You are on page 1of 32

makalah kesehatan kerja di puskesmas

Selasa, 03 Maret 2015


k3 di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara


umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global

karena

mengalami

ketidakefisienan

pemanfaatan

tenaga

kerja

(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat


ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama.

Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait

dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade
Organization) dan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yang akan
berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat
2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya

hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan


yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah
salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. (International Labour Office,
Geneva, pencegahan kecelakaan , Buku pedoman, PT. Pustaka Binaan Presindo.
Jakarta, 1989.)
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum
terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat
kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya. (Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo, prinsip-prinsip dasar
ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka cipta, 2003)
B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah
1.

Apa yang dimaksud dengan kesehatan kerja ?

3.

Undang undang kesehatan kerja ?

4.

Kesehatan kerja yang ada di puskesmas ?

5.

Apa yang dimaksud dengan Standard operasional prosedure ?

6.

Alat alat pelindung diri dalam kesehatan kerja ?

C. Tujuan
1.

Tujuan umun

Untuk mengetahui kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja serta stardard


oprasional yang ada di puskesmas.
2.

Tujuan khusus

a.

Untuk mengetahui defenisi kesehatan kerja dan undang undang dalam

kesehatan kerja
b.

Untuk mengetahui allat alat pelindung diri pada kesehatan kerja

c.

Untuk mengetahui kesehatan kerja yang ada di dalam puskesmas

d.

Untuk mengetahui standar operasional prosedur yang ada di puskesmas

puskesmas.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (k3)

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, Sedangkan pengertian secara
keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis

kecelakaannya.

Sejalan

dengan

itu,

perkembangan

pembangunan

yang

dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokokpokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.Dalam pasal 86 UU No.13 tahun
2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai
agama.Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaituVeiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun
1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala
lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air
maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.Walaupun sudah banyak peraturan yang
diterbitkan,

namun

pada

pelaksaannya

masih

banyak

kekurangan

dan

kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3


serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan
sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. (Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo,
prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka cipta, 2003).
1.

Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani,
maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau

gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja


maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan
dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari
penyakit.Menurut Undang Undang Pokok Kesehatan RI No.9 Tahun 1960, BAB
I pasal 2, keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani,
dan kemasyarakatan.(http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan_kerja)
2.

Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung. pada jenis, bentuk, dan
lingkungan

dimana

pekerjaan

itu

dilaksanakan.

( http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan)
a)

Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :

1)

Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan

diatas.
2)

Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

3)

Teliti dalam bekerja

4)

Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan

kesehatan kerja.
Keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan (Sumamur). Sasaran Segala tempat kerja (darat, di dalam
tanah, permukaan dan dalam air, udara) seperti Industri, Pertanian, Purtambangan,
Perhubungan dan Pekerjaan umum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi
tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di
tempat kerja.Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya
sumber-sumber bahaya.
b) Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi kecelakaan yang disebabkan oleh :
1)

Mesin

Mesin adalah alat mekanik atau elektrik yang mengirim atau mengubah energi
untuk melakukan atau membantu pelaksanaan tugas manusia. Biasanya
membutuhkan sebuah masukan sebagai pelatuk, mengirim energi yang telah
diubah menjadi sebuah keluaran, yang melakukan tugas yang telah disetel. Mesin
dalam bahasa Indonesia sering pula disebut dengan sebutan pesawat, contoh
pesawat telepon untuk tejemahan bahasa Inggris telephone machine. Namun
belakangan kata pesawat cenderung mengarah ke kapal terbang.
2)

Alat angkutan

Alat angkutan adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat
lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia
atau mesin. Alat angkutan digunakan untuk memudahkan manusia dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
3)

Bahan kimia

Bahan kimia merupakan bahan berbahaya yang terdiri dari semua materi dengan
komposisi kimia tertentu. Sebagai contoh, suatu cuplikan air memiliki sifat yang
sama dan rasio hidrogen terhadap oksigen yang sama baik jika cuplikan tersebut
diambil dari sungai maupun dibuat di laboratorium. Suatu zat murni tidak dapat
dipisahkan menjadi zat lain dengan proses mekanis apapun.
4)

Lingkungan kerja

Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam perusahaan
yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan tugasnya.
5)

Penyebab yang lain

Merupakan penyebab kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh hal hal lain yang
tidak di inginkan.
3.

Keamanan Kerja

Pengertian keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,


pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja
bersasaran segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air,
didalam air, maupun diudara. Tempat-tempat demikian tersebar pada segenap
kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan,

pekerjaan umum, jasa dan lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan
kerja mengingat resiko bahanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi
yang lebih maju dan mutakhir. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang
bekerja.Keselamatan kerja adalah dari, oleh, untuk setiap tenaga kerja serta orang
lainnya dan juga masyarakat pada umumnya. Keamanan kerja adalah unsur-unsur
penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa
materil

maupun

nonmateril.

(http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan_kerja)
Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material diantaranya sebagai
berikut.
a)

Baju kerja

Merupakan jenis alat pelindung diri yang berfungsi melindungi tubuh dari
kontaminasi langsung terhadap bahaya luar.
b)

Helm

Adalah bentuk perlindungan tubuh yang dikenakan di kepala dan biasanya dibuat
dari metal atau bahan keras lainnya seperti kevlar, serat resin, atau plastik. Helm
biasanya digunakan sebagai perlindungan kepala untuk berbagai aktivitas
pertempuran (militer), atau aktivitas sipil seperti olahraga, pertambangan, atau
berkendara. Helm dapat memberi perlindungan tambahan pada sebagian dari
kepala (bergantung pada strukturnya) dari benda jatuh atau berkecepatan tinggi.

c)

Kaca mata

Adalah bentuk perlindungan diri yang biasanya digunakan sebagai perlindungan


mata untuk berbagai aktivitas yang dapat membahayakan mata.
d)

Sarung tangan

Sarung tangan merupakan solusi untuk melindungi tangan. Tidak hanya


melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung
tangan juga dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau

rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau
dingin.
e)

Sepatu

Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial adalah sebagai


berikut.
a)

Buku petunjuk penggunaan alat

b)

Rambu-rambu dan isyarat bahaya.

c)

Himbauan-himbauan

d)

Petugas keamanan

4.

Sebab-sebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman.Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Diantara kondisi yang
kurang aman salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu
dan gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung
mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak
mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.Diantara tindakan yang
kurang aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan
menggunakan

peralatan

keselamatan,

mengoperasikan

pelindung

mesin

mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya


dan lain-lain.Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena
mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu
saja.Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
5.

Faktor - faktor Kecelakaan Kerja

Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri
terdapat kecelakaan yang cukup banyak.Pekerja pada industri mengatakan itu
sebagai kecenderungan kecelakaan.Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan
harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang
ekivalen.Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa,
untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan
mungkin hanya sedikit yang diketahuinya.Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab
ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap
kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar.Pendekatan yang
sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan
terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika
banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya ratarata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas
melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja
yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan
dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri. (Sumakmur, keselamatan kerja
dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)
B.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Kerja

Bahaya ditempat kerja telah mulai diidentifikasi oleh para ahli ilmu kedokteran
tahun 1800-an Ramuzzini (1633 1714) dikenal sebagai Bapak Pengobatan Kerja
(Occupational Medicine). Kematian dan cacat akibat kerja saat itu memang
dianggap biasa, terutama dibidang pertambangan dan pertanian. Ramuzzini adalah
orang yang merekomendasikan penyelidikan kedalam sejarah kesehatan pasien.
Mekanisasi memberikan banyak keuntungan, tetapi diiringi pula dengan
meningkatnya resiko, penyakit dan cedera pada orang yang terpapar padanya.
Penggunaan bahan kimia juga tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Bahn
pembersih, cat, perekat, bahan campuran hanyalah sedikit dari benda yang kita
gunakan sehari-hari. Tetapi pembuatan dan pemakaian dari bahan-bahan ini bisa
membahayakan

tubuh

kita,

atau

bisa

menimbulkan

resiko

kebakaran.

(Sulakmono, handout, manajemen keselamatan kerja, surabaya, mahasiswa


unair,1997.)

Dengan adanya hal-hal yang merugikan diatas maka timbullah program


pencegahan bahaya-bahaya yang muncul ditempat kerja tersebut dalam bentuk
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Seiring dengan laju pertumbuhan
manajemen modern, maka muncul apa yang disebut Manajemen Keselamatan
Kerja. Prinsip keselamatan dan kesehatan adalah salah satu solusinya. Dengan
menjalankan prinsip tersebut semua bahaya dan penyakit dapat dicegah. Semua,
berarti tidak ada yang tidak bisa kita lakukan tuk meniadakan suatu kecelakaan.
(Sumakmur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung,
Jakarta 1989)
1.

Sejarah higene perusahaan

Suatu sebab berkembangnya dan adanya hygene perusahaan dan kesehatan kerja
ialah adanya pekerjaan dalam hubungan pengupahan atau penggajian, kapan
setepat-tepatnya mulai ada pekerjaan atas dasar pengupahan atau penggajian
tidaklah kita ketahui. Namun dapatlah dianggap, bahwa ketentaraan dijamanjaman silam yang jauh dahulu adalaha pemiulan adalah pekerjaan atas dasar
pengupahan itu, dan peperangan dapat di anggap pekerjaan yang menimbulkan
korban-korban atau kecelakaan-kecelakaan akibat perang. Selain itu pekerjaan
atas dasar paksaan atau hukuman juga menjadi sebab berkembangnya hygene
perusahaan dan kesehatan kerja. Pekerja-pekerja tambang jamna dahulu adalah
tawanan perang dan pesakitan, yang akhirnya mereka mati oleh karena
pekerjaannya. (Sumakmur, hygine perusahaan dan kesehatan kerja, CV,
Masagung, jakarta 1989)
2.

Sejarah k3 di Indonesia

Sejak kapan hygene perusahaan dan kesehatan kerja di indonesia mulai, tidaklah
kita tahu dengan pasti. Namun demikian adalah pasti, bahwa cara-cara kedokteran
kuno dan pengobatan indonesia asli suda dipergunakan untuk menolong korbankorban peperangan dan penyakit atau kecelakaan-kecelakaan oleh karena
pekerjaan dalam bidang perindustrian rakyat pada waktu itu. Kemudian datanglah
belanda diabad ke-17, dengan pendaratan V.O.C. di jakarta. Dianas kesehatan
yang di adakan oleh belanda pada permulaannya adalah dinas kesehatan militer,
yang baru kemudian beralih kepada Dianas Sipil. Barangkali, mengikuti riwayat
itu, dapatlah dikatakan, bahwa Hygene perusahaan dan kesehatn kerja kolonial itu

bersemi pada kesehatan kertentaraan, sebagaiman terjadi pada perkembangan


hygene perusahaan dan kesehatan kerja dimana-mana indonesia sejak permulaan
penguasaan Belanda dijadikan penghasil bahan baku, yang dihasilkan di bidangbidang perkebunan, kehutanan, pertmbangan, dan lain-lain. (Sumakmur,
keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)
Perkembangan Hygene perusahaan dan kesehatan kerja sesungguh-sungguhnya
baru terjadi di jaman Indonesia Merdeka, yaitu dimulai beberapa tahun sejak
proklamasi kemerdekaan, dengan munculnya UU kerja dan UU kecelakaan, yang
walaupun pada permulaannya belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok
tentang Hygene perusahaan dan kesehatan kerja, dan para perintis mulai pekrja
dan berpraktek diperusahaan. Kemudian dimasukanlah jawatan-jawatan pelaksana
UU kedalam tubuh departemen perburuhan, yaitu jawatan-jawatan pengawasan
penburuhan dan pebgawasan keselamatan kerja. (Sumakmur, hygine perusahaan
dan kesehatan kerja, CV, Masagung, jakarta 1989)
C.

Undang undang kesehatan kerja

UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan


kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan
mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur
agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya untuk
kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. UU
Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU Keselamatan
Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970.Undang-undang ini merupakan undang-undang
pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan umum tentang
keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang berada di wilayah
kekuasaan hukum NKRI. Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945
pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: Tiaptiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan
pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit.UU
No. 14 tahun 1969

1.

Undang-undang Nomor 14 tahun 1969

menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari
pembangunan. Adanya undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah lainya
dalam prakte Hygine perusahaan dan kesehatan kerja adalah keperluan yang tak
bisa ditawar tawari lagi atas kekuatan undang-undanglah pejabat-pejabat
departemen tenaga kerja Transkop atau departemen kesehatan dapat melakukan
inspeksi dan memaksakan segala sesuatunya yang diataur oleh undang-undang
atau peraturan-peraturan itu kepada perusahaan. Apa bila nasehat-nasehat atu
peringatan-peringatan tidak dihiraukan, maka atas kekuatan undang-undang pula
dipaksakan sangsi-sangsi menurut undang-undang pula.tentang ketentuanketentuan pokok mengenai tenaga kerja mengatur hygene perusahaan dan
kesehatan kerja sebagai berikut:
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama (pasal 9).
Pemerintah membina perlindungan yang mencakup:
a.

Norma kesehatan kerja dan hygene perusahaan.

b.

Norma keselamatan kerja.

c.

Norma kerja.

d.

Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan

keraja.
2.

Undang-undang kerja (1948-1951)


Undang-undang kerja diundangkan pada tahun 1948 dan dinyatakan

berlaku, walaupun tidak untuk seluruh pasal-pasalnya, dengan peraturan


pemerintah tahun 1951 NO.1. Undang-undang ini mengatur tentang jam kerja,
cutu tahunan, cuti hamil, cutu haid bagi pekerja-pekerja wanita, perturan tentang
kerja bagi anak-anak, orang muda, dan wanita persyaratan tempat kerja, dan lainlain. Tapi ditinjau dari sudut higene

perusahatan dan kesehatan kerja yang

menjadi wewenan dan tanggung jawab kerja Transkop adalah pasal 16 ayat 1
yang menetapkan, bahwa majikan harus mengadakan tempat kerja dan perumahan
yang memenuhi syarat-syatat kebersihan dan kesehatan, yang syarat-syarat

tersebut akan diperinci dalam peraturan-peraturan lainnya. Perlu diketahui, bahwa


pasal 16 ayat 1 tersebut belum lagi dinyatakan berlaku.
D.

APD (Alat Pelindung Diri)


Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan

oleh seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD
dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Personal Protective Equipment
(PPE). Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE terebut, maka setiap
peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi si pemakainya. Sebagai
contoh, proteksi telinga (hearing protection) yang melindungi telinga pemakainya
dari transmisi kebisingan, masker dengan filter yang menyerap dan menyaring
kontaminasi udara, dan jas laboratorium yang memberikan perlindungan
pemakainya dari kontaminisasi bahan kimia.
APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap, seperti baju
yang menutup seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker khusus dan
alat bantu pernafasan yang dikenakan dikala menangani tumpahan bahan kimia
yang sangat berbahaya. APD yang sering dipakai a.I., proteksi kepala (mis.,
helm), proteksi mata dan wajah (mis., pelindung muka, kacamata pelindung),
respirator (mis., masker dengan filter), pakaian pelindung (mis., baju atau jas yang
tahan terhadap bahan kimia), dan proteksi kaki (mis., sepatu tahan bahan kimia
yang menutupi kaki hingga mata kaki).
1.

Perlindungan Mata dan Wajah.


Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus

dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud
untuk melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan
bahan kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan mata terdiri dari :
a.

Kacamata pelindung dan Goggle

b.

Pelindung mata special


Yaitu goggle yang menyatu dengan masker khusus untuk melindungi mata dan

wajah dari radiasi dan bahaya laser. Walaupun telah banyak model, jenis, dan
bahan dari perlindungan mata tersebar di pasaran hingga saat ini, Anda tetap harus
berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak cukup

aman melindungi mata dan wajah Anda dari kontaminasi bahan kimia yang
berbahaya.
2.

Perlindungan Badan
Baju Lab

jas pengaman

Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan


sebutan jas laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib
dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas laboratorium yang kerap sekali
dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia ini terbuat dari katun dan bahan
sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika Anda menggunakan jas
laboratorium, kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak
terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan kimia
dan api sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda
terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia, lepaslah jas tersebut secepatnya.
Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah Apron dan Jumpsuits.
Apron sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang bersifat
korosif dan mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti celemek ini
biasanya terbuat dari karet atau plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik,
perlu digarisbawahi, bahwa tidak dikenakan pada area larutan yang mudah
terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu oleh elektrik
statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik statis. Baju
parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur ulang. Bahan dari peralatan
perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan kepada pekerja
laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.
3.

Pelindungan Tangan
Hanscoon

pelindung tangan

Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting


apabila Anda terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan
menjadi solusi bagi Anda. Tidak hanya melindungi tangan terhadap karakteristik
bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga dapat memberi perlindungan dari

peralatan gelas yang pecan atau rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam,
dan material yang panas atau dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang Anda pakai
jika tidak dipilih bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang ditangani.
Selain itu, kriteria yang lain adalah berdasarkan pada ketebalan dan rata-rata daya
tembus atau terobos bahan kimia ke kulit tangan. Sarung tangan harus secara
periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan permeabilitas bahan kimia
yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering dipakai di laboratorium,
diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk
temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet
butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung
tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani. Sebagai
contoh, sarung tangan yang terbuat dari karet alam baik apabila Anda bekerja
dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik bila bekerja dengan Dietil eter.
4.

Perlindungan Pernafasan
Masker pelindung pernafasan
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh

manusia adalah lewat pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap
dan gas yang dapat membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah
satu tempat kerja dengan bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi
tersebut. Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai perlindungan
pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai.
Pemilihan masker yang sesuai didasarkan pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan
batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter
pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk. Filter masker
tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang
terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.

Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna


bahan kimia haruslah mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum
bekerja dengan bahan kimia. Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai
dengan jenis bahan kimia yang ditangani. Semua hal tersebut tentunya
mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD
merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam
kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah
APD sebelum bekerja dengan bahan kimia. (Sumakmur, keselamatan kerja dan
pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)

5.

Pelindung kaki
Sepatu yang dipakai selama bekerja merupakan suatu perlengkapan yang

wajib dikenakan untuk melindungi kaki dari bahaya bahaya yang dapat
membahayakan kaki.
E.

K3 dalam Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Puskesmas merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang-orang sehat


(petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga puskesmas
merupakan tempat yang mempunyai resiko kesehatan mapun kecelakaan kerja
resiko tertinggi. Berdasarkan Kepmenkes Nomer 128/MENKES/SK/II/2004
tentang kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) menyatakan
bahwa

puskesmas

merupakan

unit

pelaksana

teknis

dinas

kesehatan

kabupaken/kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan


kesehatan diwilayah kerjanya. (Silalahi bennet dkk, manajemen keselamatan dan
keselamatan kerja, jakarta, sbdodadi, 1995)
1.

Puskesmas

Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat


pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerja nya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991). Dengan kata

lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan


kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No.
128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas
kesehatan

kabupaten/kota

yang

bertanggung

jawab

menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.


a.

Perencanaan Puskesmas

Arah perencanaan puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat 2010. Dalam


perencanaan puskesmas hendaknya melibatkan masyarakat sejak awal sesuai
kondisi kemampuan masyarakat di wilayah kecamatan. Pada dasarnya ada 3
langkah penting dalam penyusunan perencanaan yaitu :
1)

identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta

fasilitas pelayanan kesehatan tentang cakupan dan mutu pelayanan


2)

identifikasi potensi sumber daya masyarakat dan provider, dan

3)

menetapkan kegiatan -kegiatan untuk menyelesaikan masalah.

Hasil perencanaan puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK) tahun


yang akan datang setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun Puskesmas
(BPP). Setelah mendapat kejelasan dana alokasi kegiatan yang tersedia
selanjutnya puskesmas membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Proses
perencanaan dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat Puskesmas
(PTP) yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat memanfaatkan
instrument lainnya.
b.

Penggerakkan Pelaksanaan

Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan penjabaran lebih


rinci

dari

rencana

pelaksanaan

kegiatan.

Penyelenggaraan

penggerakan

pelaksanaan puskesmas melalui instrumen lokakarya mini puskesmas yang terdiri


dari :
1)

Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakan pelaksanaan

kegiatan

bulanan dan juga monitoring bulanan kegiatan puskesmas dengan

melibatkan lintas program intern puskesmas.


2)

Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakan pelaksanaan dan

monitoring kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral, Badan

Penyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain puskesmas sebagai
wujud tanggung jawab puskesmas perihal kegiatan.
c.

Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian

Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan dan penilaian


diperlukan instrumen yang sederhana. Instrumen yang telah dikembangkan di
puskesmas adalah:
1)

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

2)

Penilaian/Evaluasi Kinerja Puskesmas sebagai pengganti dan stratifikasi.

2.

Kesehatan kerja puskesmas

Risiko petugas puskesmas terhadap kesehatan dan kecelakaan kerja dapat


digambarkan sebagai hasil penelitian di Jakarta Timut thn 2004, menunjukkan
bahwa rendahnya perilaku petugas kesehatan di puskesmas terhadap kepatuhan
melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan universal dengan benar
hanya 18,3% status vaksinasi Hepatitis B petugas kesehatan puskesmas masih
rendah sekitar 12,5% riwayat pernah tertusuk jarum bekas sekitar 84,2 %. Dalam
puskesmas terdapat beberapa kerugian yang didapat jika tidak terlalu
memperhatikan Kesehatan dan keselamatan Petugas ataupun pasien. Kerugian
Akibat Kecelakaan Kerja dalam Puskesmas antara lain Kerugian Langsung yaitu
Penderitaan pribadi, rasa kehilangan dari anggota keluarga korban dan Kerugian
Tak langsung (tersembunyi) yaitu Kerusakan mesin dan peralatan, terganggunya
produksi, terganggunya waktu kerja prtugas Kesehatan dll. (Silalahi bennet dkk,
manajemen keselamatan dan keselamatan kerja, jakarta, sbdodadi, 1995)
a.

Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas

Upaya Kesehatan Kerja Di Puskesmas Ditujukan untuk melindungi pekerja agar


hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja
disektor fomal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang
berada

dilingkungan

tempat

kerja.

Berdasarkan

Kepmenkes

Nomor

128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas menyatakan bahwa


puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan

diwilayah kerjanya termasuk upaya kesehatan kerja. Menurut International


Labaour Organisation (ILO) diketahui bahwa 1,2 juta orang meninggal setiap
tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari
250 juta kecelakaan, 3000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena
PAHK oleh sebab itu diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya.
Melihat data tersebut maka sangat perlu diberikan perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja kepada masyarakat pekerja di wilayah kerja puskesmas dengan
tujuan meningkatkan kemampuan pekerja untuk menolong dirinya sendiri
sehingga terjadi peningkatan status kesehatan dan akhirnya peningkatan
produktivitas kerja . Adapun sasaran dari program ini adalah pekerja di sektor
kesehatan

antara

lain

masyarakat

pekerja

di

puskesmas,

balai

pengobatan/poliklinik, laboraturium kesehatan, Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos


UKK), Jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan kerja, masyarakat pekerja
diberbagai sektor pembangunan, dunia usaha dan lembaga swadaya masyarakat.
Untuk menerapkan pelayanan kesehatan kerja di puskesmas, secara umum kita
dapat melihat langkah-langkah yang dapat diterapkan sebagaimana yang tertuang
dalam pedoman pelayanan kesehatan kerja yang meliputi perencanaan,
pelaksanaaan dan evaluasi serta memperhatikan aspek indikator yang harus
dipenuhi. Strategi yang dikembangkan adalah dengan cara terpadu dan
menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan puskesmas dan rujukan, dilakukan
melalui pelayanan kesehatan paripurna, yang meliputi upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Serta peningkatan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan
melalui peran serta aktif masyakarat khususnya masyarakat pekerja. (Sumamur,
keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan, jakarta, gunung agung, 1986).
b.
a.

Sebab-sebab kecelakaan di Puskesmas


Tindak perbuatan manusia baik pasien, pengunjung ataupun ptugas

kesehatan yang tidak memenuhi standar keselamatan (unsafe human acts).


b.

Keadaan- keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)

80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia Suatu


pendapat: Langsung atau tidak langsung semua kecelakaan disebabkan oleh

semua manusia yang terlibat dalam suatu kegiatan. (International Labour Office,
Geneva, pencegahan kecelakaan , Buku pedoman, PT. Pustaka Binaan Presindo.
Jakarta, 1989.)
F.

Standard Operating Procedure (SOP)

Standar

Operasional

Prosedur

adalah

pedoman

atau

acuan

untuk

melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian


kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif
dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja
pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan
komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi
pemerintahan untuk mewujudkan good governance. (Prof. Dr. Soekidjo
notoamodjo, prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta, rineka
cipta, 2003.)
Standar

operasional

prosedur

tidak

saja

bersifat

internal

tetapi

juga

eksternal, karena SOP selain digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik
yang berkaitan dengan ketepatan program dan waktu, juga digunakan untuk
menilai kinerja organisasi

publik di mata masyarakat berupa responsivitas,

responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah.

Hasil

kajian

menunjukkan tidak semua satuan unit kerja instansi pemerintah memiliki


SOP, karena itu seharusnyalah setiap satuan unit kerja pelayanan publik
instansi pemerintah memiliki standar operasional prosedur sebagai acuan
dalam bertindak, agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat dievaluasi
dan terukur.
Pelayanan publik yang diberikan instansi Pemerintah (Pusat,

Pemerintah

Propinsi, Kabupaten, Kota dan Kecamatan) kepada masyarakat merupakan


perwujudan fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pada era
otonomi daerah, fungsi pelayanan publik menjadi salah satu fokus perhatian
dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah daerah. Oleh karenanya secara
otomatis

berbagai

masyarakat,
mengeluarkan

fasilitas

pelayanan publik harus lebih didekatkan pada

sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Pemerintah Pusat


sejumlah

kebijakan

untuk

meningkatkan

kinerja

instansi

pemerintah dan kualitas pelayanan publik, antara lain kebijakan tentang


Penyusunan

Sistem

dan

Prosedur

Kegiatan,

Penyusunan

Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (Inpres No. 7 Tahun 1999), dan Pedoman


Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah (SK Menpan No. KEP/25/M.PAN/2/2004). Langkah ini sebenarnya
bukanlah hal baru, karena sebelumnya kebijakan serupa telah dikeluarkan
pemerintah dalam bentuk Keputusan Menpan maupun Instruksi Presiden (Inpres).
Kebijakan itu ternyata tidak secara otomatis menyelesaikan permasalahan
pelayanan publik oleh instansi pemerintah yang selama ini bercitra buruk,
berbelit-belit, lamban, dan berbiaya mahal. Hal tersebut berkaitan dengan
persoalan seberapa jauh berbagai peraturan pemerintah tersebut disosialisasikan
di kalangan aparatur pemerintah dan masyarakat, serta bagaimana infrastruktur
pemerintahan,

dana,

sarana,

teknologi, kompetensi

sumberdaya

manusia

(SDM), budaya kerja organisasi disiapkan untuk menopang pelaksanaan


berbagai peraturan tersebut, sehingga kinerja pelayanan publik menjadi
terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya. Selain
upaya

mewujudkan

kinerja

pelayanan

publik

kebijakan

pemerintah,

di lingkungan unit kerja

pemerintahan yang terukur dan dapat dievaluasi keberhasilannya, pemerintah


daerah perlu memiliki dan menerapkan Prosedur Kerja yang standar (Standar
Operasional Prosedur / SOP). Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau
acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat
penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis,
administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan
sistem

kerja

pada

unit

kerja

yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah

menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja
instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance. Standar operasional
prosedur tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP selain
dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik,

juga dapat

digunakan untuk menilai kinerja organisasi publik di mata masyarakat


berupa responsivitas,

responsibilitas,

dan

akuntabilitas

kinerja

instansi

pemerintah. Dengan demikian SOP merupakan pedoman atau acuan untuk


menilai

pelaksanaan

kinerja instansi

pemerintah

berdasarkan

indikator-

indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata hubungan kerja
dalam organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan
yang dibahas dalam tulisan ini berkaitan dengan penilaian kinerja organisasi
publik, Standar operasional prosedur (SOP) dan langkah langkah menyusun
SOP, serta peningkatkan akuntabilitas pelayanan publik melalui penerapan
SOP.

(iftah

Thoha.

2001.

Perilaku

Organisasi

Konsep

Dasar

dan

Aplikasinya. Jakarta : RajaGrafindo Persada.)


1.
a)

Sistem Standar Operasional Prosedur (SOP)


Penilaian Kinerja Organisasi Publik

Organisasi adalah jaringan tata kerja sama kelompok orang-orang secara teratur
dan kontinue untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan dan
didalamnya terdapat tata cara bekerjasama dan hubungan antara atasan dan
bawahan. Organisasi tidak hanya
pembagian

kewenangan,

siapa

sekedar
mengatur

wadah
apa dan

tetapi
kepada

juga
siapa

terdapat
harus

bertanggung jawab (Gibson; 1996 :6). Organisasi dapat dilihat dari dua sudut
pandang yaitu pandangan obyektif dan pandangan subyektif. Dari sudut pandang
obyektif, organisasi berarti struktur, sedangkan berdasarkan pada pandangan
subyektif, organisasi berarti proses (Wayne Pace dan Faules, dalam Gibson, 1997 :
16). Kaum obyektivis menekankan pada struktur, perencanaan, kontrol, dan
tujuan serta menempatkan faktor-faktor utama ini dalam suatu skema adaptasi
organisasi, sedangkan kaum subyektivis mendefinisikan organisasi sebagai
perilaku pengorganisasian (organizing behaviour).
Organisasi sebagai sistem sosial, mempunyai tujuan-tujuan kolektif tertentu yang
ingin dicapai (Muhadjir Darwin; 1994). Ciri pokok lainnya adalah adanya
hubungan antar pribadi yang terstruktur ke dalam pola hubungan yang jelas
dengan pembagian fungsi yang jelas, sehingga membentuk suatu sistem
administrasi. Hubungan yang terstruktur tersebut bersifat otoritatif, dalam arti
bahwa masing-masing yang terlibat dalam pola hubungan tersebut terikat pada
pembagian kewenangan formal dengan aturan yang jelas. Fremont Kast dan
James Rosenzweig (2000) mengatakan bahwa organisasi merupakan suatu
subsistem dari lingkungan yang lebih luas dan berorientasi tujuan (orangorang dengan tujuan), termasuk subsistem teknik (orang-orang memahami

pengetahuan, teknik, peralatan dan fasilitas), subsistem struktural (orang-orang


bekerja bersama pada aktivitas yang bersatu padu), subsistem jiwa sosial
(orang-orang dalam hubungan sosial), dan dikoordinasikan oleh subsistem
manajemen (perencanaan dan pengontrolan semua kegiatan).
Kinerja

atau

pencapaian hasil

juga
atau

disebut
the

performance
degree

of

dapat

didefinisikan

accomplishment.

sebagai

Sementara

itu,

Atmosudirdjo (1997) mengatakan bahwa kinerja juga dapat berarti prestasi


kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu. Faustino (1995) memberi batasan
kinerja sebagai suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individuindividu anggota organisasi kepada organisasinya. Peter Jennergen (1993)
mendefinisikan kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukkan seberapa
jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi
tercapai. Selanjutnya Pamungkas (2000) menjelaskan bahwa kinerja adalah
penampilan cara-cara untuk menghasilkan suatu hasil yang diperoleh dengan
aktivitas yang dicapai dengan suatu unjuk kerja. Dengan demikian, kinerja adalah
konsep utama organisasi yang menunjukkan seberapa jauh tingkat kemampuan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan.
Penilaian terhadap kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat juga dijadikan
input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya. Dalam
institusi pemerintah khususnya, penilaian kinerja sangat berguna untuk
menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat
pelaksana, melakukan penyesuaian anggaran, mendorong pemerintah agar lebih
memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan
dalam pelayanan publik. Berbeda dengan organisasi privat, pengukuran kinerja
organisasi publik sulit dilakukan karena belum menemukan alat ukur kinerja
yang sesuai. Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik sebagian
muncul karena tujuan dan misi organisasi publik seringkali bukan hanya sangat
kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Organisasi publik memiliki
stakeholders yang jauh lebih banyak dan kompleks ketimbang organisasi
privat. Stakeholders dari organisasi publik seringkali memiliki Kepentingan
yang berbenturan satu sama lain. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik

di mata para stakeholders juga berbeda-beda. Para pejabat birokrasi,


misalnya, seringkali menempatkan pencapaian target sebagai ukuran kinerja
sementara masyarakat pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan
sebagai ukuran kinerja.
Lenvine (1996) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi publik, yakni :
1) Responsivitas (responsiveness)
Menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan
tujuannya

terutama

untuk

memenuhi

kebutuhan masyarakat. Penilaian

responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi


dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi,
sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi
demand dan kebutuhan masyarakat.
2) Responsibilitas (responsibility)
Pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang

benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang

implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap


dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan
mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur
administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.

3) Akuntabilitas (accountability)
Menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk
pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Data akuntabilitas dapat
diperoleh dari berbagai sumber, seperti penilaian dari wakil rakyat, para
pejabat politis, dan oleh masyarakat.
Weisbord (1993) mengemukakan 6 indikator pengukuran kinerja organisasi
publik, yang meliputi tujuan, struktur, reward, mekanisme tata kerja, tata
hubungan dan kepemimpinan. Tujuan berkaitan dengan arah yang hendak
ditempuh organisasi, karena itu tujuan organisasi harus direncanakan sebaik
mungkin

dengan melibatkan

anggota organisasi, mulai

dari

perumusan

sampai pada pelaksanaan atau upaya pencapaiannya. Struktur berkaitan


dengan hubungan-hubungan logis antara berbagai fungsi dalam organisasi
termasuk juga semua kegiatan pembagian kerja ke dalam satuan-satuannya
dan koordinasi satuan-satuan tersebut. Struktur organisasi merupakan suatu
kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan di antara bidangbidang kerja maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, wewenang,
dan tanggung jawab masing- masing dalam suatu sistem kerjasama. Mekanisme
tata kerja adalah sesuatu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan
dan membentuk satuan tersebut. Mekanisme dapat mengacu pada barang, aturan,
organisasi, perilaku dan sebagainya. Mekanisme tata kerja akan sangat
bermanfaat bagi organisasi dalam hal membantu dalam koordinasi dan
integrasi kerja, dan membantu memonitor kerja organisasi, sehingga dapat
diketahui apakah suatu kegiatan dapat berjalan baik atau buruk. Unsur-unsur
penting dalam mekanisme tata kerja meliputi; prosedur kebijakan, agenda,
pertemuan formal, aktivitas dan tersedianya sarana atau alat yang mungkin
ditemukan untuk membantu orang-orang untuk bekerja sama; dan penemuan,
kreativitas pegawai secara spontan untuk memecahkan permasalahan dalam
bekerja. Penilaian kinerja aparatur pemerintah dapat dilakukan secara eksternal
yaitu melalui respon kepuasan masyarakat. Pemerintah menyusun alat ukur
untuk mengukur kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui Keputusan
Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004.
Berdasarkan Keputusan Menpan No. 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah, terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi sebagai
berikut:
1)

Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.


2)

Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang

diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.


3)

Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas

yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung


jawabnya).

4)

Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai


ketentuan yang berlaku.
5)

Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan

tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.


6)

Kemampuan

ketrampilan

petugas

yang dimiliki

pelayanan,

petugas

yaitu

dalam

tingkat

keahlian

dan

memberikan/menyelesaikan

pelayanan kepada masyarakat.


7)

Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan

dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.


8)

Sopanan dan keramahan petugas, sikap dan perilaku petugas dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta


saling menghargai dan menghormati
9)

Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan

tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.


10)

Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap

besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.


11)

Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan

dengan biaya yang telah ditetapkan.


12)

Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


13)

Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan

yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman
kepada penerima pelayanan.
14)

Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan

unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga


masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resikoresiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Berdasarkan pada uraian di atas, pengukuran kinerja organisasi publik dapat
dilakukan secara internal maupun eksternal. Penilaian secara internal adalah
mengetahui apakah proses pencapaian tujuan sudah sesuai dengan rencana bila
dilihat dari proses dan waktu,

sedangkan

penilaian

ke

luar

(eksternal)

dilakukan

dengan

mengukur

kepuasan masyarakat terhadap pelayanan

organisasi. Paradigma governance membawa pergeseran dalam pola hubungan


antara pemerintah dengan masyarakat sebagai konsekuensi dari penerapan
prinsip-prinsip corporate governance. Standar kinerja ini sekaligus dapat untuk
menilai kinerja instansi pemerintah secara internal mupun eksternal. Standar
internal

yang

bersifat

prosedural

inilah

yang disebut dengan Standar

Operasional Prosedur (SOP). Analisis sistem dan prosedur kerja. (Prof. Dr.
Soekidjo notoamodjo, prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat, jakarta,
rineka cipta, 2003.)
Analisis sistem dan prosedur kerja adalah kegiatan mengidentifikasikan
fungsi- fungsi utama dalam suatu pekerjaan, dan langkah-langkah yang
diperlukan dalam melaksanakan fungsi sistem dan prosedur kerja. Sistem adalah
kesatuan unsur atau unit yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi
sedemikian

rupa, sehingga muncul dalam bentuk keseluruhan,

bekerja,

berfungsi atau bergerak secara harmonis yang ditopang oleh sejumlah


prosedur yang diperlukan, sedang prosedur merupakan urutan kerja atau
kegiatan yang terencana untuk menangani pekerjaan yang berulang dengan
cara seragam dan terpadu.
b) Analisis Tugas
Analisis tugas merupakan proses manajemen yang merupakan penelaahan
yang mendalam dan teratur terhadap suatu pekerjaan, karena itu analisa tugas
diperlukan dalam setiap perencanaan dan perbaikan organisasi. Analisa tugas
diharapkan

dapat memberikan

keterangan

mengenai

pekerjaan,

sifat

pekerjaan, syarat pejabat, dan tanggung jawab pejabat. Di bidang manajemen


dikenal sedikitnya 5 aspek yang berkaitan langsung dengan analisis tugas yaitu :
1)

Analisa tugas

Merupakan penghimpunan informasi dengan sistematis dan penetapan seluruh


unsur yang tercakup dalam pelaksanaan tugas khusus.
2)

Deskripsi tugas

Merupakan garis besar data informasi yang dihimpun dari analisa tugas, disajikan
dalam bentuk terorganisasi yang mengidentifikasikan dan menjelaskan isi
tugas atau jabatan tertentu. Deskripsi tugas harus disusun berdasarkan fungsi

atau posisi, bukan individual;

merupakan dokumen umum apabila terdapat

sejumlah personel memiliki fungsi yang sama; dan mengidentifikasikan


individual dan persyaratan kualifikasi untuk mereka serta harus dipastikan
bahwa mereka memahami dan menyetujui terhadap wewenang dan tanggung
jawab yang didefinisikan itu.
3)

Spesifikasi tugas

Berisi catatan-catatan terperinci mengenai kemampuan pekerja untuk tugas


spesifik
4)

Penilaian tugas

Berupa prosedur

penggolongan

dan

penentuan

kualitas

tugas untuk

menetapkan serangkaian nilai moneter untuk setiap tugas spesifik dalam


hubungannya dengan tugas lain
5)

Pengukuran kerja dan penentuan standar tugas

Merupakan prosedur

penetapan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

setiap tugas dan menetapkan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung tingkat
pelaksanaan pekerjaan. Melalui analisa tugas ini tugas-tugas dapat dibakukan,
sehingga dapat dibuat pelaksanaan tugas yang baku. Setidaknya ada dua
manfaat analisis tugas dalam penyusunan standar operasional prosedur yaitu
membuat penggolongan pekerjaan yang direncanakan dan dilaksanakan serta
menetapkan hubungan kerja dengan sistematis.
c) Analisis prosedur kerja
Analisis prosedur kerja adalah kegiatan untuk mengidentifikasi urutan
langkah-langkah pekerjaan yang berhubungan apa yang dilakukan, bagaimana
hal tersebut dilakukan, bilamana hal tersebut dilakukan, dimana hal tersebut
dilakukan,

dan

siapa yang

melakukannya.

Prosedur

diperoleh

dengan

merencanakan terlebih dahulu bermacam-macam langkah yang dianggap perlu


untuk melaksanakan pekerjaan. Analisis terhadap prosedur kerja akan
menghasilkan suatu diagram alur (flow chart) dari aktivitas organisasi dan
menentukan hal-hal kritis yang akan mempengaruhi keberhasilan organisasi.
Prosedur kerja merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan tujuan
organisasi sebab prosedur memberikan beberapa keuntungan antara lain
memberikan pengawasan yang lebih baik mengenai apa yang dilakukan dan

bagaimana hal tersebut dilakukan; mengakibatkan penghematan dalam biaya


tetap dan biaya tambahan; dan membuat koordinasi yang lebih baik di
antara bagian-bagian yang berlainan. Dalam menyusun suatu prosedur kerja,
terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
1) Prosedur kerja harus sederhana sehingga mengurangi beban pengawasan;
2) Spesialisasi harus dipergunakan sebaik-baiknya;
3) Pencegahan penulisan, gerakan dan usaha yang tidak perlu;
4) Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya;
5) Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan;
6) Harus ada pengecualian yang seminimun-minimunya terhadap peraturan;
7) Mencegah adanya pemeriksaan yang tidak perlu;
8) Prosedur harus fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah;
9) Pembagian tugas tepat.
2.

Sstandar Oprasional di Puskesmas

Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure)


di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan
peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja
adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut
dari kecelakaan kerja. Pedoman dari ILO (International Labour Organization)
menerangkan bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya
kecelakaan kerja. Pedoman itu antara lain:
a)

Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari

pekerjaan dan lingkungan kerja.


b)

Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

c)

Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para

pekerja.
d)

Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah

helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada


profesinya.
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure)
di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan

peralatan kesalamatan Petugas. Fungsi utama dari peralatan keselamatan kerja


adalah melindungi dari bahaya kecelakaan kerja dan mencegah akibat lebih lanjut
dari kecelakaan kerja.
1)

Pedoman dari ILO (International Labour Organization) menerangkan

bahawa kesehatan kerja sangat penting untuk mencegah terjadinya kecelakaan


kerja. Pedoman itu antara lain:
a.

Melindungi pekerja dari setiap kecelakaan kerja yang mungkin timbul dari

pekerjaan dan lingkungan kerja.


b.

Membantu pekerja menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

c.

Memelihara atau memperbaiki keadaan fisik, mental, maupun sosial para

pekerja.
d.

Alat keselamatan kerja yang biasanya dipakai oleh tenaga kerja adalah

helm, masker, kacamata, atau alat perlindungan telinga tergantung pada


profesinya.
2)

Fungsi Dan Tujuan Standard Procedure di Puskesmas

Fungsi Dan Tujuan Standard Operating Procedure (SOP) di Puskesmas adalah


untuk mendefenisikan semua konsep dan teknik yang penting serta persyaratan
dibutuhkan, yang ada dalam setiap kegiatan yang dituangkan ke dalam suatu
bentuk yang langsung dapat digunakan oleh petugas dalam pelaksanaan kegiatan
di Puskesmas SOP yang dibuat harus menyertakan langkah kegiatan yang harus
dijalankan oleh semua petugas dengan cara yang sama. Berikut beberapa manfaat
dari SOP di Puskesmas:
a.

Menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang dijalankan di

Puskesmas.
b.

Standarisasi semua aktifitas yang dilakukan pihak yang bersangkutan di

Puskesmas.
c.

Membantu untuk menyederhanakan semua syarat yang diperlukan dalam

proses pengambilan keputusan


d. Dapat mengurangi waktu pelatihan karena kerangka kerja sudah distandarkan.
e.

Membantu menganalisa proses yang berlangsung dan memberikan feedback

bagi pengembangan SOP.


f.

Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang jelas.

g.

Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama

pekerja dengan pihak manajemen.

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani ,
Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja
Upaya Kesehatan Kerja Di Puskesmas Ditujukan untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerja.
Prosedur yang berkaitan dengan keamanan (SOP, Standards Operation Procedure)
di Puskesmas wajib dilakukan. Prosedur itu antara lain adalah penggunaan
peralatan kesalamatan Petugas.
B.

Saran

Dalam makalah ini menjelaskan secara rinci tentang k3 di Puskesmas, k3 sangat


penting dalam setiap Instansi ataupun perusahaan khususnya di puskesmas karena
menyangkut kesehatan dan kelancaran puskesmas ataupun petugas kesehatan itu
sendiri.
Demikianlah Makalah ini saya buat untuk digunakan sebaik-baiknya, Semoga
menambah pengetahuan yang membacanya. Mohon maaf bila ada kesalahan katakata dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
http//wikipedia.indonesia_kesehatan_keselamatan.
Prof. Dr. Soekidjo notoamodjo, prinsip-prinsip dasar ilmu kesehatan masyarakat,
jakarta, rineka cipta, 2003.
Silalahi bennet dkk, manajemen keselamatan dan keselamatan kerja, jakarta,
sbdodadi, 1995
Sumamur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan, jakarta, gunung agung,
1986
Sulakmono, handout, manajemen keselamatan kerja, surabaya, mahasiswa
unair,1997.
International Labour Office, Geneva, pencegahan kecelakaan , Buku pedoman,
PT. Pustaka Binaan Presindo. Jakarta, 1989.
Sumakmur, hygine perusahaan dan kesehatan kerja, CV, Masagung, jakarta 1989
Sumakmur, keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta
1989
iftah Thoha. 2001. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta : RajaGrafindo Persada.

You might also like