Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Transnational organized crime involves the planning and execution of illicit business
ventures by groups, networking or based of Trade Border Agreement in more than one
country. Crimes commonly include money laundering; human smuggling; cyber crime;
and trafficking of humans, drugs, weapons, endangered species, body parts, or nuclear
material. The United Nations Convention against Transnational Organized Crime,
adopted by General Assembly resolution 55/25 of 15 November 2000, is the main
international instrument in the fight against transnational organized crime, The
Convention represents a major step forward in the fight against transnational organized
crime and signifies the recognition by Member States of the seriousness of the problems
posed by it, as well as the need to foster and enhance close international cooperation in
order to tackle those problems.
Key word :Trade Border Agreement, Organized Crime and United Nations Convention
Against
A. Latar Belakang Masalah
Tulisan ini tidak bermaksud untuk melakukan pembandingan antara transnational
border crime dengan trade border agreement, yang tentunya dua tema tersebut sangat
berlainan. Perbedaan yang menonjol adalah subyek dari dua topik di atas, dalam trade
border agreement, tentunya subyeknya adalah state to state, yang juga diatur didalamnya
state to company. Sedangkan dalam transnational border crime, subyeknya bukan lagi
negara atau company, namun antara individu atau company negara yang satu dengan
negara lainnya, namun demikian transnational border crime juga dapat melibatkan
individu yang menggunakan customs atau fasilitas negara. Sebuah perbuatan
diklasifikasikan sebagai kejahatan lintas negara atau kejahatan terorganisasi antarnegara,
apabila memenuhi dua aspek utama, yaitu: Pertama, terjadinya perbuatan lintas batas
yang dilakukan baik oleh individu atau kelompok secara ilegal; ditinjau dari sisi hukum
dan keamanan dua atau lebih negara terkait. Dari sudut pandang dua negara
bersangkutan, perbuatan serupa dikelompokkan sebagai "perbuatan melawan hukum
(onrechtmatig). Kedua, dari perspektif internasional, perbuatan kriminal serupa itu jelas
melanggar berbagai perjanjian bilateral, trilateral, multilateral, konvensi atau deklarasi
tentang isu dan kasus yang sudah disepakati. Artinya, telah ada kekuatan hukum sebagai
dasar dan rujukan untuk menilai sebuah perbuatan melawan hukum negara, dan patut
dihukum.
Kejahatan lintas negara itu adalah sebuah kejahatan yang kompleks dan
melibatkan para pihak (stakeholders); yang sungguh mengancam keamanan global. Lima
faktor penyebab meliputi isu militer, ekonomi, politik, lingkungan, dan sosial. Lima
elemen ini pada tataran konsepsional dapat dibedakan, tetapi pada level praksis, ketika
timbul ancaman keamanan, substansi keterhubungan antar faktor-faktor itu menjadi rumit
dan sulit dipilah. Artinya, sangat sukar secara sepihak mendeterminasi bahwa, sebuah
ancaman keamanan nasional, regional, dan internasional hanya disebabkan oleh satu
faktor saja (a single factor), misalnya ketidakadilan ekonomi atau diskriminasi politik.
Kejahatan yang terjadi secara terorganisasi di perbatasan negara semakin menjadi
fenomena, karena tidak saja dilakukan di wilayah darat, tetapi juga di wilayah laut yang
berbatasan langsung dan memiliki jarak yang relatif dekat atau dengan kecanggihan
teknologi transportasi tertentu dapat diakses dengan cepat dan mudah, hal ini
menyebabkan penduduk di wilayah perbatasan seperti di wilayah Pulau Kalimantan
(Malaysia Timur) dan propinsi-propinsi di Kalimantan sering melakukan aktifitas lalulintas melintasi perbatasan antar kedua negara. Sebagai contoh proses lintas batas dari
Kabupaten Nunukan via pelabuhan laut Tunon Taka, menuju wilayah Malaysia
(Tawau/Sabah) lalu lintas di wilayah perbatasan berwujud baik pergerakan manusia dan
barang, baik secara legal (melalui pintu keluar resmi/tempat-tempat pemeriksaan Pabean,
Imigrasi dan Karantina) maupun secara ilegal melalui jalur-jalur tidak resmi seperti jalurjalur penyelundupan.
Kawasan perbatasan Indonesia menjadi ladang subur bagi sindikat kejahatan
tingkat tinggi, hal ini disebabkan antara lain karena kurang efektifnya sistem pengamanan
di wilayah perbatasan darat dan perairan yang dapat menjadi peluang bagi munculnya
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/12/02035533/perbatasan.tak.terurus
Harian Kompas, 31 Januari 2009.
3
Trade Border Agreement atau disebut juga sebagai Crossing Border Agreement adalah suatu perjanjian
antara pemerintah RI dengan negara-negara tetangga yang memiliki wilayah yang berbatasan secara
langsung untuk keperluan perdagangan (Trade). Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk membantu
masyarakat di daerah perbatasan, khususnya dengan membuka pasar bagi hasil pertanian dan barangbarang kebutuhan pokok, alat-alat yang menunjang industri kecil masyarakat perbatasan.
4
Sebenarnya otonomi daerah bukanlah suatu hal yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan
Republik Indonesia , konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah
diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Otonomi daerah menjadi sebuah otonomi yang mandiri
setelah diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sumitro Maskun:
2
http://www.thejakartapost.com/news/2002/02/16/ri-malaysia-tackle-transnational-crimes.html
Pada penulisan hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang
tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap
pantas9. Untuk menilai kualitas dari suatu norma hukum dengan sasaran agar tercipta
suatu rekomendasi hukum maka diperlukan pendekatan-pendekatan dalam penelitian
hukum normatif. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan.
Bahan dalam penelitian kepustakaan ini terdiri: Data sekunder, data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari buku-buku atau literatur. Data sekunder dalam penelitian
ini dibedakan menjadi: Pertama, bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat
dan memiliki kekuatan hukum terdiri dari: Undang-undang Dasar 1945; UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; UndangUndang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention against
Transnational Organized Crime; Kepmen No. 146/MPP/KEP/4/1999 tentang Perubahan
Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 558/MPP/KEP/12/1998
tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor; Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga
Impornya Sebagaimana Telah Beberapa Kali diubah terakhir dengan Kep. Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/Kep/1/2000; dan peraturan-peraturan lainnya
yang sifatnya mendukung.
Kedua, Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer berupa penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, Journal, bukubuku ilmu hukum, majalah, koran, dan sebagainya yang berkaitan dengan materi
penelitian. Ketiga, bahan hukum tertier. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang
mendukung penjelasan bahan hukum primer dan sekunder. Berupa kamus bahasa
Indonesia, kamus bahasa Inggris dan kamus hukum.
C. Pembahasan
1. Trade Border Agreement antara Indonesia dengan Malaysia
9
Amiruddin & H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2006, hal. 118.
3. Setiap keluar masuk barang dan penduduk dalam kegiatan perdagangan lintas batas,
harus melalui pos pemeriksaan lintas batas yang merupakan unit pelayanan terpadu.
4. Barang yang di bawa keluar berupa hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan
kerajinan yang benar-benar dihasilkan/diproduksi di daerah tersebut, bukan berasal
dari luar daerah dan barang tersebut tidak dilarang masuk ke Malaysia sedangkan
barang yang dimasukan adalah berupa barang kebutuhan hidup sehari-hari termasuk
alat/peralatan pekakas dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk kebutuhan seharhari termasuk alat perlengkapan daerah setempat, dan nilai barang yang dibawa dan
masuknya tidak lebih dari RM 6000 untuk sekali pelayaran, perkapal dan kapal
maupun perahu yang akan digunakan dalam kegiatan perdagangan lintas batas,
harus didaftarkan kesahbandar setempat untuk diberi tanda khusus.
5. Pelaksanaan perdagangan lintas batas wajib memenuhi peraturan perundangundangan yang berlaku dikedua negara, bagi mereka yang tidak memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan dapat diangap sebagai penyeludup (illegal).
Di samping ketentuan di atas, pada tanggal 1 sampai dengan 5 Juni 1999, pihak
kerajaan Malaysia menyampaikan secara lisan ketentuan tambahan terkait dengan
perdagangan lintas batas, antara lain 10: Pertama, Jaminan dari Pemerintah daerah Riau
atas fasilitas perdagangan lintas batas melalui laut antara Riau dan Malaysia dapat saling
mengawasi sebagai sarana pencari kerja ilegal di Malaysia; Kedua, Masyarakat yang
melakukan perdagangan lintas batas jumlahnya dibatasi untuk memudahkan pengawasan;
Ketiga, Pemberian paspor khusus lintas batas sebagai tanda pengenal diri, hendaknya
diberikan kepada yang benar-benar sebagai penduduk sempadan dengan demikian pas
lintas batas ditiadakan dan diganti dengan paspor khusus lintas batas tidak/ belum
mencakup untuk keperluan kunjungan keluarga, kunjungan sosial/keluaran, keagamaan
dan sebagainya. Keempat, Barang dagangan yang dibawa masuk ke Malaysia tidak boleh
dijajakan dijual langsung oleh pedagang lintas batas, dipasarkan umum melainkan
melalui agen yang mereka tunjuk; dan Kelima, Jumlah alat pengangkut/sarana
pengangkut perdagangan lintas batas agar dibatasi sesedikit mungkin dan tidak
mengunakan perahu layar.
10
RI Desak Malaysia Sahkan Perjanjian Perbatasan, diakses tanggal 1 Juni 2009, dalam
http://www.kapanlagi.com/h/0000098137.html
dalam mendukung
perdagangan lintas batas menetapkan beberapa ketentuan antara lain: 1). Alat angkut
yang digunakan harus layak laut, dalam pendaftaran alat angkut ke pemerintah kabupaten
harus disertai surat keterangan rekomendasi dari kanwil perhubungan provinsi atau
pejabat lain yang di kuasakan olehnya untuk itu; 2). Jumlah kapal/alat angkut yang
dibenarkan di suatu tempat sebagai Entry/ exed point (pos lintas batas) tidak boleh lebih
dari lima (5) buah kapal dengan ukuran yang ditentukan (standar) 50 GRT; dan 3). Warna
dasar kapal / alat angkut yang digunakan untuk keperluan ini di seluruh Provinsi Riau di
cat dengan warna dasar putih dan selalu mengibarkan/ memasang bendera Nasional
11
Kepmen No. 146/MPP/KEP/4/1999 tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 558/MPP/KEP/12/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor.
12
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang
Diatur Tata Niaga Impornya Sebagaimana Telah Beberapa Kali diubah terakhir dengan Kep. Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No. 50/MPP/Kep/1/2000
Merah Putih, serta diawaki tidak lebih dari 6 (enam) orang ABK merangkap sebagai
pelaku pedagang lintas batas dan memiliki paspor khusus lintas batas sekaligus mewakili
penduduk daerah. Perbatasan pos lintas batas yang telah ditetapkan yang berhak
mendapatkan fasilitas sebagai pelintas batas, dan kantor imigrasi berdasarkan Undangundang No. 09 Tahun 1999 tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa setiap pelintasan
antar negara harus melalui tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) dan dilengkapi dengan
dokumen perjalanan.
Bagi pedagang tradisional lintas batas warga negara Indonesia, imigrasi se Riau
memberikan kemudahan dengan memberikan paspor 24 halaman dikantor-kantor
imigrasi setempat sesuai dengan domisili masing-masing dengan syarat-syarat
melengkapi indentitas yang telah ditetapkan, kemudian dalam pelaksanaan perdagangan
lintas batas antara Riau dengan Malaysia tata laksana kepabean yang akan dilakukan oleh
jajaran kanwil Bea dan Cukai wilayah VI antara lain : Pertama, Ekspor dan Impor.
Ekspor13, untuk barang ekspor berupa pelintas batas 14 yang menggunakan pemberitahuan
pabean15 sesuai ketentuan perjanjian perdagangan lintas batas dan Keputusan Dirjen Bea
dan Cukai No. Kep-44/BC/1999 disebutkan PEB tidak diperlukan terhadap ekspor barang
pelintas batas yang menggunakan pemberitahuan pabean sesuai ketentuan perjanjian
perdagangan lintas batas, dan tentang impor.
Kedua, Komoditi dan aturan lainnya. Komoditi barang-barang yang dibenarkan
untuk diperdagangkan dalam rangka perdagangan lintas batas adalah dari daerah
Indonesia adalah hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan dan hasil industri kecil
lainnya yang berasal dari suatu daerah lintas batas Indonesia tidak termasuk biji-biji
tambang dan mineral, Malaysia adalah barang-barang kebutuhan kehidupan sehari-hari
atau barang konsumsi, termasuk alat peralatan, pekakas dan perlengkapan yang
dibutuhkan untuk keperluan perindustrian/ pertanian didalam suatu lintas batas, aturan
13
Pasal 3 huruf b Keputusan Menteri Keuangan RI No. 507/KMK/ 1998 Tanggal 14 Desember 1998
tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No.188/KMK.05/1986 tentang Tata Laksana
Kepabean di Bidang Ekspor.
14
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 490/KMK.05/1996 tanggal 31
Juli 1996 tentang Tata Laksana Impor Barang Pelintas Batas diberikan pembebasan bea masuk dan pajak
dalam rangka impor.
15
Pasal 1 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang dimaksud Pabean adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta
pemungutan bea masuk dan bea keluar.
10
lainnya didisi barang yang telah disepakati antara Indonesia dan Malaysia tidak melebihi
RM 600 (Enam ribu ringgit malaysia) namun bila perundingan Malaysia tidak keberatan
sampai RM 10.000 (sepuluh ribu ringgit Malaysia ) perkapal setiap keluar atau masuk.
Undang-undang Republik Indonesia No. 17 tahun 2006 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, menyebutkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk
mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkualitas.
Kemudian dalam upaya untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi
dan akuntabilitas pelayanan public untuk mendukung upaya peningkatan dan
pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, untuk
mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektifitas pengawasan atas lalu
lintas barang tertentu dalam daerah pabean16 Indonesia serta untuk mengoptimalkan
pencegahan dan penindakan penyelundupan, perlu pengaturan yang jelas dalam
pelaksanaan kepabeanan.
Dalam petunjuk pelaksanaan perdagangnan lintas batas melalui keputusan
Gubernur Riau KPTS 253/V/1995 dengan pertimbangan bahwa untuk meningkatkan
tarap hidup masyarakat diperbatasan dipandang perlu mencari peluang peningkatan
pendataan masyarakat dengan cara pengaturan perdagangnan lintas batas berupa hasilhasil pertanian, industri kecil/kerajinan yang dihasilkan oleh masyarakat diwilayah
perbatasan yang sebelumnya.
Permufakatan dasar lintas batas antara pemerintah Republik Indonesia dan
Malaysia tanggal 26 Mei 1967 serta perjanjian tentang perdagangan antara pemerintah
Republik Indonesia dan Malaysia tanggal 24 Agustus 1970, kemudian disepakati bersama
mengenai pelaksanaan perdagangan bagi masyarakat di daerah perbatasan yang dibuat
instansi terkait di Provinsi Riau pada tanggal 10 Mei 1999 yang menghasilkan petunjuk
pelaksanaan perdagangan lintas batas bagi penduduk di wilayah perbatasan Provinsi Riau
daerah tingkat I Riau, yang memuat pengertian-pengertian dan pasal-pasal sebagai
berikut: Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalan pemerintah tingkat I Riau;
16
Pasal 1 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, yang dimaksud dengan Daerah Pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang, udara diatasnya, serta tempattempat tertentu dizona ekonomi dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang kepabeanan
11
Wilayah perbatasan adalah daerah Kabupaten/kota dlam wilayah Provinsi Riau yang
berbatasan langsung dengan Malaysia yaitu Kab.Bengkalis, Kampar, Kepulauan Riau,
Inhil dan Kotamadya Batam.
Pos lintas batas adalah tempat pemberangkatan masyarakat untuk melakukan
perdagangan lintas batas dengan Malaysia dan Lintas Batas adalah tempat keluar masuk
penduduk dan barang diwilayah perbatasan yang melakukan perdagangan lintas batas
atau tempat dilakukan pemeriksaan sesuatu dengan ketentaun perdagangan yang berlaku.
Perdagangan lintas batas adalah pengungkutan dan transaksi, serta Pos Pemeriksanaan
Lintas Batas (PPLB) adalah unit pelayanan terpadu untuk pemberangkatan masyarakat di
wilayah perbatasan yang melakukan perdagangan ke Malaysia .
Di dalam keputusan gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tahun 1999 tentang
petunjuk perdagangan lintas batas pada Bab II Pasal 2 bahwa instansi atau unit kerja
pelayanan pedagangan lintas batas antara lain terdiri dari :
1. Pemerintah Daerah Tingkat I Riau.
2. Pemerintah daerah tingkat II Bengkalis, Kampar, Indragiri Hilir, Kepuluan Riau,
dan Kotamadya Batam.
3. Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Provinsi Riau dengan jajarannya di
Kabupaten / kota madya
4. Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau
dengan jajarannya di Kabupaten / kota madya.
5. Kantor Wilayah Derpartemen Perhubungan Provinsi Riau dengan jajarannya ddi
Kabupaten /kotamadya
6. Kantor Wilayah II Direktorat Jenderl Bea dan Cukai Provinsi Riau
7. Instansi keamanan adalah Komando Resort Meliter 031 / Kepolisian daerah Riau
gugus kanan laut armada bagian barat, serta Kejaksaan Tinggi Riau.
Untuk mendukung pelayanan tesebut sesuai dengan kedudukan dan fungsi dari masingmasing unti kerja, pemerintah daerah tingkat I Riau menyediakan bangunan pos
pemeriksaan, dan kelengkapan administrasi perkantoran yang diperlukan serta
mempersiapkan anggaran melalui APBD Provinsi Tingkat I Riau untuk biaya operasional
kegiatan perdagangan lintas batas.
12
17
13
Masih adanya praktek pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum
petugas penjaga wilayah perbatasan.
2.
Masih adanya barang-barang yang dibawa keluar masuk dari Malaysia dikenai
cukai.
3.
Perlakuan yang sama terhadap kapal-kapal yang non pelaku lintas batas
sehingga pelaku lintas batas tidak merasakan mendapat fasilitas dari kegiatan
sebagai pedagang lintas batas.
4.
Masih adanya pelaku lintas batas yang membawa barang keluar ke Malaysia
yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku sehingga pelintas batas yang
lain mendapat imbas dari perilaku pelintas batas tersebut.
5.
Penggantian pejabat yang sering terjadi sehingga aturan yang telah disepakati
terdahulu tidak teradopsi kepada pengganti atau pejabat baru.
6.
7.
18
Koordinator keimighrasian batas wilayah hukum dan perundang undangan Riau Kesiapan aparatur
imigrasi Provinsi Riau dalam melaksanakan perdagangan antar masyarakat perbatasan Riau dengan Malaysia
tahun 2000
14
19
Atra Umbara, Penjelasan atas Undang Undang RI No. 10 Tahun 1915 tentang kepabeanan, Bandung,
2007, hal 60.
15
melaksanakan
pasal-pasal
bersangkutan
sehingga
masyarakat
lebih
mudah
memahaminya.
Serta ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis. Yaitu pada
saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib bea
masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan
pengawasan. Kemudian ayat 2, ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian ekspor
secara nyata ekspor terjadi pada saat barang melintasi daerah Pabean namun mengingat
dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan pejabat Bea dan Cukai
disepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan
ekspor barang. Maka secara yuridis ekspor dianggab telah terjadi pada saat barang
tersebut sudah dimuat disarana pengangkut yang akan berangkat keluar daerah Pabean.
Yang dimaksud dengan sarana pengangkut adalah setiap kendaraan pesawat udara, kapal
laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang.
Dilihat dari keadaan geografis negara Republik Indonesia yang demikian luas dan
merupakan negara kepulauan, maka tidaklah mungkin menempatkan pejabat Bea dan
Cukai disepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau
yang dikeluarkan dari Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh
sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan kewajiban pabean maksudnya adalah apabila
tertangkap tangan barang dibongkar atau dimuat disuatu tempat yang tidak ditunjuk
sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab untuk memenuhi
kewajiban pabean seperti penyerahan pemberitahuan pabean atau pelunasan Bea masuk
telah dibatasi dengan penunjukan Kantor Pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan
perdagangan. Pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di Kantor Pabean dapat
diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri,
sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian, atau apabila dengan cara
tersebut kewajiban Pabean dapat di penuhi dengan lebih mudah dan murah pemberian,
kemudian tersebut bersifat sementara.20
2.
20
Keimigrasian
Pasal 5 ayat 1 UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan, Citra Umbara Bandung Th. 2007.
16
Kata imigrasi berasal dari kata immigrare yang dalam bahasa Latin berarti datang,
pindah dari dan kemudian istilah menjadi pengertian mengenai proses lalu lintas orang
yang masuk atau keluar wilayah suatu negara, baik itu berniat hanya sekedar melintasi,
berkunjung dengan sifat sosial budaya menumpang hidup atau mencari nafkah dan
sedikit atau banyak menjadikan negara itu tempat berdiam atau menetap. Lebih lanjut,
pengertian keimigrasian diartikan sebagai proses keluar masuknya orang-orang asing di
suatu negara melalui pintu-pintu masuk resmi atau tempat pemeriksaan imigrasi. 21
Pada hakekatnya kegiatan Imigrasi yang dilakukan oleh para pelintas batas adalah
suatu proses interaksi atau hubungan internasional melalui pergerakan yang melintasi
batas-batas wilayah antar negara, ini sesuai dengan pendapat yang memberikan
pengertian interaksi atau hubungan internasional bahwa : Hubungan Internasional adalah
adalah mencakup berbagai macam hubungan atau interaksi yang melintasi batas-batas
wilayah negara dan melibatkan pelaku-pelaku yang berbeda warga negara, berkaitan
dengan segala bentuk kegiatan manusia. Hubungan ini dapat berlangsung baik secara
berkelompok maupun secara perorangan dari suatu bangsa atau negara, yang melakukan
interaksi, baik secara resmi dengan kelompok atau perorangan dari suatu bangsa atau
negara lain22.
Kemudian hal tersebut diperjelas lagi, bahwa hubungan internasional adalah
hubungan yang terjadi antar negara tersebut dapat berupa kegiatan komunikasi antar
negara, transaksi-transaksi ekonomi, kegiatan pariwisata, pertukaran-pertukaran budaya,
maupun imigrasi-imigrasi. Untuk menyesuaikan masalah-masalah yang terjadi di kedua
wilayah perbatasan maka diperlukan suatu konsep atau aturan yang harus disepakati oleh
kedua negara seperti yang tertuang pada beberapa konsep traktat deklarasi hukum
internasional yang mengatur hubungan antar negara tetangga yang berbatasan langsung.
Konsep mengenai hubungan bersahabat antara negara-negara terdiri dari23 :
1. Prinsip yang mungkin sejalan dengan larangan dalam hukum nasional terhadap
penyalahgunaan hak (abuse of the right).
21
Muhammad Darwis Arfah, Custom, Imigration and Wuarantine, 2001, hal. 14.
John Baylis, The Globalization of World Politics : An Introduction To International Relation, New York
: Oxford University, Press Inc, 1998, p. 34.
23
http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=blogcategory&id=18&Itemid=37
22
17
2. Dalam Trail Smelter Arbitration Case 1941 diakui prinsip bahwa, suatu negara
memikul kewajiban untuk pencegahan wilayahnya dijadikan sumber kerugian
ekonomi dari wilayah tetangganya, misalnya lewat pembuangan gas beracun
(toxius fumes).
3. Dalam Declaration on Human Environment yang dikeluarkan oleh Konferensi
Stockholm tentang lingkungan hidup manusia bulan Juni 1972 (Prinsip 21-22
Deklarasi).
4. Dalam Corfu Channel Case (Merits) 1949, International Court Of Justice
menyatakan bahwa telah menjadi suatu prinsip yang diakui oleh umum bahwa
setiap negara memikul kewajiban untuk tidak membiarkan wilayahnya digunakan
bagi tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hak-hak negara lain.
5. Dalam Pasal 74 Charter Perserikatan Bangsa-Bangsa, prinsip umum mengenai
bertetangga baik (Good Neighbourlines) di bidang sosial, ekonomi, dan
perdagangan ditetapkan sebagai hal yang harus ditaati negara-negara anggota
berkaitan
dengan
wilayah
induk
dan
wilayah-wilayah
bagiannya.
di Indonesia akan menjadi ancaman dan tantangan terbesar bagi pelaksanaan kebijakan
18
politik luar negeri Indonesia di masa mendatang. Di tingkat bilateral Indonesia terus
dituntut untuk meningkatkan kerjasama dengan berbagai negara seperti Australia, AS,
Jepang dan negara-negara tetangga Asia Tenggara lainnya untuk meningkatkan
kemampuan aparatur negara dalam memerangi terorisme internasional. Hal yang sama
juga berlaku di tingkat regional, misalnya ASEAN di mana Indonesia perlu mendorong
berlanjutnya kerjasama kongkrit antar negara dalam pemberantasan terorisme
internasional.
Indonesia menilai stabilitas kawasan merupakan kondisi yang sangat penting,
tidak hanya dalam konteks memberdayakan potensi kawasan yang menjadi kebutuhan
semua pihak tetapi juga dalam rangka memperkuat stabilitas keamanan dan perdamaian
dunia. Prakarsa dan kerja sama yang erat serta saling menguntungkan dapat menjadi
fondasi bagi terus berlanjutnya confidence building dan mutual understanding yang
mampu menghindarkan kawasan dari pertikaian dan konflik terbuka. Hal itu juga secara
tidak langsung akan mendorong negara-negara di kawasan lain untuk melakukan hal
yang sama dan pada akhirnya membuka kemungkinan bagi tumbuhnya kerja sama intrakawasan maupun antarkawasan yang solid.
Masalah kejahatan yang berbentuk trans-national crime seperti illicit-trade, illicit
drug, human trafficking atau people smuggling merupakan ancaman serius bagi negara
seperti Indonesia yang memiliki posisi geografis yang strategis bagi suburnya
pertumbuhan jenis-jenis kejahatan lintas batas tersebut. Karena itu, sebagai negara asal
maupun transit bagi operasi tindak trans-national crime itu, Indonesia dituntut untuk
terus meningkatkan upaya-upaya dalam menekan kejahatan lintas batas tersebut melalui
suatu format kerjasama dengan negara-negara tetangga secara komprehensif. Tantangan
utama yang dihadapi dalam memberikan respon cepat terhadap jenis kejahatan seperti ini
adalah bagaimana membuat perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara kunci baik
secara bilateral maupun multilateral dan mengembangkan kerjasama teknis dalam
pemberantasan terorisme, bajak laut, pencucian uang, cyber crime, penyelundupan dan
perdagangan manusia dan senjata serta lalu lintas obat-obat terlarang (illicit drug/drug
trafficking).
Pada 20 April 2009, Indonesia telah mencatat suatu raihan signifikan dalam upaya
memberantas kriminalitas dengan menyerahkan instrumen ratifikasi Indonesia atas
19
Penjelasan UU Nomor 5 Tahun 2009 tentang engesahan United Nations Conventions Against
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana
Transnasional yang Terorganisasi)
20
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, ada korelasi antara apa yang duamanatkan
oleh UUD 1945 dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya
untuk daerah perbatasan antara Indonesia (dalam hal ini pememrintah daerah Tk 1 Riau)
dengan Malaysia, bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya di bidang
perdagangan atau niaga dan untuk mendukung kebijakan negara dalam rangka
pembangunan nasional, dimana tujuan dari pembangunan nasional adalah mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur, serta dalam pelaksaanaan pembangunan nasional
khususnya di bidang ekonomi diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus
meningkatkan, memperluas, memantapkan dan mengamankan pasar bagi segala produk
25
26
21
baik tentang barang dan jasa. Dilihat dari kewenangan yang diberikan oleh UU Otda,
pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk
mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya.
Tujuan adanya kerjasama antara pemerintah daerah Riau dengan Malaysia, adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perdesaan khususnya dengan
membuka peluang pasar bagi hasil pertanian produk daerah setempat; serta memberikan
kemudahan bagi masyarakat daerah perbatasan khususnya dalam mendapatkan barangbarang kebutuhan pokok dan juga alat-alat yang diperlukan dalam menunjang kegiatan
industri kecil maupun pertanian.
Oleh karena itu, antara pemerintah dengan negara tetangga melakukan
persejutuan yang disebut dengan Trade Border Agreement, dimana isi dari perjanjian itu
adalah beberapa kemudahan-kemudahan, seperti ketentuan ekspor/impor, yaitu barangbarang yang diatur ekspornya, barang-barang yang diawasi ekspornya kemudian barangbarang yang dilarang ekspornya, dan mengenai tata niaga impor untuk barang-barang di
atur dan barang bebas impornya dalam perdagangan lintas batas dibebaskan tata
niaganya, kemudian membebaskan barang-barang komoditi yang diperdagangkan dari
pajak. Barang-barang yang diperdagangkan adalah hasil pertanian dan kerajinan yang
berasal dari wilayah perbatasan dan juga instansi yang berwenang memberikan dukungan
kemudahan dalam rangka perdagangan lintas batas seperti Departemen Perhubungan,
keimigrasian serta bea dan cukai. Adapun kemudahan serta dukungan dari Depertemen
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau dalam hal pelaksanaan perdagangan lintas
batas antara Riau dan Malaysia, yaitu membebaskan tata niaga untuk jenis
barang/komoditi yang diperdagangkan, dan membebaskan barang-barang/ komoditi yang
diperdagangakan dari pajak ekspor dan impor, serta jenis barang-barang yang
diperdagangkan adalah hasil pertanian dan kerajinan yang berasal dari daerah perbatasan
(pos lintas batas) dan barang-barang kebutuhan pokok bagi masyarakat wilayah
perbatasan.
Namun demikian, kemudahan-kemudahan itu justru menimbulkan apa yang
disebut dengan kejahatan lintas batas (transnational border crime), seperti terorisme;
perdagangan manusia; narkoba; penyelundupan bahan bakar minyak, bahan pokok,
senjata api, berbagai barang konsumsi, hingga manusia; pembalakan liar; perambahan
22
hasil laut ilegal; penambangan ilegal; pengerukan pasir ilegal; hingga perompakan di laut.
Kawasan perbatasan Indonesia menjadi ladang subur bagi sindikat kejahatan tingkat
tinggi, seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah. Hal ini disebabkan
antara lain karena kurang efektifnya sistem pengamanan di wilayah perbatasan darat dan
perairan yang dapat menjadi peluang bagi munculnya kejahatan. Oleh karena itu,
Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Transnational Organized
Crimes (UNCTOC) dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan
United Nations Convention against Transnational Organized Crime (Konvensi
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Menentang
Tindak
Pidana
Transnasional
yang
Terorganisasi).
INDEKS
Transnasional border crime : 1;3
Trade boder agreement: 1; 3; 5; 6; 22
Kejahatan : 1; 2; 3; 4; 19; 20; 21; 22; 23.
Lintas batas : 1; 2; 3; 4; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 14; 19; 22
Illegal : 1; 2; 3; 8; 22
Hukum : 1; 2; 5; 6; 7; 11; 17; 20
Kriminal : 2; 3; 4; 19
Bilateral : 2; 18; 19
Multirateral : 2; 19
Konvensi : 2; 5; 20; 21; 23
Darat : 2; 3; 15; 23
Laut : 2; 3; 8; 9; 12; 15; 16; 19; 22
Indonesia : 22; 23; 24
Malaysia : 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 14; 21; 22
Riau : 5; 7; 8; 9; 10; 11; 12; 13; 21; 22; 24
Kepabeanan : 5; 6; 11; 15
Imigrasi : 2; 3; 4; 7; 9; 10; 13; 16; 17; 22; 24
23
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin & H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006.
Abdul Syukur Ahmad, Implemetasi Otonomi Daerah: Baju Baru, Cara Lama, Center for
Strategic and International Studies, Percetakan Kanisius, Yogyakarta, 2006.
Atra Umbara, Penjelasan atas Undang Undang RI No. 10 Tahun 1915 tentang
kepabeanan, Bandung, 2007.
Muhammad Darwis Arfah, Custom, Imigration and Wuarantine, 2001
John Baylis, The Globalization of World Politics : An Introduction To International
Relation, New York : Oxford University, Press Inc, 1998.
Sumitro Maskun: Perpektif Dunia Usaha Dalam Era Otonomi Daerah, makalah dalam
Seminar sehari di selenggarakan lkatan Magister Manajemen, Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, 31 Maret 2001 di Medan
Syamsuddin Agus, Mengenal Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Makalah), Seminar Kadin-PWI
Kabupaten Bondowoso, 2000.
Koordinator keimighrasian batas wilayah hukum dan perundang undangan Riau Kesiapan
aparatur imigrasi Provinsi Riau dalam melaksanakan perdagangan antar masyarakat
perbatasan Riau dengan Malaysia tahun 2000
Undang - Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabean
Penjelasan UU Nomor 5 Tahun 2009 tentang engesahan United Nations Conventions
Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan bangsa-Bangsa
menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi)
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 230/MPP/Kep/7/1997 tentang
Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya Sebagaimana Telah Beberapa Kali
diubah terakhir dengan Kep. Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
50/MPP/Kep/1/2000
24
25