You are on page 1of 23

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama
No. RM
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal Masuk

: An. AZ
: 858582
: 5 tahun
: Laki-Laki
: Rawamangun, Jakarta Timur
: 15 juni 2015

Anamnesis ( Alloanamnesis)
Keluhan Utama :
Demam 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan:
Nyeri saat BAK, Mual Muntah, Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak 2 hari SMRS, suhu naik perlahan,sudah diberi paracetamol demam
turun lalu naik kembali. Os pusing (+), mual (+), muntah 2x berisi makanan. Terdapat
batuk (+), pilek (-), sesak napas (-). 2 hari SMRS Os mengeluh Nyeri saat BAK (+),
sedikit tetapi frekuensinya sering, berwarna kuning pekat, tidak ada darah dan berbau
tidak seperti biasanya. BAB normal, Nafsu makan Os menurun
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami keluhan yang serupa
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada di Keluarga yang memiliki penyakit yang sama

Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar : BCG (+), Hepatitis B (+), Polio (+), DTP (+), Campak (+).
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Pola Makan
Saat ini OS sudah makan masakan rumah, dengan komposisi harian nasi, lauk
(daging/ayam/ikan/telur), tidak terlalu suka makan buah dan sayur dengan porsi 1
piring 3-4x/ hari. OS suka jajan di wilayah sekolah.
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Sesuai umur, tidak terdapat keterlambatan tumbuh kembang.
Riwayat Alergi
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan atau makanan
Riwayat Psikososial
Tinggal bersama orangtua
Lingkungan rumah bersih dengan ventilasi dan pencahayaan yang cukup

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital

Nadi

: 100 x/menit

Suhu

: 38 C

Nafas

: 28 x/menit

Tek Darah

:-

Antropometri :
BB

: 17 kg

TB

: 107 cm

Status Gizi Berdasarkan NCHS:

BB/U

: 17 / 18 x 100 %

= 94,3% (gizi baik)

TB/U

: 107 / 109 x 100%

= 98,2% (gizi baik)

BB/TB

: 17 / 18 x 100%

= 94,3% (Gizi Baik)

Kesan Gizi

: Gizi Baik

STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephal
Ubun-ubun sudah menutup
Ubun-ubun tidak cekung

Mata

: konjungtiva anemis (-/-)


Sclera ikterus (-/-)
Edema palpebra (-/-)
Mata cekung (-/-)

Hidung

: Pernapasan cuping hidung (-/-)


Deviasi septum (-/-)
Sekret (-/-)
Epistaksis (-/-)

Telinga

: Normotia
Sekret (-/-)

Mulut

: mukosa bibir lembab


Tidak ada perdarahan gusi
Faring tidak hiperemis
Tonsil T1/T1

Leher

: Pembesaran KGB (-/-)

Kaku kuduk (-)

Paru
-

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Gerakan dada simetris


: Vocal fremitus sama di seluruh lapang paru
: Sonor
: vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara nafas tambahan,

wheezing -/-, ronkhi -/Jantung


-

Inpeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat


: tidak teraba ictus cordis
: tidak dilakukan
: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: Tampak datar
: Bising usus 12x/menit
: Nyeri abdomen (-), Hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok

Perkusi
Turgor kulit

sudut kostovetebra (-)


: Timpani
: Baik

Ekstremitas atas

: Akral hangat
Tidak edema
Tidak sianosis
RCT <2 detik

Ekstremitas bawah

: Akral hangat
Tidak edema
Tidak sianosis

RCT<2detik
Kelenjar inguinal

: tidak ada pembesaran

Anus dan rectum

: dalam batas normal

Genitalia

: Fimosis (+)

C. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Leukosit
Natrium
Kalium
Clorida

Nilai
11.4
34
220
21.49
132
3.6
97

Nilai rujukan
10.8 - 15.6
33 - 45
184 - 488
4.50 - 13.50
135 - 147
3.5 - 5.0
94 - 111

Satuan
g/dl
%
ribu/L
ribu/L

URINALISA
Item
Warna
Kejernihan
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
BeratJenis
pH
Protein
Glukosa

Hasil
Kuning
Agak Keruh
8 10
2
Gepeng 1+
1.015
7.0
1+
-

Satuan
/ LPB
/ LPB

Nilai Rujukan
Kuning
Jernih
0-5
3
1+
1.005 1.030
5.0 7.0
- (< 30 mg/dl)
- (< 100 mg/dl)

Keton
Hb (darah samar)
Billirubin
Urobilinogen
Nitrit
Leuko esterase

3+
0.2
2+

0.2 1.0
-

D. RESUME
An. AZ umur 5 tahun, datang dengan keluhan demam 2 hari SMRS, disertai BAK nyeri
berwarna kuning keruh 3 SMRS. Mual dan muntah sebanyak 2 kali. Nafsu makan menurun.
Pemeriksaan fisik : suhu 38oc
E.

Assesment
Febris
Vomitus
Dysuria

DIAGNOSA BANDING :

ISK
Batu traktus urinarius

DIAGNOSA KERJA

DIAGNOSA KLINIS
DIAGNOSA GIZI
DIAGNOSA TUMBANG
DIAGNOSA IMUNISASI

: Retensi Urin e.c Infeksi saluran kemih


: Gizi Baik
: Tumbuh kembang sesuai usia
: Imunisasi Lengkap

F. Penatalaksanaan
Infus RL 12 tpm
Inj. Ceftriaxone 1 x 1 gr dalam de 5%
Paracetamol syr 3 x 1 cdo
Gentamicin 2 x 75 mg
FOLLOW UP
Hari/ Tanggal
16/6/2015

S
Nyeri BAK (+)

O
S: 38 C

A
ISK

P
Ceftriaxone 1x 1

Demam (+)

RR: 22 x/m

gr

HR: 88x/m

Novalgin Ektra

Output urin :

1 x 150mg

100cc

Cek urin
lengkap

17/6/2015

ISK

Pasang kateter
Terapi lanjut

Nyeri BAK (-)

S : 37 C

Demam (-)

RR: 22x/m

Blinding

Muntah 1x

HR: 88x/m

training cateter

Outpun urin :
18/6/2015

Nyeri BAK (-)

100cc
S: 36,7 C

Demam (-)

RR : 22x/m

Amikasin 2x

HR: 80 x/m

150 mg

ISK

Terapi lanjut

Bleeder training
19/6/2015

ISK

8 jam
Amikasin di

Os sudah mulai

S: 36,7

membaik

RR: 22x/m

ganti

HR: 80x/m

Gentamicin 2 x
75 mg
Cek HHTL
Pasien pulang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Berdasarkan ada tidaknya komplikasi, ISK dibagi menjadi ISK simpleks dan kompleks.
ISK simpleks/ sederhana/ uncomplicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih tetapi
tanpa penyulit (lesi) anatomis maupun fungsional saluran kemih. ISK kompleks/ dengan
komplikasi/ complicated UTI adalah terdapat infeksi pada saluran kemih disertai penyulit (lesi)
anatomis maupun fungsional saluran kemih misalnya sumbatan muara uretra, refluks
vesikoureter, urolithiasis, parut ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya. 5
Berdasarkan letaknya, ISK dibagi menjadi ISK atas dan bawah. ISK atas adalah infeksi
pada parenkim ginjal atau ureter, lazimnya disebut sebagai pielonefritis. ISK bawah adalah
infeksi pada vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara atas dan bawah adalah
vesicoureteric junction.1

B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi ISK pada anak bervariasi sangat luas dan dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode pengumpulan urin, kriteria
diagnosis dan kultur. Umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang paling penting. Insidens
tertinggi adalah pada satu tahun pertama kehidupan yaitu sekitar 1%, kemudian menurun
terutama pada anak laki-laki. Pada masa neonatus, bakteriuri ditemukan sebanyak 1% dan
lebih banyak pada bayi laki-laki (2-4 kali). Prevalens ISK pada bayi baru lahir kurang bulan
sekitar 2,9% sedangkan pada bayi cukup bulan sekitar 0,7%. ISK lebih sering terjadi pada
anak usia prasekolah yaitu sekitar 1-3% dibandingkan dengan usia sekolah sekitar 0,7-2,3%.
Selama masa remaja, baik perempuan maupun laki-laki sama-sama berisiko tinggi
mengalami ISK.2
Dalam suatu penelitian, insidens ISK pada 6 tahun pertama kehidupan adalah sekitar
6,6% anak perempuan dan 1,8% anak laki-laki. Sedangkan pada 3 bulan pertama postnatal,
ISK paling sering terjadi pada anak laki-laki terutama yang belum disirkumsisi. Prevalens
ISK pada anak perempuan usia 1-5 tahun adalah 3% dan usia sekolah 1%, sedangkan pada
anak laki-laki usia sekolah 0,03%.2

C. ETIOLOGI
Sekitar 50% ISK disebabkan Escherichia coli, penyebab lain adalah Klebsiella,
Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci, Proteus dan Pseudomonas sp. dan
bakteri gram negatif lainnya. Escherichia coli adalah penyebab paling umum pada anak-anak,
hingga 80%. Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah.
Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi dengan naiknya bakteri ke saluran kemih.
Staphylococcus saprophyticus, Proteus mirabilis, Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini
mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih.
Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah beberapa bakteri yang
umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans, jamur yang umumnya
menginfeksi pasien dengan kateter (kateter : semacam selang) pada saluran kemihnya,
kekebalan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, atau pasien dalam terapi antibiotik.

D. PATOFISIOLOGI
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau
steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk kedalam saluran kemih
dab berbiak didalam media urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara: (1)
Ascending, (2) Hematogen seperti pada penularan M Tuberculosis atau S aureus, (3)
limfogen, dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi.8
Hampir seluruh ISK terjadi secara asenden. Bakteri berasal dari flora feses, berkolonisasi
didaerah perineum dan memasuki kandung kemih melalui uretra. Pada bayi, septikemia
karena bakteri gram negatif relatif lebih sering, hal ini mungkin disebabkan imaturitas
dinding saluran pencernaan pada saat kolonisasi oleh Escherichia coli atau karena imaturitas
sistem pertahanan. Penyebaran secara hematogen lebih sering terjadi pada neonatus. Infeksi
nosokomial juga dapat terjadi, biasanya disebabkan operasi atau intrumentasi pada saluran
kemih. Bakteri penyebab ISK yang paling sering ditemukan di praktek umum adalah E. coli
(lebih dari 90%), sedangkan yang disebabkan infeksi nosokomial (hospital acquired) sekitar
47%.4

Gambar 1.Masuknya kuman secara ascending kedalam saluran kemih, (1) Kolonisasi kuman
disekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3) Penempelan kuman pada
buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal

Awal terjadinya ISK adalah bakteri berkolonisasi di perineum pada anak perempuan atau
di preputium pada anak laki-laki. Kemudian bakteri masuk kedalam saluran kemih mulai dari
uretra secara asending. Setelah sampai di kandung kemih, bakteri bermultiplikasi dalam urin
dan melewati mekanisme pertahanan antibakteri dari kandung kemih dan urin. Pada keadaan
normal papila ginjal memiliki sebuah mekanisme anti refluks yang dapat mencegah urin
mengalir secara retrograd menuju collecting tubulus. Akhirnya bakteri bereaksi dengan
urotelium atau ginjal sehingga menimbulkan respons inflamasi dan timbul gejala ISK.3,4
Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara
mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih
sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host
yang menurun atau karena virulensi agent meningkat.8
Mekanisme tubuh terhadap invasi bakteri terdiri dari mekanisme fungsional, anatomis
dan imunologis. Pada keadaan anatomi normal, pengosongan kendung kemih terjadi reguler,
drainase urin baik dan pada saat setiap miksi, urin dan bakteri dieliminasi secara efektif. Pada
tingkat seluler, bakteri dihancurkan oleh lekosit polimorfo nuklear dan komplemen. Maka
setiap keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan normal tersebut dapat
menyebabkan risiko terjadinya infeksi.4
Pada anak perempuan, ISK sering terjadi pada usia toilet training karena gangguan
pengosongan kandung kemih terjadi pada usia ini. Anak mencoba untuk menahan kencing
agar tidak ngompol, dimana kontraksi otot kandung kemih ditahan sehingga urin tidak keluar.
Hal ini menyebabkan tekanan tinggi, turbulensi aliran urin dan atau pengosongan kandung
kemih yang tidak tuntas, kemudian semuanya akan menyebabkan bakteriuria. Gangguan
pengosongan kandung kemih dapat terjadi pula pada anak yang tidak BAK secara teratur.3

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Faktor Pertahanan Host
Saluran kemih yang normal umumnya resisten terhadap invasi oleh bakteri dan efisien
dengan cepat menghilangkan mikroorganisme yang mencapai kandung kemih. Urin dalam
keadaan normal mampu menghambat dan membunuh mikroorganisme. Faktor-faktor yang
dianggap bertanggung jawab termasuk pH rendah, ekstrem di osmolalitas, konsentrasi urea
tinggi, dan tingginya konsentrasi asam organik. Pertumbuhan bakteri pada laki-laki terhambat
oleh sekresi pada prostat. Adanya bakteri di dalam kandung kemih merangsang berkemih,
dengan diuresis meningkat dan efisien pengosongan kandung kemih. Faktor-faktor ini sangat
penting dalam mencegah inisiasi dan penjegahan infeksi kandung kemih. Pasien yang tidak
mampu untuk membuang urin sepenuhnya berada pada risiko lebih besar untuk mengalami
infeksi. Selain itu, pasien dengan jumlah urin sisa lebih sedikit dalam kandung kemih mereka
menanggapi dengan kurang menyenangkan dibandingkan dengan pasien yang dapat
mengosongkan kandung kemih mereka sepenuhnya .Salah satu faktor virulensi penting dari
bakteri adalah kemampuan mereka untuk masuk ke sel epitel kemih, sehingga Kolonisasi
kemih saluran, infeksi kandung kemih, dan faktor pyelonephritis.9
2. Faktor Virulensi Bakteri
Organisme patogen memiliki perbedaan derajat patogenisitas (virulensi), yang berperan
dalam pengembangan dan beratnya infeksi. Bakteri yang masuk epitel saluran kemih terkait
dengan kolonisasi dan infeksi. Mekanisme adhesi bakteri gram negatif, terutama E. coli,
berkaitan dengan bakteri fimbriae ini fimbriae adalah komponen glikolipid pada sel epitel
spesifik. Jenis yang paling umum dari fimbriae adalah tipe 1, yang mengikat residu mannose
dalam glikoprotein. Glikosaminoglikan dan Tamm- protein Horsfall kaya residu mannose
yang berisi tipe 1 fimbriae. Selain itu sekretori IgA antibodi, mengandung reseptor untuk tipe
1 fimbriae, yang memudahkan fagositosis, tetapi mereka bukan reseptor untuk fimbriae P.
faktor virulensi lainnya adalah produksi hemolisin dan aerobactin. hemolisin adalah protein
yang diproduksi oleh bakteri sitotoksik menyebabkan lisis berbagai sel, termasuk eritrosit,
dan monosit. E. coli dan bakteri gram negatif lainnya membutuhkan besi untuk metabolisme
aerobik. Aerobactin memfasilitasi mengikat dan menyerap zat besi oleh E. coli, namun,
makna dari patogenesis UTI masih belum diketahui.9

F. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, gejala ISK kompleks hampir sama dengan gejala ISK simpleks. Tetapi
pada ISK kompleks biasanya gejala sistemik lebih menonjol yaitu demam dan loin
tenderness disertai hitung bakteri yang tinggi (> 100.000 CFU/ml) dan adanya pus dalam
urin. Derajat beratnya gejala dapat bervariasi dari ringan sedang sampai berat. Pada bayi baru
lahir gejala yang timbulbiasanya berupa gejala nonspesifik yaitu penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, gelisah, muntah dan diare. Gejala yang lebih berat dapat berupa
letargis, kejang atau tanda sepsis seperti hipo- atau hipertermi. Pada anak yang lebih besar
gejala yang timbul dapat berupa gejala yang mengarah pada saluran kemih seperti disuri,
poliuri, urgensi nyeri perut dan flank pain. Sedangkan gejala nonspesifik atau sistemik lebih
jarang dan tidak terlalu berat. Apabila infeksi disebabkan adanya obstruksi maka gejala yang
timbul adalah hipertensi, ginjal dan kandung kemih dapat teraba dan nyeri, tanda-tanda syok,
septikemia dan distensi abdomen.4
Anak yang tidak mendapat antibiotik pada gejala akut umumnya berkembang menjadi
kronis. Pada beberapa kasus anak yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala tetapi beberapa
yang lainnya menunjukan demam berulang, malaise dan gejala terlokalisir yang menetap
yang tidak terdiagnosis. Anak yang mengalami infeksi dan tidak dieradikasi dengan antibiotik
dapat mengalami ISK berulang dengan proporsi yang tinggi umumnya akan mengalami
rekurensi daripada relaps.4
Pada anak laki-laki rekurensi jarang terjadi lebih dari 1 tahun setelah infeksi pertama.
Penelitian yang dilakukan Winberg dkk, 23 % anak laki-laki yang mengalami ISK pada tahun
pertama kehidupan dapat terjadi rekurensi dalam waktu 12 bulan dan hanya 3% terjadi
setelah periode tersebut. Berbeda dengan anak perempuan, rekurensi yang terjadi sebanyak
29% dan dapat dialami pada usia periode follow up.4

Tabel
Intepretasi Hasil BiakanUrin
Cara Penampungan
Pungsi suprapubik

Jumlah Koloni
Bakteri gram negatif; asal

Kemungkinan Infeksi
> 99%

ada kuman
Bakteri gram positif;
Kateterisasi kandung
kemih
Urin pancar tengah
Laki-laki,
Perempuan

beberapa ribu
> 105
104 105
103 104

95%
Diperkirakan ISK
Diragukan, ulangi

>104

Diperkirakan ISK

3 x biakan> 105
2 x biakan> 105
1 x biakan> 105
5 x 104 105
104 5 x 104 (klinis

95%
90%
80%
Diragukan, ulangi
Diperkirakan ISK, ulangi

simptomatik)
104 5 x 104 (klinis

Tidak ada ISK

asimptomatik)
< 104

Tidak ada ISK

Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari factor risiko seperti


disebutkan di atas sebelumnya dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos
perut dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi intravena.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untukmenilai fungsi ginjal.

Algoritme Penanggulangan dan Pencitraan pada Bayi <6 bulan dengan ISK

Algoritme Penanggulangan dan Pencitraan pada Bayi 6 bulan 3 tahun dengan ISK

Algoritma Penctiraan Pada Anak > 3 Tahun dengan ISK

G. KOMPLIKASI
1. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan
parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal dari saluran
kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter.
Gambaran klasik dari pielonefritis akut adalah demam tinggi dengan disertai menggigil,
nyeri didaerah perut dan pinggang, disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala
iritasi pada buli-buli yaitu berupa disuria, frekuensi, atau urgensi.8
2. Abses ginjal, abses perirenal, dan abses pararenal
Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini dibedakan dalam
2 macam yaitu abses korteks ginjal dan abses kortiko-meduler. Abses korteks ginjal atau
disebut karbunkel ginjal pada umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman

Stafilokokus aureus yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi diluar sistem saluran
kemih.
Abses perineral adalah abses yang terdapat didalam rongga perineral yaitu rongga yang
terletak diluar ginjal tetapi masih dibatasi oleh kapsula Gerota, sedangkan abses pareneral
adalah abses yang terletak diantara kapsula Gerota dan peritoneum posterior. Abses perineral
dapat terjadi karena pecahnya abses renal kedalam rongga perineral; sedangkan abses
pararenal dapat terjadi karena: (1) pecahnya abses perineral yang mengalir ke rongga
pararenal atau (2) karena penjalaran infeksi dari usus, pankreas, atau dari kavum pleura ke
rongga pararenal.8
3. Sistitis Akut
Sistitis Akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh
infeksi bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli, Enterococci,
Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui ureta.
Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis dari pada pria karena ureta wanita lebih
pendek dari pada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria mempunyai sifat
bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih.
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema,
dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urine, akan mudah terangsang untuk segera
mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan
menyebabkan rasa sakit/nyeri didaerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah
berdarah dan menyebabkan hematuria.8
4. Prostatitis.
Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh
bakteri maupun non bakteria. Untuk menentukan penyebab suatu prostatitis, diambil sample
(contoh) urine dan getah kelenjar prostat melalui uji 4 tabung sesuai yang dilakukan oleh
Meares.8
5. Epididimitis
Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Diduga reaksi inflamasi
ini berasal dari bakteri yang berada didalam buli-buli, prostat, atau uretra yang secara
ascending. Menjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine melalui duktus

ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke epididimitis seperti
pada penyebaran kuman tuberkulosis.8

H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Adanya riwayat sering ngompol, muntah, diare, gagal tumbuh, demam dengan penyebab
yang tidak jelas dapat terjadi pada anak dengan ISK. Informasi mengenai bladder control,
pola BAK dan pancaran air kencing juga penting dalam diagnosis. Gejala poliuri, polidipsi
dan penurunan nafsu makan menunjukkan kemungkinan adanya gagal ginjal kronik, begitu
pula dengan adanya gejala pancaran air kencing lemah, teraba massa/benjolan atau nyeri pada
abdomen, menunjukkan kemungkinan suatu striktur atau katup uretra. Pada anak sekolah
gejala ISK umumnya terlokalisir pada saluran kemih yaitu disuri, polakisuri dan urgensi.10
AAP merekomendasikan untuk mempertimbangkan ISK pada anak usia 2 bulan hingga 2
tahun yang mengalami demam tanpa sebab yang jelas.6

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan teliti dengan tujuan untuk memeriksa adanya
kondisi-kondisi yang dapat menjadi predisposisi terjadinya ISK. Meliputi pemeriksaan fisik
secara umum yang berhubungan dengan gejala ISK misalnya demam, nyeri ketok sudut
kosto-vertebral atau nyeri tekan supra simfisis, teraba massa pada abdomen atau ginjal teraba
membesar. dan pemeriksaan neurologis terutama ekstremitas bawah. Pemeriksaan genitalia
eksterna yaitu inspeksi pada orifisium uretra (fimosis, sinekia vulva, hipospsdia, epispadia),
anomali pada penis yang mungkin berhubungan dengan kelainan pada saluran kemih dan
adanya testis yang tidak turun pada prune-belly syndrome harus dilakukan. Stigmata kelainan
kongenital saluran kemih lain seperti: arteri umbilikalis tunggal, telinga letak rendah, dan
supernumerary nipples harus diperhatikan.2,3,4
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium

Urinalisis sampel urin segar dan tidak disentrifugasi (lekosituria > 5/LPB atau dipstick positif
untuk lekosit) dan biakan urin adalah pemeriksaan yang penting dalam penegakkan diagnosis
ISK. Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya diambil dengan urin
porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteri >100.000 koloni/ml urin dari satu jenis
bakteri, atau bila ditemukan > 10.000 koloni tetapi disertai gejala yang jelas dianggap
ISK.4,6 Cara pengambilan sampel lain yaitu melalui kateterisasi kandung kemih, pungsi
suprapubik dan menampung urin melalui steril collection bag yang biasa dilakukan pada
bayi. Akurasi cara pengambilan urin tersebut memberikan nilai intepretasi yang berbeda.6
b. Pencitraan
ISK kompleks beruhubungan dengan adanya kelainan anatomi dan fungsi saluran kemih.
Pencitraan dilakukan dengan tujuan untuk:
-Mendeteksi adanya kelainan struktural dan fungsional seperti obstruksi, RVU atau gangguan
pengosongan kandung kemih
-Mendeteksi akibat dini dan lanjut ISK
-Mendeteksi dan memonitor anak yang mempunyai risiko ISK
Terdapat beberapa kontroversi mengenai konsensus pemeriksaan pencitraan dalam evaluasi
ISK pada anak. Teknik pencitraan yang umum digunakan adalah sebagai berikut.3,4
Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sering digunakan untuk menggantikan urografi
intravena sebagai skrining inisial, karena lebih cepat, non-invasif, aman, tidak mahal, sedikit
menimbulkan stres pada anak, dapat diulang untuk kepentingan monitoring dan mengurangi
paparan radiasi. Dengan pemeriksaan USG dapat terlihat formasi parut ginjal, tetapi beberapa
parut juga dapat luput dari pemeriksaan karena pemeriksaan USG sangat tergantung dengan
keterampilan orang yang melakukan USG tersebut. Dan pemeriksaan dengan USG saja tidak
cukup, kombinasi dengan pemeriksaan foto polos abdomen dapat membantu memberikan
informasi mengenai ukuran ginjal, konstipasi, spina bifida occulta, kalsifikasi ginjal dan
adanya batu radioopak. Secara teori, obstruksi dan RVU dapat mudah dideteksi, tetapi
kadang-kadang lesi yang ditemukan dikatakan sebagai kista jinak atau penyakit polikistik
apabila pemeriksaan USG tersebut tidak diikuti dengan pemeriksaan radiologi.4
Urogafi Intravena

Urografi intravena adalah pemeriksaan saluran kemih yang paling sering dilakukan
apabila dicurigai adanya refluks atau parut. Dengan urografi intravena dapat diketahui adanya
duplikasi ginjal dan ureter, dimana sangat sulit dideteksi dengan USG. Kelainan lain yang
dapat pula dideteksi dengan urografi adalah horseshoe kidney dan ginjal/ureter ektopik.
Kekurangan urografi intravena adalah kurang sensitif dibandingkan Renal Scintigraphy
dalam mendeteksi Pyelonephritis dan parut ginjal. Tingkat radiasi yang tinggi dan risiko dari
reaksi kontras juga menjadi hal yang harus dipertimbangkan.4

I. PENATALAKSANAAN
Terapi ISK pada anak harus segera diberikan untuk mencegah kemungkinan berkembang
menjadi pielonefritis. Apabila gejala yang timbul berat, maka terapi harus segera diberikan
sementara menunggu pemeriksaan hasil biakan urin. Apabila gejala ringan dan diagnosis
meragukan, maka terapi dapat ditunda sampai hasil biakan urin diketahui, dan pemeriksaan
biakan dapat diulang apabila hasil biakan pertama meragukan. Terapi inisial dengan
trimethoprim-sulfamethoxazole selama 3-5 hari efektif terhadap strain E. coli. Nitrofurantoin
5-7 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis efektif untuk bakteri Klebsiella-Enterobacter. Amoksisilin
50 mg/kgBB/hari juga efektif sebagai terapi inisial.3,4
Pada anak dengan infeksi akut, immunocompromised atau usia kurang 2 bulan dianggap
menderita ISK kompleks sehingga untuk tatalaksana yang baik adalah perawatan di rumah
sakit untuk pemberian antibiotik intravena. Antibiotik yang diberikan dapat seftriakson 50-75
mg/kgBB/hari maksimal 2 gram atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari dikombinasikan dengan
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari. Pemberian antibiotik intravena diberikan sampai keadaan anak
secara klinis stabil dan afebris selam 48-72 jam, kemudian antibiotik dapat dilanjutkan
dengan antibiotik oral sesuai dengan uji sensitivitas biakan urin. Lamanya pemberian terapi
masih kontroversi, untuk ISK kompleks atau anak usia kurang dari 2 tahun diberikan selama
7-14 hari. Antibiotik oral golongan sefalosporin generasi ke-3 seperti sefiksim sama
efektifnya dengan seftriakson intravena terhadap beberapa bakteri gram negatif kecuali
Pseudomonas. Pemberian fluoroquinolone oral dapat diberikan sebagai terapi alternatif untuk
bakteri yang resisten terutama Pseudomonas pada pasien usia lebih dari 17 tahun. Keamanan
dan efikasi pemberian siprofloksasin oral pada anak masih dalam penelitian. Pada beberapa
anak ISK dengan demam, pemberian injeksi seftriakson intramuskular loading dose diikuti
terapi oral sefalosporin generasi ke-3 dinilai efektif.2,3,4

Setelah pemberian terapi inisial 7-14 hari, dilanjutkan dengan pemberian antibiotik
profilaksis jangka panjang sampai didapatkan hasil pemeriksaan radiologis ginjal dan saluran
kemih. Apabila dari pemeriksaan radiologis didapatkan hasil yang normal maka antibiotik
profilaksis dapat diberikan selama 6 bulan, tetapi apabila didapatkan kelainan maka dapat
diberikan selama 1-2 tahun atau lebih. 4 Antibiotik profilaksis yang sering digunakan antara
lain adalah trimethoprim-sulfamethoxazole, trimethoprim atau nitrofurantoin dengan dosis
1/3 dosis terapetik satu kali/hari.4
Untuk tatalaksana pada anak dengan abses renal atau perirenal atau dengan obstruksi
saluran kemih dapat dilakukan tindakan bedah (misalnya drainase perkutaneus) disamping
pemberian antibiotik.

Tabel Dosis Antibiotika Parenteral (A), Oral (B) dan Profilaksis (C) yang Sering
Digunakan untuk Pengobatan ISK
Obat
(A) Parenteral
Ampisilin

Dosis mg/kg/hari
100

Frekuensi/ (umurbayi)

Tiap 12 jam (bayi<1 minggu)


Tiap 6-8 jam (bayi>1 minggu)
Sefotaksim
150
Dibagi tiap 6-8 jam
Gentamisin
5
Tiap 12 jam (bayi<1 minggu)
Tiap 24 jam (bayi>1 minggu)
Seftriakson
75
Sekalisehari
Seftazidim
150
Dibagi setiap 6-8 jam
Sefazolin
50
Dibagi sertiap 8 jam
Tobramisin
5
Dibagi setiap 8 jam
Ticarsilin
100
Dibagi setiap 6 jam
(B) Oral --- Rawat Jalan, anti biotik oral (pengobatan standar)
Amoksisilin
20-40 mg//kghari
q8h
Ampisilin
50-100 mg/kg/hari
q6h
Augmentin
50mg/kg/hari
q6h
Sefaleksin
50 mg/kg/hari
q6-8h (C) maintenance Chemotherapy/
Sefiksim
4 mg/kg/hari
q12h prophylaxix :
Nitrofurantoin
6-7 mg/kg/hari
q6h
Sulfisoksazol
120-150 mg/kg/hari
q6-8h
Trimetoprim
6-12 mg/kg/hari
q6h
sulfometoksazol
30-60
q6-8h
J. Indikasi Rawat

ISK yang memerlukan tindakan rawat inap antara lain, ISK pada neonatus,
pielonefritis akut, ISK dengan komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi, ISK disertai
sepsis atau syok, ISK dengan gejala klinik yang berat seperti rasa sakit yang hebat,
toksik, kesulitan asupan oral, muntah dan dehidrasi. ISK dengan kelainan urologi yang
kompleks, ISK dengan organisme resisten terhadap antibiotik oral, atau terdapat masalah
psikologis seperti orangtua yang tidak mampu merawat anak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T,Trihono
PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak. Jakarta: IDAI, 2002; 142-163
2. Raszka WV, Khan O. Pyelonefritis. Pediatrics in Review. 2003; 26: 364-9.
3. Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson HB,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:WB Saunders,
2004;1785-94.
4. Jones VK, Asscher. Urinary Tract Infection and Vesicoureteral reflux. Dalam: Edelman,
Jr CM. Pediatric Kidney Disease. Edisi ke-2. Boston: Little brown Co.1992; 1943-91.
5. Azzarone G, Liewehr S, OConnor K. Cystitis. Pediatrics in Review. 2007;
28(12): 474-76.
6. American Academy of Pediatrics. Practice parameter. The Diagnosis Treatment
and Evaluation of the Initial Urinary Tract Infection in febrile infants and Young
Children. Pediatrics 1999; 103: 1-12
7. Candice E, Johnson. New advances in childhood urinary tract infections.
Pediatrics in Review. 1999; 20(10): 335-42.
8. Purnomo, B Basuki, 2007 Dasar dasar urologi : CV Infomedika. Jakarta.
9. Dipiro, Joseph T (editor), 2005 Pharmacotherapy: A Pathophisiology approach, 3rd
edition, McGraw Hill, New York.

BAB III
KESIMPULAN
ISK merupakan suatu infeksi pada saluran kemih yang ditandai dengan adanya bakteri
patogen, yang sering terjadi pada anak dan memberi gejala yang samar dengan resiko
kerusakan ginjal dan komplikasi lain yang berat. Anamnesis yang tepat dapat menegakkan
diagnosis ISK disertai pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan antara pemeriksaan
urine dan pencitraan radiologi.
Pemberian antibiotika yang tepat pada ISK sangat penting untuk mencegah kuman
dan timbulnya komplikasi yang lebih berat, selain pemberian terapi simptomatik terhadap
gejala lain yang timbul. Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga higiene saluran
kemih, kencing teratur, serta sirkumsisi pada anak laki-laki.

You might also like