You are on page 1of 55

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah

mewujudkan berbagai hasil yang positif diberbagai bidang, terutama dibidang


medis dan keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan
penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah
penduduk yang berusia lanjut meningkat dan cenderung bertambah lebih cepat.
Dengan meningkatnya jumlah lansia akan menimbulkan berbagai masalah
diantaranya masalah medis akibat proses degeneratif yang terjadi. Selain itu
banyak

kelainan

atau

penyakit

yang

prevalensinya

meningkat

dengan

bertambahnya usia, organ sistem yang akan mengalami proses penuaan akan
rentan terhadap penyakit. Yang lebih ironis adalah keadaan ini belum didukung
oleh adanya pelayanan kesehatan bagi lansia. (www.goegle.com).
Tenaga yang ada di sarana pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas di
Kabupaten atau Kota di Jawa Timur pada tahun 2006 seluruhnya 27.788 orang
yang tersebar pada 931 Puskesmas, yang meliputi Tenaga Medis 3.278 orang,
Perawat dan Bidan 15.617 orang, Farmasi 796 orang, Kesehatan Masyarakat 288
orang, Sanitasi 756 orang, Gizi 658 dan Teknis Medis 354 orang, lain-lain 6.041
orang. Sedangkan cakupan pelayanan kesehatan pra usila (45-59 tahun) dan usia
lanjut (> 60 tahun) pada tahun 2006 sebesar 4.783.664, yang mendapatkan
pelayanan kesehatan sebesar 1.428.788 (29,87 %), yang terbagi dalam pra usila
(45-59 tahun) yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebesar 700.955 (26,34 %)

dari 2.661.538 pra usila yang ada dan jumlah usila (>60 tahun) yang mendapatkan
pelayanan kesehatan sebesar 627.991 (29,05%) dari jumlah usila yang ada
2.161.513, jumlah tersebut lebih tinggi pada tahun 2006 dibandingkan pada tahun
2005, dimana cakupan pra usila dan usila yang dilayani 574.024 (20,03 %) dari
jumlah seluruhnya 2.865.142, namun demikian dari target SPM tahun 2006
sebesar 50%, masih jauh dibawah target (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2007). Di
Puskesmas Dander terdapat 21 tenaga kesehatan, dari studi pendahuluan sebanyak
5 petugas kesehatan didapatkan 3 (60%) tenaga kesehatan yang mengikuti
Posyandu Lansia. Dan untuk jumlah lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Dander
sebanyak 1007 jiwa sedangkan Lansia yang rutin berkunjung di Posyandu Lansia
sebanyak 133 (13%) orang.
Semakin bertambahnya jumlah lansia dan semakin minimnya tenaga
kesehatan yang mengerti akan posyandu lansia akan menambah beban tenaga
kesehatan. Dari faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa masih rendahnya
kuantitas dan kualitas tenaga profesional dalam pelayanan lanjut usia, sehingga
posyandu lansia kurang bisa berjalan secara maksimal. Akibat timbul masalah
pada lansia baik fisik, mental maupun sosial. Dengan adanya pengetahuan yang
cukup tentang posyandu lansia baik oleh tenaga kesehatan maupun lansia itu
sendiri, program posyandu lansia dapat berjalan secara maksimal dan angka
kesakitan pada lansia berkurang (Waqit Iqbal M. 2006 : 196).
Dengan adanya manajemen pelayanan kesehatan lansia dan untuk
memecahkan masalah di atas diharapkan tenaga kesehatan sangat berperan dalam
meningkatkan taraf hidup sehat lansia untuk membantu lansia menyadari akan
pentingnya gaya hidup sehat, pelayanan kesehatan bagi lansia dapat dilakuan
disemua fasilitas pelayanan baik swasta maupun pemerintah. Dengan demikian

peran serta tenaga kesehatan bagi lansia sangat diperlukan sehingga lansia tetap
produktif dan tidak tergantung pada orang lain. Peran pemerintah dalam
memperhatikan kesehatan lansia sudah mulai ada meskipun belum optimal
misalnya menyediakan fasilitas gratis bagi lanjut usia yang berobat di puskesmas
dan adanya posyandu lansia.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang
posyandu lansia dengan pelaksanaan program posyandu lansia di wilayah kerja
Puskesmas Dander Tahun 2008.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :
Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang
Posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program Posyandu lansia di
wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008 ?
1.3
1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang

Posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program Posyandu lansia di


wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008.
1.3.2

Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi

tingkat

pengetahuan

tenaga

kesehatan

Posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander tahun 2008.

tentang

1.3.2.2 Mengidentifikasi gambaran pelaksanaan program Posyandu lansia di


wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008.
1.3.2.3 Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang
Posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program Posyandu lansia
di wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008.

1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang

didapat selama perkulihan.


1.4.2

Bagi Pelayanan Kesehatan


Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan untuk meningkatkan mutu

pelayanan dan profesionalisme.


1.4.3

Bagi Institusi Pendidikan


Menambah kepustakaan ilmu administrasi kesehatan dan masukan untuk

penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan disajikan Konsep pengetahuan, Konsep tenaga kesehatan,
Konsep lansia, Konsep Posyandu Lansia, Konsep upaya pemerintah dalam
pembinaan kesehatan usila, kerangka konseptual dan hipotesis.

2.1
2.1.1

Konsep Pengetahuan
Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi


melalui panca indra manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo S, 2003 : 127).
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar
menjawab pertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan
sebagainya (Notoatmodjo S, 2005 : 3).
2.1.2

Proses adopsi perilaku


Menurut penelitian Rogers, 1974 dikutip (Notoatmodjo S, 2003 : 128)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri


orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
2.1.2.1 Awarenes atau kesadaran
Pada tahap ini individu berkenalan dengan suatu inovasi, tetapi ia
belum memperoleh informasi yang cukup tentang informasi tersebut.

Pada tahap ini yang bersangkutan mulai tahu tentang inovasi tersebut
tetapi belum merasa tergugah atau belum tertarik untuk mencari
informasi lebih lanjut tentang informasi tersebut.
2.1.2.2 Interest atau merasa tertarik
Dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus. Pada tahap
Interest ini, individu yang sudah berkenalan dengan inovasi tadi mulai
tergugah dan tertarik untuk memperoleh informasi lebih banyak tentang
inovasi tersebut.
2.1.2.3 Evaluation atau menimbang-nimbang
Disini individu yang sudah melewati tahap-tahap mengadakan
penilaian terhadap inovasi tadi untuk mengetahui apakah inovasi ini
cocok bagi situasi dirinya saat ini atau dimasa mendatang. Pada tahap ini
bisaanya individu yang sedang dalam tahap penilaian memerlukan suatu
dukungan atau reinforcement bahwa apa yang dilakukannya sudah benar,
untuk ini biasanya yang bersangkutan minta pendapat teman-teman
dekatnya.
2.1.2.4 Trial (percobaan)
Dimana obyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki stimulus. Pada tahap ini individu mulai
menerapkan inovasi yang dikenalkan tadi sebagai suatu percobaan dulu.
Apakah memang benar-benar cocok bagi dirinya. Hasil trial inilah yang
akan menentukan apakah yang bersangkutan akan menerima atau
menolak inovasi tersebut.

2.1.2.5 Adaption (menerima)


Dimana subyek telah mulai mencoba perilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Disini individu
sudah memutuskan akan terus menerima inovasi yang sudah dicoba tadi.
2.1.3

Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif


Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Notoatmodjo S, 2003 : 128-130), yaitu :


2.1.3.1 Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab
itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
2.1.3.2 Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus

dapat

menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.


2.1.3.3 Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi


yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi
dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
2.1.3.4 Analysis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain,
kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan
sebagainya.
2.1.3.5 Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-baguian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya :
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada.

2.1.3.6 Evaluasi (Evaluation)


Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi penelitian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau


menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dan dapat
disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut.
2.1.4

Cara memperoleh pengetahuan


Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua


(Notoatmodjo S, 2005 : 10-18), yakni :
2.1.4.1 Cara tradisional atau non-ilmiah
Cara ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,
sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara
sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini
meliputi :
1. Cara coba-salah (trial and error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Metode ini telah
meletakkan dasar-dasar menemukan teori-teori dalam berbagai
cabang ilmu pengetahuan dan juga merupakan pencerminan dari
upaya memperoleh pengetahuan.
2. Cara kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan,
baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin, agama, maupun

10

ahli ilmu pengetahuan. Pendapat yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh


ilmu pengetahun atau filsafat selalu digunakan sebagai referensi
dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi merupakan sumber pengetahuan atau merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, namun tidak
semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik
kesimpulan dengan benar, hal ini diperlukan berpikir kritis dan logis.
4. Melalui jalan pikiran
Manusia

telah

mampu

menggunakan

penalarannya

dalam

memperoleh pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan


pikirannya baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan
deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara
tidak langsung melalui pertanyaan- pertanyaan yang dikemukakan,
kemudian dicari hubungannya

sehingga dapat dibuat suatu

kesimpulan.
2.1.4.2 Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut Metode
Penelitian Ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian
(Recearch Methodology).

2.1.5

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

2.1.5.1 Umur

10

11

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan sikap seseorang akan


lebih matang dalam berfikir dan bekerja sehingga pengetahuanpun akan
bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih
dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup dewasa
(Hucluk, 1998).
2.1.5.2 Pendidikan
Semakin tinggi tingkat

pendidikan

seseorang

semakin mudah

menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki


dan begitu juga sebaliknya (Nursalam dan Siti Pariani, 2001 : 133).
2.1.5.3 Penghasilan
Penghasilan yang rendah akan mengurangi kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan lainnya, seperti kebutuhan keluarga mereka
terhadap gizi, perumahan dan lingkungan sehat, pendidikan

dan

kebutuhan-kebutuhan lainnya. Jelas semuanya itu akan dengan mudah


dapat menimbulkan penyakit (Nursalam, 2003 : 100).
2.1.5.4 Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh
sebab itu pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan, hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi pada masa lampau (Notoatmodjo S, 2005 : 13).
2.2
2.2.1

Konsep Tenaga Kesehatan


Pengertian tenaga kesehatan

11

12

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampialan melalui pendidikan
dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan (Wijono, Djoko,1999 : 976).
2.2.2

Fungsi tenaga kesehatan


Tenaga kesehatan diharapkan dapat melaksanakan fungsinya (Standart

Praktek Keperawatan, 1988 : 5), sebagai berikut :


1. Menentukan kebutuhan kesehatan masyarakat dan mendorong masyakat
untuk berperan serta dalam memenuhi kebutuhan kesehatan.
2. Memberikan penyuluhan keseahtan mengenai kebersihan perorangan,
kesehatan lingkungan, kesehatan mental, gizi, kesehatan ibu dan anak,
pencegahan kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut.
3. Memberikan pelayanan keperawatan pada ibu hamil dan ibu nifas yang
meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang normal,
perawatan nifas.
4. Memberikan pelayanan kesehatan pada bayi dan anak yang meliputi
pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan, penyuluhan gizi, imunisasi,
perawatan anak sakit dan pelaksanaan tindakan pengobatan.
5. Memberikan pelayanan keluarga berencana dan motivasi kepada pasangan
usia subur (PUS).
6. Melaksanakan tindakan darurat dan memberikan pertolongan pertama pada
pasien yang gawat.
7. Mengenal tanda dan gejala penyakit yang sering terjadi baik penyakit menular
atau tidak.

12

13

8. Melaksanakan tindakan keperawatan lanjutan pada kasus dari puskesmas atau


rumah sakit.
9. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di rumah sakit dengan institusi
pelayanan kesehatan lainnya.
10. Melaksanakan tugas administrasi sederhana dalam program pelayanan
kesehatan masyarakat, termasuk pelaksanaan sistem pencatatan dan
pelaporan.
11. Memantau dan menilai hasil kegiatan pelayanan kesehatan.
2.2.3

Peran tenaga kesehatan (Standart Praktek Keperawatan, 1988 : 4).

2.2.3.1 Pelaksanaan pelayanan kesehatan (Provider)


Peran yang utama dari perawat kesehatan adalah sebagai pelaksana
asuhan keperawatan, kepada individu, keluarga, kelompok masyarakat
baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai masalah
kesehatan baik dirumah, sekolah, puskesmas dan sebagainya.
2.2.3.2 Sebagai pendidik (Health Educator)
Memberikan pendidikan kesehatan pada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat baik di rumah, puskesmas dan masyarakat secara
terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat seeprti yang
diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan optimal.
2.2.3.3 Sebagai pengamatan kesehatan (Health Monitor)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menyakut
masalah-masalah kesehatan yang timbul serta berdampak terhadap status
kesehatan.
2.2.3.4 Koordinator pelayanan kesehatan (Coordinator Of Servises)

13

14

Mengkoordinasi seluruh kegiatan upaya kesehatan masyarakat dan


Puskesmas dan rumah sakit dalam mencapai tujuan kesehatan melalui
kerja sama dengan team kesehatan lainnya, sehingga terciptanya
keterpaduan dalam sistem pelayanan kesehatan. dengan demikian
pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan suatu kegiatan yang
menyeluruh dan terpisah-pisah antara satu dengan lainnya.
2.2.3.5 Sebagai pembaharu (Inovator)
Tenaga kesehatan dapat berperan sebagai agen pembaharu tenaga
terhadap individu, keluarga dan masyarakat terutama dalam merubah
perilaku dan pola hidup sehat yang erat kaitannya dengan peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan.
2.2.3.6 Pengorganisasian pelayanan kesehatan (Organisator)
Tenaga kesehatan dapat berperan serta dalam memberikan motivasi
dalam rangka meningkatkan keikutsertaan dalam setiap upaya pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan.
2.2.3.7 Sebagai panutan (Role Model)
Tenaga kesehatan dapat memberikan contoh yang baru dalam bidang
kesehatan kepada masyarakat, keluarga klien tentang bagaimana tatacara
sehat yang dapat ditiru dan dicontoh.
2.2.3.8 Sebagai tempat bertanya (Fasilitator/Konsultan)
Tenaga kesehatan dapat dijadikan tempat bertanya untuk memecahkan
berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi sehari-hari dan
diharapkan mampu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah
kesehatan.
2.2.3.9 Sebagai pengelola

14

15

Tenaga kesehatan dapat mengelola sebagai pelayanan tenaga kesehatan


sesuai dengan berbagai tugas dan tanggung jawab (Effendi Nasrul, 1998 :
22).
2.2.4

Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan

1. Promotif
2. Preventif
3. Kuratif
4. Rehabilitatif
(Standart Praktek Keperawatan, 1988 : 4).

2.3
2.3.1

Konsep Lansia
Definisi Lansia
Lanjut usia (Lansia) merupakan seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,

baik secara fisik masih berkemampuan (Lansia yang sehat dan produktif) maupun
yang karena permasalahan tidak mampu lagi berperan dalam pembangunan
(Lansia yang memiliki kerentangan tubuh dengan ditandai dengan kondisi fisik
yang mulai melemah, sakit-sakitan dan daya pikir menurun) (BKKBN, 1996 : 6).
Lansia merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia yang merupakan
bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami
oleh setiap manusia (Nugroho, 2000 : 18).
2.3.2

Batasan-batasan Lansia
Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur

(Nugroho, 2000 : 20) :

15

16

1. Menurut organisasi kesehatan dunia, meliputi :


a. Usia pertengahan (middle age) : kelompok usia umur antara 45-49 tahun.
b. Lanjut usia (elderly)

: antara 60 tahun sampai 70 tahun.

c. Lanjut usia tua (old)

: antara 75 tahun sampai 90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old)

: diatas 90 tahun.

2. Menurut Prof. Ny. Sumiati Ahmad Muhammad


Beliau merupakan guru besar Universitas Gajah Mada pada Fakultas
Kedokteran. Beliau membagi prioritas biologis perkembangan manusia
sebagai berikut :
a. 0-1 tahun

: masa bayi.

b. 1-6 tahun

: masa pra sekolah.

c. 6-10 tahun

: masa sekolah.

d. 10-20 tahun

: masa pubertas.

e. 40-65 tahun

: masa setengah umur (pra senium).

f.

: masa usia lanjut (senium).

65 tahun keatas

3. Menurut Dra. Ny. Jos Masduni (Psikolog UI).


Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, sedangkan masa dewasa
sendiri dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
a. Fase viventus

: antara 25-40 tahun.

b. Fase verilitas

: antara 40-50 tahun.

c. Fase prasenium : antara 55-65 tahun.


d. Fase senium

: 60 tahun hingga tutup usia.

4. Menurut Prof. Dr. Koesoemoto Setyonegoro


a. Usia dewasa muda (elderly adolhood) yaitu antara 18 atau 20-25 tahun.

16

17

b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas yaitu antara 25-30 tahun
atau 70 tahun.
c. Lanjur usia (geriatri age) atau lebih dari 65 tahun atau 70 tahun atau
umur 70-75 tahun (young old).
5. Menurut DepKes RI
a. Kelompok Lansia dini (55-64 tahun) yakni kelompok yang baru
memasuki Lansia.
b. Kelompok Lansia (65 tahun keatas).
c. Kelompok Lansia risiko tinggi, yakni Lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
2.3.3

Perubahan yang terjadi pada lanjut usia (Nugroho, 2000 : 26).

2.3.3.1 Perubahan fisik


1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya.
b. Lebih besar ukurannya.
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intra seluler.
d. Menurunkan proposi protein diotak, ginjal darah dan hati.
e. Jumlah sel otak menurun.
f.

Terganggunya mekanisme perbaikan sel.

2. Sistem persyarafan
a. Berat otak menurun 10-20%.
b. Cepat menurunnya hubungan persyarafan.
c. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi.
d. Mengecilkan syaraf panca indera.

17

18

e. Kurang sensitif terhadap sentuhan.


3. Sistem pendengaran
a. Presbiakulis (gangguan pada pendengaran).
b. Membran timpani menjadi otropi.
c. Pendengaran bertambah menurun pada Lansia yang stress.
4. Sistem penglihatan
a. Spenter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar.
b. Kornea lebih berbentuk sfesis (bola).
c. Susah melihat dalam cahaya gelap.
d. Hilang daya akomodasi.
e. Kekeruhan pada lensa.
f.

Menurunnya lapang pandang dan berkurangnya luas pandangan.

5. Sistem kardiovaskuler
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kehilang elastisitas pembuluh darah.
d. Menurunkan kontruksi dan volume jantung.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
a. Hipotermi secara fisilogik 350C akibat metabolisme yang
menurun.
b. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem respirasi
a. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

18

19

b. Paru-paru kehilangan elastisitas.


c. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
d. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
e. Kemampuan batuk berkurang.
8. Sistem gastrointestinal
a. Kehilangan gigi.
b. Indera pengecap menurun.
c. Osefagus melebar.
d. Lambung : rasa lapar, asam lambung dan aktu mengosongkan
menurun.
e. Fungsi absorbsi melemah.
f.

Liver makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,


berkurangnya aliran darah.

g. Sistem reproduksi : menciutnya ovari dan uterus, atrofi payudara


dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun dan
selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus dan
sekresi menjadi berkurang.
9. Sistem gentaurinasia
a. Ginjal
1) Nefron menjadi atropi.
2) Fungsi tubulus berkurang.
b. Vesika urinaria
1) Otot-otot menjadi.

19

20

2) Vesika usia sulit dikosongkan pada pria Lansia.


3) Kapasitas vesika urinaria menurun.
c. Pemberian prostat
d. Atropi vulva
e. Vagina
Fungsi seksual intercourse menurun secara bertahap tiap tahun
tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati terus berjalan
sampai tua.
f.

Sistem endokrin

g. Produksi dari hampir semua hormon menurun.


h. Fungsi parahnoid dan sekresinya tidak berubah.
i.

Menurunya akivitas tiroid BMR (Basal Metabolik Rate) dan


daya pertukaran zat.

j.

Menurunnya fungsi aldosteron.

10. Sistem kulit


a. Kulit keriput.
b. Permukaan kulit kasar / bersisik.
c. Menurunnya respon terhadap trauma.
d. Pertumbuhan kuku menjadi.
e. Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

2.3.3.2 Perubahan mental


1. Kenangan

20

21

a. Kenangan jangka panjang.


b. Berjam-jam sampai berhati-hati yang lalu mencakup berbagai
perubahan.
c. Kenangan jangka pendek 0-7 menit, kenangan buruk.
2. I Q (Intelegentia Question)
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan pendekatan
verbal.
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan.
2.3.3.3 Perubahan psikososial
1. Pensiun.
2. Sadar akan kematian.
3. Perubahan dalam cara hidup.
4. Penyakit kronik dan ketidakmampuan.
5. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
2.3.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan dan ketegangan fisik


(Nugroho, 2004 : 27).

1. Herediter.
2. Nutrisi.
3. Status kesehatan.
4. Pengalaman hidup.
5. Lingkungan.
6. Stress.
2.4
2.4.1

Konsep Posyandu Lansia


Pengertian

21

22

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu kepada usia lanjut meliputi
aspek promotif, preventif dan rujukan yang dilaksanakan di tingkat desa (Depkes,
2004 : 13).
2.4.2

Tujuan Umum
Diperoleh peningkatan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lanjut usia

untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna bagi kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.
2.4.3

Tujuan Khusus

1. Mendeteksi secara dini penurunan kondisi kesehatan lansia secara teratur dan
berkesinambungan.
2. Memberikan latihan fisik (exercise) fisik dan mental secara teratur bagi lansia.
3. Memberi informasi dan memotivasi lansia untuk melaksanakan diet seimbang.
4. Melatih kebersihan perorangan atau pribadi bagi lansia.
5. Sebagai kelompok sosialisasi.
6. Mengarahkan pada lansia untuk menghindari kebiasaan hidup yang tidak baik
seperti merokok, alkohol, kopi, kelelahan fisik dan mental.
7. Menganjurkan lansia untuk menyalurkan hobi secara teratur dan bergairah.
8. Melatih lansia untuk mandiri dalam penanggulangan masalah kesehatannya.
2.4.4

Jenis Kegiatan Pelayanan Kesehatan Di Posyandu Lansia

1. Pemeriksaan aktivitas fisik kegiatan sehari-hari yang meliputi kegiatan dasar


dalam kehidupan seperti makan atau minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik
turun tempat tidur, buang air dan sebagainya.

2. Pemeriksaan status mental.


3. Pemeriksaan status gizi.

22

23

4. Pengukuran tekanan darah.


5. Pemeriksaan laboratorium.
6. Pelaksanaan rujukan di puskesmas bilamana ditemukan adanya kelainan atau
keluhan-keluhan.
7. Penyuluhan yang dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam
rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan
masalah kesehatan yang dihadapi individu atau kelompok lansia.
8. Kunjungan rumah oleh kader disertai tenaga bagi anggota kelompok lansia
yang tidak datang dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
9. Kegiatan olahraga antara lain senam lansia, gerak jalan santai dan lain-lain
untuk meningkatkan kebugaran.
2.5

Konsep upaya pemerintah dalam pembinaan kesehatan usila


(www.google.com.id)

2.5.1

Tujuan Pembinaan

2.5.1.1 Tujuan umum


Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupannya untuk mencapai
masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata masyarakat.
2.5.1.2 Tujuan khusus
1. Meningkatkan kesadaran pada usila untuk membina sendiri
kesehatannya.
2. Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat termasuk
keluarganya dalam menghayati dan mengatasi kesehatan usila.
3. Meningkatkan jenis danjangkauan pelayanan kesehatan usila.
4. Meningkatkan mutu kesehatan usila.

23

24

2.5.2

Sasaran Pembinaan

2.5.2.1 Sasaran langsung


1. Kelompok usia menjelang usila 45-54 tahun atau dalam masa
vertilitas didalam keluarga maupun masyarakat luas.
2. Kelompok usia lanjut dalam masa pensiun (55-64 tahun) dalam
keluarga, organisasi masyarakat usila dan masyarakat pada
umumnya.
3. Kelompok usila dalam masa senescens ( 65 tahun) dan usila dengan
resiko tinggi (lebih dari 70 tahun) hidup sendiri, terpencil, hidup
dalam panti, penderita penyakit berat, cacat dan lain-lain.
2.5.2.2 Sasaran tidak langsung
1. Keluarga dimana usila berada.
2. Organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehaan usila.
3. Masyarakat luas.
2.5.3

Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Bagi Usila

2.5.3.1 Komponen penyebarluasan informasi


1. Tujuan
Meningkatkan pemahaman, kesadaran dan minat individu dan
masyarakat usila untuk melaksanakan hidup sehat.
2. Saran
Sebagian besar usila dalam keluarga memahami cara-cara hidup
sehat, semua puksesmas dan rujukannya, semua media masa baik
swasta ataupun pemerintah, semua lembaga pendidikan dan semua
posyandu lansia.

24

25

3. Kegiatannya
1) Mengembangkan, memproduksi dan menyebarluaskan bahanbahan penyuluhan kesehatan masyarakat lansia.
2) Meningkatkan

sikap,

kemampuan

dan

motivasi

tenaga

puskesmas dan rujukan serta masyarakat (termasuk posyandu) di


bidang penyuluhan kesehatan masyarakat usila.
3) Melengkapi puskesmas dan rujukannya serta posyandu dengan
sarana dan badan penyuluhan kesehatan masyarakat usila.
4) Meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak.
5) Meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat usila kepada
masyarakat umum dan kelompok-kelompok khusus seperti
daerah terpencil.
6) Melaksanakan pengkajian dan pengembangan serta pelaksanaan
tehnologi tepat guna di bidang penyebarluasan informasi.
7) Melaksanakan evaluasi secara berkala untuk mengukur dampat
serta meningkatkan daya guna dan hasil guna penyuluhan
kesehatan masyarakat usila.
8) Menyebarluaskan informasi secara khusus dalam keadaan
darurat, bencana alam, kecelakaan masal dan lain-lain.

2.5.3.2 Komponen pengembangan potensi swadaya masyarakat di bidang


kesehatan

25

26

1. Tujuan
Meningkatkan kemampuan masyarakat termasuk swasta untuk
mengenal dan memecahkan masalah-masalah kesehatan usila
dilingkungannya.
2. Saran
1) Semua puskesmas telah melaksanakan pengembangan dan
pembinaan potensi swadaya masyarakat dibidang kesehatan
usila.
2) Sebagian besar lembaga swadaya masyarakat dan swasta yang
bergerak dibidang kesehatan.
3) Setiap desa telah mengembangkan posyandu bagi pelayanan
usila berdasarkan kebutuhan dan jumlahnya disesuaikan dengan
situasi setempat.
4) Di setiap desa telah terbentuk kelompok-kelompok keluarga
yang memiliki usila yang mampu mengatasi masalah kesehatan
usila mandiri sesuai dengan kemampuannya.
5) Semua LKMD telah memahami cara-cara pembinaan dan
pengembangan potensi swadaya masyarakat dibidang kesehatan
usila.
3. Kegiatan
1) Mengembangkan sikap, kemampuan dan motivasi tenaga
puskesmas dan pengurus LKMD dalam mengembangkan potensi
swadaya masyarakat dibidang kesehatan usila.
2) Mengembangkan pembinaan kemampuan dan motivasi terhadap
kelompok masyarakat termasuk juga swasta.

26

27

3) Mengembangkan, memproduksi dan menyebarluaskan pedoman


penyuluhan

kesehatan

usila

untuk

para

penyelenggara

penyuluhan baik pemerintah maupun swasta.


4) Memberi dorongan kepada pihak yang telah melaksanakan
pengembangan potensi swadaya masyarakat dibidang usila baik
langsung atau tidak langsung.
5) Melaksanakan penilaian secara berkala untuk mengukur dampak
serta meningkatkan daya guna penyuluhan kesehatan masyarakat
pada usila.
2.5.3.3 Komponen pengembangan penyelenggaraan penyuluhan
1. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi
penyelenggara penyuluhan agar dapat menyelenggarakan penyuluhan
kesehatan masyarakat pada usila secaa berdaya guna dan berhasil
guna.
2. Kegiatan
1) Menyempurnakan kurikulum penyuluhan kesehatan lansia
disekolah-sekolah kesehatan.
2) Menyusun modul-modul pelatihan khusus lansia untuk aparat
penyuluhan kesehatan diberbagai tingkat.
3) Melangkapi sektor-sektor lain dengan materi penyuluhan
kesehatan lansia.
4) Memberi masukan penyuluhan kesehatan masyarakat pada
lansia.

27

28

5) Memberi masukan kepada pengambil keputusan di bidang


kesehatan

tentang

rencana

dan

keberhasilan

penyuluhan

kesehatan dalam menunjang program lansia.


2.5.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program posyandu


lansia

2.5.4.1 Ketenagaan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampialan melalui
pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Wijono, D. 1999 : 976).
Penyelanggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan yang dijabarkan kedalam kegiatan pokok, dimana
merupakan upaya untuk memecahkan permasalahan kesehatan yang
dihadapi, oleh karena itu pembinaan kesehatan bagi lanjut usia perlu
mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan
secara berkesinambungan dengan dukungan dari semua pihak yang
terkait, khususnya tenaga kesehatan ditempat pelayanan masyarakat
dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan pada umumnya dan
peningkatan hidup produktif bagi lanjut usia pada khususnya sesuai
dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam
pembuangan.
2.5.4.2 Kebijakan

28

29

Kebijakan

mempunyai

nilai

karena

pengaruhnya

dalam

meningkatkan konsistensi tindakan dan stabilitas, kebijakan tersebut


merupakan petunjuk dari manajemen puncak ke tingkat bawah dan juga
berfungsi

menyampaikan

dan

mempercepat

pembuatan

bebeapa

keputusan. Tidak adanya kebidakan dapat menimbulkan situasi dimana


masalah yang sama terjadi berulang-ulang, kadang-kadang dalam
beberapa bagian pada waktu yang sama tanpa melihat posisi manajemen
(Swanburg Russel C, 2000 : 163). Kebijakan dalam kegiatan pembinaan
program kesehatan lanjut usia terdiri dari :
1. Kebijakan umum
Upaya kesehatan lanjut usia terutama ditujukan untuk meningkakan
kesehatan dan kemampuan lanjut usia agar dapat hidup mandiri
selama mungkin, tetapi produktif dan berperan aktif dalam
masyarakat.
2. Kebijakan khusus
Arah pembinaan lanjut usia ditujukan oleh pada keserasian,
keselerasan upaya pembinaan yang dilaksanakan oleh sektor terkait
dalam pembinaan lanjut usia yang berorientasi pada pemecahan oleh
individu maupun kelompok lanjut usia.
2.5.4.3 Kepemimpinan

29

30

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk


menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan mutlak diperlukan,
dimana terjadi interaksi kerja sama antara dua orang atau lebih dala
mencapai

tujuan

organisasi,

itulah

sebabnya

dikatakan

bahwa

kepemimpinan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam


kehidupan kelompok (Swanburg Russel S, 2000 : 277).
2.5.4.4 Motivasi
Motivasi merupakan konsep yang menggambarkan baik kondisi
ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu, dan respons instrinsik yang
menampakkan perilaku manusia. Respons intrinsik ditopang oleh sumber
energi, yang disebut motif sering dijelasan motivasi sebagai kebutuhan,
keinginan atau dorongan. Semua manusia hidup mempunyai motivasi,
motivasi diukur dengan perilaku yang dapa diobservasi dan dicatat,
kekurangan dalam kebutuhan merangsang manusia untuk mencari dan
mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka (Swanburg Russel
C, 2000 : 282).

30

31

2.6

Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang

ingin diamati atau diukur melalui penelitian penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmojdo, 2005 : 69).

Faktor yang
mempengaruhi :
1. Umur
2. Pendidikan.
3. Penghasilan
4. Pengalaman

Tenaga
kese
hata
Tingkat pengetahuan :
1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi

Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan
posyandu lansia :
- Ketenagaan.
- Kebijakan.
- Kepemimpinan.
- Motivasi

3. Analisis
4. Sintesis
5. Evaluasi

Pelaksanaan progam
posyandu lansia

Pengetahuan progam
posyandu lansia

Baik

Cukup

Kurang

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

31

Baik

Cukup

Kurang

32

Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan


tentang posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program
posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008.
2.7

Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan atau dalil yang

sementara dan kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut


(Notoatmodjo S, 2002 : 172).
H1 : Ada hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang posyandu
lansia dengan gambaran pelaksanaan program posyandu lansia di wilayah
kerja Puskesmas Dander.

32

33

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan menggunakan tehnik
serta alat-alat tertentu (Notoatmodjo S, 2002 : 3). Pada bab ini akan diuraikan
tentang : desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, sampling, lokasi dan
waktu penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, tehnik pengumpulan
data dan tehnik analisa data, masalah setika serta keterbatasan penelitian.

3.1

Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting yang memungkinkan

pemaksimalan kontra beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil
(Nursalam, 2003 : 77).
Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik dengan
pendekatan observasi cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus suatu saat (point time approach)
(Nursalam, 2003 : 85).

33

34

3.2

Kerangka Kerja

Populasi : Seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas Dander Kecamatan Dander


Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008 sebanyak 21 orang.

Sample : Seluruh tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Dander yang


memenuhi kriteria inklusi.

Sampling : Seluruh subyek penelitian


Identitas variabel

Variabel independent :
Tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan tentang posyandu lansia.

Variabel dependent :
Pelaksanaan program posyandu
lansia

Pengumpulan data dengan


kuesioner

Pengumpulan data dengan


kuesioner

Pengumpulan data
Pengolahan data dengan cara coding, skoring, tabulating
Analisa data dengan cross table
Penyajian hasil
Kesimpulan
Gambar 3.1 Kerangka kerja hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan
tentang posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program
posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008.

34

35

3.3

Populasi, Sampel dan Sampling

3.3.1

Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau obyek yang akan

diteliti (Nursalam, 2003 : 93). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga
kesehatan di Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008 sebanyak 21
orang.
3.3.2

Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (Nursalam, 2003 : 95), yang dijadikan

sampel dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi yaitu
karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau
yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan di
Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008.
Menurut Arikunto (2002 : 112) apabila populasi kurang dari 100, maka
sampel diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Pada penelitian ini sampel adalah jumlah populasi yang memenuhi kriteria
inklusi.
Kriteria inklusi adalah karakteristik smpel yang dapat dimasukkan atau yang
layak untuk diteliti adalah :
1. Tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas dander.
2. Tenaga kesehatan yang bersedia diteliti dan kooperatif.
3. Tenaga kesehatan yang bersedia menandatangai informed consent.
3.3.3

Sampling

35

36

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili suatu populasi (Nursalam, 2003 : 97). Tehnik pengambilan data
atau tehnik sampling dalam penelitian ini menggunakan seluruh subyek penelitian
yaitu peneliti mengambil seluruh populasi untuk dijadikan sampel sesuai dengan
kriteria inklusi.

3.4

Identifikasi variabel
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota atau

suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok orang tersebut (Nursalam, 2001 : 41).
3.4.1

Variabel independent
Variabel independent adalah stimulasi aktivitas yang menipulasi oleh

peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam,


2001 : 66).
Variabel independent pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan tentang posyandu lansia.
3.4.2

Variabel dependent
Variabel dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2003 : 102).


Variabel dependent pada penelitian ini adalah pelaksanaan program
posyandu lansia.
3.5

Definisi Operasional

36

37

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati


(diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu obyek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi
leh orang lain (Nursalam, 2003 : 106).
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan
tentang posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program
posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander Tahun 2008.
Variabel

Definisi

Independent :
Tingkat
pengetahuan
tenaga
kesehatan
tentang
posyandu
lansia.

operasional
Segala sesuatu
yang diketahui
oleh tenaga
kesehatan tentang
pelayan terpadu
kepada lansia
yang
dilaksanakan di
tingkat desa.

Dependent :
Pelaksanaan
program

Melaksanakan
pelayanan
terpadu kepada

Parameter

Alat ukur

Skala

Pengetahuan tenaga
kesehatan tentang :
1. Pengertian posyandu
lansia.
2. Tujuan umum
posyandu lansia.
3. Jenis kegiatan
pelayanan di
posyandu lansia.
4. Upaya pemerintah
dalam pembinaan
lansia.
5. Tujuan pembinaan
lansia.
6. Sasaran pembinaan.
7. Program penyuluhan
kesehatan bagi
lansia.
8. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pelaksanaan
program posyandu
lansia.
1. Mendeteksi secara
dini penurunan
kondisi kesehatan

Kuesioner

Ordinal Skor :
Benar : 1
Salah : 0
Dengan kriteria :
1. Pengetahuan baik,
bila responden
menjawab benar 1115 pertanyaan
dengan nilai (76100%).
2. Pengetahuan cukup,
bila responden
menjawab benar 810 pertanyaan
dengan nilai (5675%).
3. Pengetahuan kurang,
bila responden benar
7 pertanyaan
dengan nilai (55%).

Kuesioner

Ordinal Skor :
Ya : 1
Tidak : 0

37

Skor

38

Variabel
posyandu
lansia.

Definisi
operasional
usia lanjut
meliputi aspek
promotif,
preventif dan
rujukan yang
dilaksanakan
ditingkat desa.

Parameter

2.

3.

4.
5.
6.

7.

8.

3.6
3.6.1

Alat ukur

lansia secara teratur


dan
berkesinambungan.
Memberikan latihan
fisik dan mental
secara teratur bagi
lansia.
Memberi informasi
dan memotivasi
lansia untuk
melaksanakan diet
seimbang.
Melatih kebersihan
perorangan atau
pribadi bagi lansia.
Sebagai kelompok
sosialisasi.
Menganjurkan pada
lansia untuk
menghindari
kebiasaan hidup
yang tidak baik.
Menganjurkan
lansia untuk
menyalurkan hobi
secara teratur dan
bergairah.
Melatih lansia untuk
mandiri dalam
penanggulangan
masalah kesehatan.

Skala

Skor
Dengan kriteria :
1. Pelaksanaan baik,
bila responden
menjawab ya 6-8
pertanyaan dengan
nilai (76-100%).
2. Pelaksanaan cukup,
bila responden
menjawab ya 5
pertanyaan dengan
nilai (56-75%).
3. Pelaksanaan kurang,
bila responden
menjawab ya 4
pertanyaan dengan
nilai ( 55%).

Pengumpulan data dan Tehnik Analisa Data


Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian


(Nursalam, 2003 : 115).
3.6.1.1 Proses pengumpulan data

38

39

Dalam proses pengumpulan data peneliti mendapatkan ijin dari


Direktur Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro, Kepala Dinas
Kesbanglinmas Bojonegoro, Dinas kesehatan Bojonegoro dan Kepala
Puskesmas Dander. Cara pengumpulan data dengan memberikan lembar
kuisioner. Setelah mendapat ijin, peneliti mengadakan pendekatan kepada
perawat untuk mendapatkan persetujuan dari perawat sebagai responden
penelitian.
3.6.1.2 Instrument penelitian
Instrumen

adalah

alat-alat

yang

akan

digunakan

untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005 : 48). Instrument yang digunakan


variabel independent dan variabel dependent adalah kuesioner, yaitu
suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengedarkan suatu
daftar pertanyaan yang berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada
sejumlah objek untuk mendapatkan tanggapan informasi dan sebaliknya
(Notoatmodjo, 2002 : 112). Kuesioner yang digunakan bersifat closed
ended question (pertanyaan tertutup). Lembar kuesioner disebarkan oleh
peneliti dalam bentuk lembar pertanyaan yang mana responden
menjawab pertanyaan dengan memberi tanda () pada kolom yang telah
disediakan.
3.6.1.3 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2008,
Penelitian dilakukan di Puskesmas Dander Kecamatan dander Kabupaten
Bojonegoro.
3.6.2

Tehnik analisa data

39

40

3.6.2.1 Editing
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan
data yang telah dikumpulkan. Juga memonitor jangan sampai terjadi
kekosongan data yang dibutuhkan.
3.6.2.2 Coding
Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut. Pada
variabel independent jika tingkat pengetahuan responden baik diberi
kode 3, jika tingkat pengetahuan responden cukup diberi kode 2, jika
tingkat pengetahuan responden kurang diberi kode 1. Dan untuk
variabel dependent pelaksanaan baik diberi kode 3, pelaksanaan
cukup diberi kode 2 dan pelaksanaan kurang diberi kode 1.
3.6.2.3 Skoring
Pada variabel independent jika pengetahuan baik, bila responden
bisa menjawab benar 11-15 pertanyaan dengan nilai (76-100%),
pengetahuan cukup, bila responden bisa menjawab benar 8-9
pertanyaan dengan nilai (56-75%), pengetahuan kurang, bila responden
bisa menjawab benar 7 pertanyaan dengan nilai ( 55%) (Nursalam,
2003 : 124). Kemudian untuk variabel dependent jika pelaksanaan baik,
bila responden menjawab ya 6-8 pertanyaan dengan nilai (76-100%),
pelaksanaan cukup, bila responden menjawab ya 5 pertanyaan dengan
nilai (56-75%) dan pelaksanaan kurang, bila responden menjawab ya
4 pertanyaan dengan nilai ( 55%). Dan penelitian tersebut hasilnya akan

40

41

dijelaskan dalam bentuk tabel dan diagram setelah dilakukan penilaian

dengan menggunakan rumus : N


Keterangan : N

Sp
x100%
Sm

: Nilai yang didapat

Sp : Skor yang didapat.


Sm : Skor tertinggi/skor maksimal.
3.6.2.4 Tabulating
1. Variabel independent : tingkat pengetahuan tentang posyandu lansia
1) Baik

: jika menjawab benar 11-15 kuesioner (76-100%).

2) Cukup

: jika menjawab benar 8-10 kuesioner (56-75%).

3) Kurang

: jika menjawab benar 7 kuesioner ( 55%).

2. Variabel dependent : pelaksanaan program posyandu lansia


1) Baik

: jika menjawab ya 7-8 kuesioner (76-100%).

2) Cukup

: jika menjawab ya 5-6 kuesioner (56-75%).

3) Kurang

: jika menjawab ya 4 kuesioner ( 55%).

Setelah data terkumpul pada lembar kuesioner kemudian dilakukan


analisis deskriptif yaitu dengan meringkas dan mengorganisasikan data
secara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Salah satu pengamatan
yang dilakukan pada tahap analisis deskriptif adalah pengamatan
terhadap tabel frekuensi. Tabel frekuensi terdiri dari kolom-kolom yang
memuat frekuensi dan prosentase untuk setiap kategori. Dalam
menganalisa data, peneliti menggunakan statistika diskriptif karena
sampel tidak digeneralisasi. Untuk mengetahui asosiasi atau hubungan

41

42

antara dua variabel dengan menggunakan tabulasi silang (Cross table)


antara variabel independent (Variabel x) dan variabel dependent (variabel
y). Kemudian dimasukkan ke dalam grafik x dan y (Purnomo W, 2007 :
37).
Keputusan analisa :
1. Bila nilai x berubah (berbeda) diikuti dengan perubahan
(perbedaan) yang terpola dari nilai y atau sebaliknya, maka ada
hubungan antara x dan y.
2. Bila nilai x berubah (berbeda) tidak diikuti dengan perubahan
(perbedaan) yang terpola dari nilai y atau sebaliknya, maka tidak ada
hubungan antara x dan y.

3.7

Masalah Etika
Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapatkan rekomendasi dari

Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro dan mengajukan ijin kepada bagian


pendidikan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro dan lahan yang diteliti
untuk mendapatkan persetujuan, kemudian kuesioner diberikan kepada subyek
yang diteliti dengan menekan kepada masalah etika yang meliputi :
3.7.1

Lembar persetujuan atau Informed Consent


Lembar persetujuan akan diberikan sebelum penelitian dilaksanakan kepada

perawat yang akan diteliti dengan tujuan agar responden mengetahui maksud dan
tujuan penelitian serta dampak yang terjadi selama dalam pengumpulan data. Jika

42

43

subyek bersedia diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan


jika subyek menolak diteliti maka peneliti menghargai hak-hak tersebut.
3.7.2

Tanpa nama atau Anonimity


Dalam pengisian kuesioner responden tidak perlu mencantumkan nama,

umur dan jenis kelamin untuk menjaga identitas responden.


3.7.3

Kerahasiaan atau Confidentiality


Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga

kerahasiaannya oleh peneliti. Penyajian atau pelaporan hasil riset hanya terbatas
pada kelompok data tertentu yang terkait dengan masalah penelitian.

3.8

Keterbatasan
Limitasi adalah keterbatasan dalam suatu penelitian dan mungkin

mengurangi kesimpulan secara umum (Nursalam, 2001 : 93).


Dalam penelitian ini, peneliti menyadari masih banyak keterbatasan.
Keterbatasan yang menyebabkan validitas dan keabsahan dari penelitian kurang
represntatif untuk dijadikan bahan rujukan seperti :
Instrumen dengan kuesioner memiliki kelemahan untuk tidak diisi secara
faktual, disamping itu dengan pengolahan data secara kuantitatif, maka hasilnya
kurang mewakili hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang
posyandu lansia dengan pelaksanaan program posyandu lansia.

43

44

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menguraikan hasil dan pembahasan dari penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008 di wilayah kerja
Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro. Hasil penelitian
ini disajikan dalam betuk diagram dan tabel serta keterangan singkat. Penyajian
data dimulai dari data umum dan data khusus. Data umum berisi distribusi
responden berdasarkan status kepegawaian, umur, jenis kelamin, pendidikan dan
responden berdasarkan lamanya tugas (bertugas sejak tahun). Sedangkan data
khusus disajikan berupa distribusi berdasarkan variabel yang diteliti yaitu
pengetahuan responden tentang posyandu lansia dan distribusi pelaksanaan
program posyandu lansia.

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1

Gambaran Lokasi Penelitian


Puskesmas Dander Kabupaten Bojonegoro terletak di Jalan Kartini No. 08

Dander. Dengan luas kurang lebih 3150 m2, yang membawahi 9 desa yaitu Desa
Sumber Arum, Desa Kunci, Desa Jati Blimbing, Desa Ngraseh, Desa Mojoranu
dan Desa Karang Sono dengan batasan wilayah, sebelah selatan berbatasan
dengan Kecamatan Bubulan, sebelah utara berbatasan dengan Puskesmas
Ngumpak Dalem, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kapas dan sebelah
Barat Berbatasan dengan Kecamatan Ngasem. Puskesmas Dander Mempunyai 21
tenaga kesehatan yaitu 3 orang dokter yang terdiri dari 2 dokter umum, 1 dokter
gigi dan yang lainnya staf serta perawat.

44

45

4.1.2
1.

Data umum

Status Kepegawaian
9.5%

PNS
Honorer
90.5%

Status Kepegawaian
Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Gambar 4.1 Diagram pie distribusi responden


kepegawaian di Puskesmas Dander
Kabupaten Bojonegoro tahun 2008.

berdasarkan status
Kecamatan Dander

Dari gambar 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden


berstatus pegawai negeri sipil yaitu sebanyak 19 orang (90,5%).
2.

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin


19%

Laki-laki
Perempuan
81%

Jenis kelamin
Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Gambar 4.2 Diagram pie distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di


Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro
tahun 2008.
Dari gambar 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 17 orang (81%).

45

46

3.

Distribusi responden berdasarkan umur


4.8%

33.3%

20-30 tahun
31-40 tahun
> 40 tahun
61.9%

Umur
Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Gambar 4.3 Diagram pie distribusi responden berdasarkan umur di


Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro
tahun 2008.
Dari gambar 4.3 menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden
berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 13 orang (61,9%).
4.

Distribusi responden berdasarkan pendidikan


19%

14.3%

S1 Kedokteran
DIII Kebidanan
DIII Keperawatan
D1 Kebidanan

33.3%
4.8%

23,8%

4.8%

SPK
P2B

Pendidikan
Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Gambar 4.4 Diagram pie distribusi responden berdasarkan pendidikan di


Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro
tahun 2008.
Dari gambar 4.4 menunjukkan bahwa kurang dari sebagian responden
berpendidikan SPK yaitu sebanyak 7 orang (33,3%).

46

47

5.

Distribusi responden berdasarkan lama tugas (bertugas sejak tahun)

42.9%

19%

1-10 tahun
11-20 tahun

38,1%

> 20 tahun

Pendidikan
Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Gambar 4.5 Diagram pie distribusi responden berdasarkan lama tugas


(bertugas sejak tahun) di Puskesmas Dander Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro tahun 2008.
Dari gambar 4.5 menunjukkan bahwa kurang dari sebagian responden
bertugas selama > 20 tahun yaitu sebanyak 9 orang (42,9%).
4.1.3
1.

Data khusus

Tingkat pengetahuan tentang Posyansu lansia


Tabel 4.1 Distribusi tingkat pengetahuan tentang posyandu lansia di wilayah
kerja Puskesmas Dander bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.
Tingkat Pengetahuan Tentang
Posyandu lansia
Baik

Frekuensi

Prosentase

18

85,7%

Cukup

14,3%

Kurang
Jumlah

0
21

0
100%

Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 21 responden yang diteliti


sebanyak 18 orang (85,7%) memiliki pengetahuan baik tentang Posyandu
Lansia.

2.

Pelaksanaan program Posyandu lansia

47

48

Tabel 4.2 Distribusi pelaksanaan program Posyandu lansia di Wilayah kerja


Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro
bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.
Pelaksanaan Program
Posyandu lansia
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah

Frekuensi

Prosentase

13
8
0
21

61,9%
38,1%
0
100%

Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Dari tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari 21 responden yang


diteliti sebanyak 13 orang (62%) melaksanakan program Posyandu lansia
dengan baik.
3.

Hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang Posyandu lansia


dengan pelaksanaan program posyandu lansia.
Tabel 4.3 Tabulasi silang tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang
Posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program Posyandu
lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli
2008.

Pelaksanaan program
Posyandu lansia
No.
Tingkat pengetahuan
tentang Posyandu lansia
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Jumlah

Baik

Cukup

Kurang

Total

13
0
0
13

61,9
0
0
61,9

5
3
0
8

23,8
14,3
0
38,1

0
0
0
0

0
0
0
0

18
3
0
21

85,7
14,3
0
100

Sumber data primer kuesioner bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

Berdasarkan tabel 4.3 dari 21 responden dapat dijelaskan bahwa


hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang Posyandu dengan
pelaksanaan program Posyandu lansia pada bulan Juli 2008 didapatkan
petugas kesehatan dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 18 orang
(85,9%) yang melaksanakan program Posyandu lansia dengan baik sebanyak

48

49

13 orang (61,9%), tenaga kesehatan dengan tingkat pengetahuan cukup


sebanyak 3 orang (14,3%) yang melaksanakan program Posyandu lansia
dengan cukup sebanyak 8 orang (38,1%), sedangkan petugas kesehatan
dengan tingkat pengetahuan kurang dengan pelaksanaan program Posyandu
lansia kurang tidak ada (0%).
e
g
n
ta
h
.P
2.4
2u
.6n
.83
2
222
.2
2
.4
.6
2
.8
2
3p
la
e
ksn
ap
o
ya
s
n
u
d

Hubungan antara tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang


Posyandu (x) dengan pelaksanaan program Posyandu lansia (y) di wilayah
kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro disajikan
dalam bentuk grafik 4.1.

Keterangan tingkat pengetahuan


tenaga kesehatan tentang
Posyandu :
2. Cukup
3. Baik.
Keterangan pelaksanaan program
Posyandu lansia :
2. Cukup
3. Baik.

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara tingkat pengetahuan tenaga kesehatan


tentang Posyandu dengan pelaksanaan program Posyandu lansia
di wilayah kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro pada bulan Mei sampai dengan bulan
Juli 2008.
Dari tabulasi silang dan grafik dapat kita lihat bahwa nilai x berubah
(berbeda) diikuti dengan perubahan (perbedaan) yang terpola dari nilai y

49

50

begitu juga sebaliknya semakin baik tingkat pengetahuan tentang Posyandu


seseorang maka program Posyandu lansia juga semakin baik, maka dapat
diambil kesimpulan analisa yaitu ada hubungan antara tingkat pengetahuan
tenaga kesehatan tentang Posyandu dengan pelaksanaan program Posyandu
lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten
Bojonegoro pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

4.2 Pembahasan
4.2.1

Tingkat pengetahuan tentang posyandu lansia


Dari hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 21 responden

yang diteliti sebanyak 18 orang (85,7%) memiliki pengetahuan baik tentang


Posyandu Lansia dan dari gambar 4.3 menunjukkan bahwa lebih dari sebagian
responden berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 13 orang (61,9%). Sedangkan dari
hasil kuesioner tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang posyandu lansia
tertinggi pada pertanyaan No. 2 tentang tujuan utama dari Posyandu lansia, No. 8
tentang sasaran pembinaan lansia, No. 10 tentang penyebar luasan informasi
dalam penyuluhan kesehatan bagi lansia, No. 14 tentang pengembangan
penyelenggaraan penyuluhan, sedangkan hasil terendah pada pertanyaan No. 3
tentang tujuan khusus Lansia.
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan sikap seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah.
Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya dari orang yang belum cukup dewasa (Hurlock, 1998).

50

51

Hasil penelitian pada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Dander


Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa mayoritas
pengetahuan responden baik. Hal ini disebabkan oleh faktor umur responden
karena semakin tua umur seseorang maka pengalaman semakin banyak sehingga
pengetahuan yang dimiliki tentang Posyandu Lansia semakin baik, sebaliknya
umur yang lebih muda pengalaman yang dimiliki sedikit. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat Hurlock, karena semakin tua umur seseorang maka wawasan
yang dimiliki lebih banyak sehingga tenaga kesehatan lebih mengerti tentang
Posyandu Lansia serta perawatan langsung pada lansia.
4.2.2

Pelaksanaan program posyandu lansia


Dari hasil penelitian pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 21 responden

yang diteliti sebanyak 13 orang (62%) melaksanakan program Posyandu lansia


dengan baik dan dari gambar 4.5 menunjukkan bahwa kurang dari sebagian
responden bertugas selama > 20 tahun yaitu sebanyak 9 orang (42,9%) sedangkan
dari hasil kuesioner pelaksanaan program posyandu lansia tertinggi pada
pertanyaan No. 1 sampai 8 tentang pelaksanaan program posyandu lansia tertinggi
pada pertanyaan No. 4 tentang kebersihan perorangan atau pribadi bagi lansia, No.
5 tentang Posyandu Lansia sebagai kelompok sosialisasi kemudian hasil terendah
pada No. 2 tentang pemberian latihan fisik dan mental secara teratur bagi Lansia.
Pengalaman merupakan sumber

pengetahuan atau pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu
pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

51

52

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lampau


(Notoatmodjo S, 2005 : 13).
Hasil penelitian pada tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Dander
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa pelaksanaan
posyandu lansia dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan karena faktor
pengalaman tenaga kesehatan, semakin sering seseorang melaksanakan maka
semakin banyak orang tersebut mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan
program posyandu lansia.
4.2.3

Hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang posyandu


lansia dengan pelaksanaan program posyandu lansia.
Dari hasil penelitian pada tabel 4.3 dari 21 responden dapat dijelaskan

bahwa hubungan tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang Posyandu dengan


pelaksanaan program Posyandu lansia pada bulan Juli 2008 didapatkan petugas
kesehatan dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 18 orang (85,9%) yang
melaksanakan program Posyandu lansia dengan baik sebanyak 13 orang (61,9%).
Sedangkan dari tabulasi silang dan grafik dapat kita lihat bahwa nilai x berubah
(berbeda) diikuti dengan perubahan (perbedaan) yang terpola dari nilai y begitu
juga sebaliknya semakin baik tingkat pengetahuan tentang Posyandu seseorang
maka program Posyandu lansia juga semakin baik, maka dapat diambil
kesimpulan analisa yaitu ada hubungan antara tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan tentang Posyandu dengan pelaksanaan program Posyandu lansia di
wilayah kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro pada
bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2008.

52

53

Semakin cukup umur tingkat kematangan dan sikap seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah.
Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya dari orang yang belum cukup dewasa (Hurlock, 1998).
Pengalaman merupakan sumber

pengetahuan atau pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, oleh sebab itu
pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan, hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lampau
(Notoatmodjo S, 2005 : 13).
Hasil peneilitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan
responden tentang posyandu lansia dengan pelaksanaan program posyandu lansia
dimana hal ini disebabkan karena faktor umur dan pengalaman. Dari data umum
didapatkan lebih dari sebagian responden berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 13
orang (61,9%) dan sebanyak 9 orang (42,9%) bertugas selama > 20 tahun.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa umur dan pengalaman dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, begitu pula sebaliknya seseorang dapat melaksanakan
suatu tugas atau melaksanakan tindakan dengan baik apabila seseorang tersebut
memiliki pengetahuan yang baik pula. Dengan adanya pengetahuan yang cukup
tentang Posyandu lansia oleh tenaga kesehatan program Posyandu lansia dapat
berjalan secara maksimal dan angka kesakitan pada lansia berkurang.

53

54

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dibahas tentang simpulan dan saran peneilitian hubungan
tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang posyandu lansia dengan gambaran
pelaksanaan program posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander
Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro tahun 2008.
5.1 Simpulan
1.

Lebih dari sebagian tingkat pengetahuan tenaga kesehatan tentang posyandu


lansia di wilayah kerja Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten
Bojonegoro adalah baik.

2.

Lebih dari sebagian pelaksanaan program posyandu lansia di wilayah kerja


Puskesmas Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro adalah baik.

3.

Ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden tentang posyandu lansia


dengan pelaksanaan program posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas
Dander Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian

yang

dilakukan maka

saran yang

perlu

disampaikan adalah :
5.1.1

Bagi Responden (Tenaga kesehatan)


Diharapkan responden selalu melaksanakan program pelaksanaan posyndu

lansia.

5.1.2

Bagi Peneliti

54

55

Diharapkanu peneliti selanjutnya agar dapat menyempurnakan penelitian ini,


yang berjudul Hubungan Tingkat Pegetahuan Tenaga Kesehatan tentang
posyandu lansia dengan gambaran pelaksanaan program posyandu Lansia
5.1.3

Bagi instansi kesehatan


Diharapkan bagi instansi kesehatan untuk meningkatkan pelaksanaan

program posyandu lansia untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia.

55

You might also like