You are on page 1of 45

ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DENGAN NANDA, NOC, NIC


I. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan irreversibel
di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah
II. ETIOLOGI
CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut:
1. DM.
2. Glomerulonefrtitis kronis
3. Pielonefritis
4. Agen toksis
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Obstruksi traktus urinalisis
7. Gangguan vaskuler
8. Infeksi
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit
Infeksi
Penyakit peradangan
Penyakit vascular
hipertensif
Gangguan jaringan
penyambung
Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit metabolik
Nefropati toksik
Nefropati obstruktif

Penyakit
Pielonefritis kronik
Glomerulonefritis
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodus
Skelrosis sistemik progresif
Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma
fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi
prostat,
striktur uretra, anomaly
congenital pada leher kandung kemih

dan uretra
III. PATOFISIOLOGI
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Patofisiologi umum GGK
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang
masih utuh tetap bekerja normal
PATWAY CKD / GAGAL GINJAL :
Infeksi
Penyakit metabolik
Penyakit vaskulair
Nefropati toksik
Peradangan
Nefropati obstruksi
Gg jaringan penyambung
Gg konginetal & Heriditer
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kerusakan nefron ginjal

Hipertropi nefron tersisa u/ mengganti kerja nefron yg rusak


-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron,
meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun
di bawah normal
---------------------------------------------------------------------------------------------------------STD II

STD III

Penurunan cadangan ginjal

insuf renal (BUN, Creat ,


(asimtomatik)

GG std akhir (90% massa


nokturia, poliuri)

hancur, BUN.

nefron

Creat , oliguri

Perubahan sistem tubuh


1-----------------2------------------3-----------------4------------------5------------6-----------7-Sist GI

Hematologi

Syaraf otot

Cardiovasculair Indokrin

Kulit

Sist lain

Anoresia,
Nausea, -Anemia
vomitus (< eritropoet)

- Gg sex -gatal,pct
pegal tungkai,

- HT

PK: HT - GTT

-urea

frost
Kesemutan

Nutrisi<
mdh

stomatitis
parotts

PK:Anemia

- nyeri dada

- sesek

(GG F. Trombcyt) Nyeri akut

-ekimosis

PK: Hiperglikemi - gg as. bs


- Gg. Metab lemak

PK: Asidosis metblk - Gg. Metab. VIT D


Pl nfas tdk effektf

gastritis PK: Perdarahan


(Gg lekosit)
Risk Infeksi

- edema

Gg. Integritas kulit


Gg. Konsep diri

Ke> cairan
PK: Ktdkseimbngan
PK:asidosis metabolik
Cairan elektrolit

-gg

elektrolit
PK : Hipoalbumin
PK: Aritmia
- Gg irama jantung

PK: ktdk seimb Cairan &Elektrolit


- kalsifikasi, metastase
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat
cairan berlebih) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
2. Sistem integrumenurum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik
merupakan suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi,
kedura otot dan kejang.
5. Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.
6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Laboratorium
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum kreatinin, asam urat serum
Identifikasi etiologi gagal ginjal : analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah,
elektrolit, imunodiagnosis
Identifikasi perjalanan penyakit : progresifitas penurunan fungsi ginjal,
ureum
kreatinin, klearens kreatinin test : CCT = (140 umur )
X BB (kg)
72 X kreatinin serum
wanita = 0,85
pria
= 0,85 X CCT
- hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- elektrolit
-endokrin
: PTH dan T3,T4
-pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik

Etiologi GGK dan terminal


-Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram
-Pielografi retrograde, Pielografi antegrade
- mictuating Cysto Urography (MCU)
Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : retogram, USG
VI. MANAJEMEN TERAPI

GGK
Terapi konserv

Penyakit ginjal terminal


Dialisis

HD di RS, Rumah,

CAPD
Transplantasi ginjal
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama
mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu,
telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan
pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah
kelemahan dari karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis
mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium,
diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya
tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis
mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan).
Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan
umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti
kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
VII. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensinaldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah,
metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. neuropati perifer

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10. hiperuremia
VIII. KLASIFIKASI GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease) :
Stage
Gbran kerusakan ginjal
GFR (ml/min/1,73 m2)
1
Normal atau elevated GFR
90
IX.
2
Mild decrease in GFR
60-89
3
Moderate decrease in GFR
30-59
4
Severe decrease in GFR
15-29
5
Requires dialysis
15
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialysis.
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat
(mual, muntah, anoreksia dll).
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi kesehatan.
Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
PK: Insuf Renal
PK : Anemia
Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.
RENPRA CKD
No
Diagnosa
1
Intoleransi aktivitas
B.d
ketidakseimbangan
suplai & kebutuhan
O2

Tujuan/KH
Setelah
dilakukan
askep ... jam Klien
dapat
menoleransi
aktivitas & melakukan
ADL dgn baik
Kriteria Hasil:

Berpartisipasi dalam
aktivitas fisik dgn TD,
HR, RR yang sesuai

Warna
kulit

Intervensi
NIC: Toleransi aktivitas
Tentukan penyebab intoleransi
aktivitas & tentukan apakah
penyebab
dari
fisik,
psikis/motivasi
Kaji
kesesuaian
aktivitas&istirahat klien seharihari
aktivitas secara bertahap,
biarkan klien berpartisipasi dapat

normal,hangat&kering

Memverbalisasikan
pentingnya
aktivitas
secara bertahap

Mengekspresikan
pengertian pentingnya
keseimbangan latihan
& istirahat
toleransi aktivitas

Pola nafas tidak


efektif
b.d
hiperventilasi,
penurunan energi,
kelemahan

perubahan
posisi,
berpindah&perawatan diri
Pastikan klien mengubah posisi
secara bertahap. Monitor gejala
intoleransi aktivitas
Ketika membantu klien berdiri,
observasi gejala intoleransi spt
mual, pucat, pusing, gangguan
kesadaran&tanda vital
Lakukan latihan ROM jika klien
tidak dapat menoleransi aktivitas
Monitor Pernafasan:
Monitor irama, kedalaman dan
frekuensi pernafasan.
Perhatikan pergerakan dada.
Auskultasi bunyi nafas
Monitor
peningkatan
ketdkmampuan
istirahat,
kecemasan dan seseg nafas.

Setelah
dilakukan
askep ..... jam pola
nafas
klien
menunjukkan ventilasi
yg adekuat dg kriteria :
Tidak ada dispnea

Kedalaman nafas
normal
Tidak ada retraksi dada
/ penggunaan otot Pengelolaan Jalan Nafas
bantuan pernafasan
Atur posisi tidur klien untuk
maximalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Monitor status pernafasan dan
oksigenasi sesuai kebutuhan
Auskultasi bunyi nafas

Bersihhkan skret jika ada


dengan batuk efektif / suction
jika perlu.
Kelebihan volume Setelah
dilakukan Fluit manajemen:
cairan
b.d. askep ..... jam pasien
Monitor
status
hidrasi
mekanisme
mengalami
(kelembaban membran mukosa,
pengaturan
keseimbangan cairan nadi adekuat)
melemah
dan elektrolit.
Monitor tnada vital
Kriteria hasil:

Monitor adanya indikasi


Bebas dari edema overload/retraksi
anasarka, efusi
Kaji daerah edema jika ada
Suara paru bersih
Tanda vital dalam batas Fluit monitoring:
normal
Monitor intake/output cairan
Monitor serum albumin dan
protein total
Monitor RR, HR
Monitor turgor kulit dan adanya
kehausan

Monitor warna, kualitas dan BJ


urine
Ketidakseimbangan Setelah
dilakukan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari askep .. jam klien kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh
menunjukan
status Kaji adanya alergi makanan.
nutrisi
adekuat Kaji makanan yang disukai oleh
dibuktikan dengan BB klien.
stabil tidak terjadi mal
Kolaborasi dg ahli gizi untuk
nutrisi, tingkat energi
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat,
masukan
dengan kebutuhan klien.
nutrisi adekuat

Anjurkan
klien
untuk
meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.

Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien

Kurang
Setelah dilakukan
pengetahuan
askep jam

tentang
penyakit Pengetahuan klien /
dan pengobatannya keluarga meningkat dg
b.d.
kurangnya KH:
sumber informasi Pasien mampu:
Menjelaskan kembali
penjelasan
yang
diberikan
Mengenal kebutuhan
perawatan
dan

Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan
kalori.
Pendidikan : proses penyakit
Kaji pengetahuan klien tentang
penyakitnya
Jelaskan tentang proses penyakit
(tanda dan gejala), identifikasi
kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi klien
Jelaskan tentang program
pengobatan
dan
alternatif
pengobantan

pengobatan
tanpa
cemas
Klien / keluarga
kooperatif
saat
dilakukan tindakan

Resiko infeksi b/d


tindakan invasive,
penurunan
daya
tahan tubuh primer

Setelah
dilakukan
askep ... jam risiko
infeksi terkontrol dg
KH:

Bebas dari tanda-tanda


infeksi

Angka leukosit normal


Ps mengatakan tahu
tentang tanda-tanda dan
gejala infeksi

PK: Insuf Renal

Setelah dilakukan

askep ... jam Perawat


akan menangani atau
mengurangi komplikasi
dari insuf renal

Diskusikan perubahan gaya


hidup yang mungkin digunakan
untuk mencegah komplikasi
Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
Eksplorasi kemungkinan sumber
yang
bisa
digunakan/
mendukung
instruksikan kapan harus ke
pelayanan
Tanyakan kembali pengetahuan
klien tentang penyakit, prosedur
perawatan dan pengobatan
Kontrol infeksi
Ajarkan tehnik mencuci tangan
Ajarkan tanda-tanda infeksi
laporkan dokter segera bila ada
tanda infeksi
Batasi pengunjung
Cuci tangan sebelum dan
sesudah merawat ps
Tingkatkan masukan gizi yang
cukup
Anjurkan istirahat cukup
Pastikan penanganan aseptic
daerah IV
Berikan PEN-KES tentang risk
infeksi
proteksi infeksi:
monitor tanda dan gejala infeksi
Pantau hasil laboratorium
Amati faktor-faktor yang bisa
meningkatkan infeksi
monitor VS
Pantau tanda dan gejala insuf
renal ( peningkatan TD, urine
<30 cc/jam, peningkatan BJ
urine, peningkatan natrium urine,
BUN Creat, kalium, pospat dan
amonia, edema).
Timbang
BB
jika
memungkinkan
Catat balance cairan
Sesuaikan pemasukan cairan
setiap hari = cairan yang keluar +
300 500 ml/hr
Berikan dorongan untuk

PK: Anemia
Setelah
dilakukan
askep .... jam perawat
akan
dapat
meminimalkan

terjadinya komplikasi
anemia :
Hb >/= 10 gr/dl.

Konjungtiva tdk
anemis

Kulit tidak pucat


Akral hangat
Sindrom defisit self Setelah
dilakukan
care b/d kelemahan askep . jam klien
mampu Perawatan diri
Self care :Activity Daly
Living (ADL) dengan
kriteria :

Pasien
dapat
melakukan
aktivitas
sehari-hari
(makan,
berpakaian, kebersihan,
toileting, ambulasi)
Kebersihan diri pasien
terpenuhi

pembatasan masukan cairan


yang ketat : 800-1000 cc/24 jam.
Atau haluaran urin / 24 jam +
500cc
Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet, rendah
natrium (2-4g/hr)
pantau tanda dan gejala asidosis
metabolik ( pernafasan dangkal
cepat, sakit kepala, mual muntah,
Ph rendah, letargi)
Kolaborasi dengan timkes lain
dalam therapinya
Pantau perdarahan, anemia,
hipoalbuminemia
Kolaborasi untuk hemodialisis
Monitor tanda-tanda anemia
Anjurkan untuk meningkatkan
asupan nutrisi klien yg bergizi
Kolaborasi untuk pemeberian
terapi initravena dan tranfusi
darah
Kolaborasi kontrol Hb, HMT,
Retic, status Fe
Observasi keadaan umum klien

Bantuan perawatan diri


Monitor kemampuan pasien
terhadap perawatan diri
Monitor kebutuhan akan
personal hygiene, berpakaian,
toileting dan makan
Beri bantuan sampai klien
mempunyai kemapuan untuk
merawat diri
Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
Anjurkan
klien
untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kemampuannya
Pertahankan aktivitas perawatan
diri secara rutin

Evaluasi kemampuan klien


dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.

Berikan reinforcement atas


usaha yang dilakukan.

ASKEP CKD
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Kesehatan
Chronic Kidney Disease
B. Definisi
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi
glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
C. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam
2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal

Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa,
Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
D. Klasifikasi
E. Insidensi
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika Serikat
misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi
166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka
tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu.
Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal
kronis) fase awal. Dan itu cenderung berlanjut tanpa berhenti.
F. Prognosis Penyakit
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling ringan,
dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala
dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama
tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test GFR yang teliti.
2. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan
tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini
pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam,
gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal
ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan
tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini
pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam,
gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal
ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang
tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas
sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, ,
aktifitas penderita mulai terganggu.

3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan
tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu
makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur,
kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul
pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok
sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang
cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan
elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
G. Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal ginjal
kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada
akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan
penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri.
Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
2. Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 35% dari normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat
rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi
akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat
insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu
pengobatan medis
3. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa
metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian
ginjal.
(Corwin, 1994)
Pathways (terlampir)

2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada
Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang
berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi fungsi tertentu
dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla
akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.

2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh


Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun
sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron
yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat
dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk
melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute
dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban
solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak
dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute
dan air menjadi berkurang.
H. Tanda Dan Gejala
1. Gangguan pernafasan
2. Udema
3. Hipertensi
4. Anoreksia, nausea, vomitus
5. Ulserasi lambung
6. Stomatitis
7. Proteinuria
8. Hematuria
9. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
10. Anemia
11. Perdarahan
12. Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
13. Distrofi renal
14. Hiperkalemia
15. Asidosis metabolic
1. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
Edema periorbital
Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat
Kulit kering bersisik
Pruritus
Ekimosis
Kuku tipis dan rapuh
Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
Krekels
Sputum kental dan liat
Nafas dangkal

Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, cegukan
Nafas berbau ammonia
Ulserasi dan perdarahan mulut
Konstipasi dan diare
Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
Tidak mampu konsentrasi
Kelemahan dan keletihan
Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi
Kejang
Rasa panas pada telapak kaki
Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
Kram otot
Kekuatan otot hilang
Kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang
Foot drop
7. Reproduktif
Amenore
Atrofi testekuler
(Smeltzer & Bare, 2001)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Urine :
o Volume
o Warna
o Sedimen
o Berat jenis
o Kreatinin
o Protein
2. Darah :
o Bun / kreatinin
o Hitung darah lengkap
o Sel darah merah
o Natrium serum
o Kalium
o Magnesium fosfat
o Protein
o Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
o Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
o Pielografi retrograd
o Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel

o Arteriogram ginjal
o Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
o Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
o Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
o Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologis
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
o Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
8. EKG
o Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia,
hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit),
protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan
elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan
Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen
tulang, foto polos abdomen
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)
K. Penatalaksanaan
1. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia ;
menyebabkan caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan
kecendurungan perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
2. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut ;
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh
karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar

elektrolit serum ( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi
puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriren
sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan
status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung,
feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantia cairan.
Glomerular Filtration Rate (GFR)=
[ (140 age in years) weight (kg) ]/plasma creatinine (mol/l) 0.82 (subtract 15 per cent
for females)
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Dialisis
4. Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
L. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis
Pengkajian
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah,
rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan

Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)
M. Diagnose Keperawatan Disertai Data Subjektif Dan Objektif
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder
terhadap penurunan fungsi ginjal
2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase
diuretik)
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit
5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisa
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering,
pruritus
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan
kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi
N. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder
terhadap penurunan fungsi ginjal
Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan pemasukan.
Kriteria Hasil :
a. Hasil laboratorium mendekati normal
b. BB stabil
c. Tanda vital dalam batas normal
d. Tidak ada edema
Intervensi :
a. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP
b. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL
c. Awasi BJ urin
d. Batasi masukan cairan
e. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi
f. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama
g. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1 sampai +4)
h. Auskultasi paru dan bunyi jantung
i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah
Kolaborasi :
a. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me COP
b. Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serumHb/ Ht
c. Rongent Dada
d. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin,
Metildopa
e. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi
f. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi

2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein,
pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah
Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat
Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi
b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet
c. Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia
d. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasi
e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut
f. Timbang BB tiap hari
Kolaborasi ;
a. Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K
b. Konsul ahli gizi untuk mengatur diet
c. Berikan diet kalori, protein, hindari sumber gula pekat
d. Batasi K, Na, dan Phospat
e. Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik
3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase
diuretik)
Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor kulit baik,
membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit
dalam batas normal
Intervensi :
a. Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat
b. Berikan cairan sesuai indikasi
c. Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi
d. Kontrol suhu lingkungan
e. Awasi hasil Lab : elektrolit Na
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi,
ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. TD dan HR dalam batas normal
b. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler
b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan
berdiri
c. Observasi EKG, frekuensi jantung
d. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan
posisi telentang
e. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental
f. Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku
g. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas
h. Pertahankan tirah baring
Kolaborasi:
a. Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin
b. Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi
c. Siapkan dialysis

5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisa
Tujuan : klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi
Intervensi ;
a. Kaji tingkat kelelahan, tidur , istirahat
b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas
c. Identifikasi faktor yang menimbulkan keletihan
d. Rencanakan periode istirahat adekuat
e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi
f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative sambil istirahat
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering,
pruritus
Hasil yang diharapkan : kulit hangat, utuh, turgor baik, tidak ada lesi
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, ekimosis, kerusakan, suhu
b. Pantau intake & output cairan, hidrasi kulit dan membrane mukosa
c. Jaga kulit tetep kering dan bersih
d. Ubah posisi tidur dengan sering, beri bantalan pada penonjolan tulang
e. Beri perawatan kulit, batasi sabun, olesi lotion, salep, krim; tangani area edema dengan hatihati
f. Pertahankan linen kering dan kencang
g. Anjurkan menggunakan kompres lembab dan dingin pada area pruritus
h. Anjurkan menggunakan bahan katun, Berikan kasur dekubitus
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan
kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi
Tujuan : klien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, melakukan
dengan benar prosedur yang perlu, perubahan perilaku hidup
Intervensi :
a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/prognosa
b. Kaji ulang pembatasan diet ; fosfat dan Mg
c. Diskusi masalah nutrisi/diet tinggi karbohidrat, Rendah protein, rendah natrium sesuai indikasi
d. Diskusikan terapi obat, nama obat, dosis, jadwal, manfat dan efek samping
e. Diskusikan tentang pembatasan cairan
f. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus
g. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas
h. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera :
Demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema,ulkus,kebas,spasme pembengkakan
sendi, pe ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema periorbital/sacral, mata merah

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK


A. Konsep Dasar Penyakit
1.

Definisi
Gagal Ginjal Kronik merupakan Gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan


cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah ) . ( Bruner dan Suddart 2001).
Gagal ginjal Kronik Merupakan Kerusakan Ginjal Progresif yang berakibat fatal dan di
tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) . (Nursalam.2006)
Gagal Ginjal Kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irrefersibel.(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)
Gagal Ginjal Kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. ( Patofisiologi, Elizabeth corwin, 2000)
2.

Etiologi
Penyakit-penyakit sistemik seperti Diabetes Melitus, Glomerulonefritis kronis,

Pielonefritis, Hipertensi yang tidak dapat dikontrol, Obstruksi traktus urinarius, lesi Herediter
seperti penyakit Polikistik, gangguan vaskuler, infeksi.
(Smeltzzer Suzzane,2001 )
3.
Tahapan Gagal Ginjal Kronik
Gagal Ginjal Kronik bekaitan dengan kerusakan nefron dan penurunan progresif GFR.
Tahapan gagal ginjal kronik didasarkan pada kerusakan nefron dan tingkat GFR yang tersisa
dan mencakup:

a. Stadium penurunan cadangan ginjal sekitar 40-75 % nefron tidak berfungsi, laju
glomerulus 40-50 % normal, BUN dan kreatinin serum masih normal dan pasien
asimtomatik.
b. stadium ensufiensi ginjal, 75-80 % nefron tidak berfungsi, laju glomerulus 2040 % normal, BUN dan kreatinin serum mulai meningkat, anemia ringan dan azotemia ringan
c. stadium gagal ginjal apabila laju glomerulus 10-20 % normal, BUN dan
kreatinin serum meningkat, anemia , azotemia, dan asidosis metabolik.
d. Penyakit ginjal stadium akhir, laju glomerulus kurang dari 5-10 % lebih dari 85 % nefron tidak
berfungsi
(Syamsyir Alam dan Iwan Hadibroto. 2008 )
(140 - umur) X BB
CCT =
72 X C
Hitung CCT untuk menentukan stadium Ggal Ginjal Kronik (Rumus Cockeroft dan gautt)

a.

1.
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Struktur Makroskopik Ginjal
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci),
lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1), dan beratnya sekitar 120 gr. Ukuranya tidak
berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Ginjal diliputi oleh sesuatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar
dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda korteks di bagian
luar dan medula di bagian dalam. Medula terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut
piramida. Piramida-piramida tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna
bertini. Piramida-piramida tesebut tampak bercorak karena tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul becorak. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu
perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa

kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga
membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan resevoar utama sistem pengumpul ginjal.
Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.
Pengetahuan mengenai anatomi ginjal merupakan dasar untuk memahami pembentukan
urine tersebut mengalir melalui tubulus dan duktus pengumpul. Urine yang terbentuk
kemudian mengalir ke dalam mayor, pelvis ginjal, dan akhirnya meninggalkan ginjal melalui
ureter menuju vesika urinaria. Dinding kaliks, pelvis dan urieter mengandung otot polos yang
mendorong urine melalui saluran kemih dengan gerakan-peristaltik.
b. Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal
Ginjal mendapat aliran darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria
renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteria arkuata. Arteria interlobaris yang berada di tepi ginjal
bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerolus.
Glomerolus ini dikelilingi alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi penyaringan
pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena
renalis masuk kedalam vena kava inferior. (Syaifudin, H, 2006)
Gambaran Khusus Aliran Darah Ginjal
Ginjal diperfusi oleh sekitar 1.200 ml darah / menit. suatu volume yang sama dengan 20%
sampai 25% curah jantung (5.000 ml/m).

c.

Struktur Mikroskopik Ginjal


Unit kerja Fungsional ginjal disebut sebagai nefron, dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1
juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan demikian
kerja ginjal dapat di anggap sebagai jumlah total dari setiap nefron. Setiap nefron terdiri atas
kapsula bowman yang mengitari glomerolus , Tubulus kontortus proksimal dan tubukus

kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.


d. Persarafan ginjal

Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis, saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam Ginjal, saraf ini berjalan bersama dengan pembuluh
darah. Diatas ginjal terdapat kelenjar suprenalis kelenjar ini merupakan suatu kelenjar buntu
yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortisol.
(Syaifuddin, H 2006)
e. Fungsi Ginjal
1) Mengatur volume cairan dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di keluarkan sebagai
urine. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang dieksresikan menjadi
sedikit.
2) Mengatur keseimbangan osmotic yang mempertahankan
3)

keseimbangan ion yang optimal

dalam plasma.
Mangatur keseimbangan asam basah dalam cairan tubuh bergantung pada apa yang

dimakan, campuran makanan.


4) Menghasilkan urine yang bersifat asam, ph kurang dari 6 disebabkan metabolisme protein
5) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat , kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan dan
bahan kimia yang lain
6) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal memproduksi rennin dan eritropoitin.
(Syaifuddin, H 2006)

1.

Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan

ke dalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak tertimbun produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis.
Penurunan laju filtrasi ginjal (GFR) dapat di deteksi dengan mendapatkan urine 24 jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomerulus) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan meningkat
selain itu kadar nitrogen urea dalam darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum
merupakan indikator yang paling sensitif kerana renal substansi ini di produksi secara
konstan oleh tubuh.

Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elekrolit sehari-hari. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkat resiko terjadinya edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi,
hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldsteron.
Asidosis, dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi Asidosis Metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendekan
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu
substansi normal yang di produksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat
terjadi, disertai keletihan. (Smeltzer & Bare, 2001)
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal
kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain akan
turun. Dengan menurunnya filtrasi glomerulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Perdarahan gastroenteritis. Kadar ureum yang tinggi dalam darah berpengaruh pada
trombosit dimana trombosit tidak dapat lagi membentuk bekuan. Akibatnya akan timbul
perdarahan dari hidung, gastrointestinal dan sering terjadi perdarahan bawah kulit.(Smelzer &
Bare, 2001)
Gejalah dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis) akibat
butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit.(Sibuea, Herdin 1992)
2.

Gmbaran Klinis

Karena pada penyakit gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala bergantung pada bagian
dari tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif
dan edema pulmoner (Akibat cairan berlabih) dan perikarditis (akibat iritasi dari lapisan
perikardial).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (Pruritus), Kulit
kering dan bersisik, Ekimosis, Kuku tipis dan rapuh, Rambut tipis dan kasar. Butiran uremik,
Suatu penumpukan Kristal urea di bawah kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan yang
dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala Gastrointestinal juga sering terjadi yang mencakup anoreksia, mual, mulut berbau
amoniak, ulserasi mulut, perdarahan dari saluran gastrointestinal . Perubahan neuromuskuler
mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, dan kejang. (Smeltzer
& Bare, 2001).
Gejala Respirasi juga sering terjadi Edema paru, Efusi pleura, dan pleuritis.
Gejala Neuromuskuler Juga sering terjadi misalnya gangguan tidur, sakit kepala, letargi,
gangguan muskular, bingumg dan koma.
Metabolik Endokrin juga sering terjadi misalnya gangguan hormon seks menyebabkan

1)
a)
b)
c)
d)
2)
a)
b)

penurunan libido, impoten.


Gejalah Hematologi misalnya anemia
(Nursalam, 2006)
3.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Umum
Urin
Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria)
Warna : secara abnormal urine mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, fosfat atau urat
Klirens kreatinin (normal 117-120 ml/menit)
Protein:derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukan kerusakan glomerulus.
Darah
Ureum meningkat (normal 20-40 mg/dl), kreatinin meningkat (normal 0,5-1,5 mg/dl)
Hitung darah lengkap : Ht menurun, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dl (normal laki-laki 13-

16 gr/dl, perempuan 12-14 gr/dl).


c) Natrium serum : meningkat (normal 135-147 mEq/L)
d) GDA (Gas Darah Arteri) : pH kurang dari 7,2 (normal 7,38-7,44)
e) Kalium : meningkat (normal 3,55-5,55 mEq/L)

f) Magnesium/fosfat : meningkat (normal 1,0-2,5 mg,dl)


g) Kalsium : menurun (normal 9-11 mg/dl)
h) Protein : (khususnya albumin) : menurun. (normal 4-5,2 g/dl)
b. Pemeriksaan khusus :
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu/obstruksi
2) EKG (Elektrokardiografi) untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit.
3) USG (Ultrasonografi) untuk melihat besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, Anatomi
sistem pelviokelises, ureter untuk mencari adanya faktor yang irreversible seperti obstruksi,
oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses berjalan lancar.
Pemeriksan USG merupakan teknik noninvasive dan tidak memerlukan persiapan khusus
kecuali menjelaskan prosedur serta tujuan kepada pasien. (Dongoes, Maryllin. 1999)
4) Pielografia intra-vena (PIV) untuk menilai pelviokalises dan ureter persiapan pasien sebelum
a)

menjalani pielografia intra vena (PIV):


Riwayat pasien dianamnesis untuk mendapatkan riwayat alergi yang dapat menimbulkan
reaksi yang merugikan terhadap media kontras. Dokter dan ahli radiologi harus
memperhatikan informasi atau kecurigaan pada kemungkinan alergi sehingga dapat dilakukan
tindakan untuk mencegah reaksi alergi yang serius. Kemungkinan adanya alergi juga harus

dicatat dengan jelas dalam catatan medik pasien.


b) Pemberian cairan dapat di batasi 8 hingga 10 jam sebelum pemeriksaan untuk meningkatkan
produksi urin yang pekat. Namun demikian, pasien-pasien yang berusia lanjut dengan
cadangan atau fungsi ginjal minimal, pasien multipel myeloma dan pasien diabetes mellitus
yang tidak terkontrol mungkin tidak dapat mentolerir keadaan dehidrasi. Setelah
berkonsultasi dengan dokter, perawat dapat memberikan air minum sehingga pasien dapat
meminumnya pada saat sebelum pemeriksaan. Pasien boleh mengalami hidrasi yang
berlebihan karena keadaan ini dapat mengencerkan media kontras dan membuat visualisasi
traktus urinarius kurang adekuat.
c) Prosedur itu sendiri serta perasaan yang timbul akibat penyuntikan media kontras dan selama
pelaksanaan pemeriksaan (misalnya perasaan panas, serta kemerahan pada muka yang
bersifat sementara) perlu di beritahukan kepada pasien.
5) Pielografia retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

Dalam pielografia retrograde chateter ureter biasanya lewat ureter ke dalam pelvis ginjal
dengan bantuan sistoskopi kemudian media kontras dimasukan dengan grafitasi atau
penyuntikan melalui chateter pielografi retrograde biasanya di lakukan jika pemeriksaan IVP
6)

kurang memeperlihatkan dengan jelas sistem pengumpul.


Pemeriksaaan foto dada dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air

(fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial


7) Pemeriksaan radiologi
(Suyono, slamet 2001)
4.
Komplikasi
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung
c. Hipertensi
d. Anemia, perdarahan gastrointestinal
e. Penyakit tulang
(Smeltzer & Bare, 2001)

a.

5.
Penatalaksanaan medis
Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap :
Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendakan atau
memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai

bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan konservatif meliputi :


1)
Penentuan dan pengobatan penyebab
2)
Pengoptimalan keseimbangan garam dan air
3)
Koreksi obstruksi saluran kemih
4)
Deteksi awal pengobatan infeksi
5)
Diet rendah protein, tinggi kalori
6)
Pengendalian keseimbangan elektrolit
7)
Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal
8)
Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
9)
Deteksi dan pengobatan komplikasi
b. Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi afektif dalam
mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal stadium terminal.
Penatalaksanaan, meliputi :
1) Hemodialisa.
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan hemodialisa adalah
untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah, menyesuaikan kadar air dan elektrolit di
dalam darah. Pada hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk

ke dalam sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut terdapat ruang yang dipisahkan oleh
sebuah membran semipermeabel. darah di masukan ke salah satu ruang, sedangkan ruang
yang lain diisi oleh cairan dialisis, dan diantara keduanya akan terjadi difusi darah
dikembalikan ke tubuh melalui sebuah pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 35 jam dan dilakukan sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi,
keseimbangan garam,air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa tampaknya ikut
berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel darah merah ikut masuk dalam
proses tersebut, infeksi juga merupakan resiko.
2) Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis peritoneal permukaan
peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm3 berfungsi sebagai difusi. Membran peritoneum
digunakan sebagai sawar semipermeabel alami. Larutan dialysis yang telah dipersiapkan
sebelumnya (sekitar 2 liter) di masukan ke dalam rongga peritoneum melalui sebuah kateter
tetap yang di letakan di bawah kulit abdomen. Larutan dibiarkan di dalam rongga peritoneum
selama waktu yang telah di tentukan (biasanya 4-6 jam). Selama waktu ini, terjadi proses
difusi air dan elektrolit keluar masuk antara darah yang bersirkulasi. Dialysis peritoneum di
lakukan sekitar 4 kali/ hari. Masalah-masalah terjadi pada dialysis peritoneum adalah infeksi
dari kateter atau malfungsi kateter.
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi atau pencangkokan ginjal adalan penempatan sebuah ginjal donor ke dalam
abdomen seseorang yang mengidap penyakit ginjal stadium akhir. Ginjal yang di cangkok
dapat di peroleh dari donor hidup atau mati. Semakin mirip sifat-sifat antigenik ginjal yang
didonorkan dengan pasien, semakin tinggi keberhasilan pencangkokan. Individu yang
mendapat pengcangkokan ginjal harus tetap mendapat berbagai obat imunosupresan seumur
hidup untuk mencegah penolakan ginjal, penolakan dapat terjadi sacara akut, dalam masa
pasca transpalntasi dini, atau beberapa bulan atau tahun setelah pencangkokan semua orang
yang mendapat terapi imunosupresi beresiko mengalami infeksi. (Price and Wilson, 2005)
6.
Prognosis

Penderita gagal ginjal kronik stadium akhir biasanya yang tidak dapat atau tidak
mampu mengusahakan pengobatan yang optimal biasanya berakihir dengan kematian.

A.

Konsep Asuhan keperawatan


Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan
telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling
di inginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori,
dengan menggunakan metode ilmiah.

(Doenges, Marilyn E. 1999)


Proses keperawatan merupakan proses yang sistematis yang saling berhubungan, yang
disusun menjadi 5 tahap, yang menekankan pada asuhan keperawatan secara individual:
1. Pengkajian keperawatan
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan keperawatan
4. Pelaksanaan keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
(Doenges, Marilyn E. 1999)
1.

Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. (lyer dkk,
1996 dalam Nursalam,2001).
Pengkajian keperawatan terdiri atas 3 tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan atau
pengorganisasian, sehingga di temukan diagnosa keperawatan.
Pengkajian dasar Gagal Ginjal Kronik:

a. Riwayat gangguan kronis dan gangguan yang mendasari status kesehatan


b. Kaji derajat kerusakan Ginjal
c. Lakukan pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital (Nadi, respirasi, Tekanan darah, suhu badan)
Sistem saraf, sistem integumen, dan sistem musculoskeletal.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena.
(Doenges, Maryline, 1999 )
Aktifitas / Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrim, Kelemahan, Malaise
Gangguan tidur, (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda : Kelemahan otot , kehilangan tonus, Penurunan rentang gerak.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat Hipertensi lama atau berat
Palpitasi ; Nyeri dada (Angina )
Tanda : Hipertensi ; DVJ, Nadi kuat, Edema jaringan umum Dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Disritmia Jantung
Nadi Lemah Halus, hipotensi,
Pucat ; kulit Coklat kehitaman , kuning
Kecendrungan perdarahan
Integritas Ego
Gejala : Faktor stres contoh Finansial, hubungan dan sebagainya
Perasaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan, tidak ada harapan
Tanda
: Menolak, Ansietas, Takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Pada tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare atau konstipasi
Tanda :
Perubahan warna urine,; contoh kuning pekat, merah, coklat.
Oliguria dapat menjadi anuria.
Makanan / Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), Malnutrisi
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada mulut
Tanda : Distensi abdomen/asites, Pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit kelembaban
Edema
Ulserasi gusi, perdarahan gusi dan mulut
Penurunan otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tak bertenaga.
Neurosensori
Gejala : Sakit kepala , penglihatan kabur.

Tanda

Kram otot/ kejang,


Kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstrimitas bawah
: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan

berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.


Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati, gelisah.
Pernapasan
Gejala : Napas pendek; batuk dengan/tanpa sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, Peningkatan frekwensi/ kedalaman (kusmaul)
Batuk produktif dengan sputum merah muda
Keamanan
Gejala : Kulit gatal
Ada/ berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus
Demam; sepsis dehidrasi, Normotermia dapat secara atual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
Fraktur tulang, Deposit fosfat kalsium pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak
sendi
Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
Interaksi sosisal
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran
dalam keluarga.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
: Riwayat DM keluarga (Resiko tinggi untuk gagal ginjal) Penyakit polikistik,

Nefritis,

Riwayat terpajan pada toksik, contoh obat dan racun lingkungan ,Penggunaan antibiotik
berulang.
2.

Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status

kesehatan/resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi , mencegah dan merubah (carpenito 2000 dan Nursalam 2001 ).

an

NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputasan klinis tentang respon
individu keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi dan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah
(menurut doenges Marilyn, 2000 & Nursalam, 2006).
a.

Diagnosa keperawatan I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi air dan

natrium.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, nausea,
vomitus, perubahan membrane mukosa oral.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit, gangguan
turgor kulit, penurunana aktivitas atau imobilisasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, gangguan
f.

metabolisme tulang
Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang

g.

terpajannya informasi.
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit

dan akumulasi toksin.


h. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.
i. Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi mukosa.
3.

Rencana Keperawatan
Intervensi adalah rencana yang disusun oleh perawat untuk kepentingan tindakan

keperawatan bagi perawat yang menulis dan perawat lainnya (carpenito 2000).
a.

Diagnosa keperawatan I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin dan retensi air dan
natrium.
:
kriteria hasil

mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan


: - memepertahankan pembatasan diet dan cairan
- menunjukan turgor kulit normal tanpa edema
- menunjukan tanda-tanda vital normal
- menunjukan tidak adanya distensi vena leher

Intervensi

asional

asional

pengkajian merupakan data dasar dan berkelanjutan untuk

memantau Perubahan dan mengevaluasi intervensi

asional

asional

1. Kaji status cairan


Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya edema
Distensi vena leher
Tekanan darah, denyut dan irama nadi

2. Batasi pemasukan cairan


Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal,

haluaran urin dan respon


3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena
Makanan
:
Sumber kelebihan cairan yang tidak
diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pembatasan cairan
:
Untuk peningkatan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan
cairan
5.
Rasional
6.

asional

:
b.

Tingkatkan dan dorong oral hiegyne oral dengan sering


:
Hiegine mengurangi kekeringan membran mukosa mulut
Berikan medikasi antihipertensi sesuai indikasi
Medikasi antihipertensi berperan penting dalam penanganan

hipertensi yang berhubungan dengan gagal ginal kronik.


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, Nausea,
vomitus, perubahan membran mukosa oral.
:
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
:
- Mengkonsumsi protein yang mengandung nilai biologis yang

an
ria hasil

tinggi
- Mengkonsumsi makanan tinggi kalori dalam batasan diet
- Melaporkan peningkatan nafsu makan menunjukan tidak
adanya penurunan berat badan yang cepat

vensi

1.
Kaji status nutrisi :
Pola berat badan
Pengukuran antropometik
Nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar besi )

sional

Rasional

Menyediakan

data

untuk

memantau

perubahan

dan

mengevaluasi intrvensi
Kaji pola diet nutrisi pasien :
riwayat diet
Makanan kesuakaan
:

pola diet dahulu dan sekarang dapat di pertimbangkan dalam menyusun

menu
3.

asional

Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi :


Anoreksia, nausea, vomitus
Diet, yang tidak menyenangkan bagi pasien
Depresi
Kurang memahami pembatsan diet
Stomatitis
:

menyedikan informasi mengenai faktor lain yang dapat di ubah atau di

hilangkan untuk meningkatkan masukan diet


4.

Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet


Rasional :

5.

mendorong peningkatan masukan klien

Anjurkan makanan yang tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantaranya waktu
makan

asional

Mengurangi makanan dan protein yang di batasi dan menyediakan kalori

untuk energi, membatasi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan


6.

Jalaskan rasional pembatasan diet dan hubungnnya dengan penyakit ginjal dan peningkatan
urea dan kadar kalium

asional

Maningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, kadar

kreatinin dengan penyakit renal


7.

Sediakan daftar makanan yang di anjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki
rasa tanpa menggunakan natrium dan kalium untuk pasien dan keluarga dapat di gunakan di
rumah

asional

diet dan merupakan referensi


8.

Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan

asional

Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dan menimbulkan anoreksia

dihilangkan
9.

Timbang berat badan harian

asional

Untuk memantau status cairan dan nutrisi

10. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat:


Pembentukan edema
Penyembuhan yang lambat
Penurunan kadar albumin serum

asional

masukan protein yang tidak normal dapat menyebabkan albumin protein lain

pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan


11.

asional

sional

Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan

Berikan anti emetik sesuai dengan indikasi


:

Dibiarkan untuk menghilangkan mual/ muntah dan dapat menigkatkan

pemasukan oral
c.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit, gangguan

turgor kulit, penurunan aktivitas atau imobilisasi.


:
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria evaluasi
: - Mempertahankan kulit utuh
Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah
Kerusakan/cedera kulit.
Intervensi
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular. Perhatikan kemerahan, eksoriasi.
Observasi terhadap ekimosis, purpura.
:
Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membrane mukosa.
Rasional
:
Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas pada tingkat seluler.

3. Inspeksi area tergantung terhadap edema.


Rasional
:
Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek.
4. Ubah posisi dengan sering, gerakan pasien dengan perlahan: beri bantalan pada tonjolan
tulang dengan kulit domba, pelindung siku/tumit.
Rasional
:
Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik stasi vena
5.

terbatas/pembentukan edema.
Berikan peralatan kulit. Batasi penggunaan sabun. Berikan salep atau krim ( mis; lanolin,
aquaphor ).
Rasional

Lousion

dan

salep

mungkin

diinginkan

untuk

menghilangkan kering, robekan kulit.


6. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
Rasional
:
Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.
7. Selidiki keluhan gatal.
Rasional
:
Meskipun dialysis mengalami masalah kulit yang
berkenan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute ekskresi untuk produk
sisa, misalnya Kristal fosfat

( berkenan dengan hiperparatiroidisme pada penyakit

tahap akhir ).
8. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan ( dari
pada garutan ) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek; berikan sarung tangan selama
tidur bila diperlukan.
Rasional
:

Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan resiko

cidera dermal.
9. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
Rasional
: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
orasi
1. berikan matras busa/flotasi.
asional
:
Menurunkan tekanan lama pada jaringan, yang dapat membatasi perfusi

an
ia hasil

selular yang menyebabkan iskemia/nekrosis.


d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah.
:
Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat di toleransi
:
berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan
latihan
-

melaporkan peningkatan rasa kesejateraan

- berpartisipasi dalam aktivitas dalam perawatan mandiri yang


pilih
:

rvensi

1. Kaji faktor yang menimbulkan

Rasional :

Anemia
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Retensi produk sampah
Depresi
Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan
2.
Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi : bantu jika keletihan terjadi
:
Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

asional

Rasional

Mendorong aktivitas dan latihan pada batas-batas yang dapat di

toleransi dan isrirahat yang adekuat

asional

4.

Berikan terapi komponen darah sesuai indikasi


Terapi komponen darah mungkin diperlukan jika pasien

5.

Berikan indikasi sesuai resep mencakup suplemen zat besi dan asam folat

:
simtomatik

dan multivitamin
: Sel darah merah membutuhkan zat besi , asam folat dan multivitamin untuk produksi

asional
e.

Kriteria hasil

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau tahanan, gangguan
muskuloskeletal.
Tujuan

: Mempertahankan mobilitas/fungsi optimal

Menunjukan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi

(kotraktur,) dekubitus

Intervensi
1.
keitdakmampuan
Rasional

Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya keterbatasan atau


:

mempengaruhi pilihan intervensi

2.

Ubuh posisi secara sering bila tirah baring, dukung bagian tubuh yang

sakit/sendi dengan bantalan sesuai indikasi


: Menurunkan

Rasional

ketidaknyamanan,

mempertahankan

otot/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi dan mencegah kerusakn kulit.


3.
Berikan pijatan kulit., pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit,
pertahankan linen kering dan bebas kerutan
:
Merangsang sirkulasi, mencegah iritasi kulit
4.
Dorong napas dalam dan batuk tinggikan kepala tempat tidur sesuai yang

Rasional

diperbolehkan. Ubah satu sisi ke sisi lain.


: Memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru

Rasional

dan

menurunkan resiko komplikasi paru contoh atelektasis, pneumonia


5.
Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien contoh kunjungan
radio TV atau buku
Rasional

: Menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.

Rasional

6.

Bantu dalam rentang gerak aktif atau pasif


: Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan

Rational

membantu dalan menentukan tegangan otot.


7.
Berikan tempat tidur busa atau kapuk
: Menurunkan tekanan jaringan dan dapat meningkatkan

Rasional

sirkulasi, sehingga menurunkan resiko iskemia/keruasakan dermal


8.
Implementasikan program latihan dengan tepat
:
Penilaian menunjukan bahwa program latihan teratur
mempunyai keuntungan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir baik secara fisik dan
emosional.
f.

Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan kurang

an

terpajannya informasi.
:

eria Hasil

bersangkutan
:

Meningkatkan pengetahuan kondisi dan penangan yang


- Menyatakan hubungan antara penyebab gagal ginjal dan

konsekuensinya
- Pembatasan cairan dan diet sehubungan dengan kegagalan
regulasi ginjal

- Menanyakan tentang pilihan terapi, yang merupakan petunjuk


kesiapan belajar
- Menyatakan

rencana

untuk

melanjutkan

kehidupan

normalnya sedapat mungkin.

vensi
1.

Kaji

pemahaman

mengenai

penyebab

gagal

ginjal

kronik,

konsekuensinya dan penanganannya


Penyebab gagal ginjal pasien
Pengertian gagal ginjal
Pemahaman mengenai fungsi renal
Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan penanganannya.(hemodialisa, dialysis
peritoneal dan transplantasi ginjal ).

Rasional

: Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan


lebih lanjut
2.

Rasional

Jelaskan fungis renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai denga tingkat

pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar


: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan
setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
3.

Bantu pasien untuk mengidentifiaksi cara-cara untuk memahami berbagai

perubahan akibat panyakit dan penangan yang mempengaruhi dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.

Rasional

Rasional

: Pasien dapat melihat bahwa tidak harus berubah akibat


penyakit
4.

Sediakan informasi baik tertulis maupun lisan dengan tepat tentang


: -

;
untuk klasifikasinya di rumah

fungsi dan kegagalan renal


- pembatasan cairan diet
- medikasi
- melaporkan masalah tanda dan gejalah
- jadwal tindak lanjut
- sumber komunikasi
- pilihan terapi

pasien memiliki informasi yang dapat

digunakan

g.

ia evaluasi

Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit


dan akumulasi toksin.
:

Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah

dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler.

si
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer / kongesti vascular dan
Rasional

keluhan dispnea.
:

Takikardia frekuensi jantung tak teratur, takipnea, mengi, dan

edema / distensi jugular menunujukan gagal ginjal kronik.


2. Kaji adanya / derajat hipertensi : awasi tekanan darah, perhatikan perubahan postural, contoh
Rasional

duduk, berbaring, berdiri.


:

Hipertensi bermakna dapat terjadi karena gangguan pada sistem

aldosteron renin angiontensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun hipertensi


umum, hipotensi ortostatik dapat terjadi sehubungn dengan defisit cairan, respon terhadap
obat anti hipertensi, atau temponade pericardial uremik.
3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi radiasi, beratnya
Rasional

( skala 0-10 ) dan apakah

tidak menetap dengan inspirasi dalam dan posisi terlentang


:
Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan IM, kurang lebih
pasien gagal ginjal kronik dengan dialysis mengalami perikaridtis, potensial resiko efusi
perikardial / temponade.
4. Evaluasi bunyi jantung takanan darah, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vaskuler, suhu

Rasional

dan sensori / mental.


: Adanya hipontensi tiba-tiba, penyempitan tekanan nadi, penurunan / tak adanya nadi perifer,
distensi jugular nyata, pucat, dan penyimpangan mental cepat menunjukan tempo nadi, yang

merupakan kedaduratan medik.


5. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
Rasional
: Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
Kolaborasi
1. Elektrolit ( kalium, natrium, kalsium, magnesium ), BUN.
Rasional
:
Ketidakseimbangan dapat mengganggu konduksi elektrikal
dan fungsi jantung

2. Foto dada
Rasional
:

Berguna dalam mengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau

klasifikasi jaringan lunak.


3. Berikan obat anti hipertensi, contoh prazozin ( minipress ), kaptopril ( capoten ), klonodin
Rasional

( catapres ), hidralazin
:

( aprezoline).
Menurunkan tahanan vascular sistemik dan/atau pengeluaran

renin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan/atau IM.
4. Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.
Rasional
:
Akumulasi cairan dalam kantung perikardial dapat
mempengaruhi pengisian jantung dan kontraktilitas miokardial menganggu curah jantung dan
potensial resiko henti jantung.
5. Siapkan dialisis.
Rasional
:
Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan

eria hasil

elektrolik dan kelebihan cairan dapat membatasi/mencegah manifestasi jantung, termasuk


hipertensi dan efusi pericardial.
h. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal.
Tujuan
:
menunjukan perbaikan keseimbangan cairan
:
haluaran urin adekuat, membrane mukosa lembab, turgor
kulit baik, pengisian kapiler cepat
Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital bandingkan dengan hasil normal sebelumnya
Rasional

perubahan tekanan darah dan nadi dapat di gunakan untuk

perkiraan kasar kehilangan darah (misalnya tekanan darah < 90 mmHg, dan nadi > 110 di
duga 25 % penurunan volume atau kurang lebih 1000 ml)
2.

Catat respon fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya

perubahan mental, kelembaban, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan


suhu
Rasional

: Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur barat badan

atau lamanya episode perdarahan. Memburuknya gejala dapat menunjukan berlanjutnya


perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.

3.

Observasi perdarahan sekunder misalnya hidung atau gusi, perdarahan

terus menerus dari area suntikan, ekimosis setelah trauma kecil.


Rasional

Kehilangan atau tidak adekuatnya penggantian faktor

pembekuan dapat mencetuskan terjadinya KID (congenital intravascular desiminata).


4.

Hindari kafein dan minuman karbonat

Rasional

Kafein dan minuman karbonat, merangsang produksi

asam hidroklorida, kemungkinan potensial perdarahan ulang


5. Berikan cairan atau darah sesuai indikasi :
Darah lengkap segar/kemasan sel darah merah

Rasional

: darah lengkap segar diindikasikan untuk perdarahan akut

Plasma beku segar dan atau trombosit


Rasional

: Trombosit

adalah

sumber

baik

factor

pembekuan,

penggantian trombosit dapat merangsang pembentukan trombosit pada sisi cedera.

Rasional

valuasi

6. Awasi pemeriksaan laboratorium


Hemoglobin/hematokrit, jumlah sel darah merah
:

alat untuk menentukan kebutuhan penggantian darah dan mengawasi

keefektifan terapi, misalnya 1 unit darah lengkap harus meningkatkan hematokrit 2-3 poin

BUN/kadar kreatinin
Rasional

i.

BUN > 40 dengan kadar kreatinin normal menunjukan.

Resiko tinggi perubahan mukosa oral berhubungan dengan ulserasi mukosa.


: Mempertahankan integritas membran mukosa.
: Mempertahankan integritas membran mukosa.
Mengidentifikasi/melakukan intervensi khusus untuk
meningkatkan kesehatan mukosa oral.

si
1. Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya inflamasi, ulserasi.

sional

Rasional

Memberikan kesempatan untuk intervensi segera dan

mencegah infeksi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang di tentukan
:
Mencegah kekeringan mulut berlebihan dari priode lama
tanpa masukan oral.
3. Berikan perawatan mulut sering/.cuci dengan larutan asam asetik 25 %, berikan permen
karet, mint pernapasan antara makan.
:
Membran mukosa dapat menjadi kering dan pecah-pecah.

sional

Perawatan mulut menunjukan , melumasi, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang
sering tak menyenangkan karena uremia dan keterbatasan masukan oral. Pencucian dengan
asam asetik membantu mentralkan pembentukan amonia dengan mengubah urea.
4. Anjurkan hiegyne gigi yang baik setelah makan dan pada saat tidur. Anjurkan menghindari
floss gigi.
:

sional
5.

Menurunkan pertumbuhan bakteri dan potensial terhadap infeksi. Floss

gigi dapat melukai gusi, menimbulkan perdarahan.


Anjurkan pasien menghentikan merokok dan menghindari produk/pencuci mulut
lemon/gliserin yang mengandung alcohol.
:
Bahan ini mengiritasi mukosa dan mempunyai efek mengeringkan,

sional

menimbulkan ketidaknyamanan.
Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan sesuai indikasi, mis; anti histamine : kiproheptadin ( periactin ).
Rasional
:
Dapat diberikan untuk menghilangkan gatal.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien
(Nursalam,2001)
Implementasi keperawatan dibedakan atas 3 bagian berdasarkan kewenangan dan
tanggung jawab perawat secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktek
keperawatan (Nursalam, 2001)

a.

Independen

Tindakan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat
tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
4 tipe tindakan independen yaitu:
1) Tindakan diagnostik
2) Tindakan terapeutik
3) Tindakan edukasi
4) Tindakan merujuk
b. Interdependen
Interdependen tindakan keparawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan
kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan
dokter.
c. Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis. Tindakan tersebut
menandakan suatu cara dimana tindakan dilaksanakan.
5. Evauasi
Evaluasi adalah fase pengkajian proses keperawatan yang menilai keefektifan tindakan
keperawatan dan mengindikasi kemajuan klien terhadap tujuan pencapaian(Nursalam, 2001).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu
untuk mencegah atau mengobati respon manusia terhadap prosedur kesehatan. Berdasarkan
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat
mengambil keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien tetah mencapai tujuan yang ditetapkan)
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk mencapai
tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keprerawatan (klien memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai tujuan).(Nursalam, 2001)

You might also like