kriteria hasil:
lebih 20 cm dan
Tidak ada tanda
2. ingatkan
perdarahan
di
-Tanda
syok
operator
dan
suction dan kasa
hipovolemik(cyanosis)
asisten
bila
1380 cc
-TTV
dalam
batas
terjadi
kuran<20%
banyak
suction merencanahakan
normal/penuerunan
di
hebat
semula.
3.mengetahui lebih
3. monitor
TTV
tiap 5 menit
4. kaji
TTV
sebelum pasien
di pindahkan ke
38
umum
pasien sebelum di
RR
.3.8
pindah ke RR
Tanggal / Dx
jam
13
november
Implementasi
Tindakan /hasil
Evaluasi
ma jelas
1. Mengkaji TTV
S:-
Hasil :
O : TD : 99/59
TD : 82/43 mmHg
N :55 x/menit
RR : 20 x /menit
S :360C
2. Mengitung kebutuhan cairan
2014/07.4
5 wib
mmHg
N : 105 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36,50C
(4:2:1) ,
Hasil :
Kebuthaan
07.45
pengganti
cairan
puasa
=(Rumus 4:2:1) X BB
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 44 = 44 +
M
= 104
menggantikan
cairan
selama puasa.
Meloading cairan RL
lewat IV sebanyak +
07.50
Paraf/na
936 cc
4. Mengkaji TTV
loading
39
setelah
di
Intervensi
dilanjutkan
Hasil :
08.00
08.50
08.10
TD : 99/59 mmHg
N : 105 x/menit
RR : 19 x/menit
S : 36,50C
1. Memonitor
pendarahan
daaerah
pembedahan
suction
dan
kasa
dilakukan insisi.
Hasil :
Terjadi pendarahan
di S : ,pada O
terjadi
A : masalah belum
teratasi
08.15
200 cc
Terjadi
08.18
400 cc
Terjadi perdarahan sekitar 600 mengembalikan
08.20
08.25
pendarahan
sekitar P : Intervensi
dilanjutkan untuk
cc
keseimbangan
Terjadi perdarahan sekitar 800
cairan
dan
cc
elektrolit
Terjadi perdarahan sekitar
1100 cc
2. Meningkatkan
operator
dan
07.35-
08.30
hebat.
Hasil :
Operator dan asisten segera
menghentikan
08.35
pendarahan
40
TD : 100/70 mmHg
N : 105x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,5 0C
.4 POST OPERATIF
.4.1
Keadaan klien di RR(Recovery room)
No
1
Jenis tindakan
a. Daapat menggerakkan 4
Nilai score
2
ekstremitas
b. Dapat menggerakkan 2
ekstremitas
c. Tidak
menggerakkan
2
08.45
Respirasi
08.45
Sirkulasi
a.
b.
c.
a.
score klien
2
0
dapat
sama
sekali
Bernafas dalam
Dispneu
apneu
tekanan darah 20 %
dari keadaan sebelum
operasi
b. tekanan darah 20-50%
2
1
0
2
2
1
1
0
08.45
Kesadaran
41
2
1
0
2
1
0
10
2
1
8
Data Fokus
S : Pasien mengatakan nyeri di
kaki kiri
O : Terdapat Luka Operasi
Etiologi
Adanya
Masalah
Gangguan
Kerusakan
Rasa aman
Jaringan
nyeri
Seluas 20 cm
3.4.3 Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya kerusakan
jaringan ditandai dengan terdapat sayatan 20 cm di daerah pada bagian atas,
pasien mengatakan nyeri pada daerah luka dan resiko infeksi berhubungan
dengan implamasi bakteri kedaerah luka ditandai dengan terdapat drain pada
daerah luka.
N
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
O
42
Rasional
Ganguan rasa
Tupan ; nyeri
aman nyeri
dapat hilang
Tupen
berhubungan
dengan adanya
kerusakan
jaringan di
tandai dengan
terdapat
sayatan di
daerah betis
pasien
mengalami
nyeri pada
daerah luka
:setelah di
lakukan
tindakan
keperawatan
selama 1x24
jam pasien
1.Kaji TTV
2.Kaji type
atau lokasi
nyeri
Perhatikan
intensiitas
pada skala 0
10
Perhatikan
respon
relaxsasi,memfokuskan
terhadap obat
kembali perhatian,dan
mengontrol
3.Motivasi
dapat meninggkatkan
nyeri ,
penggunan
kemampuan
dengan
teknik
koping,menghilangkan
kriteria hasil : manajemen
nyeri
Melaporkan
stres, contoh:
4.obat obatan analgetik
nyeri hilang
Nafas dalam
dapat menekan pusat
atau
dan
nyeri di hipotalamus
tercontrol
visualisasi.
sehingga nyeri dapat
Mengikuti
4.Kolaborasi
hilang dengan cepat
program
pemberian
dapat
pengobatan
obat
yang di
analgesik
berikan
Menunjukan
penggunan
teknik
relaxsasi
relax
43
NO
Tanggal/Jam
13/11/2014
Pukul 08.45
D
X
1
Implementasi
Tindakan/hasil
Evaluasi
1.Mengkaji TTV
Hasil :
TD : 100/60
Nadi : 105
R : 20
Suhu : 36,2 c
2.Mengkaji type
S:K/mengatakan
44
nyeri hilang
O:K/Tampak
tenang dan
beristirahat
dengan nyaman
A : Masalah
teratasi
P : Intervensi di
hentikan
Paraf
Hasil :
Diberikan
keterolac 30mg
dan tramadol
50mg dalam RL
500 cc dengan
kecepatan20
gtt/menit
Klien
mengatakan
nyerinya
berkurang
Skala nyeri 2
Perhatikan Respon
terhadap obat dan
analgetik
Hasil :
Tidak ada
Reaksi alergi pada
pasien akibat obat
analgetik
Nyeri
Hilang,Klien
tampak tenang
Klien Dapat
beristirahat dengan
Nyaman
45
BAB IV
PENUTUP
.1 Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer, 2001).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh
atau benturan benda keras (Henderson, 1998).
Didalam pre operasi ditemukan masalah gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan fraktur tibia tertutup ditandai dengan photo rontagen (+)
fraktur tibia, pasien tampak meringis terlihat kesakitan. Ansietas berhubungan
akan dilakukan tindakan operasi ditandai dengan pasien mengatakan takut.
Di dalam intra operasi ditemukan diagnosa Gangguan hemodinamik
berhubungan dengan kekurangan cairan dan elektrolit ditandai dengan pasien
telah berpuasa selam 9 jam dan resiko syok hipovolemik berhubungan dengan
pendarahan akibat pembedahan ditandai luka insisi 20 cm
Di dalam post operasi ditemukan masalah Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubunga dengan adanya kerusakan kerusakan jaringan ditandai dengan
terdapat sayatan 20 cm di daerah pada bagian atas, pasien mengatakan nyeri
pada daerah luka dan resiko infeksi berhubungan dengan implamasi bakteri
kedaerah luka ditandai dengan terdapat drain pada daerah luka.
4.2.
Saran
46
47