Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker
serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan
urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), diketahui terdapat 493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia
dengan angka kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan oleh infeksi
virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam waktu yang lama. Jika
kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa mengganas dan menyebabkan terjadinya
kanker serviks. Kanker serviks mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang
berkembang yaitu menempati urutan pertama, sedangkan di negara maju ia menempati urutan ke
10, atau secara keseluruhan ia menempati urutan ke 5 (Ramli, 2005).
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh kejadian kanker
pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai diatas 15%. Amerika Serikat dan
Eropa Barat, angka insiden kanker serviks telah terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh
alokasi dana kesehatan yang mencukupi, promosi kesehatan yang bagus, serta sarana pencegahan
dan pengobatan yang mendukung (Emilia, 2010).
Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya,
sedangkan angka kematiannya di perkirakan 7500 kasus per tahun (Emilia, 2010). Menurut data
Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini telah merenggut lebih dari 250.000 perempuan di
dunia dan terdapat lebih 15.000 kasus kanker serviks baru, yang kurang lebih merenggut 8000
kematian di Indonesia setiap tahunnya (Diananda, 2009).
Pada tahun 2004 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia
mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat jalan adalah 16,47% dan
rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks datang ke rumah sakit
dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).
Di Sumatera Utara diperoleh data dari dinas Kesehatan Propinsi jumlah penderita kanker
serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus, tahun 2001 sebanyak 683 kasus. Di RSUD dr.
Pirngadi Medan Tahun 2007 sebanyak 345 kasus, tahun 2008 sebanyak 25 kasus, tahun 2009
sebanyak 48 kasus dan tahun 2010 sebanyak 40 kasus.
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian akibat kanker serviks,
diperkirakan bahwa sekitar 10 persen wanita di dunia telah terinfeksi Human Papiloma Virus
(HPV), muncul fakta bahwa semua perempuan mempunyai resiko untuk terkena infeksi HPV.
Jenis HPV tertentu merupakan penyebab utama kanker serviks. Sementara itu, seseorang yang
terkena infeksi ini memiliki kemungkinan terkena kanker serviks hampir 20-100 kali lipat
(Emilia, 2010).
Perjalanan dari infeksi HPV (Human Pappiloma Virus), tahap pra kanker hingga menjadi
kanker serviks memakan waktu 10 sampai 20 tahun. Disinilah tujuan dari deteksi dini yaitu
memutuskan perjalanan penyakit pada tahap pra kanker dan mendapatkan pengobatan sesegera
mungkin sehingga kanker serviks diharapkan dapat sembuh sempurna (Widyastuti, 2009).
Masih tingginya angka penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan karena penyakit
ini tidak menimbulkan gejala dan rendahnya kesadaran wanita untuk memeriksakan kesehatan
dirinya. Padahal sekarang penyakit apapun sudah dapat diobati dan ditangani dengan cepat
apabila deteksi dini dilakukan secara berkala sehingga dapat mengurangi risiko angka kematian.
Jika semakin banyak wanita terbiasa melakukan deteksi dini, apabila penyakit sudah berjangkit
pada seseorang maka bisa lebih cepatditangani (Septiyaningsih, 2010).
Menurut Wiknjosastro (1999) kanker serviks dapat disembuhkan jika dideteksi dan
ditanggulangi sejak dini, malahan sebenarnya kanker serviks ini dapat dicegah. Menurut ahli
Obgyn dari Newyork University Medical Center, Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan, dan kanker serviks
ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak
mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker servik terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit kanker serviks suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio
(Depkes RI, 2005).
Budaya dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan persepsi yang jadi
penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada profesional medis dan mampu
melindungi kesehatan reproduksinya. Akibatnya, kebanyakan pasien datang sudah pada stadium
lanjut, hingga sulit diobati ( Ramli, 2005). Menurut Wilopo (2010) saat ini diperkirakan baru
sekitar 5% wanita yang mau melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks, mengakibatkan
banyak kasus ini ditemukan sudah pada stadium lanjut yang sering kali mengakibatkan kematian.
Faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi, hubungan seksual pada usia dini
(< 20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan
hygiene genetalia. Lebih dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut
yang memerlukan fasilitas khusus untuk pengobatan seperti peralatan radio terapi yang hanya
tersedia dibeberapa kota besar saja. Disamping mahal, pengobatan tehadap kanker stadium lanjut
memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah (Ramli,
2005).
Seringnya terjadi keterlambatan dalam pengobatan mengakibatkan banyaknya penderita
kanker serviks meninggal dunia, padahal kanker serviks dapat diobati jika belum mencapai
stadium lanjut, tentunya dengan mengetahui terlebih dahulu apakah sudah terinfeksi atau tidak
dengan menggunakan beberapa metode deteksi dini, antara lain metode
(Inspeksi Visual dengan
kita memberikan perhatian yang lebih besar terhadap penyakit yang sudah terlalu
banyak
meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut serta upaya-upaya
preventif yang dapat dilakukan. (Bustan, 2007).
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
Pemeriksaan lebih sering dilakukan pada wanita yang memiliki factor-faktor resiko (Bustan,
2007). Hal yang perlu diingat adalah tidak ada kata terlambat untuk melakukan deteksi dini
terhadap kanker serviks, tetap perlu biarpun anda tidak lagi melakukan aktifitas seksual
(Yohanes, 1999).
1.2. Permasalahan
Berapa presentase WUS dan lansia yang sudah memeriksakan IVA tes di wilayah
Kelurahan Rambutan.
Apakah sudah mencapai target pencapaian pemeriksaan iva tes bagi WUS dan lansia di
Wilayah Kelurahan Rambutan.
Untuk menganalisis presentase pencapaian hasil pemeriksaan iva test bagi WUS dan
lansia di wilayah Kelurahan Rambutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
reseptakulum seminis dengan pintu saluran leher rahim sebelah dalam atau OUI (Ostium
Uteri Internum ) dan pintu saluran leher rahim di vagina atau OUE (Ostium Uteri Eksternum )
(Prawirohardjo, 2001: 9-10).
Karsinoma Leher rahim
melapisi ektoleher rahim portio dan endoleher rahim kanalis servikalis yang disebut
sebagai scuomosa columner junction (SCJ) (Nada, 2007: 1).
Dari pengertian Kanker leher rahim diatas, penulis menyimpulkan bahwa Kanker
leher rahim adalah proses keganasan yang terjadi pada leher rahim dimana pada keadaan
ini terdapat kelompok-kelompok sel abnormal, yang timbul diantara epitel, yang melapisi
ektoleher rahim maupun endoleher rahim kanalis servikalis yang sebagai scuamosa columner
junction atau SCJ yang terbentuk oleh sel-sel jaringan yang tumbuh terus-menerus tak
terbatas.
2. Penyebab Karsinoma leher rahim
Penyebab
kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang
penting adalah : (a) Jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden lebih tinggi pada mereka
yang kawin dari pada yang tidak kawin, (b) Insiden tinggi pada mereka yang kawin atau
coitarche pada usia yang sangat muda (kurang 16 tahun ), (c) Insiden meningkat dengan
tingginya paritas dengan jarak persalinan yang terlampau dekat, (d) Aktifitas seksual yang sering
berganta-ganti pasangan/promiskuita, (e) Insiden banyak
dari
golongan
sosial
ekonomi
rendah, hygiene seksual yang jelek, (f) Sering terjadi pada masyarakat, dimana suaminya
tidak disunat/sirkumsisi, (g) Sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus
HPV atau Human Papiloma Virus tipe 16-18, (h) Sering pada ibu yang mempunyai kebiasaan
merokok (Prawirohardjo, 2001: 381).
3. Patologi Karsinoma serviks
Kanker servisks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoleher rahim dan
endoleher rahim yang disebut scuomosa columner junction. Pada masa kehidupan wanita terjadi
perubahan fisiologis pada epitel leher rahim dimana epitel kolumner akan digantikan oleh
epitel skuomosa yang diduga berasal dari epitel kankerdangan kolumnar. Proses pergantian
epitel kolumner menjadi epitel skuomosa disebut proses metaplasia. Pada wanita muda, SCJ
berada diluar OUE sedangkan pada wanita berumur lebih dari 35 tahun SCJ berada didalam
uteri.
Pada awal perkembangan Kanker leher rahim tidak memberikan tanda-tanda dan
keluhan. Pada pemeriksaan spekulum tampak sebagai portio yang erosi atau metaplasia
scuamosa yang fisiologik atau patologi. Tumor dapat tumbuh secara : (a) Eksofilik, mulai dari
SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis, (b) Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma leher rahim dan cenderung
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus yang luas, (c) Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung
merusak struktur jaringan leher rahim dengan melibatkan awal fornises vagina menjadi ulkus
yang luas.
Metaplasia skuomosa yang fisiologi dapat berubah menjadi patologi displasia
melalui tingkatan neoplasma insitu I, II, III dan karsinoma insitu akhirnya menjadi
karsinoma invasif sekali lalu menjadi makro invasif/invasif, proses keganasan akan
berjalan terus (Prawiroharjo, 2001: 382).
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliaka luar dan iliaka dalam (hipogastrika), menjadi hal
yang tidak lazim jika terjadi penyebaran lewat pembuluh darah.
Karsinoma leher rahim umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Bila sel tumor
sudah terdapat lebih dari 1 mm dari membran basalis, atau sudah tampak berada dalam
pembuluh
limfa
atau
darah, maka
prosesnya
sudah
invasif.
menginfiltrasi stroma leher rahim, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai
karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai praklinik (tingkat IB-occult).
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa
regional dan secara perkontinuatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uteri, rectum,
dan kandung kemih yang pada tingkat akhir dapat menimbulkan fistula
rectum atau kandung kemih.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan perdarahan-perdarahan
yang eksisif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstuksi ureter ditempat ureter
masuk kedalam kandung kemih (Prawirohardjo, 2001: 382-383).
5. Gambaran klinik Karsinoma leher rahim
Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma leher rahim dan merupakan gejala yang
sering di temukan pada karsinoma leher rahim adalah:
a.
Masa tanpa gejala, pada masa ini penderita tidak mengeluh dan tidak merasakan suatu
gejala meskipun sebenarnya pasien sudah mengidap penyakit kanker leher rahim. Hal ini
terjadi pada stadium dini (Ramli, 2002: 104).
b. Keputihan, merupakan gejala yang sering di temukan. Getah yang keluar dari vagina
makin lama makin banyak, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan (Manuaba,
2001: 640).
c. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah yang makin lama makin
lebih sering terjadi, misalnya setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih
banyak, atau bisa juga diluar senggama/spontan, biasanya terjadi pada tingkat klinik lanjut
stadium II-III (Yatim, 2005: 47).
d. Rasa nyeri, terjadi karena infiltrasi sel tumor ke serabut saraf (Prawirohardjo,2001: 386).
e. Anemia, sering ditemukan pada stadium lanjut sebagai akibat dari perdarahan
pervaginam dan akibat penyakitnya (Prawirohardjo, 2001: 385).
f. Gejala yang dapat timbul karena metastasis jauh, misalnya obstruksi total vesika urinaria,
cepat lelah, penurunan berat badan (Mansjoer, 2005: 379).
6. Pembagian tingkat keganasan karsinoma leher rahim
Tabel 1 : Pembagian Tingkat Keganasan Karsinoma Leher rahim FIGO
tauche yang
berguna untuk
mengetahui keadaan leher rahim serta sangat penting untuk mengetahui stadium kanker
leher rahim (Prawirohardjo,2001: 150).
b. Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan sitologi epitel porsio dan leher rahim untuk
menentukan tingkat praganas dan ganas pada portio dan leher rahim serta diagnosa dini
karsinoma leher rahim.
c. Pemeriksaan Kolposkopi
Kolposkopi adalah mikroskop teropong stereoskopis dengan pembesaran yang rendah 10-40
X, dengan kolposkopi maka metaplasia scuomosa infeksi HPV, neoplasma Intraepiteliel
leher rahim akan terlihat putih dengan asam asetat atau tanpa corak pembuluh darah.
Kelemahanya: hanya dapat memeriksa daerah terlihat saja yaitu portio, sedangkan kelainan pada
SCJ dan intraepitel tidak bisa dilihat (Jones, 2002: 274).
d. Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan ini dikerjakan dengan mata telanjang pada beberapa tempat di leher rahim
yaitu dengan cara mengambil sebagian/seluruh tumor dengan menggunakan tang oligator,
sampai jaringan lepas
e. Konisasi
Adalah suatu tindakan operasi untuk mengambil sebagian besar jaringan leher
rahim sehingga berbentuk menyerupai
ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi
Indonesia) menunjukkan bahwa jumlah ahli patologi 178 orang pada tahun 2001 yang tersebar
baru di 13 provinsi di Indonesia(10) dan jumlah skriner yang masih kurang dari 100
orang(11) pada tahun 2001. Sementara itu Indonesia mempunyai sejumlah bidan; jumlah
bidan di desa 55.000 dan bidan praktek swasta (BPS) kurang sebanyak 16.000(1997) (12).
Bidan adalah tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita, yang
potensinya perlu dioptimalkan, khususnya untuk program skrining kanker leher rahim. Juga
adanya fakta bahwa di antarapetugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan dan kewaspadaan terhadap kanker leher rahim masih perlu diberdayakan.
c IVA positif = ditemukan berkanker putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi
sasaran temuan skrining kanker leher rahim dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Leher rahim-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker
leher rahim in situ).
d IVA-Kanker leher rahim Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker leher
rahim bila ditemukan masih padastadium invasif dini (stadium IB-IIA).
Dengan spekulum, pemeriksa melihat leher rahim yang dipulas dengan kapas yang
dibasahi dengan asam asetat 3-5%. Tunggu selama 10 detik kemudian melihat hasil
pemeriksaan. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto
white epithelum. Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA
positif. Jika didapatkan hasil pemeriksaan positif, maka peserta diberikan surat rujukan untuk
dilakukan terapi lebih lajut ke puskesmas yang untuk selanjutnya dari pihak puskesmas akan
memberikan surat pengantar rujukan ke RS.
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai
berikut: (1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi, (2) Meja/tempat
tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi, (3) Terdapat sumber
cahaya untuk melihat leher rahim, (4) Spekulum vagina (5) Asam asetat (3-5%), (6)
Swab-lidi berkapas, dan (7) Sarung tangan.
Secara sistematis kerangka penyelesaian masalah melalui penerapan IPTEKS
digambarkan sebagai berikut:
adalah dengan melakukan deteksi dini kanker leher rahim salah satunya adalah dengan
metode IVA sehingga akan ditemukan apakah sasaran menderita kanker leher rahim atau
tidak, dan apabila ditemukan hasil positif kemudian dilakukan tindak lanjut untuk melakukan
rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
BAB III
METODE
III.2. Upaya untuk meningkatkan hasil pemeriksaan IVA tes di wilayah Puskesmas
Kelurahan Rambutan
Berikut ini adalah langkah-langkah yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan
hasil pemeriksaan IVA tes di wilayah Puskesmas Kelurahan Rambutan adalah :
3.1.1 Melakukan pendataan jumlah WUS dan lansia yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Rambutan.
Pendataan
dilakukan
dengan
cara
mencatat
data
dari
data
Laporan
masing.
Melakukan penyuluhan mengenai pentingnya melakukan deteksi dini kanker
serviks dengan melakukan pemeriksaan iva tes di Puskesmas Kelurahan
Rambutan. Penyuluhan dilakukan di wilayah kelurahan rambutan rw 3 karena
merupakan wilayah pemantauan penulis dan penyuluhan secara random kepada
WUS dan lansia yang 21ating berobat ke puskesmas kelurahan Rambutan.
3.1.5. Menyebarkan pamflet deteksi dini kanker serviks saat setiap penyuluhan dan
menitipkan pamflet deteksi dini kanker serviks untuk kader di wilayah rw lain
kepada dokter internship yang bertanggungjawab di wilayah masing-masing.
II.2 Alur dalam mengupayakan peningkatan pemeriksaan IVA tes di wilayah Puskesmas
Kelurahan Rambutan
Menentukan tempat
pengambilan sampel
BAB IV
HASIL
4.1 Profil Komunitas Umum
Jakarta Timur adalah salah satu kota administratif dari provinsi DKI Jakarta selain Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Secara administratif Jakarta Timur
terbagi menjadi 10 kecamatan, 65 kelurahan, 673 RW dan 7.513 RT serta memiliki penduduk
sebanyak lebih kurang 1.959.022 jiwa atau sekitar 10% dari jumlah penduduk DKI Jakarta
dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km 2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen per Tahun
dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00. Kecamatan yang berada di wilayah
Jakarta Timur antara lain, Kecamatan Matraman, Pulogadung, Jatinegara, Kramat Jati, Duren
Sawit, Pasar Rebo, Makasar, Cakung, Ciracas dan Cipayung.16
Gambar 4.1. Peta Wilayah Provinsi DKI Jakarta
Kecamatan Ciracas terletak antara 1060 49 35 BT dan 060 1037 LS, dengan luas
wilayah 16,08 Km2. Jumlah penduduk Kecamatan Ciracas sebanyak 200.806 jiwa, dengan
pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun 0,66%. Jumlah rumah tangga sebanyak 56.291, jumlah
RW 49, RT 594, KK 50.000, dengan luas lahan 1.608 Ha. Secara administratif Kecamatan
Ciracas terdiri atas lima kelurahan yaitu Kelurahan Cibubur, Kelapa Dua Wetan, Ciracas,
Susukan dan Rambutan.16
migrasi
yang
mendorong
pertambahan
penduduk
secara
alamiah
sehingga
mengakibatkan jumlah penduduk setiap tahunnya bertambah cepat. Hal ini akan mendorong
timbulnya berbagai masalah permasalahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah DKI
Jakarta, dalam hal ini Pemerintahan Kelurahan Rambutan.6
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga per November 2015
Bulan
Jumlah Penduduk
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Januari
20.748
19.737
42.485
10.184
1.758
11.942
Februari
20.974
19.795
40.589
10.316
1.758
12.074
Maret
20.819
19.842
40.661
10.334
1.768
12.102
April
20.811
19.854
40.665
10.338
1.783
12.121
Mei
20.848
19.875
40.723
10.346
1.792
12.139
Juni
20.877
19.942
40.819
10.352
1.807
12.159
Juli
20.895
19.949
40.844
10.345
1.812
12.157
Agustus
20.934
19.961
40.895
10.359
1.816
12.175
September
20.947
19.978
40.925
10.355
1.822
12.177
Oktober
20.966
20.016
40.982
10.343
1.814
12.157
November
21.005
20.028
41.033
10.337
1.811
12.148
Desember
--
Kelurahan Rambutan termasuk wilayah padat penduduk, hal ini dikarenakan adanya
mobilitas penduduk yang cepat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.3. Mobilitas Penduduk Kelurahan Rambutan per November 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustin
September
Oktober
November
Desember
Jumlah
Lahir
Lk
28
33
24
14
30
26
27
39
30
34
36
321
Pr
21
24
19
16
25
31
20
29
33
40
26
284
Datang
Lk
Pr
50
50
55
68
63
77
50
55
60
52
91
107
39
37
82
59
50
56
67
63
57
68
664
692
Mati
Lk
14
10
10
3
5
11
13
9
7
11
6
99
Pr
8
5
6
9
4
6
5
5
8
5
3
64
Pindah
Lk
Pr
45
51
32
29
52
43
56
40
48
52
74
68
35
45
73
71
60
64
71
60
55
69
601
592
Uraian mobilitas penduduk di Kelurahan Rambutan bulan November 2015 sebagai berikut:17
Datang dari dalam wilayah DKI Jakarta
: 62 jiwa
: 63 jiwa
: 56 jiwa
: 68 jiwa
Tabel 4.6. Jumlah Perbandingan Penduduk Menurut Kelompok Umur Wilayah Kerja
Puskesmas Rambutan per November 2015
No
Kelompok Umur
Laki-Laki
1
0 4 Tahun
2
5 9 Tahun
3
10 14 Tahun
4
15 19 Tahun
5
20 24 Tahun
6
25 29 Tahun
7
30 34 Tahun
8
35 39 Tahun
9
40 44 Tahun
10
45 49 Tahun
11
50 54 Tahun
12
55 59 Tahun
13
60 64 Tahun
14
65 69 Tahun
15
70 74 Tahun
16
75 + Tahun
JUMLAH
1.656
1.974
1.975
1.664
1.748
2.114
2.125
2.006
1.729
1.347
1.041
749
434
258
126
59
21.005
Perempuan
Jumlah
Penduduk
1.694
1.934
1.680
1.599
1.693
2.141
2.128
1.911
1.549
1.245
968
665
393
238
107
83
20.028
41.033
RW
1
2
3
4
5
6
RW 1
RW 2
RW 3
RW 4
RW 5
RW 6
Jumlah
Tingkat Pendidikan
Tidak
Sekolah
485
570
730
515
505
635
3.440
SD
SLTP
SLTA
AK/PT
S1
S2
288
385
530
326
214
447
2.190
315
417
519
359
347
488
2.445
335
430
620
375
410
470
2.640
147
220
290
225
285
394
1.561
125
111
145
130
122
158
791
47
38
29
58
32
61
265
Sebagian besar mata pencarian penduduk kelurahan Rambutan adala sebagai buruh, yaitu
sebanyak 3.775 orang. Sebaran mata pencarian penduduk Kelurahan Rambutan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.8 Mata Pencaharian penduduk Kelurahan Rambutan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
1.070
155
890
2.278
948
3.775
3.292
5.531
855
18.794
Tenaga Kesehatan
Puskesmas
Keterangan
Dokter Umum
2
3
4
5
Dokter Gigi
Apoteker
Sarjana Kesehatan
Bidan
1
1
11
1 dr. Ka PKM(PNS), 1
Honorer
Honorer
6
Perawat
7
AAK
8
Ahli Gizi
9
Perawat Gigi
Jumlah
2
1
1
1
20
PNS
3 PNS, 1 CPNS, 7
Honorer
PNS
PNS
PNS
PNS
Jumlah
1
1
16
15
4
10
4/2
Sejak Indonesia memiliki sistem Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS), dapat
dikatakan pasien yang berobat ke Puskesmas maupun Rumah Sakit Umum Daerah meningkat
cukup signifikan, sehingga terjadi antrian panjang terutama pada rumah sakit-rumah sakit besar.
Oleh sebab itu, diadakan sistem rujukan fasilitas pelayanan kesehatan berjenjang, sehingga
pasien-pasien yang berobat memiliki jenjang rujukan. Puskesmas merupakan jenjang fasilitas
kesehatan pertama yang dapat didatangi masyarakat. Selain itu letak puskesmas yang strategis
dan berada di pemukiman warga Rambutan, membuat pasien yang ingin berobat dapat mencapai
tempat puskesmas dengan mudah. Jika penyakit yang membutuhkan keahlian khusus, maka
sistem rujukan dilakukan pada tingkatan kedua yang merupakan rumah sakit tipe C ataupun D.
Nantinya pihak rumah sakit demikianlah yang akan melakukan rujukan ke rumah sakit tipe B
yaitu rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan tingkat 3 regional ataupun nasional.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
No
Rujukan
Pelayanan
Tingkat Satu
PKC. Pulo Gadung
PKC Pasar Rebo
PKC Kramat Jati
PKC Duren Sawit
PKC Cipayung
PKC Ciracas
PKC Jatinegara
PKC Cakung
PKC Matraman
Kesehatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
RSJ Klender
RSU Mediros
RSU Kartika Pulomas
RSU Antam Medika
RSU Harapan Bunda
RSU Yadika Pondok Bambu
Yayasan Ginjal Diatrans
RS Gilut TNI AU
RSU Pengayoman Cipinang
RS TK IV Kesdam Cijantung
RSIA Bunda Aliyah
RS Pusdikkes (TK IV)
RSIA Resti Mulia
RSKO Cibubur
RS Bedah Rawamangun
RSU Harapan Jayakarta
RSU Harum
Klinik HD Jati Waring
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
1
1
Rujukan
Pelayanan
Kesehatan
Tingkat
Ketiga
(Nasional)
RSUP Cipto Mangunkusumo
RSPAD Gatot Subroto
RSUP Fatmawati
RSUP Persahabatan
RSJPD Harapan Kita
RSAB Harapan Kita
RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
RS Kanker Dharmais
Tabel 4.7 Sistem Rujukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berjenjang Wilayah Jakarta Timur
Golongan Usia
1.
14
2.
66
3.
100
4.
60
TOTAL
240
2.
- (negatif)
Jumlah
Dengan polip
Tanpa polip
0
239
4.
Ca serviks
TOTAL
No.
1.
Radang
240
Jumlah
Servisitis
Polip
123
1
2.
Kandidiasis
3.
TOTAL
111
239
TARGET Pencapaian kegiatan BuCeKas (Bulan Cegah Kanker Serviks) 2015 di Jakarta
Timur = 27.400 WUS
Kondisi Puskesmas yang berbeda-beda memaksa untuk pembagian target yang tidak seragam.
Agar pencapaian target lebih rasional, maka target BuCeKas 2015 dibagi sebagai berikut:
1. Jatinegara
: 15%
= 4.110 WUS
2. Duren Sawit
: 12.5%
= 3.425WUS
3. Cakung
:12.5%
=3.425 WUS
4. Cipayung
: 10%
= 2.740 WUS
5. Matraman
: 12.5%
=3.425 WUS
6. Makassar
: 10%
= 2.740 WUS
7. Pasar Rebo
: 7%
= 2.055 WUS
8. Kramat Jati
: 6.5%
= 1.781 WUS
9. Pulo Gadung
: 7.5%
= 2.055 WUS
10. Ciracas
:6.5%
=1.781 WUS
Kelompok
Jakarta Timur
Umur/ formula
Wanita Usia Subur (WUS)
Target Capaian Pemeriksaan IVA
15-49 Tahun
825.322
660.257
(80% WUS)
Rasio WUS per Wilayah Jakarta
Timur
Target Capaian Pemeriksaan
137.000
Jumlah kelurahan/wilayah
86 kelurahan
kelurahan
Target capaian per Hari/
kelurahan
No
Kelurahan
Jumlah RW
Jumlah WUS
1.
Cibubur
13
2.
Ciracas
10
3.
12
4.
Susukan
20
5.
Rambutan
6x37 WUS
TOTAL
= 222
2.257
No.
Wilayah Kelurahan
1.
Cibubur
63+125+131+184+187 = 690
2.
45+42
= 87
3.
Ciracas
63+75
= 138
4.
Susukan
39+25+71+55
= 190
Rambutan
70+75+77
= 222
TOTAL
1.327 WUS
TARGET BuCeKas pemeriksaan IVA tes di kelurahan Rambutan tercapai =222 WUS
Target BuCeKas pemeriksaan IVA tes kecamatan belum tercapai = minimal 1781 WUS
didapat 1327 WUS
No.
Golongan Usia
Jumlah Yang
Jumlah WUS
Diperiksa
Jumlah yang
Presentase iva
belum tercapai
1.
14
5.433
5.419
0.26 %
2.
66
4.039
3.978
1.51 %
3.
100
2.794
2.697
3.47 %
4.
60
1.633
1.573
3.67 %
TOTAL
240
14.720
14.478
INTERVENSI
Intervensi yang dilakukan berupa pembagian pamflet kepada dokter koordinator masingmasing wilayah untuk diberikan ke kader, penyuluhan tentang deteksi dini kanker leher rahim
kepada para kader di RW 03 karena saya dokter coordinator di RW 03, penyuluhan satu per satu
secara random kepada ibu-ibu yang berkunjung ke BPU Puskesmas Kelurahan Rambutan,
Penulisan pada kertas Hari pemeriksaan IVA tes didepan pintu ruangan KB, dan menaruh
pamflet didepan loket agar dapat diambil oleh pasien saat mendaftar pelayanan.
BAB V
DISKUSI
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker
serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan
urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), diketahui terdapat 493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia
dengan angka kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010).
Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan
adanya pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi
visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk
kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode
skrining IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining
IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan pencegahan dini kanker serviks dan
IVA tes dapat dilihat berdasarkan data yang didapatkan dari laporan kohort puskesmas kelurahan
Kampung Rambutan angka kunjungan WUS dan Lansia untuk melakukan pemeriksaan IVA tes
ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan masih rendah. Dari data didapatkan angka
kunjungan IVA tes ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan bervariasi dari Januari 2015
hingga Januari 2016. Dari data kohort puskesmas kelurahan Kampung Rambutan didapatkan
total WUS dan Lansia yang melakukan pemeriksaan iva tes pada bulan Januari-Maret 2015
sebanyak 0 orang, pada bulan April terdapat 2 orang, namun pada bulan Mei 2015 sebanyak
222 orang hal ini dikarenakan adanya program menjemput bola deteksi dini kanker serviks
yang dilakukan dikelurahan RW 1, RW 3, RW 4. Pada bulan Juni terdapat 13 orang yang
melakukan pemeriksaan IVA tes di puskesmas kelurahan rambutan. Sebanyak 7 orang lainnya
melakukan kunjungan
didapatkan data jumlah ibu hamil berdasarkan laporan kohort puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan sebanyak 10 orang dengan rincian K1 di luar puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan sebanyak 9 orang dan hanya 1 orang yang melakukan kunjungan pertama kehamilan
(K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan.
Pemantauan angka kunjungan K1 di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan dimulai
pada bulan Maret 2015, menurut laporan kohort puskesmas kelurahan Kampung Rambutan di
bulan Maret didapatkan data sebanyak 4 dari 10 ibu hamil di RW 3 yang melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan. Sangat disayangkan pada
bulan April 2015 didapatkan penurunan angka kunjungan K1 di puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan., dari total 10 ibu hamil di RW3 kelurahan Kampung Rambutan hanya 1 orang ibu
hamil yang melaukan kunjungan pertama kehamilannya (K1) di puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan sedangkan 9 orang lainnya melakukan kunjungan pertama kehamilan di luar
puskesmas.
Berdasarkan data laporan PWS Kesehatan Ibu dan Anak Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur 2015 telah didapatkan presentase kumulatif K1 pada bulan Januari sebesar 7,4%, angka
tersebut cukup rendah karena target PWS untuk K1 setiap bulannya sebesar 8,3%, lalu pada
bulan Februari didapatkan peningkatan presentase kumulatif K1 yaitu 14,4% selanjutnya pada
bulan Maret dan April didapatkan peningkatan presentase kumulatif untuk K1 sebesar 34,2% di
bulan Maret dan 34,4%.(2,4)
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar
pelayanan kesehatan minimal di bidang kesehatan di kabupaten atau kota khususnya pelayanan
kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2010 : berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan
K4.(2) K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan Kl di
bawah 70% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun)
menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh
kurangnya motivasi ibu hamil dalam pemeriksaan kehamilan dan adanya persepsi ibu hamil yang
menganggap bahwa pemeriksaan kehamilan tidak perlu dilakukan bila tidak ada keluhan karena
masyarakat menganggap kehamilan adalah sesuatu keadaan/kejadian yang biasa dan lumrah
terjadi pada seoarang wanita.(3,4) Rendahnya cakupan K1 menunjukkan bahwa perlu ditingkatkan
kembali penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam mencegah dan mengenali
secara dini komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan. Sedangkan K4 : Kontak minimal 4
kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1
kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester
ketiga. Cakupan K4 di bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu
satu tahun) menunjukkan kunjungan/kontak ibu hamil ke tenaga kesehatan masih sangat rendah.
(3,4)
tinggi obstetrik. Menurut laporan Survey Demografi Kesehatan Indonesia, 2003 menunjukkan
bahwa cakupan K1 secara Nasional sebesar 86,76% serta cakupan K4 sebesar 79,44%, bila
dibandingkan tahun 2001 angka cakupan K1 mengalami penurunan (dari 90,5%), sedangkan
cakupan K4 mengalami sedikit peningkatan (dari 74,25%).(14) Sedangkan data berdasarkan profil
kesehatan Indonesia tahun 2006 juga diketahui bahwa, cakupan kunjungan pemeriksaan
kehamilan K1 sebesar 90,38% dan K4 sebanyak 79,63%.(2)
Kunjungan ibu hamil untuk melakukan ANC ke pelayanan kesehatan erat kaitannya
dengan perilaku kesehatan, yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan ibu dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan ibu dan janin. Ada tiga teori yang menjadi acuan acuan dalam
melakukan penelitian kesehatan di masyarakat. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo,
perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. (15) Faktor predisposisi (predisposing factors)
ialah faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan ibu untuk melakukan pemeriksaan pertama
kehamilan ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan diantaranya pengetahuan ibu, pekerjaan
ibu dan tingkat pendidikan ibu. Faktor pendukung (enabling factors) ialah faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi agar terjadinya perilaku sehat, misalnya jarak puskesmas
dengan tempat tinggal warga, ketersediaan sumber daya serta keterjangkauan sumber daya.
Faktor ketiga ialah faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang mendorong atau
memperkuat perilaku sehat, yang termasuk dalam faktor penguat misalnya keluarga, kelompok
ataupun tokoh masyarakat.
Faktor faktor predisposisi yang mempengaruhi rendahnya angka kunjungan pertama
kehamilan (K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan diantaranya tingkat pendidikan
ibu. Dari data yang didapatkan di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan dan alloanamnesa
dengan ibu hamil yang datang untuk melakukan pemeriksaan kehamilan didapatkan rata rata
pendidikan terakhirnya hanya sebatas sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) hingga sekolah
lanjutan tingkat atas (SLTA). Rendahnya tingkat pendidikan cukup mempengaruhi pengetahuan,
pemahaman dan persepsi ibu dalam melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1). Hasil
penelitian Irma, 2008, ada hubungan yang kuat antara persepsi ibu hamil tentang risiko
kehamilan dengan kepatuhan melakukan antenatal care, dimana semakin baik persepsi ibu hamil
tentang risiko tinggi kehamilan, maka kemungkinan ibu hamil untuk patuh melakukan antenatal
care semakin besar.(14,16) Dan ibu hamil yang paham dengan manfaat antenatal care bagi
kehamilan dan bayi yang dikandungnya akan mempunyai persepsi yang baik sehingga akan
meningkatkan motivasi/keinginan untuk melakukan antenatal care.(16) Dari hasil penelitian
lainnya didapatkan data bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh dalam kepatuhan
pemeriksaan ANC. Tinggi rendahnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir
seseorang. Pola pikir yang baik akan mendorong seseorang untuk memperhatikan masalah
kesehatan seperti melakukan pemeriksaan ANC secara teratur.(16)
Faktor predisposisi yang lain yang ikut mempengaruhi adalah pekerjaan ibu. Berdasarkan
alloanamnesa yang dilakukan terhadap ibu hamil didapatkan salah satu kendala untuk melakukan
kunjungan pertama kehamilan (K1) ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan dikarenakan
saat pagi hingga sore hari sang ibu bekerja dari pagi hingga sore hari. Selain itu banyak ibu yang
mendapatkan pelayanan kesehatan dari tempat mereka bekerja. Oleh karena itu waktu untuk
melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1) ke puskesmas pun tertunda, sehingga banyak dari
ibu hamil di RW 3 melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas.
Selain faktor predisposisi, terdapat pula faktor pendukung antara lain jarak puskesmas,
ketersediaan sumber daya serta keterjangkauan sumber daya. Jarak puskesmas kelurahan
Kampung Rambutan yang cukup jauh menjadi salah satu alasan ibu hamil melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas. Kendala jarak memungkinkan ibu hamil untuk tidak
datang melakukan kunjungan kehamilan pertama (K1) di puskesmas. Namun, untuk
memastikannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketersediaan sumber daya di pelayanan
kesehatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap ibu hamil di RW 3 menyatakan
dikarenakan keterbatasan sumber daya di puskesmas mengakibatkan ibu hamil yang akan
melakukan kunjungan kehamilan harus mengantri cukup lama sehingga hal tersebut membuat
ibu hamil yang melakukan kunjungan merasa kurang nyaman. Berdasarkan kenyataan yang
dilihat di lapangan harus diakui adanya beberapa keterbatasan, diantaranya keterbatasan pada
jumlah sumber daya, ketersediaan ruang periksa dan alat periksa. Saat ibu hamil datang ke
puskesmas untuk melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1) petugas kesehatan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan alloanamnesa secara lengkap dan
pemeriksaan fisik secara teliti terhdapa ibu hamil.
Keterjangkauan sumber daya juga mempunyai peran yang cukup penting dalam hal ini.
Kesulitan yang dialami ibu hamil untuk mencapai puskesmas untuk melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) membuat ibu hamil mencari sumber daya kesehatan yang lebih
terjangkau untuk melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1). Namun, untuk memastikannya
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku manusia dalam hal kesehatan adalah faktor
penguat (reinforcing factors). Yang termasuk dalam faktor tersebut diantaranya dukungan dari
keluarga atau tokoh masyarakat. Besarnya dukungan dari pihak keluarga dapat mempengaruhi
perilaku ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan meningkatkan motivasi ibu
hamil dalam melakukan kunjungan atau pemeriksaan kehamilan sejak sang ibu merasakan
dirinya hamil. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan pihak keluarga ialah dukungan
psikologis. Dukungan psikologis adalah suatu sikap yang memberikan dorongan dan
penghargaan moril kepada ibu selama masa kehamilannya, misalnya keluarga sangat membantu
ketenangan jiwa ibu, keluarga mendambakan bayi dalam kandungan ibu, keluarga menunjukkan
kebahagiaan pada kehamilan, keluarga menghibur atau menenangkan ketika ada masalah yang
dihadapi, keluarga berdoa untuk kesehatan atau keselamatan ibu dan anaknya (Retnowati, 2005).
(17)
Wanita hamil yang tidak diperhatikan dan dikasihi oleh keluarganya selama hamil akan
menunjukkan lebih sedikit gejala emosi, fisik, dan sedikit komplikasi persalinan serta lebih
mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas. Salah satu strategi Making Pregnancy Safer
(MPS) adalah mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga. Output yang diharapkan dari
strategi tersebut adalah 4 Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Ibu Hamil
Dalam Pemeriksaan Antenatal Care Di Puskesmas Banyu Biru Kabupaten Semarang menetapkan
keterlibatan keluarga dalam mempromosikan kesehatan ibu dan meningkatkan peran aktif
keluarga dalam kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2007).(16,17) Menurut penelitian Unzila
(2007), menyebutkan bahwa ibu hamil yang mendapatkan dukungan dari keluarga mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap pemeriksaan antenatal care, sehingga terdapat hubungan antara
dukungan keluarga dan kualitas pelayanan kebidanan terhadap kepatuhan antenatal care pada ibu
hamil.(18) Dalam penelitian Kusmiyati (2008), menunjukkan bahwa dukungan emosi dari
keluarga merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan perkembangan kehamilan
istrinya, informasi ini dapat diperoleh melalui konseling antara suami atau keluarga dengan
tenaga kesehatan. (17)
Pada bulan Maret 2015, dokter internship bekerja sama dengan para kader untuk
mengumpulkan ibu hamil, wanita usia subur serta pasangan usia subur untuk melakukan
penyuluhan mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin sesuai jadwal
yang telah ditentukan sekaligus memberikan leaflet mengenai pentingnya ANC dan manfaat
yang didapat jika melakukan kunjungan pertama kehamilan di puskesma kelurahan Kampung
Rambutan. Selain itu dokter internship juga memberikan kelas ibu hamil dan memberitahu
manfaat dan keuntungan melakukan pemeriksaan kehamilan ke puskesmas Kelurahan Kampung
Rambutan. Disamping memberikan penyuluhan dan membuka kelas hamil, dokter internship
juga melakukan wawancara terhadap beberapa ibu hamil tentang alasan melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas. Dari hasil yang didapat, ternyata tidak didapatkan
hasil sesuai harapan karena angka kunjungan (K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan
belum mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor jarak dari tempat
tinggal ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan. Selain faktor jarak, faktor pekerjaan ibu
juga mempengaruhi keengganan untuk melakukan kunjungan pertama kehamilan ke puskesmas
kelurahan Kampung Rambutan. Banyak ibu yang mendapatkan fasilitas kesehatan di tempat
mereka bekerja dan waktu kerja yang tidak sesuai dengan jam pelayanan puskesmas kelurahan
Kampung Rambutan sehingga bayak ibu yang lebih memilih untuk melakukan kunjungan
petama kehamilan (K1) di luar puskesmas.
LEMBAR KUISIONER
Pengaruh pengetahuan wanita berusia 25 45 tahun terhadap perilaku pemeriksaan pap smear
sebagai deteksi dini karsinoma servik uteri di Dusun Peting Desa Talok Kecamatan Dlanggu
Kabupaten Mojokerto
Nama Responden
: .
Tanggal Pengisian
: .
Petunjuk Pengisian I
Kami mohon ibu memberikan jawaban sejujurnya. Jawaban ibu akan kami rahasiakan.
I.
Identitas Responden
Umur Ibu
Pekerjaan
Pendidikan Terakhir
Agama
Penghasilan/Bulan
II.
Pengetahuan wanita berusia 25 45 tahun tentang pap smear sebagai deteksi dini
karsinoma uteri
Petunjuk Pengisian II
1.
Apakah ibu benar-benar mengerti dengan istilah karsinoma servik uteri (kanker leher
rahim)
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
Tidak pernah dengar
2.
Bagaimana pengaruhnya jika karsinoma servik uteri (kanker leher rahim) tersebut
mengenai ibu
Dapat menyebabkan pengangkatan kandungan
Dapat menyebabkan kematian ibu
Apabila ibu menderita kanker leher rahim, maka tindakan yang diambil adalah
Apakah ibu mengenal istilah pap smear atau usapan pada dinding leher rahim. (Jika faham
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk mencegah berkembangnya sel kanker payudara
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk mencegah berkembangnya sel kanker payudara
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk mencegah berkembangnya sel kanker kulit
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk memusnahkan sel-sel kanker
8.
Karena dapat mendeteksi secara dini jaringan sel kanker leher rahim
Karena dapat mengobati adanya kanker leher rahim
Karena dapat mengobati adanya kanker leher rahim yang serius
Kanker dapat mematikan adanya sel-sel kanker ganas
10. Apakah yang ibu ketahui tentang manfaat pemeriksaan pap smear ?
14. Mengapa pemeriksaan pap smear dilakukan pada usia tersebut di atas (No. 10)
Kanker pada usia di atas dipandang mempunyai resiko yang tinggi untuk timbulnya kanker leher
rahim
Karena pada usia di atas seseorang pasti menderita kanker leher rahim
Karena pada usia tersebut adanya kanker leher rahim baru dapat diketahui
Karena pada usia tersebut pemeriksaan pap smear baru dapat dilakukan
15. Kapan saat yang tepat untuk melaksanakan pemeriksaan pap smear ?
Setelah melahirkan
Pada saat haid
Di luar masa haid
Kapan saja atau setiap saat
16. Dimanakah kita bisa mendapatkan pelayanan pemeriksaan pap smear ?
Rumah Sakit atau puskesmas atau dokter atau bidan
Pak Mantri
Dukun
Semua jawaban di atas benar
17. Mengapa pap smear dilaksanakan di tempat tersebut ?
Karena murah
Karena tenaganya ramah
Karena tenaganya professional dan telah mendapatkan ijin praktek