Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. latar belakang
Artritis Reumatoid (AR) sering mengenai penduduk pada usia produktif
sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. AR adalah penyakit
yang dapat menyebabkan kerusakan pada sendi dan tulang. Sebagian besar pasien
menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati
akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian lebih lanjut yang
menyebabkaan kecacatan.
Artritis Reumatoid adalah penyakit inflamasi yang belum diketahui pasti
penyebabnya gambaran radiologi ditandai dengan poliarthritis simetris dan
perifer. Inflamsi dari athritis kronis sering menimbulkan kerusakan pada sendi,
karena AR merupakan penyakit sistemik, AR dapat menimbulkan maniftasi
ekstraartikulasi, termasuk kelemahan, nodul subcutaneous, pericarditis, neuropati
perifer, vasculitis dan abnormal hematologi.
Pemahaman tentang penyakit diperoleh dari sebuah penelitian kesehatan
merubah dari paradigma tentang diagnosis dan manajemen AR. Serum antibodi
cyclic circullinated peptides (anti-ccps) sekarang sudah menjadi penanda penting
dari dari diagnosis dan prognosis. Selain itu, kemajuan akan penggunaan suara
ultrasonik dan resonansi magnetik dapat meningkatkan kemampuan kita untuk
mendeteksi inflamasi dan kerusakan sendi pada Rheumatoid Arthritis. Ilmu
pengetahuan mengenai AR telah mengambil lompatan besar dengan
mengidentifikasi penyakit baru yang berhubungan dengan genetik dan
menguraikan lebih lanjut mengenai jalur molekuler dari patogenesis penyakit.
Diagnosis dini dan terapi agresif sangat penting untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien dengan artritis reumatoid. Pada sisi lain
diagnosis dini sering menghadapi kendala yaitu pada masa dini sering belum
didapatkan gambaran karakteristik AR karena gambaran karakteristik AR
berkembang sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai
pengobatan yang adekuat. Penelitian terbaru untuk pengobatan AR adalah dengan
mengkombinasikan antara etanercept yang merupakan TNF- blocking agents
dengan metotrexate yang merupakan DMARD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi Dan Fisiologi
Sistem muskuloskeletal berfungi sebagai penunjang bentuk tubuh dan ikut
serta dalam pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon,
ligamen, bursa, dan jaringanjaringan khusus yang menghubungkan struktur
tersebut.5
II.1.1 Sendi
Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia, atau otot.
Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1. Sendi fibrosa atau sinarthroidal, merupakan sendi yang tidak dapat
bergerak.
2. Sendi kartilaginosa atau amphiarthroidal, merupakan sendi yang sedikit
bergerak.
3. Sendi sinovial atau diarthroidal, merupakan sendi yang dapat bergerak
dengan bebas.
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu
dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya
terdapat pada sutura tulang-tulang tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis,
dan terdiri dari suatu membran interosseus atau suatu ligamen antara tulang.
Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalam yang terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan
sinovium yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan
membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas
melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan
sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian membentuk
sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul.5,7
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi
permukaan sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak
berwarna. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3
ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan
terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang
bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari
transudat plasma. Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi
tulang rawan sendi.5
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada
sendi sinovial. Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi
beban tubuh. Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi
dasar. Substansi dasar ini terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal
dari sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada tulang rawan sendi
sangat hidrofilik sehingga memungkinkan tulang rawan tersebut menerima beban
yang berat.7
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe,
atau persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan
sendi yang membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen
pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau usia yang bertambah.
Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe I yang lebih
fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya.
Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan kemampuannya
untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
imun selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga
estrogen
dan
perkembangan
progesteron
AR.
mempunyai
Pemberian
efek
kontrasepsi
yang
oral
berlawanan
dilaporkan
terhadap
mencegah
Mekanisme patogenik
Infeksi sinovial langsung, superantigen
Infeksi sinovial langsung
Infeksi sinovial langsung
Kemiripan molekul
Kemiripan molekul
Kemiripan molekul
Aktivasi mikrofag
10
Kaku pagi
Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih
Artritis pada persendian tangan
Artritis simetris
Nodul reumatoid
Faktor reumatoid serum positif
Perubahan gambaran radiologis
11
Pasien dikatakan menderita AR jika memenuhi sekurangkurangnya kriteria 1 sampai 4 yang diderita sekurang-kurangnya 6
minggu.8
Kriteria
Kaku pagi hari
Definisi
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya,
Artritis pada 3
daerah persendian
atau lebih
Artritis pada
persendian tangan
Artritis simetris
Nodul reumatoid
simetris)
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh
Faktor reumatoid
seorang dokter.
Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang
serum positif
Perubahan
gambaran
radiologis
12
13
terjadi fusi tulang-tulang yang membentuk persendian. Lebih jauh pannus yang
menginvasi jaringan kolagen serta proteoglikan rawan sendi dan tulang dapat
menghancurkan struktur persendian sehingga terjadi ankilosis. Ligamen yang
dalam keadaan normal berfungsi untuk mempertahankan kedudukan persendian
yang stabil dapat pula menjadi lemah akibat sinovitis yang menetap atau
pembentukan pannus yang memiliki kemampuan melarutkan kolagen tendon,
ligament atau rawan sendi. Gangguan stabilitas persendian dapat jelas terlihat
pada subluksasio persendian MCP akibat terjadinya perubahan arah gaya tarik
tendon sepanjang aksis rotasi sehinga menyebabkan terbentuknya deviasi ulna
yang khas dan AR. Walaupun peran sinovitis dalam menyebabkan deformitas
persendian berlaku bagi semua persendian, terdapat beberapa aspek khusus yang
berhubungan dengan sendi tertentu.
1. Veterbra Servikalis
Vertebra servikalis merupakan segmen yang sering terlibat pada AR. Proses
inflamasi ini melibatkan persendian diartroidal yang tidak tampak atau teraba oleh
pemeriksaan. Gejala dini AR pada vertebra sevikalis umumnya bermanifestasi
sebagai kekakuan pada seluruh segmen leher disertai dengan berkurangnya
lingkup gerak sendi secara menyeluruh Tenosinovitis ligamen transversum C1
yang mempertahankan kedudukan prosesus odontoid yang menyebabkan
pengenduran dan ruptur ligamen sehingga menimbulkan penekanan pada medulla
spinalis. Gangguan stabilitas sendi akibat peradangan dan kerusakan permukaan
sendi apofiseal dan pengenduran ligament juga dapat menyebabkan terjadinya
subluksasio yang sering dijumpai pada C4-C5 atau C5-C6.
2.Gelang Bahu
Peradangan pada gelang bahu akan mengurangi lingkup gerak sendi bahu.
Karena dalam aktivitas sehari-hari gerakan bahu tidak memerlukan lingkup gerak
yang luas, umumnya pada keadaan diam pasien tidak merasa terganggu dengan
keterbatasan tersebut. Walaupun demikian,tanpa latihan pencegahan akan mudah
terjadi kekakuan gelang bahu yang berat yang disebut frozen shoulder syndrome.
3. Siku
Sinovitis artikulasio kubiti dapat dengan mudah teraba oleh pemeriksa
karena letaknya yang superfisial. Sinovitis dapat menimbulkan gejala neuropati
tekanan pada nervus ulnaris sehingga menimbulkan gejala neuropati tekanan.
14
Gejala ini bermanifestasi sebagai parestesia dari 4 dan 5 akan kelemahan otot
fleksor jari 5.
4. Tangan.
Pada AR keterlibtan persendian distal interphalangeal (DIP) yang relatif
jarang dijumpai, keterlibatan persendian pergelangan tangan, MCP dan PIP
hampir selalu dijumpai pada AR. Gambaran swan neck deformities akibat fleksi
kontraktur MCP, hiperekstensi PIP dan fleksi DIP serta boutonniere akibat fleksi
PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat kontraktur otot serta tendon fleksor
dan interoseus merupakan deformitas patognomonik yang banyak dijumpai pada
AR.
Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga dapat
dijumpai nyeri atau disfungsi persendian akibat penekanan nervus medianus yang
terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis sehingga
menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Walaupun jarang nervus ulnaris
yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan dengan
mekanisme yang sama. AR dapat pula menyebabkan terjadinya tenosinovitis
akibat pembentukan nodul reumatoid sepanjang sarung tendon yang dapat
menghambat gerakan tendon dalam sarungnya. Tenosinovitis pada AR dapat
menyebabkan terjadinya erosi tendon dan mengakibatkan terjadinya ruptur tendon
yang terlibat.
15
5. Panggul
Sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan sendi panggul akibat
AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan dini. Pada keadaan dini keterlibatan
sendi panggul mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak yang tidak
jelas atau gangguan ringan pada kegiatan tertentu seperti mengenakan sepatu.
Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi telah terjadi, gejala gangguan
sendi panggul akan berkembang lebih cepat dibandingkan gangguan pada
persendian lainnya.
6. Lutut.
Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi pada
pemeriksaan. Herniasi kapsul sendi ke arah posterior dapat menyebabkan
terbentuknya kista Baker.
16
17
2. Mata.
Kelainan mata yang sering dijumpai pada AR adalah keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan manifestasi sindrom Sjorgen. Pada keadaan dini gejala ini
sering kali tidak dirasakan oleh pasien. Untuk itu pada seitiap pasien AR
kemungkinan terdapatnya kelainan mata harus selalu dicari secara aktif agar
kerusakan mata yang berat dapat dicegah. Pada AR umumnya dapat dijumpai
beberapa episode episkleritis yang umumnya sangat ringan dan akan sembuh
secara spontan. Walaupun demikian, pada AR dapat pula dijumpai gejala skleritis
yang secara histologis menyerupai nodul reumatoid dan dapat menyebabkan
terjadinya erosi sklera sampai pada lapisan koroid serta menimbulkan gejala
skleromalasia perforans yang dapat menyebabkan kebutaan.
3. Sistem Respiratorik.
Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada AR. Gejala
keterlibatan saluran nafas atas ini dapat berupa nyeri tenggorokan, nyei menelan
atau disfonia yang umumnya terasa lebih berat pada pagi hari.
Walaupun jarang menunjukkan gejala klinis yang berat, paru merupakan
organ yang sering terlibat pada AR. Umumnya keterlibatan paru yang ringan
hanya dapat diketahui dari hasil autopsi berupa pneumonitis interstitial. Akan
tetapi pada AR yang lanjut dapat pula dijumpai efusi pleura dan fibrosis paru yang
luas.
4. Sistem kardiovaskular.
Seperti halnya pada sistem respiratorik, pada AR jarang dijumpai gejala
perikarditis berupa nyeri dada atau gangguan faal jantung. Akan tetapi pada
18
beberapa pasien dapat pula dijumpai gejala perikarditis konstriktif yang berat.
Lesi inflamatif yang menyerupai nodul reumatoid dapat dijumpai pada
miokardium dan katup jantung. Lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup,
fenomen embolisasi, gangguan konduksi, aortitis dan kardiomiopati.
5. Sistem Gastrointestinal
Umumnya pada AR tidak pernah dijumpai kelainan traktus gastrointestinalis
yang spesifik selain dari pada xerostomia yang berhubungan dengan sindrom
Sjorgen atau komplikasi gastrointestinal akibat vaskulitis. Kelainan traktus
gastrointestinal yang sering dijumpai pada AR adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit/ disease modifing anti
rheumatoid drugs (DMARD) yang merupakan faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada AR.
6. Ginjal
Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik, pada AR jarang sekali
dijumpai kelainan glomerular, jika pada pasien AR dijumpai proteinuria,
umumnya hal tersebut lebih sering disebabkan karena efek samping pengobatan
seperti garam emas dan d-penisilamin atau terjadi sekunder akibat amiloidosis.
Walaupun kelainan ginjal interstitial dapat dijumpai pada sindrom Sjorgen,
umumnya kelainan tersebut lebih banyak berhubungan dengan penggunaan
OAINS. Penggunaan OAINS yang tidak terkontrol dapat sampai menimbulkan
nekrosis papilar ginjal.
7. Sistem syaraf
Komplikasi neurologis yang sering dijumpai pada AR umumnya tidak
memberi gambaran yang jelas sehingga sukar untuk membedakan komplikasi
neurologis akibat lesi arlikular dari lesi neuropatik. Patogenesis komplikasi
neurologis pada AR umumnya berhubungan dengan mielopati akibat instabilitas
vertebra, servikal, neuropati jepitan atau neuropati iskemik akibat vaskulitis.
8. Sistem hematologis
Anemia akibat penyakit kronis yang ditandai dengan gambaran eritrosit
normositik-normokromik (atau hipokromik ringan) yang disertai dengan kadar
19
besi serum yang rendah merupakan gambaran umum yang sering dijumpai pada
AR.
Artritis
Reumatoid
Periartrikular,
simetris
Gout
Osteoartritis
Esentrik,
tophi
Subluksasi
Mineralisasi
Tidak biasa
Baik
Kalsifikasi
Ya
Menurun di
periartrikular
Tidak
Intermitten,
tidak sejelas
yang lain
Kadang-kadang
Baik
Celah sendi
Menyempit
Erosi
Tidak
Produksi
tulang
Simetri
Tidak
Lokasi
Karakteristik
yang
membedakan
Bilateral,
simetri
Proksimal ke
distal
Poliartrikular
Kadangkadang pada
tophi
Baik hingga
menyempit
Punched out
dengan garis
sklerotik
Menjalar ke
tepi korteks
Asimetri
Tidak
Menyempit
Ya, pada
intraartikular
Ya
Bilateral,
simetri
Distal ke
proksimal
Kaki,
pergelangan
kaki, tangan
dan siku
Pembentuka
n kristal
Seagull
appearance
pada sendi
interfalangeal
1. Foto Polos
Pemeriksaan foto polos merupakan titik tolak sebagian besar pemeriksaan
pencitraan penyakit-penyakit reumatik walaupun mungkin setelah itu akan
dilakukan pemeriksaan MRI. Foto polos memberikan gambaran erosi dan
kalsifkasi tulang di sekitar sendi.7 Pada foto polos dapat ditemukan berbagai
gambaran pada sendi yang berbeda pada suatu waktu khususnya pada tahap awal,
Oleh karena itu setiap sendi harus diperiksa masing-masing secara terpisah. Untuk
tujuan diagnostik, sendi yang menunjukkan gejala dan sendi yang biasanya
terlibat pada Artritis Reumatoid (sendi tangan dan pergelangan tangan) harus di
foto. Kerusakan fungsi pada sendi yang mengalami rheumatoid arthritis
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerusakan pada sendi berdasarkan klasifikasi
Steinbroker yaitu;
Stadium I
Hasil radiografi menunjukkan tidak adanya kerusakan pada sendi.
Stadium II :
Terjadi osteoporosis dengan atau tanpa kerusakan tulang yang
ringan disertai penyempitan pada ruang sendi.
Stadium III :
Terjadi kerusakan pada kartilago dan tulang tertentu dengan
penyempitan
21
Gambar 10. soft tissue swelling dan erosi awal pada sendi PIP
Juxta Articular Osteopenia merupakan tanda awal yang lain, terutama pada saat
terjadi inflamasi akut pada sendi. Osteopenia kemudian menjadi lebih umum
sesuai dengan perjalanan penyakit.
Gambar 11. Osteopenia Juxta Articular yang menonjol pada semua sendi IP
Pada stadium lebih lanjut AR dapat mengakibatkan erosi pada tulang,
alkalosis yaitu sendi menjadi kaku yang pada gambaran radiologinya terjadi
penempelan pada tulang-tulang.
22
Gambar 12. Ankilosis pada tulang Karpal dengan erosi yang menyebar
23
2. Computed Tomography
24
26
27
CRP merupakan salah satu protein fase akut, CRP terdapat dalam
konsentrasi rendah (trace) pada manusia. Pengukuran konsentrasi CRP secara
akurat menggunakan immunoassay atau nefelometri laser. Kadar CRP pada
menusia dewasa sehat < 0,2 mg/dl.8
Normal atau peningkatan
Peningkatan
Peningkatan tinggi
sedang (1-10
(>10 mg.dl)
mg/dl)
Infark miokard
Keganasan
Pankreatitis
Infeksi mukosa
Kerja berat
Infeksi bakteri akut
Commond cold
Trauma berat
Kehamilan
Vaskulitis sistemik
Gingivitis
Stroke
(bronkitis, sistitis)
Kejang
Penyakit reumatik
Angina
Tabel. 3. Kondisi yang berhubungan dengan peningkatan kadar CRP
Hampir selalu ada
Demam reumatik
Artritis reumatoid
Infeksi bakteri akut
Hepatitis akut
Sering ada
Tuberkulosis aktif
Tumor ganas stadium lanjut
Leprosy
Sirosis aktif
Luka bakar luas
Peritonitis
Kadang-kadang ada
Sklerosis multipel
Sindroma Guillain Barre
Cacar air
Pasca bedah
Penggunaan alat
kontrasepsi
intrauterin
Tabel. 4. Penyakit-penyakit dengan peningkatan kadar CRP
II.6.3 Faktor Reumatoid
Faktor Reumatoid (FR) merupakan antibodi sendiri terhadap determinan
antigenik pada fragmen Fc dari immunoglobulin. Kelas immunoglobulin yang
muncul dari antibodi ini adalah IgM, IgA, IgG dan IgE. Tapi yang selama ini
diukur ialah faktor reumatoid kelas IgM.8
Faktor Reumatoid
1. Titer
2. Heterogenitas
3. Reaksinya terhadap
Artritis Reumatoid
Tinggi
++
Lengkap
Penyakit non-reumatik
Rendah
+
Tidak lengkap
Terutama IgM
Tidak jelas, tetapi
gamma globulin
manusia dan hewan
4. Klas
28
immunoglobulin
5. Lokasi produksi
ekstravaskuler lainnya
synovial
Tabel.5 Perbandingan FR pada artritis reumatoid dan penyakit nonreumatik
Cara yang paling mudah dalam mengukur IgM-FR ialah teknik
aglutinasi yaitu cara non imunologik menggunakan lateks dan cara imuologik
menggunakan sel darah biri-biri.
II.6.4 Laboratorium
-
Laju Endap Darah (LED): Pada arthritis rheumatoid nilainya dapat tinggi (100
1. Non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi yang cukup penting bagi pasien, keluarga, dan orang-orang yang
1)
2)
3)
4)
termasuk
yang kompleks
5) Sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini
6) Metode-metode efektif tentang penatalaksanaan
regimen
yang
obat
diberikan
29
1) Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua
kali dalam sehari.
2) Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk
mengurangi nyeri pada sendi.
3) Mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling
baik diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah
mendapat latihan khusus, seperti fisioterapi atauterapis kerja.
d. Alat pembantu dan adaptif
Alat pembantu dan adaptif ini mungkin diperlukan saat melakukan
aktivitas sehari-hari, seperti tongkat untuk membantu berdiri dan
berjalan.
e. Terapi yang lain
Terapi lain yang dimaksud yaitu : terapi puasa, suplementasi asam lemak
esensial, terapi spa dan latihan, suplementasi minyak ikan (cod liver oil)
sebagai NSAID-sparing agent.
2. Farmakologis
a. Aspirin dan semua golongan obat-obatan
antiinflamasi
nonsteroid
(OAINS)
Tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan .
b. Glukokortikoid
Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.
Mekanisme kerja : untuk meredakan gejala dan memperlambat kerusakan
c.
1)
2)
3)
4)
5)
Mekanisme kerja
Dosis
Waktu
Efek samping
timbulnya
respon
2-6 bulan
Hidroksiklor-okuin
Menghambat sekresi
(Plaquenil), klorokuin
sitokin, enzim
hari
fosfat
Methorexate (MTX)
makrofag
Inhibitor dihidrofolat
7,5-25 mg p.o, IM
1-2 bulan
Mual, diare,
30
reduktase, hambat
kelemahan, ulkus
inflamasi
Menghambat respon
mulut, gangguan
2-3 gr p.o. per hari
1-3 bulan
leukopeni, gangguan
Mengahambat
sintesis DNA
angiogenesis
Azathioprine
(Imuran)
hari
Cyclosporine
Menghambat sintesis
per hari
lainnya
2-3 bulan
Mual, leukopeni,
sepsis, limfoma
2-4 bulan
Mual, parestesia,
gangguan ginjal,
hipertensi, sepsis, dll
31
32
BABIII
KESIMPULAN
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
yang walaupun menifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan
tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Penyakit ini merupakan
suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik
di dunia. AR lebih sering dijumpai pada wanita dari pada laki-laki. Walaupun
faktor penyebab maupun faktor patogenesis AR yang sebenarnya hingga kini tetap
belum diketahui dengan pasti, faktor genetik seperti produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR) dan beberapa faktor lingkungan
telah lama diduga berperanan dalam timbulnya penyakit ini.
Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama
mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris.
Pada kasus AR yang jelas diagnosis tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan
tetapi pada permulaan penyakit, seringkali gejala AR tidak bermanifestasi dengan
jelas, sehingga kadang-kadang timbul kesulitan dalam menegakkan diagnosis,
Walaupun demikian dalam menghadapi AR yang pada umumnya berlangsung
kronis ini sehingga dokter tidak perlu buru-buru menegakkan diagnosis
Dalam pengobatan AR umumnya selalu dibutuhkan pendekatan
multidisipliner. Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja social, ahli farmasi, ahli gizi, dan ahli
psikologi. Dengan penerangan yang baik mengenai panyakitnya, pasien AR
diharapkan dapat melakukan kontrol atas perubahan emosional, motivasi dan
kognitif yang terganggu akibat penyakit ini. Banyak obat-obatan yang dipakai
untuk artritis reumatoid seperti golongan OAINS, DMARD, agen biologik. Dalam
33
34