You are on page 1of 34

Asuhan Keperawatan Katarak, Contoh Asuhan Keperawatan

Katarak, Makalah Asuhan Keperawatan Katarak, Katarak adalah


kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur angsur
penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya.
Contoh Asuhan Keperawatan Katarak

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan
nasional, telah mewujudkan hasil ynag positif di berbagai bidang,
yaitu adanya kemajuan eknomi, perbaikan linkungan hidup,
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang
medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan umur
harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia
lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.
Peningkatan umur harapan hidup masyarakat di Indonesia dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Angka Harapan Hidup di Indonesia
Tahun

Laki-laki

Perempuan

Total

1971

44,2

47,2

45,7

1980

50,6

53,7

52,2

1990

58,1

61,5

59,8

1995

61,5

65,4

63,5

2000

63,3

67,2

65,3

2005

64,9

68,8

66,9

2010

66,4

70,4

68,4

2015

67,7

71,7

69,8

2020

69,0

73,0

71,7

Sumber: BPS, 1992, 1993 Keterangan: Angka harapan hidup sejak


lahir
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada
500 juta dengan usia rata rata 60 tahun dan diperkirakan pada
tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti
Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000
orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari
penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom
pada masa lalu berganti menjadi Ledakan penduduk lanjut usia.
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap orang lanjut usia di
Indonesia yang dilakukan oleh Prof. Dr.R. Boedhi Darmojo, terjadi
peningkatan jumlah lanjut usia yang sangat signifikan seperti
terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1 Demografi Orang Lanjut Usia di Indonesia

Tahun

198
0

198
5

199
0

199
5

20
00

202
0

Total penduduk (55


tahun ke atas)

148

165

183

202

222
29,1
2

a. Total (juta)

11,4

13,3

16

19

22,
2

b. Persentase (%)

7,7

8,7

9,4

10

11,0
9

Harapan hidup

55,3
0

58,1
9

61,1
2

64,0
5

6570

7075

Menurut penelitian Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo


Berdasarkan Data pada Biro Pusat Statistika dan beberapa sumber
lain, dapat diketahui jumlah dan prosentase populasi lansia di
Indonesia pada tahun 1971 2020 sesuai pada tabel berikut ini:

Tabel 1.2 Jumlah dan Persentase Populasi Lansia Indonesia 1971


2020
Tahun

Jumlah Lansia

Persentase

1971 (a)

5.306.874

4,48%

1980 (b)

7.998.543

5,45%

1990 (c)

11.277.557

6,29%

1995 (d)

12.778.212

6,56%

2000 (d)

15.262.199

7,28%

2005 (d)

17.767.709

7,97%

2010 (d)

19.936.859

8,48%

2015 (d)

23.992.553

9,77%

2020 (d)

28.822.879

11,34%

Sumber: (a) Biro Pusat Statistika,


Statistika,1983; (c) Biro Pusat

1974;

(b)

Biro

Pusat

Statistika, 1992; (d) Ananta dan Anwar, 1994. Dikutip oleh Djuhari
dan Anwar, 1994
Meningkatnya umur harapan hidup dipengaruhi oleh:
1)

Majunya pelayanan kesehatan

2)

Menurunnya angka kematian bayi daan anak

3)

Perbaikan gizi dan sanitasi

4)

Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi

Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan


secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental,
sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan bergesernya pola
perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit pada
lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak
menular (degeneratif).
Survei rumah tangga tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia
lebih dari 55 tahun sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000
nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman
Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap pasien lansia bisa menjadi tugas yang
menantang bagi para tenaga klinis. Perubahan perubahan kecil
dalam kemampuan seorang pasien lansia untuk melaksanakan
aktivitas sehari hari atau perubahan kemampuan seorang pemberi
asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya
memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan
aspek aspek lain dari kondisi klien lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi asuhan keperawatan dalam hal ini
perawat sebagai salah satu kompetensi yang harus diemban, maka
dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik
khususnya pada klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik,
maka pada kesempatan mengenyam tahap profesi ini, mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, Angkatan II, Gerbong I, diterjunkan secara
langsung di Panti Sosial Tresna Werdha Bahagia di Kabupaten
Magetan, guna mendapat pengalaman secara langsung mengenai
perubahan perubahan yang terjadi pada lansia serta konsep
asuhan keperawatan pada klien lansia yang mengalami gangguan
atau masalah kesehatan.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan praktek keperawatan gerontik adalah sebagai lahan
penerapan asuhan keperawatan gerontik khusunya pada klien lansia

dengan post operasi katarak guna meningkatkan status kesehatan


klien lansia.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat praktek keperawatan gerontik adalah:
1)
Sebagai lahan penerapan asuhan keperawatan gerontik bagi
mahasiswa.
2)
Membantu meningkatkan status kesehatan lansia melalui
pendekatan praktek keperawatan.
1.4 Sistematika Laporan
Sistematika laporan kegiatan ini adalah:
1) Bab 1 Pedahuluan memuat: Latar Belakang, Tujuan Kegiatan,
Manfaat an Sistematika Laporan.
2) Bab 2 Konsep Teori memuat: Konsep Lansia, Konsep Penyakit
Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien
Post Operasi Katarak.
3)
Bab 3 Asuhan Keperawatan Gerontik memuat: Pengkajian,
Perumusan Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi.
4)

Bab

Penutup,

memuat:

Kesimpulan

dan

Saran.

BAB 2
KONSEP TEORI
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teori yang memuat: Konsep
Lansia, Konsep Penyakit Post Operasi Katarak dan Konsep Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Post Operasi Katarak.
2.1 Konsep Teori Lansia
2.1.1 Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

2.1.2 Proses Menua


Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas
emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak
harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan
yangmenuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus menerus.
Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka
timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh
MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah masalah yang
menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang
lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam
pola hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah
meninggal atau pindah,
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang
bertambah banyak dan
5) Belajar memperlakukan anak anak yang telah tumbuh dewasa.
Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan
fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap
diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang.
Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap
kegiatan kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk
itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga
kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan

untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan
kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya
terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya.
Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak
memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan
pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah
perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan,
ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994)
adalah:
1) Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya.
2) Penarikan diri ke dalam dunia fantasi
3) Selalu mengingat kembali masa lalu
4) Selalu khawatir karena pengangguran,
5) Kurang ada motivasi,
6) Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan
7) Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini
dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.
2.1.3 Teori Proses Menua
1) Teori teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori immunology slow virus (immunology slow virus theory)

Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
2) Teori kejiwaan sosial
a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni :
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial

3. berkurangnya kontak komitmen


2.1.4 Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan lanjut usia, antara lain: (Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1) Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2) Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia
2.1.5 Faktor faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
2.1.6 Perubahan perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,
sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria,
endokrin dan integumen.
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.

b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep dir.
3) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
2.1.7 Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old Peoples Welfare Council , dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu :
1) Depresi mental
2) Gangguan pendengaran
3) Bronkhitis kronis
4) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5) Gangguan pada koksa / sendi pangul
6) Anemia
7) Demensia
2.2 Konsep Penyakit Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa tanpa nyeri yang berangsur
angsur penglihatan kabur akhirnya tidak dapat menerima cahaya (Barbara
C.Long, 1996)
2.2.2 Etiologi
1) Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak Senilis
2) Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh
sinar X atau benda benda radioaktif.
3) Penyakit mata seperti uveitis.
4) Penyakit sistemis seperti DM.
5) Defek kongenital
2.2.3 Patofisiologi

Dalam keadaan normal transparansi lensa terjadi karena adanya


keseimbangan atara protein yang dapat larut dalam protein yang tidak dapat
larut dalam membran semipermiabel. Apabila terjadi peningkatan jumlah
protein yang tdak dapat diserap dapat mengakibatkan penurunan sintesa
protein, perubahan biokimiawi dan fisik dan protein tersebut mengakibatkan
jumlah protein dalam lens melebihi jumlah protein dalam lensa melebihi
jumlah protein dalam bagian ynag lain sehingga membentuk suatu kapsul
yang dikenal dengan nama katarak. Terjadinya penumpukan
cairan/degenerasi dan desintegrasi pada serabut tersebut menyebabkan
jalannya cahaya terhambat dan mengakibatkan gangguan penglihatan.
2.2.4 Macam macam Katarak
1) katarak kongenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sdah idapatkan pada waktu lahir.
Jenisnya adalah:
a) Katarak lamelar atau zonular.
b) Katarak polaris posterior.
c) Katarak polaris anterior
d) Katarak inti (katarak nuklear)
e) Katarak sutural
2) Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak anak sesudah lahir.
3) Katarak senil
Adalah kekeruhan lensa ang terjadi karena bertambahnya usia. Ada beberapa
macam yaitu:
a) katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
b) Katarak kortikal
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c) Katarak kupliform
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.
Katarak senil dapat dibagi atas stadium:
a) katarak insipiens
Katarak yang tidak teratur seperti bercak bercak yang membentuk gerigi
dengandasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
b) katarak imatur
Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh
lensa sehingga masih terdapt bagian- bagian yang jernih pada lensa.
c) katarak matur

Bila proses degenerasi berjala terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama sama hasil desintegritas melalui kapsul.
d) katarak hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut sehingga korteks lensa mencair dan
dapat keluar melalui kapsul lensa.
4) Katarak komplikasi
Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut dapat intra okular atau penyakit
umum.
5) Katarak traumatik
Terjadi akibat ruda paksa atau atarak traumatik.
2.3 Kosep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post
Operasi Katarak
2.3.1 Pengkajian
1) Data Subyektif
a) Nyeri
b) Mual
c) Diaporesis
d) Riwayat jatuh sebelumnya
e) Pengetahuan tentang regimen terapeutik
f) Sistem pendukung, lingkungan rumah.
2) Data obyektif
a) Perubahan tanda tanda vital
b) Respon yang azim terhadap nyeri
c) Tanda tanda infeksi:

Kemerahan

Edema

Infeksi konjungtiva (pembuluh darah konjungtiva menonjol)

Drainase pada kelopak mata dan bulu mata

Zat purulen

Peningaktan suhu tubuh

Nilai laboratorium: peningkatan SDP, perubahan SDP, hasil


pemeriksaan kultur sesitivitas abnormal.
d) Ketajaman penglihatan masing masing mata.
e) Cara berjalan, riwayat jatuh sebelumnya.
f) Kemungkinan penghalang lingkungan seperti;

kaki kursi, perabot yang rendah

Tiang infus

Tempat sampah

Sandal

g) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi.


2.3.2 Perumusan Diagnosa Keperawatan
2) Nyeri akut b/d interupsi pembedahan jaringan tubuh
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b/d peningkatan perentanan sekunder
terhadap interupsi permukaan tubuh.
4) Resiko tinggi terhadap cidera b/d keterbatasan penglihatan, berada di
lingkungan yang asing dan keterbatasan mobilitas dan perubahan kedalaman
persepsi karena pelindung mata.
5) Resiko tinggi terhadap infektif penatalaksanaan regimen terapeutik b/d
kurang aktivitas yang diijinkan, obat obatan, komplikasi dan perawatan
lanjutan.
2.3.3 Perencanaan
1) Nyeri akut
a) Tujuan: nyeri teratasi
b) Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri progresif dan
penghilangan nyeri setelah intervensi.
c) Intervensi:

Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang


efektif.
Rasional: Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.

Jelaskan bahwa nyeri dapat akan terjadi sampai beberapa jam setelah
pembedahan.
Rasional: Nyeri post op dapat terjadi sampai 6 jam post op.

Lakukan tindakan penghilanagn nyeri non invasif atau non


farmakologik, seperti berikut;

Posisi: tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah ubah antara


berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak dioperasi.

Distraksi

Latihan relaksasi
Rasional: beberapa tindakan penghilang nyeri non invasif adalah tindakan
mandiri yang dapat dilaksanakan perawat dalam usaha meningkatkan
kenyamanan pada klien.

Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan aalgesik yang


diresepkan.
Rasional: Analgesik mambantu dalam menekan respon nyeri dan
menimbulkan kenyamanan pada klien.

Beritahu doker jika nyeri tidak hilang setelah jam pemberian obat, jika
nyeri disertai mual atau jika anda memperhatikan drainase pada pelindung
mata.

Rasional: Tanda ini menunjukkan peningaktan tekanan intra okuli (TIO) atau
komplikasi lain.
2) Resiko tinggi terhadap infeksi
a) Tujuan: infeksi tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: klien akan menunjukkan penyembuhan insisi tanpa gejala
infeksi.
c) Intervensi:

Tingkatkan penyembuhan luka:

Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan


asupancairan yang adekuat.

Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai hari pertama


setelah operasi atau sampai diberitahukan
Rasional: Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan

Gunakan teknik aseptik untuk meneteskan tetes mata:

Cuci tangan sebelum memulai

Pegang alat penetes agak jauh dari mata

Ketika meneteskan, hindari kontak antara ata, tetesan dan alat


penetes.
Ajarkan teknik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
Rasional: Teknik aseptik meminimialkan masuknya mikroorganisme dan
mengurangi resiko infeksi.

Kaji tanda dan gejala infeksi:

Kemerahan, edema pada kelopak mata

Infeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol)

Drainase pada kelopak mata dan bulu mata

Materi purulen pada bilik anterior (antara korm\nea dan iris)

Peningkatan suhu

Nilai laboratorium abnormal (mis. Peningkatan SDP, hasil kultur dan


sensitivitas positif)
Rasional: Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk
meminimalkan keseriusan infeksi.

Lakukan tindakan untuk mencegah ketegangan pada jahtan (misal


anjurkan klien menggunakan kacamata protektif dan pelindung mata pada
siang hari dan pelindung mata pada malam hari).
Rasional: Ketegangan pada jahitan dapat menimbulkan interupsi menciptakan
jalan masuk untuk mikroorganisme.

Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.

Rasional: Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan


memulai penanganan farmakologi.
3) Resiko tinggi terhadap cidera
a) Tujuan: Cidera tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cidera atau trauma jaringan selama
dirawat.
c) Intervesi:

Orientasikan klien pada lingkungan ketika tiba.


Rasional: Pengenalan klien dengan lingkungan membantu mengurangi
kecelakaan.

Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.

Singkirkan penghalang dari jalur berjalan.

Singkrkan sedotan dari baki.

Pastikan pintu dan laci tetap tertutup atau terbuka secara sempurna.
Rasonal: Kehilangan atau gangguan penglihatan atau menggunakan
pelindung mata juga apat mempengaruhi resiko cidera yang berasal dari
gangguan ketajaman dan kedalaman persepsi.

Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat


melihat dan meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
Rasional: Tinakan ini dapat membantu mengurangi resiko terjatuh.

Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan rumah untuk


kemungkinan bahaya.

karpet yang tersingkap.

Kabel listrik yang terpapar.

Perabot yang rendah

Binatang peliharaan

Tangga
Rasional: Perlunya untuk empertahankan lingkungan yang aman dilanjutkan
setelah pulang.
4) Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan
regimen terapeutik
a) Tujuan: Inefektif penatalaksanaan regimen tidak terjadi.
b) Kriteria hasil: Berkaitan dengan rencana pemulangan rujuk pada rencana
pemulangan.
c) Intervensi:

Diskusikan aktifitas yang diperbolehkan setelah pembedahan.

Membaca

Menonton televisi

Memasak


Melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan

Mandi siram atau mandi di bak mandi.


Rasional: Memulai diskusi dengan menguraikan aktifitas yang diperbolehkan
daripada pembatasan memfokuskan klien pada aspek positif penyembuhan
daripada aspek negatifnya.

Pertegas pembatasan aktifitas yang disebutkan dokter yang mungkin


termasuk menghindari aktifitas berikut:

Berbaring pada sisi yang dioperasi

Membungkuk melewati pinggang

Mengangkat benda yang beratnya melebihi 10 kg.

Mandi

Mengedan selama defekasi.


Rasional: Pembatasan diperlukan utnuk menguangi gerakan mata dan
mencegah peningkatan tekanan okuler. Pembatasan yang spesifik tergantung
pada beberapa faktor, termasuk sifat dan luasnya pembedahan, preferensi
dokter, umur serta status kesehatan klien secara keseluruhan. Pemahaman
klein tentang alasan untuk pembatasan ini dapat mendorong kepatuhan klien.

Tekankan pentingnya tidak mengusap mata atau menggosok mata dan


menjaga balutan serta pelindung protektif tetap pada tempatnya sampai hari
pertama setelah operasi.
Rasional: Mengusap atau menggosok mata dapat merusak integritas jahitan
dan memebrikan jalan masuk untk mikroorganisme. Menjaga mata tertutup
mengurangi resiko kontaminasi oleh mikroorganisme di udara.

Jelaskan informasi berikut untuk tetap setiap obat obatan yang


diresepkan.

Nama, tujuan dan kerja obat.

Jadwal, dosis (jumlah dan waktu)

Teknik pemberian

Instruksi atau kewaspadaan khusus


Rasional: Memberikan informasi yang akurat sebelum pulang dapat
meningkatkan kepatuhan dengan regimen pengobatan dan membantu
mencegah kesalahan dalam pemberian obat.

Instruksikan klien dan keluarga untuk melaporkan tanda dan gejala


berikut:

Kehilangan penglihatan

Nyeri pada mata

Abnormalitas penglihatan (misalnya, kilasan cahaya atau mengeras)

Emerahan, drainase meningkat, suhu meningkat.

Rasional: Melaporkan tanda dan gejala ini lebih awal memungkinkan


intervensi yang cepat untuk mencegah atau meminimalkan infeksi,
peningkatan tekanan intra okular, perdarahan, terlepasnya retina atau
komplikasi lain.

Instruksikan untuk menjaga hygiene mata (membuang drainase yang


mengeras dengan menyeka kelopak mata yang terpejam menggunakan bola
kapas yang dielmbabakan dengan larutan irigasi mata).
Rasional: Sekresi dapat melekat pada kelopak mata dan blu mata.
Pembuangan sekresi dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi resiko
infeksi dengan mneghilangkan sumber mikroorganisme.

Tekankan pentingnya perawatan lanjutan yang adekuat, dengan adwal


yang ditentukan oleh ahli bedah. Klien harus mengetahui tanggal dan waktu
jadwal perjanjian pertamanya sebelum pulang.
Rasional: Perawatan lanjutan memberikan kemungkinan penyembuhan dan
memngkinkan deteksi dini komplikasi.

Sediakan instruksi tertulis pada waktu klien pulang.


Rasional: Instruksi tertulis memberikan klien dan keluarga sumber informasi
yang dapat merekam rujuk jika diperlukan.
2.3.4 Pelaksanaan
Disesuaikan dengan intervensi yang telah ditetapkan serta keadaan umum
klien.
2.3.5 Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan metode
SOAP.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KATARAK
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2001 pada pukul
11.30 WIB samapi dengan selesai pada pukul 12.30 WIB.
3.1.1 Pengumpulan data
1) Data biografi klien
a) Nama :b) Tempat dan tanggal lahir:
c) Pendidikan terakhir:d) Agama:
e) Satus perkawinan:-

f) TB/BB:
g) Penampilan umum: bersih dan rapi, tubuh kurus, ramah.
h) Ciri ciri tubuh: jalan masih tegak, rambut sebagian memutih.
i) Alamat: Sepanjang, Surabaya
j)
Orang yang dekat dihubungi: adik klien
k) Hubungan dengan klien: adik kandung
3) Riwayat pekerjaan
Pekerjaan saat ini: Pekerjaan sebelumnya: tukang pijat keliling, sumber
sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan:
4) Riwayat lingkungan hidup
Klien tinggal di Wisma Pandu, 1 kamar berdua dengan Ibu Darmiatun. Kondisi
kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak ada
pakaian kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur cukup
bersih. Pertukaran udara an cahaya matahari cukup bersih. Tingkat
kenyamanan dan privacy cukup terjamin. Klien juga punya tongkat 1 buah,
tapi jarang digunakan.
5) Riwayat rekreasi
Klien mengaku sering jalan jalan kewisma wisma yang lain untuk
menengok teman temannya atau sekedar mengobrol. Klien juga
mengatakan sangat senang dengan adanya kegiatan senam lansia setiap hari
Selasa dan Kamis serta kegiatan rekreatif setiap hari Rabu, karena ada
hiburan serta kesempatan bertemu dengan teman temannya yang lain.
6) Sistem pendukung
Di panti ada seorang perawat lulusan SPK dan panti telah mengkibatkan
kerjasama sistem rujukan dengan puskesmas pembantu Candirejo serta
RSUD Magetan. Serta keberadaan teman sekamar klien yang sangat
memperhatikan kondisi klien sangat membantu pegawasan kesehatan klien.
7) Deskripsi kekhususan
Klien semenjak bulan puasa, rajin puasa setiap hari dan sampai har ini belum
pernah gagal puasa. Sholat 5 waktu juga dilaksanakan oleh klien secara rutin,
bahkan shalat tarawih pun dilaksanakan setiap hari di musholla.
8) Status kesehatan
Klien mengatakan penglihatannya mulai terasa kabur sejak lebih kurang 3
tahun yang lalu. Klien juga mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien
merasa seat sehat saja. Semenjak operasi klien mengeluh nyeri pada mata
kiri, mata kiri terasa panas, berair, nyeri terasa sampai menyebar ke kepala.
Provokative
: Nyeri dirasa setelah klien terpapar sinarmatahari
langsung atau baru bangun tidur.

Quality
: Nyeri dirasakan menyebarsampai ke kepala disertai mata
kiri terasa panas dan berair.
Region
: Nyeri terasa pada mata kiri menyebar sampai kepala
Severity scale : Bila nyeri kambuh, klien mengatakan sulit tidur.
Timming
: saat bangun tidur dan setelah terpapar sinar matahari
langsung.
Klien post op 16 hari yang lalu dan telah banyak mendapatkan informasi dari
perawat panti serta pendamping wisma yang bertugas mengenai perawatan
luka pada post operasi serta pantangan pantangan yang harus diperhatikan
oleh klien. Tetapi setelah dilaksanakan pengkajian , terlihat banyak sekret
yang menumpuk pada mata kiri dan ternyata klien belum memahami
beberapa pantangan yang arus dijalaninya.
Obat obatan: bila nyeri biasanya perawat memberikan Gentamycin Salp 31
Satus imunisasi:
Alergi terhadap obat obatan, makanan maupun zat paparan lain seperti
debu, cuaca tidak ada pada klien.
9) A D L (activity daily living)
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan
A karena berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi
kebutuhan makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian
secara mandiri.
Kebutuhan istirahat tidur kadang kadang terganggu bila nyeri pada luka post
operasi kambuh. Pada pengkajian personal hygiene tampak penumpukan
sekret pada mata kiri klien.
Psikologis kien meliputi:

Persepsi klien terhadap penyakit: klien merasa wajar karena umurnya


sudah tua.

Konsep diri baik karena klien mampu memandang dirinya secara positif
dan mau menerima kehadiran orang lain.

Emosi klien stabil

Kemampuan adaptasi klien baik, terlihat daris eringnya klien


mengunjungi teman temannya di wisma yang lain.

Mekanisme pertahanan diri: klien mengnaggap kehidupan di luar panti


sudah tidak menarik lagi baginya, klien ingin menghabiskan hari tuanya di
panti. Klien mengatakan senang tinggal di panti karena mendapatkan
keteraturan dalam hal makan, istirahat dan kebutuhan lain terpenuhi.
10) Tinjauan sistem
a) Keadaan umum: baik, klien tampak bersih.
b) Tingkat kesadraan : CM (compos mentis)

c) Skala koma glasgow: 15


d) Tanda tanda vital: N: 76 x/mnt; S: 36,8 C, RR: 18 x/mnt; TD: 130/80
mmHg.
e) Sistem kardiovaskuler:

Inspeksi: keadaan umum terlihat baik

Palpasi: Tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran


jantung.

Perkusi: Tidak ada suara redup, pekak atau suara abnoral lain.

Auskultasi: Irama jantung teratur, tidak ada suara lain menyertai.


f) Sistem pernafasan:

Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, pergerakan otot dada (-)

Palpasi: Tidak ada pembesaran abnormal, iktus kordis teraba.

Perkusi: Suara paru ka/ki sama dan seimbang

Auskultasi: Suara pekak, redup, wheezing (-)


g) Sistem integumen
Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (+),
dekubitus (-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit baik.
h) Sistem perkemihan
Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari,
jumlah baias (K100 cc). Ngompol (-)
i) Sistem muskuloskletal
ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, osteoporosis (-),
kemampuan menggenggam kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada
kelainan tulang, atrofi dll.
j)
Sistem endokrin
Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada
pembesaran kelenjar.
k) Sistem immune
Klien mengatkan belum pernah disuntik imunisasi, sensitivitas terhadap zat
alergen (-), riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan
tidak tahu.
l) Sistem gastrointestinal
Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti
ditambah dengan kadang kadang minum kopi. Klien mampu menghabiskan
1 porsi makanan yang disediakan pendamping wisma tanpa keluhan mual.
Klien mengatakan tinggal di panti membuatnya makan teratur 3x/hari dengan
snack 2x/hari dan tambahan susu, teh atau kopi sehingga klien merasakan
badannya lebih gemuk semenjak tinggal di panti. BB sekarang: 33 kg,
0

keadaan gigi klien: sudah ompong semuanya, klien mengatakan tidak ada
kesulitan menelan an mengunyah makanan.
m) Sistem reproduksi
Klien mengatakan tidak punya anak dari hasil pernikahannya, riwayat berhenti
menstruasi lebih kurang 30 tahun yll.
n) Sistem persyarafan
Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap
pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-), bahasa
yang digunakan adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Interpretasi klien
terhadap lawan bicara cukup aik.
Keadaan mata kiri tampak penumpukan sekret, penglihatan agak kabur tetapi
klien mampu pergi ke wisma lain tanpa bimbingan orang lain atau
menggunakan tongkat dan klien juga mampu mengikuti kegiatan senam
dengan baik. IOL (+), hiperemis (+). Klien mampu melihat dalam jarak
pandang K50 mtr. Kemampuan pendengaran agak menurun sehingga lawan
bicara harus berbicara agak keras supaya klien mendengar.
11) Status kognitif/afektif/sosial
a) Short potable mental status questionaire (SPMSQ) dengan skor: 10,
fungsi intelektual utuh.
b) Mini mental state exam (MMSE) dengan skor: 25, aspek kognitif dari
fungsi mental dalam keadaan baik.
c) Inventaris depresi beck, dengan skor: 3 pada keraguan raguan,
kesulitan kerja dan keletihan. Jadi tidak ada tanda tanda depresi pada klien.
d) Apgar keluarga denagn lansia, skor: 8 dimana fungsi sosial klien dalam
kedaan normal.
12) Data penunjang
Hasil pemeriksaan gluko test (-)
3.1.2 Analisa Data
No

Data

Etiologi

Masalah

1.
2.
3.

DS:
Klien mengeluh
nyeri pada mata kiri pot
op menyebar ke kepala
saat terpapar sinar
matahari atau baru
bangun tidur.
Klien mengatakan
bila nyeri kambuh,

Interupsi
pembedahan
katarak pada
mata kiri.
Peningkatan
kerentanan
skunder
terhadap
interupsi

Nyeri
Resiko infeksi
Resiko cidera

mengalami kesulitan
tidur.
Klien mengatakan
riwayat operasi katarak
mata kiri 16 hari yll.
DO:
Mata kiri berair,
hiperemis(+)
IOL (+)
DS:
Klien mengatakan
mata kiri terasa nyeri,
panas dan nyeri
menyebar sampai ke
kepala.
Klien mengatakan
mata kirinya terus
berair dan
mengeluarkan kotoran.
DO:
Sekret pada mata
kiri (+).
Mata kiri berair(+)
Riwayat post op
katarak 16 hari yll.
DS:
Klien mengatakan
matanya terasa kabur
sejak K3 tahun yang
lalu.
Klien mengatakan
usianya sudah 85
tahun.
DO:
Klien berjalan tegap,
cara berjalan seimbang
tapi ragu ragu.
Klien mampu

pembedahan
katarak.
Keterbatasan
penglihatan.

melihat dalam jarak


pandang K50 mtr.
3.1.3 Perumusan Masalah
1) Nyeri
2) Resiko infeksi
3) Resiko cidera
3.2 Diagnosa Keperawatan dan Perumusan Prioritas
keperawatan
3.2.1 Diagnosa Keperawatan
1)
Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai
dengan:
DS:

Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat
terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.

Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.

Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.


DO:

Mata kiri berair, hiperemis(+)

IOL (+)
2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi
pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:

Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar
sampai ke kepala.

Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan


kotoran.
DO:

Sekret pada mata kiri (+).

Mata kiri berair(+)

Riwayat post op katarak 16 hari yll.


3) Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan ditandai dengan:
DS:

Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.

Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.


DO:

Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu ragu.

Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.


3.2.2 Proritas Keperawatan

1) Nyeri b/d interupsi pembedahan katarak pada mata kiri ditandai dengan:
DS:

Klien mengeluh nyeri pada mata kiri pot op menyebar ke kepala saat
terpapar sinar matahari atau baru bangun tidur.

Klien mengatakan bila nyeri kambuh, mengalami kesulitan tidur.

Klien mengatakan riwayat operasi katarak mata kiri 16 hari yll.


DO:

Mata kiri berair, hiperemis(+)

IOL (+)
2) Resiko infeksi b/d peningkatan kerentanan skunder terhadap interupsi
pembedahan katarak ditandai dengan:
DS:

Klien mengatakan mata kiri terasa nyeri, panas dan nyeri menyebar
sampai ke kepala.

Klien mengatakan mata kirinya terus berair dan mengeluarkan


kotoran.
DO:

Sekret pada mata kiri (+).

Mata kiri berair(+)

Riwayat post op katarak 16 hari yll.


3) Resiko cidera b/d keterbatasan penglihatan ditandai dengan:
DS:

Klien mengatakan matanya terasa kabur sejak K3 tahun yang lalu.

Klien mengatakan usianya sudah 85 tahun.


DO:

Klien berjalan tegap, cara berjalan seimbang tapi ragu ragu.

Klien mampu melihat dalam jarak pandang K50 mtr.


3.3 Perencanaan
N
o
1.
2.
3.

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Evaluasi

Nyeri b/d
interupsi
pembeda
han
katarak
pada
mata kiri.
Resiko

Setelah
diberikan
asuhan
keperawat
an selama
3 hari,
nyeri
berkurang

Bantu
klien dalam
mengidentifi
kasi
tindakan
penghilanga
n nyeri yang
efektif

Membantu
memberikan
kenyamanan
dan
mengurangi
tekanan
pada bola

Klien
melapora
n adanya
penguran
gan nyeri
yang
progresif
ditandai

infeksi
b/d
peningka
tan
kerentan
an
skunder
terhadap
interupsi
pembeda
han
katarak.
Resiko
cidera
b/d
keterbat
asan
penglihat
an.

ditandai
dengan:
Nyeri
berkurang
.

Istirahat
tidur
tercukupi
K8 jam.
Mata
tidak
berair dan
tidak
merah.
Setelah
diberikan
asuhan
keperawat
an selama
3 hari,
infeksi
tidak
terjadi
ditandai
dengan:

Penyembu
han luka
insisi
tanpa
infeksi.

Kemeraha
n (-)
Edema
kelopak
mata (-)

dengan
tidur dalam
posisi
duduk.

Lakukan
tindakan
penghilanag
n nyeri non
invasif atau
non
farmakologi
k, seperti
berikut;

Posisi:
tinggikan
bagian
kepala
tempat
tidur,
berubah
ubah antara
berbaring
pada
punggung
dan pada
sisi yang
tidak
dioperasi.

Distraksi

Latihan
relaksasi

Berikan
dukungan

mata.

Beberapa
tindakan
penghilang
nyeri non
invasif
adalah
tindakan
mandiri
yang dapat
dilaksanaka
n perawat
dalam usaha
meningkatk
an
kenyamanan
pada klien.

Analgesik
mambantu
dalam
menekan
respon nyeri
dan
menimbulka
n
kenyamanan
pada klien.

Tanda
ini
menunjukka
n
peningaktan
tekanan
intra okuli
(TIO) atau
komplikasi

dengan:
Nyeri
berkuran
g.

Istirahat
tidur
tercukupi
K8 jam.
Mata
tidak
berair
dan tidak
merah.
Infeksi
tidak
terjadi
ditandai
dengan:

Kemerah
an (-)

Edema
kelopak
mata (-)

Drainase
pada
kelopak
mata (-)

Materi
purulen
(-)

Peningka
tan suhu


Drainase
pada
kelopak
mata (-)
Materi
purulen (-)

Peningkat
an suhu
tubuh (-)
Setelah
diberikan
asuhan
keperawat
an selama
3 hari,
cidera
tidak
terjadi
ditandai
dengan:
Klien
tidak
mengalam
i cidera
atau
trauma
jaringan
selama
dirawat.

tindakan
penghilanga
n nyeri
dengan
aalgesik
yang
diresepkan.

Observasi
nyeri
terutama
bila disertai
mual.

Pertegas
pembatasan
aktifitas
yang
disebutkan
dokter yang
mungkin
termasuk
menghindari
aktifitas
berikut:

Berbaring
pada sisi
yang
dioperasi

Membungku
k melewati
pinggang

Mengangkat
benda yang
beratnya

lain.

Pembatasan
diperlukan
utnuk
menguangi
gerakan
mata dan
mencegah
peningkatan
tekanan
okuler.
Pembatasan
yang
spesifik
tergantung
pada
beberapa
faktor,
termasuk
sifat dan
luasnya
pembedaha
n, preferensi
dokter,
umur serta
status
kesehatan
klien secara
keseluruhan.
Pemahaman
klein
tentang
alasan untuk
pembatasan
ini dapat
mendorong
kepatuhan

tubuh (-)
Cidera
tidak
terjadi.
Klien
tidak
mengala
mi cidera
atau
trauma
jarigan
selama
dirawat.

melebihi 10
kg.

Mandi

Mengedan
selama
defekasi.

Tingkatkan
penyembuh
an luka:

Berikan
dorongan
untuk
mengikuti
diet yang
seimbang
dan
asupancaira
n yang
adekuat.

Gunakan
teknik
aseptik
untuk
meneteskan
tetes mata:

Cuci
tangan
sebelum
memulai

Pegang alat
penetes
agak jauh

klien.

Nutrisi
dan hidrasi
yang
optimal
meningkatk
an
kesehatan
secara
keseluruhan,
yang
meningkatk
an
penyembuh
an

Teknik
aseptik
meminimialk
an
masuknya
mikroorgani
sme dan
mengurangi
resiko
infeksi.

Deteksi dini
infeksi
memungkin
kan
penanganan
yang cepat
untuk
meminimalk
an
keseriusan
infeksi.

dari mata

Ketika
meneteskan
, hindari
kontak
antara ata,
tetesan dan
alat
penetes.
Ajarkan
teknik ini
kepada klien
dan anggota
keluarganya
.

Kaji
tanda dan
gejala
infeksi:

Kemerahan,
edema pada
kelopak
mata

Infeksi
konjungtiva
(pembuluh
darah
menonjol)

Drainase
pada
kelopak
mata dan
bulu mata

Ketegangan
pada jahitan
dapat
menimbulka
n interupsi
menciptaka
n jalan
masuk
untuk
mikroorgani
sme.

Gangguan
penglihatan
atau
menggunak
an
pelindung
mata dapat
mempengar
uhi resiko
cidera yang
berasal dari
gangguan
ketajaman
dan
edalaman
persepsi.

Tindakan ini
dapat
mengurangi
resiko
terjatuh.

Materi
purulen
pada bilik
anterior
(antara
korm\nea
dan iris)

Peningkatan
suhu

Nilai
laboratoriu
m abnormal
(mis.
Peningkatan
SDP, hasil
kultur dan
sensitivitas
positif)

Lakukan
tindakan
untuk
mencegah
ketegangan
pada jahtan
(misal
anjurkan
klien
menggunak
an
kacamata
protektif
dan
pelindung
mata pada
siang hari
dan

pelindung
mata pada
malam
hari).

Modifikasi
lingkungan
untuk
menghilang
kan
kemungkina
n bahaya:

Singkirkan
penghalang
dari jalur
berjalan.

Pastikan
pintu dan
laci tertutup
atau
terbuka
dengan
sempurna.

Tinggikan
tempat
tidur.
Letakkan
benda
dimana
klien dapat
melihat dan
meraihnya
tanpa klien
menjangkau
terlalu jauh.

3.4 Implementasi
Waktu/t
gl
4 12
2001
09.00
5 12
2001
09.30
5 12
2001
11.00
5 12
2001
12.30
6 12
2001
09.00

Implementasi

Evaluasi

Memberikan HE
pentingnya:

Pembatasan
aktifitas.

Asupan gizi dan


minum yang memadai
(makan 1 porsi habis).

Mengurangi
paparan terhadap sinar
matahai atau kontak
langsung dengan benda
alergen.

Mengevaluasi
lingkungan kamar tidur
klien:

Penempatan
benda benda di meja.

Kebersihan lantai
kamar.

Memasang gorden
untuk mengurangi
paparan terhadap snar
matahari.

Mengajarkan teknik
perawatan kebersihan
mata:

Cara
membersihkan sekret.

Cara meneteskan
obat tetes mata.

Menggunakan
pelindung mata bila
keluar wisma di siang
hari.

Mengatur posisi

Klien
kooperatif.

Klien berjanji
akan selalu
mengahbiskan porsi
makanannya.Klien
banyak bertanya
tentang nyeri yang
dirasakannya.

Klien
marapikan meja kecil
di samping tempat
tidur.

Klien menata
barang barang
(gelas, piring,
sendok) di atas
tempat tidur.

Gorden telah
terpasang.

Lantai kamar
disapu dan dipel oleh
petugas.

Klien
bersemangat belajar
memebrsihkan sekret
mata.Klien dapat
meneteskan obat
tetes mata sendiri
dibantu oleh teman
sekamarnya.

Klien sudah
punya kacamata
pelindung sinar
matahari.

tidur klien berbaring ke


sisi mata yang tidak
dioperasi.

Melatih relaksasi
untuk mengurangi rasa
sakit pada mata kiri.

Klien berbaring
ke posisi sebelah
kanan, kadang
berganti posisi
dengan semi fowler.

Klien tampak
kesulitan mengikuti
instruksi, tetapi mau
mencoba unutk
berlatih.

3.5 Evaluasi
N
o

Diagnosa
Keperawatan

1.
2.
3.

Nyeri b/d interupsi


pembedahan katarak
pada mata kiri.
Resiko infeksi b/d
peningkatan
kerentanan skunder
terhadap interupsi
pembedahan
katarak.
Resiko cidera b/d
keterbatasan
penglihatan.

Evaluasi
S: Klien mengatakan nyeri pada
mata kiri sudah agak berkurang,
klien sudah dapat istirahat
dengan baik.
O: Mata berair (-), kemerahan (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan
dengan mengadakan koordinasi
dengan pendamping wisma.
S: Klien mengatakan matanya
sudah tidak panas lagi,berair (-)
O: mata berair (-), kemerahan (-),
sekret (-)
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan perencanaan
dengan mengadakan koordinasi
dengan pendamping wisma.
S: Klien mengatakan
penglihatannya sudah lebih
terang.
O: Klien berjalan ke luar wisma
tanpa dibimbing dan tanpa
memakai tongkat.
A: Masalah teratasi sebagian.

P: Lanjutkan perencanaan
dengan mengadakan koordinasi
dengan pendamping wisma.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan gerontik merupakan salah satu bagian dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada indivdu atau sekleompok lansia dalam
konteks peran perawat sebagai penerima asuhan keperawatan yang
diberikan secara profesional.
Dalam konteks keperawatan gerontik yang dilaksanakan di Panti Sosial
Tresna Werdha Bahagia Magetan dari tanggal 03 07 Deseber 2001,
mahasiswa diberikan tanggung jawab untuk membina satu orang klien lansia
yang memiliki masalah kesehatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan dimulai dari tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi guna
mengetahui perkembangan kesehatan klien lansia secara komprehensif.
4.2 Saran
1) Bagi institusi pengelola Panti Sosial Tresna Werdha Bahagia Magetan.
Agar seoptimal mungkin menerapkan konsep pemikiran yang telah disepakati
guna meningkatkan fungsi dan peran panti secara optimal.
2) Bagi pembimbing PSIK FK Unair Surabaya
Agar seoptimal mungkin mengupayakan kehadiran serta bimbingannya guna
membantu mahasiswa menjalani proses praktek keperawatan gerontik
dengan lebih baik sesuai target pencapaian yang ingin diraih.
3) Bagi mahasiswa sendiri
Untuk lebih meningkatkan pemahaman dan pengetahuan guna
mnegembangkan konsep asuhan keperawatan gerontik secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Afdol. Et all. (1995). Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Tingkat
Kepuasan Hidup Lanjut Usia Penghuni Panti Werdha. PPKP lemlit
Unair. Surabaya
Agus
Purwadianto
(2000), Kedaruratan
Medik:
Pedoman
Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan
Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada


Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of
Aging. Little Brown and Company. Boston
Depkes RI Badan Litbangkes. (1986). Survei Kesehatan Rumah Tangga.
Jakarta
Depsos
RI.
(-). Petunjuk
Teknis
Pelaksanaan
Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Dalam Panti. Depsos RI. Jakarta
..(1993). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi
Petugas Kesehatan I. Depkes Ri. Jakarta
..(1994). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi
Petugas Kesehatan II. Depkes Ri. Jakarta
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis,
Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James
Veldman. EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

You might also like