Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data insidens dan prevalens tuberkulosis
anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka
kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu
negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini
belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis. TB merupakan penyakit
yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan
sumber infeksi, yaitu penderita TB dewasa. Disamping itu dengan adanya
penyakit karena HIV maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan
Anak biasanya tertular TB, atau juga disebut mendapat infeksi primer TB, akan
membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi positif. Tidak semua
anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB. Setelah beberapa puluh tahun
penurunan insidensi tuberculosis, angka kasus tuberculosis telah bertambah
secara dramatis selama decade terakhir ini. Hampir 1,3 kasus dan 450.000
kematian terjadi pada anak-anak setiap tahunnya di seluruh dunia.1
Penyebaran penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia dari tahun ke ke
tahun mengalami kecenderungan naik 2 persen sampai 5 persen. Kenaikan
terutama terjadi beberapa tahun belakangan ini, bersamaan dengan terjangan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 262
ribu penderita baru di Indonesia. Di Indonesia, penyakit TBC bahkan menjadi
penyebab kematian akibat penyakit infeksi nomor tiga setelah stroke dan jantung.
Hasil penelitian yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health
Organization), jumlah penderita TBC di Indonesia sekira 0,3 persen dari jumlah
1
penduduk total setiap tahun. Meskipun dari persentase kecil, namun jumlah
penderita TBC cukup tinggi apalagi setelah krisis ekonomi melanda negara
Indonesia, yang ditandai dengan penurunan kualitas hidup masyarakat, angka
penderita semakin naik.2
Jawa barat dengan jumlah penduduk sekitar 36 juta, ada sekira 108 ribu
penderita TBC paru setiap tahunnya. 8 program pengendalian TBC secara
directly observed treatment shortcourse (DOTS) telah luas dilaksanakan
pemerintah sejak 1999. Namun sampai sekarang hanya menjangkau sekitar 30%
saja dari jumlah penderita yang ada. Sisanya yang 70% sebagian di antaranya
diduga menjadi pasien yang dikelola oleh fasilitas swasta.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam
penulisan ilmiah di bidang kedokteran. Selain itu juga untuk mengetahui dan
menambah pemahaman mengenai TB paru pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Penyakit
TBC
adalah
penyakit
menular
yang
disebabkan
oleh
B. EPIDEMIOLOGI
TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada
tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB
sebagai Global Emergency. WHO dalam Annual Report on Global TB Control
2011 menyatakan bahwa terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden
countriesterhadap TB, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010 diperkirakan
terdapat 8,8 juta kasus TB, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan
Asam) positif serta 1,4 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat TB termasuk
0,35 juta orang dengan penyakit HIV.
Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan insidensi
TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 0,54 juta setelah India (2,0 2,5 juta),
Cina (0,9 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 0,59 juta). Pada tahun 2004,
diperkirakan angka prevalensi kasus TB di Indonesia 130/100.000 penduduk,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang
pertahun serta angka insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000
penduduk. Penyakit ini merupakan penyebab kematian terbesar ke-3 setelah
penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan serta merupakan nomor
satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.5
C. ETIOLOGI
Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
Melalui kulit
Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh diatas
permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru, tuberkulosis
dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan yang ditemukan
pada paru.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung
perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil
tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat berkembangbiak
apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati jika terkena sinar
matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu diperhatikan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat gizi.
Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab
penularan tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah maka
untuk mencukupi makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah, sehingga
mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui nilai gizinya.
Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi akan
bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan kekebalan tubuh anak
terhadap penyakit.
4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di
Indonesia maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh pemerintah,
melihat penderita penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih dalam masa
pertumbuhan membutuhkan perawatan intensive. Apabila tingkat pelayanan
kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi penyembuhan tuberkulosis
primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan bekerja secara optimal maka laju
peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan seminimal mungkin. Hal
ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggapi
segala macam penyakit agar tidak terjadi angka kematian anak yang tinggi.
E. PATOFISIOLOGI
Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru dan kelenjar getah bening ini
dikenal sebagai tuberkulosis primer. Basil Mycobacterium Tuberculosis ini dapat
bertahan selama 1-2 jam pada suasana lembab dan gelap, sebaliknya akan mati
jika terkena sinar matahari. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant,
tertidur lama selama beberapa tahun.1
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.5
1. Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan malaise, lemah.
2. Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
-
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50%
anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji
tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.5
G. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Anamnesis
- Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
- Riwayat kontak dengan pasien tb paru dewasa.5
2. Pemeriksaan fisik
- Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
- Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
- Uji tuberculin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias
negative pada anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS, gizi
-
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono
dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara
mantoux dengan menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode
dengan 4 6 jarum berdasarkan cara Heat andTine. Uji kulit Mantoux adalah
injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate
protein yang dimurnikan ( PPD ) yang distabilkan dengan Tween 80. 9 Sampai
sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat
dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat
diketahui banyaknya.
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibody
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 72 jam. Setelah penyuntikan
diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-kadang
penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini
adalah hasil positif. Faktor factor yang terkait hospes, termasuk umur yang
amat muda, malnutrisi, immunosupresi karena penyakit atau obat obat,
infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat menekan
reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis. Terapi
kortikosteroid dapat menurunkan reaksi erhadap tuberculin, dengan pengaruh
yang sangat bervariasi10.
Interpretasi hasil test Mantoux9:
1. Indurasi 10 mm atau lebih reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi
yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 9 mm berarti cross
reaction atau BCG, kalau tetap 6 9 mm tetapi ada tanda tanda lain
10
Pemeriksaan Radiologis9
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal
pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis
pada anak anak dan tuberculosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa
dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan
sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan uji tuberkulin positif
dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran radiologis paru yang biasanya
dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
11
Pemeriksaan Laboratorium9
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadangkadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan
didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih
normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah
normal lagi.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan, tetapi kadang kadang tidak mudah untuk
menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak
anak. Padapemeriksaan sputum kurang begitu berhasil
karena pada
12
13
Catatan:
Bila
dijumpai
skrofuloderma
(tb
pada
kelenjar
dan
kulit
Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah
penyuntikan), harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
14
15
J. PENATALAKSANAAN5
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologic tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, OAT tetap dihentikan.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/ intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah
minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan
dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT
pada anak dapat diberikan setiap hari, baik pada intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan
dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa
pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin
(R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu
Rifampisin dan isoniazid.
Nama
Dosis (mg/kgBB/hari)
Isoniazid (INH)
5-15 mg/kgBB/hari
Rifampisin (RIF)
10-20 mg/kgBB/hari
Pirazinamid (PZA)
25-35 mg/kgBB/hari
Streptomisin
(harus 15-40 mg/kgBB/hari
parenteral)
Etambutol
15-25 mg/kgBB/hari
16
Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet KDT
untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :
-
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak
dan komposisi dari tablet KDT tersebut.
Dosis KDT pada anak
Berat badan (KG)
5-9
10-14
15-19
20-32
Keterangan :
-
RHZ (75/50/150)
1 Tablet
2 Tablet
3 Tablet
4 Tablet
RH (75/50)
1 Tablet
2 Tablet
3 Tablet
4 Tablet
17
BB <10 KG
BB 10-20 KG
BB 20-32 KG
50 mg
75 mg
150 mg
(KOMBIPAK)
100 mg
200 mg
150 mg
300 mg
300 mg
600 mg
BB <10 KG
BB 10-20 KG
50 mg
75 mg
(KOMBIPAK)
100 mg
200 mg
150 mg
300 mg
K. KOMPLIKASI 3
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
TB milier
Meningitis TB
Efusi pleura
Pneumotoraks
Bronkiektasis
Atelektasis
L. PROGNOSIS 6
18
BB 20-32 KG
19
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka
morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di Negara maju yaitu
merupakan satu diantara 10 penyebab kematian utama di dunia.Penyakit ini dapat
menyerang semua umur, baik pada anak maupun orang dewasa. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan
100.000 diantaranya meninggal dunia.
Penyebab penyakit ini adalah kuman Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan bakteri tahan asam. Penyakit ini memerlukan pengobatan yang lama dan
teratur sehingga memerlukan kesabaran dan peran serta dari keluarga dan dokter yang
memberi pengobatan.
Upaya untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan pemberian
vaksinasi BCG sewaktu anak baru lahir atau dengan kemoprofilaksis primer pada
anak yang belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif) tetapi kontak dengan penderita TB
aktif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi tuberculosis pada anak,
dengan memberikan Isoniazid 5-15mg/kgbb/hari, dosis tunggal dan kemoprofilaksis
sekunder bertujuan untuk mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit yang
ditandai dengan uji tuberculin (+) teapi gejala klinis dan radiologis normal, yang
diberikan adalah isoniazid 10mg/kgbb/hari selama 6-12 bulan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, editor. Pedoman nasional tuberculosis
anak. Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2007.
2. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al :
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2008, hal 1028 1042.
3. Herchline T. Tuberculosis. [Online]. 2007 Jan 8 [cited 2007 Sept 10];[15 screens].
Available from:URL:http://www.eMedicine.com
4. BIKA FK UH RSUP dr.WSH Makassar. Diktat Anak : Pulmonologi. Makassar
5. WHO Indonesia, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Jakrta :
WHO Indonesia; 2009;113-118
6. Latief A,dkk. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak
FKUI;2008.
7. Mansjoer A. Pulmologi anak. Dalam : Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Media Aeculapius;2000; hal.459.
8. Tuberkulosis. [Online]. [cited
2007
Sept
10];[5
screens].
Available
from: URL:http://www.infeksi.com
9. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007, hal 573 761.
10. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5,
Tuberkulosis, hal 753 761.
21