You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius trimester keduaketiga dengan gejala klinis seperti: odema hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma dengan
umur kehamilan di atas 20 minggu, dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, pascapartus
(Cuninghem, 2006).
Ganguan hipertensi yang menjadi penyulit dalam kehamilan sering dijumpai dan
termasuk salah satu diantara 3 trias yang mematikan bersama dengan perdarahan dan infeksi
yang banyak menimbulkan mortalitas dan morbiditas ibu karena kehamilan. Menurut the
National Center for Health Statistics pada tahun 1998 penyakit ini ditemukan pada 146.320
wanita,atau 3,7 % diantara semua kehamilan yang berakhir dengan kelahiran hidup Berg dkk.
(1996)melaporkan bahwa hampir 18 % diantara 1450 kematian di Amerika Serikat dari tahun
1987 sampai 1990 terjadi akibat penyulit hipertensi dalam kehamilan (Cuninghem,2006).
Selama kehamilan normal, resistensi vaskular perifer menurun sebagai akibat vaskulator
yang mengalami dilatasi. Jika resistensi perifer meningkat terjadilah hipertensi. Sindrom dari
hipertensi yang diindeksi oleh kehamilan, proteinuria dan odema dikenal dengan bermacammacam yaitu sindroma preeklampsia, eklampsia, toksemia, kompleks EPH (odema, proteinuria,
hipertensi) gestosis.
Hipertensi yaitu peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg/peningkatan
tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg.

Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit hipertensi dan gagal ginjal di
Indonesia selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Di negara berkembang, sekitar 80 % penduduk negara mengidap hipertensi. Untuk penyakit
ginjal kronik (PGK), peningkatan terjadi sekitar 2-3 kali lipat dari tahun sebelumnya (Kompas,
2009).
Proteinuria yaitu adanya protein dalam urin dalam konsentrasi lebih besar dari 0,3
gram/liter urin 24 jam/dalam konsentrasi lebih besar dari 1 gram/liter (1 + sampai 2 +. Menurut
AHA (American Heart Association), di Amerika, tekanan darah tinggi ditemukan satu dari setiap
orang atau 65 juta orang dan 28 atau 59 juta orang mengidap prehipertensi.
Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya yang mengetahui
keadaannya dan hanya 61% medikasi.dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu pertiga
mencapai target darah yang optimal (Muhammadun ,2010).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Hipertensi Dalam Kehamilan


Penyakit hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius trimester kedua-

ketiga dengan gejala klinis seperti: odema hipertensi ,proteinuria, kejang sampai koma dengan
umur kehamilan di atas 20 minggu, dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, pascapartus
(Manuaba, 2001)
Gambaran klinis dapat dijabarkan sebagai berikut;
1.

Hipertensi
Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik 30 mmHg atau 15 mmHg.

Tekanan darah 140 /90 atau 160 /110 yang diambil selang waktu 6 jam.

2.

Odema

Merupakan timbunan cairan tubuh yang tampak atau tidak tampak.

Perhitungan kenaikan BB melebihi tiga per empat -1 kg/minggu dianggap patologis.

odema dijumpai di tibia ,muka, atau tangan bahkan seluruh tubuh.

3.

Proteinuria

Proteinuria menunjukkan komplikasi lanjut, dengan kerusakan ginjal sehingga beberapa protein
lolos dalam urin.

Normal terdapat sejumlah protein dalam urin, tetapi tidak melebihi 0,3 gr dalam 24 jam.
Proteinuria menunjukkan komplikasi hipertensi dalam kehamilan lebih lanjut sehingga
memerlukan perhatian yang serius.
4. Kejang (konvulsi)
Kejang menunjukkan kelanjutan komplikasi menjadi eklampsia yang menyebabkan
terjadi AKI tinggi dan dapat diikuti AKB yang tinggi. Kejang atau konvulsi menunjukkan telah
terjadi kemungkinan perdarahan nekrosis dan Odema.
5. Koma
Kelanjutan kejang dapat diikuti koma, sebagai manifestasi dari acut vascular accident
(AVA)yang menimbulkan perdarahan nekrosis hingga terjadi koma Manuaba (2001).
Penyakit ini cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu satu sebab dari
kematian ibu. Di U.S.A, misalnya 1/3 dari kematian ibu disebabkan penyakit ini. Hipertensi
dalam kehamilan menjadi juga penyebab yang penting dari kelahiran mati dan kematian neonatal

Kematian bayi ini terutama disebabkan partus prematurus yang merupakan akibat dari penyakit
hipertensi (Manuaba, 1998).
Menurut WHO, tekanan darah diangap normal bila kurang dari 135/85 mmHg, sedangkan
dikatakan hipertensi bila lebih dari 140 mmHg dan diantara nilai tersebut dikatakan normal
tinggi (Adib, 2009)
2.1.1

Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan


Klasifikasi menurut American Committee and Maternal Welfare

1. Hipertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan ialah preeklamsi dan
eklamsi. Diagnosa dibuat atas dasar hypertensi dengan proteinuria atau kedua-duanya pada
wanita hamil setelah minggu 20.
2. Hypertensi yang kronis Diagnosa dibuat atas adanya hipertensi sebelum kehamilan, penemuan
hipertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan hypertensi dan ini tetap setelah kehamilan
berakhir.
3. Pre-eklamsia dan eklamsi yang terjadi atas dasar hipertensi yang kronis. Pasien dengan
hipertensi yang kronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan dengan gejala-gejala
hipertensi naik proteinuria odema dan kelainan retina.
4. Transient hypertensi. Diagnosa dibuat kalau timbul hypertensi dalam kehamilan atau dalam 24
jam pertama dari nifas pada wanita yang tadinya non-motensip dan yang hilang dalam 10 hari
postpartum.

Hipertensi dalam kehamilan sebagai penyulit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
:
1.

Preeklampsia

2.

Eklampsia

A. Hipertensi dalam kehamilan sebagai penyulit yang tidak berhubungan langsung dengan
kehamilan Hipertensi kronik
B. Pre eklampsia / eklampsia pada hipertensi kronik (superimposed)
C. Transien hipertension.
D. Hipertensi dalam kehamilan yang tidak dapat diklasifikasikan
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang menetap oleh sebab apapun ,
yang ditemukan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang menetap
setelah 6 minggu pasca persalinan. Diagnosis hipertensi kronik menjadi sulit bila wanita tersebut
datang pada pertengahan masa kehamilannya. Ini disebabkan karena kenaikan tekanan darah
terjadi pada trimester kedua dan awal dari trimester ketiga dari kehamilan baik pada wanita yang
tekanan darahnya normal maupun yang menderita hipertensi.
Faktor faktor lain yang dapat membantu diagnosis antara lain multiparitas , factor keturunan
dan obesitas. Secara klinis hipertensi kronik kemungkinan ditemukan pada pasien : berusia > 40
tahun , sudah menderita hipertensi sebelum hamil ini, tekanan darah > 160/110 mmHg, biasanya
tidak menunjukkan gejala-gejala lain selain hipertensi, gejala gejala seperti kelainan jantung,
arteriosklerosis, perdarahan otak dan penyakit ginjal baru timbul setelah waktu yang lama dan
penyakit terus berlanjut.
Bahaya yang dapat terjadi pada kehamilan dengan hipertensi kronis adalah resiko
terjadinya superimposed preeklampsia/eklampsia , yang dapat terjadi pada lebih dari 25%
wanita. Superimposed pre eklampsia/eklampsia adalah timbulnya pre eklamsi pada hipertensi
kronis. Disebut superimposed preeklampsia bila disertai dengan odema dan proteinuria, namun
bila disertai dengan kejang yang bukan akibat dari kelainan neurologik, disebut superimposed

eclampsia. Selain itu hipertensi kronis meningkatkan resiko terjadinya insuifisiensi plasenta dan
solusio plasenta dan janin bertumbuh kurang sempurna : prematuritas dan dismaturitas. Angka
kematian pada janin: 20%.
Penanganan hipertensi kronis pada kehamilan adalah istirahat yang cukup, pemeriksaan
antenatal yang teratur, menjaga penambahan berat badan dengan diet tinggi protein dan rendah
karbohidrat dan lemak. Ketenangan jiwa penderita sangat diperlukan, yang dapat dicapai dengan
pendekatan psikologis atau pemberian fenobarbital 3x30 mg. Obat antihipertensi hanya diberikan
bila tekanan darah diastolik > 90mmHg.
Bila terjadi superimposed preeklamsi/eklamsi maka diterapi seperti preeklamsi dan
eklamsi. Pengakhiran kehamilan dilakukan bila ada tanda-tanda hipertensi ganas (tekanan darah
200/120 mmHg) atau janin mati dalam kandungan. Pengakhiran kehamilan dapat secara
pervaginam dengan memperpendek kala II atau secara abdominal dengan seksio sesarea (White
Tiger, 2010).

2.1.2

Gejala dan Tanda


Hipertensi karena kehamilan dan pre eklampsia ringan sering ditemukan tanpa gejala-gejala yang
selalu ada pada hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan diastolik 90-110 mmhg didua
pengukuran berjarak 4 jam dan proteinuria negativ (Saifuddin, 2002).

2.1.3

Etiologi
Sampai sekarang belum diketahui penyebab hipertensi dalam kehamilan masih belum pasti, salah
satu teori yang banyak dikemukakan dewasa ini adalah iskemia yaitu pembuluh darah terjepit
sehingga terjadi gangguan aliran pembuluh darah dan kurangnya aliran darah dari plasenta

namun teori ini belum dapat menerangkan berbagai pertanyaan yang bersangkutan tentangnya
(Suara Merdeka 2003), tetapi menurut Manuaba (1998) penyebab utama hipertensi dalam
kehamilan adalah hipertensi essensial dan penyakit ginjal.
2.1.4

Faktor Predisposisi
Menurut Saifuddin (2001:208-209), terjadi hipertensi dalam kehamilan dapat dipengaruhi
oleh beberapa keadaan yaitu lebih sering pada primigravida, patologi terjadi akibat implitasi
sehingga timbul iskemia plasenta yag diikuti sindrom inflamasi, resiko meningkat pada masa
plasenta besar Diabetes Melitus faktor herediter dan masalah vaskuler.
Hipertensi di negara berkembang biasanya disebabkan gaya hidup modern yang
berdampak tidak sehat, seperti merokok, obesitas, fisik yang kurang beraktivitas, dan stress
psikososial. Tekanan darah yang tinggi inilah yang merupakan kunci faktor patogenetik yang
mempengaruhi penurunan fungsi ginjal. Jika sudah seperti itu, maka penderita hipertensi akan
menderita Penyakit ginjal kronik (Armilawati, 2007).

2.1.5

Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan


Hipetensi dalam kehamilan mencakup hipertensi karena kehamilan dan hipertensi kronik,
nyeri kepala, penglihatan kabur sering berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.
Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan lebih mungkin terjadi pada
wanita yang :

Terpapar vili korialis untuk pertama kalinya

Terpapar vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti pada kehamilan kembar atau
mola hidatidosa

Mempunyai riwayat penyakit vaskuler

Mempunyai kecenderungan genetik untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.

Kemungkinan bahwa mekanisme imunologis di samping endokrin dan genetic turut


terlibat dalam proses terjadinya pre-ekklamsia dan masih menjadi masalah yang mengundang
perhatian. Resiko hipertensi karena kehamilan dipertinggi pada keadaan di mana pembentukan
antibody penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen pada plasenta terganggu.
Tekanan diastolik merupakan indikator untuk prognosis dalam penanganan hipertensi
dalam kehamilan karena tekanan diastolik mengukur tahanan ferifer dan tidak dipengaruhi oleh
keadaan emosional Jika tekanan diastolik > 90 mmhg pada dua pemeriksaan berjarak 4 jam
diagnosisnya adalah hipertensi tetapi pada keadaan urgen tekanan diastolik 110 mmhg dapat
dipakai sebagai dasar diagnosis dengan jarak waktu pengukuran < 4 jam (Saifuddin 2002).
2.1.6

Pencegahan dan Penanganan Hipertensi Dalam Kehamilan

2.1.6.1 Pencegahan Hipertensi Dalam Kehamilan


Menurut Murbawi (2003) tidak ada cara lain untuk mencegah hipertensi dalam kehamilan selain
dengan menjaga kehamilan dengan baik. Salah satu cara yaitu dengan mengkonsumsi sayuran,
buah segar yang bergizi dan menjalani pola hidup sehat. Makanan yang dikonsumsi harus
mengandung sedikit garam, rendah lemak, karbohidrat, istirahat dan menjaga makanan.
Pemeriksaan kehamilan secara teratur sangat berguna untuk memonitor kondisi ibu dan janin.
2.1.6.2 Penanganan Hipertensi Dalam Kehamilan
Penanganan hipertensi dalam kehamilan bertujuan untuk mencegah terjadinya hipertensi
dalam kehamilan yang lebih parah yaitu eklampsia ibu hamil diharapkan mampu melahirkan
bayi hidup dengan trauma seminimal mungkin pada bayi maupun ibu sendiri.
Penanganan hipertensi dalam kehamilan yaitu dengan mengajukan ibu untuk mengkonsumsi
makanan yang bergizi, rendah lemak, karbohidrat, mengurangi garam dan memperbanyak

sayuran serta buah segar. Jika hal ini kondisi ibu tidak membaik walau sudah diberi obat-obatan,
kehamilan harus segera diakhiri meskipun janin masih belum mencukupi (Murbawi, 2003).

Hipertensi esensial
Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah dimana
biasanya tidak ada penyebab yang nyata. Kadang-kadang keadaan ini dihubungkan dengan
penyakit ginjal, phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering
muncul pada saat kehamilan. Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi
esensial jika tekanan darah pada awal kehamilannya mencapai 140/90 mmHg. Yang
membedakannya dengan preeklamsia yaitu faktor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal
kehamilan, jauh sebelum terjadi pre eklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria.
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya
meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi. Setelah UK 18 minggu
lebih sulit hipertensi esensial dari pre eklamsia.

Penatalaksanaan:
Wanita dengan hipertensi esensial harus mendapat pengawasan yang ketat dan harus
dikonsultasikan pada dokter untuk proses persalinannya. Selama tekanan darah ibu tidak
meningkat sampai 150/90 mmHg berarti pertanda baik. Dia dapat hamil dan bersalin normal
tetapi saat hamil dianjurkan untuk lebih banyak istirahat dan menghindari peningkatan berat
badan terlalu banyak. Kesejahteraan janin dipantau ketat untuk mendeteksi adanya retardasi
pertumbuhan. Kehamilan tidak dibolehkan melewati aterm karena kehamilan post term

meningkatkan risiko terjadinya insufisiensi plasenta janin. Jika perlu, dapat dilakukan induksi
apabila tekanan darah meningkat atau terdapat tanda-tanda Intra Uterine growth
Retardation(IUGR). Merupakan pertanda kurang baik jika tekanan darah sangat tinggi. Jika
ditemukan tekanan darah 160/100 mmHg, harus dirawat dokter di rumah sakit. Obat-obat
antihipertensi dan sedative boleh diberikan untuk mengontrol tekanan darah. Anamnesa juga
diperlukan untuk mengeluarkan ibu dari pre eklamsia. Kandungan catecholamine atau
vanilmandelic acid (VMA) biasanya diukur karena hipertensi yang berat mungkin disebabkan
karena Pheochromacytoma atau tumor pada ginjal.
Keadaan ibu mungkin berkembang menjadi Pre Eklamsia atau mengalami abrupsio plasenta
(plasenta Pecah); kadang-kadang gagal ginjal merupakan komplikasi. Jika tekanan darah sangat
tinggi, 200/120 mmHg atau lebih, mungkin terjadi perdarahan otak atau gagal jantung. Janin juga
berisiko, karena kurangnya sirkulasi plasenta, yang dapat menyebabkan kejadian Intra Uterine
Growth Retardation (IUGR) dan hipoksia. Jika tekanan darah tidak dapat dikendalikan atau
terdapat tanda-tanda IUGR atau hipoksia, dokter dapat menghindari risiko yang serius dengan
mempercepat persalinan. Hal ini dapat dilakukan dengan menginduksi persalinan, atau jika
keadaan berbahaya atau lebih akut, atau meningkat pada awal persalinan, persalinan dapat
dilakukan dengan cara Sectio caesarea.

Preeklamsia
Pengertian
Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan tanda-tanda Hipertensi, Odema, dan Proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya timbul pada
Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada Mola Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa

Pre-Eklamsi kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan Diagnostik
lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90
mmHg atau lebih. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaanistirahat. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan
sistolik harus 30 mm Hg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140
mmHg atau lebih. Odema ialah Penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan
tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari
tangan, dan muka.
Odema Pretribal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa, sehingga tidak berarti
untuk penentuan Diagnosis Pre-Eklamsi. Kenaikan BB kg setiap minggu masih normal tetapi
kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan
kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin
yang melebihi 0,3 g/lt dalam urin 24 jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1
gr/lt yang dikeluarkan dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat daripada
hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap yang cukup serius.

Patofisiologi
Mochtar (1999) menjelaskan bahwa pada Pre-Eklamsi terjadi pada spasme pembuluh
darah yang disertai dengan Retensi Garam dan air. Pada Biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga
nyata dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami
spasme maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer

agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan Edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh Spasme
arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus. Tanda Dan Gejala
Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan yang
berlebihan, di ikuti odema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-Eklamsi ringan tidak
ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi ditemukan sakit kepala di daerah frontal,
skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum mual dan muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering di temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan merupakan petunjuk
bahwa Eklamsi akan timbul.

Etiologi
Penyebab preeklamsia secara pasti belum di ketahui, namun pre eklamsia sering terjadi
pada Primigravida, Tuanya kehamilan.

Penanganan
Penanganan Pre-Eklamsi Ringan:
1)Banyak istirahat (berbaring tidur miring)
2)Diet:cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam
3)Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat ) tablet Febobarbital 3x30 mg peroral selama 2 hari
4)Roboransia
5)Kunjungan ulang tiap 1 mg
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Hipertensi Pada Kehamilan

1. Usia ibu

Usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit secara
langsung atau secara tidak langsung bersama dengan variabel lain sehingga menyebabkan
perbedaan di antara angka kesakitan dan kematian pada masyarakat atau kelompok masyarakat
(Chandra, 2008).
Umur adalah lamanya hidup dalam tahun dihitung sejak dilahirkan sampai sekrang.
Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikatakan bahwa umur <20 tahun sering menyebabkan
kematian maternal pada wanita hamil, sedangkan usia 20 35 tahun dikenal dengan waktu yang
aman untuk berproduksi, dan pada umur >35 tahun ditegaskan kembali bahwa pada umur
tersebut juga sering menyebabkan meningkatkan kematian maternal pada ibu hamil
(Prawiroharjo, 2005).
Menurut Hurlock (2005)dalam bukunya menyatakan semakin cukup umur ,tingkat
kematanganndan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang
belum cukup tingkat kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan
jiwanya.
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Aisyah (2006) ditemukan banyak pada kelompok
usia > 35 tahun sebanyak 14 responden (42,4%)dari 30 sampel..
2. Jumlah kehamilan
Jumlah kehamilan adalah jumlah kehamilan yang pernah dialami seseorang wanita.Dimana
pengetahuan dan pengalaman ibu yang sudah pernah melahirkan akan lebih baik pengetahuannya
dan pengalamannya (Jones,2005)
Terjadi hipertensi dalam kehamilan dapat dipengaruhi oleh beberapa keadaan yaitu lebih
sering pada primigravida, patologi terjadi akibat implitasi sehingga timbul iskemia plasenta yag

diikuti sindrom inflamasi Resiko meningkat pada masa plasenta besar Diabetes Melitus faktor
herediter dan masalah vaskuler. Menurut Saifuddin (2001).
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Aisyah (2006) ditemukan banyak pada
primigravida dan multigravida masing-masing sebanyak 15 responden (45,45%).Menurut Boyke
(2003) pada primigravida rahim baru pertama kali menerima hasil pembuahan,sering kali
menimbulkan serangkaian reaksi-reaksi dan perubahan yang kurang wajar. Menurut Manuaba
(2005) menyatakan bahwa jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu akan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan ibu dengan anak yang lebih banyak akan lebih retan terhadap
penyakit dan mengalami penuan yang cepat.
3. Tingkat pendidikan
Menurut Hidayat (2008) pendidikan merupakan cara manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Sebagaimana umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi, informasi akan mudah di terima jika bahasa yang di sampaikan sesuai
dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih
matang pada diri individu (Notoatmodjo, 2007)
Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh ibu dengan
katagori
a.

SD

b. SMP
c.

SMA

d. PT

4. Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang digunakan seseorang sehingga mengetahui
tentang hal yang baru dan mempunyai ciri-ciri yaitu:
a.

Dapat dilihat , dibaca dan dipelajari

b. Diteliti dan dikaji


c.

Dimanfaatkan dan dikembangkan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian dan


laboratorium

d. Ditransformasikan kepada orang lain (Setiadji,2001 )


Jenis-jenis informasi yaitu:
a.

Visual adalah sumber informasi yang dapat dilihat oleh indra penglihatan dapat berbentuk
gambar dan tulisan.

b. Audio adalah sumber informasi yang dapat diperoleh melalui indra pendengaran, karena hanya
berupa suara contoh: Radio
c.

Audio Visual adalah sumber informasi yang dapat diperoleh baik melalui indra penglihatan.
Contoh TV, pakar/tenaga kesehatan, hp, internet (Setiadji, 2010).

You might also like