Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Kelompok 5
1.
2.
3.
4.
5.
101211132009
101211132042
101211131045
101211133066
101211131214
DAFTAR ISI
Daftar Isi. i
Daftar Tabel. ii
Daftar Gambar iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah. 2
1.3 Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah.. 3
2.2 Pengomposan. 3
2.3 Pengomposan Dengan Metode Takakura. 13
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan.. 15
3.2 Prosedur Kerja.. 16
3.3 Tabel Pengamatan. 17
3.4 Lokasi. 18
3.5 Rincian Biaya 18
3.6 Jadwal Praktikum.. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum. 19
4.2 Pembahasan25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 28
5.2 Saran.. 28
DAFTAR PUSTAKA.. 29
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal praktikum takakura.. 18
Tabel 4.1 Tabel pengamatan kompos takakura....21
Tabel 4.2 Tabel pengamatan uji kompos pada tanaman cabe.. 24
Tabel 4.3 Standar kualitas kompos.. 25
Tabel 4.4 Perbandingan hasil pengukuran kompos dengan standar.... 26
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Alur praktikum kompos menggunakan metode takakura 15
Gambar 4.1 Pengukuran pH, suhu dan kelembaban kompos dalam takakura.... 19
Gambar 4.2 Penanaman cabe sebagai uji coba kompos.. 19
Gambar 4.3 Penanaman cabe sebagai kontrol. 20
Gambar 4.4 Perkembangan tanaman cabai..... 20
Gambar 4.5 Perbandingan tanaman cabai A dan B..... 27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Aktivitas manusia di bumi memberikan berbagai dampak di lingkungan
sekitar, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif kegiatan
manusia bagi lingkungan ialah sampah. Sampah akan menjadi dampak negatif
bagi lingkungan ketika manusia tidak bisa mengolah sampah dengan baik
sehingga mencemari lingkungan.. Sampah merupakan materi atau zat, baik
yang bersifat organik maupun anorganik yang dihasilkan dari setiap aktivitas
manusia.
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sampah
persiapan,
Yang temasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk, kereta api,
satelit, kapal laut dan alat transportasi.
8. Sampah industri
Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan hasil
bumi, tumbuh-tumbuhan dan industrinya.
9. Demolition wastes (sampah hasil penghancuran gedung atau bangunan)
Yaitu sampah yang berasal dari perombakan gedung/bangunan gedung.
10. Construction wastes (sampah dari daerah pembangunan)
Yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung, perbaikan,
dan pembaharuan gedung. Sampah dari daerah ini mengandung tanah,
batu-batuan, potongan kayu, alat perekat, dinding, kertas, dll.
11. Sewage solid
Terdiri dari benda kasar yang umumnya zat organik hasil saringan pada
pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan
12. Sampah khusus
Yaitu
sampah
yang
memerlukan
penanganan
khusus
dalam
pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif, dan zat
yang toksis.
2.1.4 Sumber sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa
sumber berikut :
1. Pemukiman penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa
keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat
di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa
makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah
(garbage), sampah kering (rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau
sisa tumbuhan kebun. (Dainur, 1995)
2. Tempat umum dan tempat perdagangan
Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang
berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan.
Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa
Pengomposan
suatu
sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil
bagi C/N yang melebihi 30. Kompos adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman,
kotoran hewan seperti pupuk kandang, pupuk hijau daun dan kompos, berbentuk
cair maupun padatan yang dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah,
meningkatkan daya menahan air tanah, kimia tanah dan biologi tanah.
2.2.2 Definisi pengomposan
Menurut Unus (2002) dalam Sulistyorini (2002), proses pengomposan atau
membuat kompos adalah proses biologis karena selama proses tersebut
berlangsung, sejumlah jasad hidup yang disebut mikroba, seperti bakteri dan
jamur, berperan aktif.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi komposting
Menurut Unus (2002) dalam Sulistyorini (2002), banyak faktor yang
mempengaruhi proses pembuatan kompos, baik biotik maupun abiotik. Faktorfaktor tersebut antara lain:
1. Pemisahan bahan
Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar untuk didegradasi/diurai,
harus dipisahkan, baik yang berbentuk logam, batu, maupun plastik.
Bahkan bahan-bahan
tertentu
yang
bersifat
toksi
serta
dapat
menambahkan
kotoran
hewan
karena
kotoran
hewan
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi saat terjadi peningkatan
suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih
dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh
proritas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan
bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos
4. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara
akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. Apabila ronga
dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses
pengomposan akan terganggu.
5. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat enting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai
oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila
bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60%adalah
kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan
lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih
besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang akibatnya
aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
6. Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur
akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepar pula
proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
10
tumpukan
kompos.
Temperatur
yang
berkisar
antara
30-60C
11
2.3.1 Asal-usul
Pengomposan dengan metode takakura adalah kompos yang diperkenalkan
oleh Mr. Takakura, seorang peneliti yang berasal dari Jepang. Beliau melakukan
penelitiannya tentang pembuatan kompos secara praktis di Surabaya bersama
PUSDAKOTA, Universitas Surabaya dan Kitakyushu Techno-cooperation
Association, Jepang. Metode ini merupakan hasil penemuan dan pengalaman
praktek dari Mr. Takakura, oleh sebab itu metode ini disebut dengan metode
Takakura. Tempat yang digunakan untuk membuat kompos dengan metode ini
sangat sederhana yaitu berupa keranjang yang disebut dengan keranjang
Takakura.
12
13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
3.1.1 Alat dan bahan untuk pembuatan kompos dengan metode takakura
1. Keranjang;
2. Kardus;
3. Kain hitam;
4. Bantalansekam;
5. Sarung tangan;
6. Tali pengikat;
7. Sampah organik (sisa makanan, sayur-sayuran, buah-buahan) yang telah
dicacah;
8. Tiga sendok makan air gula;
9. Kompos (untuk starter);
10. Satu tutup botol EM 4; dan
11. 200 mL air.
3.1.2 Alat Pengukuran Kelembaban, pH, dan Suhu Kompos
1. Termometer;
2. Soilmeter; dan
3. Alat tulis.
3.1.3 Alat dan Bahan Pengujian Kompos pada Tanaman
1. Pot/kaleng;
2. Sarung tangan;
3. Saringan;
4. Benih Cabai;
5. Tanah;
6. Air;
7. Kompos takakura dengan starter EM4 dan larutan air gula;
8. Alat tulis; dan
9. Penggaris.
14
3.2
Prosedur Kerja
Lapisi
keranjang
dengan kardus
Letakkan
bantalan
sekam pada
dasar
keranjang
Campur
sampah
organik
dengan
kompos jadi
Tambahkan 1
tutup botol
EM4 dan
200ml air
Aduk kembali
dan cek pH,
kelembaban serta
tekstur kompos
tiap 2 kali dlaam
seminggu
Masukkan
campuran
tersebut
kedalam
keranjang
Aduk
campuran
sayur organik,
kompos dan
larutan air
gula
Tambahkan 3
sendok makan
larutan air
gula
15
8. Indikator kompos yang sudah jadi adalah jika diraba suhu tumpukan
bahan yang dikomposisikan mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan
bau busuk seperti bau tanah, bentuk fisik seperti tanah (berwarna
kehitaman), pH berkisar antara 6,5-7,5.
9. Kompos yang sudah jadi dikeluarkan dari keranjang dan diayak dengan
saringan santan dengan tujuan untuk menghasilkan kompos halus.
10. Mengeringkan selama lebih kurang 1 minggu sampai kadar air kira-kira
mencapai 20-25%.
11. Sisa ayakan berupa kompos kasar dimasukkan kembali kedalam
keranjang takakura untuk digunakan sebagai starter pembuatan kompos
selanjutnya.
12. Kompos halus yang sudah dikeringkan dapat digunakan sebagai pupuk
tanaman.
3.2.2 Pengukuran kelembaban, pH, dan suhu kompos
1. Menancapkan ujung alat soilmeter pada kompos takakura lalu menekan
tombol pada alat tersebut untuk mengukur pH dan kelembaban.
2. Mencatat nilai yang tertera pada soilmeter. Nilai yang di atas
menunjukkan nilai pH tanah 1-14 dan nilai yang di bawah menunjukkan
nilai kelembaban tanah (dalam %).
3. Mengamati perubahan pH, kelembaban, suhu dan tekstur kompos pada
keranjang takukara setiap dua kali dalam seminggu.
4. Mencatat hasil pengamatan terhadap perubahan pH, kelembaban, suhu
dan tekstur kompos pada keranjang takukara setiap dua kali dalam
seminggu dalam tabel pengamatan.
5. Mencatat waktu pematangan kompos pada tabel pengamatan.
3.2.3 Pengujian kompos pada tanaman cabai
1. Menyiapkan pot/kaleng dan tanah.
2. Mencampurkan tanah dengan kompos takakura, starter EM4, dan
larutan air gula dengan perbandingan 1:3 lalu mengaduk campuran
tersebut sampai rata, kemudian memasukannya ke dalam media
pot/kaleng.
16
Tabel Pengamatan
Tabel pengamatan ada pada Bab IV mengenai hasil dan pembahasan.
3.4
Lokasi
Praktikum pembuatan kompos dengan metode takakura dilaksanakan di
taman kesling yang berada disebelah barat fakultas kesehatan masyarakat.
3.5
Rincian Biaya
1.
Rp 28.500,00
2.
Rp 5.000,00
3.
Rp 5.000,00
4.
Kain hitam
Rp 2.000,00
5.
Sarung tangan
Rp 7.000,00
6.
Tanaman cabe
Rp 3.500,00
Jumlah
3.6
Rp 51.000,00
Jadwal Praktikum
Waktu dan pelaksanaan praktikum pembuatan kompos dengan metode
takakura
Tabel 3.1 Jadwal Praktikum Takakura
No.
Hari dan Tanggal
Kegiatan
1. Minggu, 15 Maret 2015
Pencarian alat dan bahan praktikum.
2. Senin, 16 Maret 2015
Pembuatan kompos takakura dan
pencatatan hasil pengamatan.
3. Jumat, 10 April 2015
Panen hasil kompos dengan metode
takakura.
4. Rabu, 15 April 2015
Uji coba kompos takakura pada tanaman.
5. Setiap hari Senin dan Pencatatan hasil pengamatan pertumbuhan
Kamis tanggal 13, 16, tanaman dengan kompos takakura.
20, 23, 27 dan 30 April
2015 dan tanggal 4, 7, 11
17
6.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Praktikum
Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali dalam seminggu terhadap
Gambar 4.1 Pengukuran pH, Suhu dan Kelembaban Kompos dalam Takakura
Sumber : Data primer
19
20
No
Hari dan
Tanggal
Senin, 16
Maret 2015
Waktu
pengukuran
12.38 WIB
2.
Kamis, 19
Maret 2015
11.25 WIB
3.
Senin, 23
Maret 2015
11.46 WIB
S 0716.028
dan
E
11246.979
6,1
29
>8
Coklat
kehitaman,
warna sayur dan
tomat sudah tak
terlihat.
4.
Kamis, 26
Maret 2015
13.25 WIB
S 0716.028
dan
E
11246.979
6,5
30
Warna hitam,
sudah tidak
terlihat bentuk
sampah tapi
ukuran masih
1.
Bau
Tekstur
Bau starter
tidak tercium,
namun bau
sampah sayuran
masih
menyengat dan
mendominasi
Sayur masih
terlihat,
tekstur masih
kasar,
Bau sayur
busuk masih
ada.
Tekstur kasar
dan kering
sedikit basah.
Bau sayur
sudah
menghilang dan
sudah
mendekati bau
tanah
Bau tanah dan
seperti kompos
awal.
Tekstur kasar
dan masih
basah
tekstur masih
basah
21
lumayan besar.
5.
Senin, 30
Maret 2015
6.
Selasa 31
Maret 2015
Kamis 2
April 2015
7.
8.
Senin 6
April 2015
11:40 WIB
11:28 WIB
S 0716.028
dan
E
11246.979
6,4
24
S 0716.028
dan
E
11246.979
6,1
31
4,5
S 0716.028
dan
E
11246.979
6,6
25
1,8
Warna hitam,
sudah tidak
terlihat bentuk
sampah, bentuk
sudah agak
halus, tapi
tumbuh jamur
Penambahan
dedak
Warna sedikit
menjadi coklat
karena
dilakukan
penambhan
dedak dihari
sebelumnya,
untuk
mengurangi
kelembapan dan
kandungan air
pada kompos.
Warna dedak
yang mencolok
sudah agak
coklat
kehitaman,
telstur halus
Bau seperti
tanah
Tekstur
lembab
Bau seperti
kompos dan
tanah
Tekstur
sedikit basah
dan dilakukan
penggantian
kardus, karena
kardus rusak
dan basah
Bau seperti
tanah
Tekstur sudah
sedikit kering
22
9.
Kamis 9
April 2015
S 0716.028
dan
E
11246.979
10. Jumat 10
April 2015
S 0716.028
dan
E
11246.979
29
Warna
mendekati
warna tanah
Bau seperti
tanah
Tekstur sudah
kering
Pemanenan,
warna sudah
seperti tanah
dan seperti
kompos
sebelumnya.
Bau seperti
tanah
Tektur sudah
kering dan
siap untuk
dipanen
23
No
Tanggal
1.
Rabu. 15 April
2015
Selasa, 21 April
2015
2.
3.
Kamis, 23 April
2015
4.
Senin, 27 April
2015
5.
Senin, 4 Mei
2015
6.
Senin, 12 Mei
2015
Deskripsi tanaman
kompos takakura
Daun berwarna hijau
Daun berwarna hijau,
terjadi pertambahan
tinggi sedikit.
Daun berwarna hijau,
terjadi pertambahan
tinggi sedikit.
Tumbuh cabangcabang baru dan bakal
bunga.
Muncul banyak
bunga, daun lebat dan
hijau.
Muncul banyak
bunga, daun hijau dan
lebat, lebar daun
besar, pertambahan
tinggi signifikan
24
4.2 Pembahasan
4.2.1
Kompos
Menurut SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
1. Kadar air
Kadar air awal saat pengukuran masih diatas 80%. Hal ini disebabkan
sampah organik domestik yang digunakan sebagai bahan kompos
mengeluarkan air lindi sehingga kadar airnya masih tinggi. Seiring
berjalannya pembusukan kompos, kadar air pun mengalami penurunan.
Saat pengukuran ke 5, kelembaban masih tinggi sehingga diberikan
perlakuan berupa penambahan dedak untuk menurunkan kadar air dalam
kompos.
Standar kualitas kompos yang baik menurut SNI 19-7030-2004 adalah
maksimal sebesar 50%. Hasil pengukuran kadar air pada kompos di hari
akan dipanen adalah 30% sehingga masih dibawah standar maksimal.
2. Temperatur
Suhu saat pengukuran pertama dilakukan adalah sebesar 37 C. Hal ini
menunjukkan adanya aktivitas pembusukan sehingga suhu tinggi.
Kemudian, setelah mengalami aktivitas pembusukan, suhu mulai menurun.
25
Suhu maksimal untuk kompos yang baik adalah sama dengan suhu air
tanah yaitu sebesar 18 C - 30 C yang merupakan tingkat optimum
aktivitas organisme dalam tanah (Soemarmo, 2011). Hasil pengukuran
menunjukkan suhu 29 C sehingga sudah sesuai dengan suhu tanah dan
kompos dapat dipanen.
3. Warna
Warna saat awal dibuatnya kompos masih beraneka ragam mengikuti
warna bahan sampah organik domestik. Setelah mengalami proses
pembusukan, kompos mulai berwarna seperti tanah dan kehitaman.
Kompos siap dipanen apabila warnanya telah kehitaman. Saat pemanenan,
warna kompos yang dibuat telah tampak kehitaman.
4. Bau
Sampah organik domestik memiliki bau yang menyengat dan tidak
sedap. Setelah mengalami proses pembusukan oleh bakteri anaerob,
sampah mulai berbau seperti tanah dan bertekstur seperti tanah juga.
Kompos yang baik memiliki bau seperti tanah dan saat pemanenan, bau
kompos seperti tanah.
5. pH
pH sampah organik domestik masih asam saat dilakukan pengukuran
awal yaitu sebesar 4. Setelah mengalami proses pengomposan ini, pH
mulai bertambah hingga mencapai pH netral. Menurut standar, pH
untukkompos adalah sebesar 6,8 7,49. Hasil pengukuran pH kompos saat
akan di panen adalah 7 sehingga menunjukkan bahwa kompos telah siap di
panen.
Secara lebih ringkas, perbandingan hasil pengukuran kompos saat panen
dengan standar dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Pengukuran Kompos dengan Standar
Komponen
Hasil Pengukuran
Standar dalam
SNI 19-7030-2004
Kelembaban/Kadar Air
30%
Maksimal 50%
Temperatur/Suhu
29 C
Maksimal suhu air tanah
26
Warna
Bau
pH
Kehitaman
Seperti tanah
7
18 C - 30 C
Kehitaman
Seperti tanah
6,8 7,49
4.2.2
dua tanaman cabe yaitu cabe B yang ditanam pada pot plastik sebagai variabel
kontrol dan cabe A yang ditanam pada pot kaleng sebagai variabel bebas. Tanaman
cabe dipilih karena mudah tumbuh dan mudah diamati perubahannya.
Tanaman B
Tanaman A
27
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Pengolahan sampah organik menjadi kompos sangatlah mudah. Langkah
pertama adalah melapisi keranjang dengan kardus lalu meletakkan bantalan sekam
didasarnya. Kemudian campur sampah organik, air gula, dan EM 4 dengan campuran
air lalu diaduk-aduk hingga merata. Campuran tersebut selanjutnya dimasukkan
kedalam keranjang lalu ditutup dengan bantal sekam dan kain hitam. Untuk melihat
perkembangan kompos tersebut dilaksanakan pengukuran suhu dengan menggunakan
termometer dan pH serta kelembaban dengan menggunakan soilmeter. Cara
menggunakan soilmeter sangatlah mudah, hanya dengan menamcapkan alat tersebut
pada kompos lalu menekan tombol pada alat tersebut untuk melihat hasil pH dan
kelembaban. Nilai pH dan kelembaban tertera pada soilmeter. Nilai yang di atas
menunjukkan nilai pH tanah 1-14 dan nilai yang di bawah menunjukkan nilai
kelembaban tanah (dalam %).
Kompos yang telah dipanen digunakan dalam penanaman cabai. Dalam
praktikum terdapat dua perlakuan, yang pertama tanaman cabai A diberi kompos
sedangkan tanaman cabai B sebagai kontrol. Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa
terjadi perubahan yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman cabe A bila
dibandingkan dengan tanaman B sebagai kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
kompos berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
5.2
Saran
Untuk mengatasi panen kompos yang terlalu lama akibat kelembaban kompos
yang tinggi, maka disarankan untuk menggunakan sampah organik yang tidak basah.
Hal ini juga mencegah adanya jamur yang tumbuh di sekitar keranjang takakura.
28
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup Bengkulu. (2012). Dampak Sampah Terhadap
Lingkungan.
Dipetik
Mei
12,
2015,
dari
http://blhkotabengkulu.web.id/index.php?option=com_content&view=article
&id=183:dmp&catid=34:jasa-raharja-mendukung-qmenuju-bengkulu-hijauq
Balai Pengkajian Teknologi Bengkulu (---.). Teknologi Pembuatan Kompos (Pupuk
Organik).
Dipetik
Mei
12,
2015,
dari
http://bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/phocadownload/buku%20kompos.
pdf
Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Dainur. (1995). Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Widya
Medika.
Dewi, Y. S., & Treesnowati. (2012). Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga
Menggunakan Metode Komposting. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT'S
Vol. 8 No. 2 , 35-48.
Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah. Jakarta: LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69. Sekretariat Negara.
Ismoyo, I. H. (1994). Kamus Istilah Lingkungan. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
Departemen Kehutanan. (2013, September 26). SAMPAH:Ancaman bagi Kawasan
Wisata
Alam.
Dipetik
Mei
12,
2015,
dari
http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_
KEHUTANAN/info_5_1_0604/isi_4.htm
Sulistyorini, L. (2005). Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No. 1 , 77-84.
Mifbakhuddin, dkk. (2010). Gambaran Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Tinjauan
Aspek Pendidikan, Pengetahuan, dan Pendapatan Perkapita di RT 6 RR 1
Kelurahan Pedurungan Tengah Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Indonesia, Vol. 6 No. 1, 1-2.
Mukono, H. J. (2006). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan (Edisi Kedua).
Surabaya: Airlangga University Press.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Seloliman. (2007). Ayo Membuat Kompos
Takakura. Mojokerto: Tim Move Indonesia.
Sulistyorini, L. (2005). Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No. 1 , 77-84.
Sutedjo, M. M. (2002). Pupuk Dan Cara Penggunaan. Jakarta: Rineka Cipta.
29
LAMPIRAN
1. Pembuatan kompos takakura
30
31