Professional Documents
Culture Documents
GROUP 3
Eka Maranata
Jeffry Taruman
Rommi Surjadi
Reska Dharma
Andika P. Sinaga
Video
ARTHUR ANDERSEN
Ketika Leonard Spacek bergabung di tahun 1947, ia mulai mengembangkan jasa konsultan kepada
klien-klien besar. Selama rentang waktu 30 tahunan, bisnis konsultasi Andersen menjadi lebih
menguntungkan daripada usaha aslinya. Di Andersen, pertumbuhan menjadi prioritas dan
penekanannya pada perekrutan dan mempertahankan klien-klien besar berdampak pada kualitas
dan independensi audit. Fokus pada pertumbuhan ini menghasilkan perubahan yang mendasar
pada budaya perusahaan. Bisnis konsultasi Andersen menjadi yang tercepat pertumbuhannya dan
paling menguntungkan dan paling berkembang pesat di dunia. Banyak yang meninjaunya sebagai
model sukses yang ditiru frima-firma lainnya. Tetapi model ini menjadikan Securities and
Exchange Commission (SEC) memberikan peringatan berkaitan independensi auditing. Ketua
SEC yang prihatin akan hal ini menyarankan aturan-aturan baru untuk membatasi layanan di
luar audit. Tetapi saran ini ditolak Andersen.
Tahun 1999 Andersen memisahkan fungsi akuntansi dan konsultasi. Namun seringkali strategi
ini menjadikan persaingan di antara kedua unit yang cenderung melemahkan dan memicu
kerahasiaan dan keegoisan. Komunikasi menjadi merosot, merintangi kemampuan perusahaan
untuk tanggap dan bekerja efektif menghadapi krisis. Dengan pendapatan yang berkembang, unit
konsultasi menuntut kompensasi dan pengakuan yang lebih besar. Perselisihan yang meruncing
ini menjadikan pertikaian. Tahun 2000 dalam pengadilan arbitrase, hakim memutuskan bahwa
konsultan Andersen bisa memisahkan diri dan bekerja secara efektif. Perusahaan konsultasi
berubah namanya menjadi Accenture. Pada Januari 2001, Andersen mengangkat Joseph
Berardino sebagai CEO baru dalam auditing. Tugas pertamanya adalah melacak perusahaan yang
lebih kecil melalui sejumlah tuntutan hukum yang sudah ada. Andersen membayar amat mahal
untuk tuntutan-tuntutan ini. Tahun berikutnya, banyak perusahaan klien Andersen meninjau
ulang hubungannya dengan Andersen. Bagian selanjutnya adalah menjabarkan segelintir kasus
yang membuat keruntuhan Andersen.
KLIEN:
WORLDCOM
ENRON
GLOBAL
CROSSING
WASTE MANAGEMENT
SUNBEAM
BFA
NEXT
Skandal Baptist Foundation of Arizona (BFA) menjadi kebangkrutan terbesar perusahaan amal
nirlaba dalam sejarah AS, dimana Andersen bertindak sebagai auditornya. Mereka dianggap menipu
investor sebesar $570 juta. BFA didirikan untuk menghimpun dana dan mengelola gereja di Arizona.
Lembaga ini bekerja seperti bank, membayar bunga deposito yang digunakan sebagian besar untuk
berinvestasi di Arizona real estate. Ini merupakan investasi yang lebih spekulatif daripada apa yang
dilakukan lembaga pembaptis lainnya.
Masalah dimulai ketika pasar real estate mengalami penurunan, dan manajemen dituntut untuk
menghasilkan keuntungan. Karenanya, pengurus yayasan diduga menyembunyikan kerugian dari
investor sejak 1986 dengan menjual beberapa properti dengan harga tinggi kepada entitas-entitas
yang telah meminjam uang dari ayyasan yang tak mungkin membayar properti kecuali kondisi pasar
real estate berbalik. Dalam dokumen pengadilan apa yang disebut dengan skema Ponzi setelah
kasus peniupuan yang terkenal, pejabat yayasan diduga mengambil uang dari investor baru untuk
membayar investor yang sudah ada untuk menjaga arus kas. Sementara itu, pejabat puncak
menerima gaji. Skema ini akhirnya terurai, mengarah pada investigasi kriminal dan tuntutan
terhadap BFA dan Andersen. Akhirnya, yayasan mengajukan petisi Bab 11 mengenai perlindungan
kebangkrutan pada tahun 1999.
Gugatan investor terhadap Andersen menuduh perusahaan ini melakukan pemalsuan dan
menyesatkan laporan keuangan BFA. Dala sebuah pernyataannya di tahun 2000, Andersen merespon
rasa simpatinya kepada BFA tetapi membela keakuratan dengan opininya tentang audit. Namun
setelah dua tahun penyelidikan, laporan menunjukkan bahwa Andersen sudah diperingatkan
kemungkinan kegiatan penipuan oleh beberapa karyawan BFA, yang akhirnya perusahaan setuju
untuk membayar $217 juta untuk menyelesaikan gugatan dengan pemegang saham pada taun 2002.
KERUNTUHAN ANDERSEN
(SUNBEAM)
Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang membuat
kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan class
action dari investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang
diajukan SEC menuduh Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melaului
strategi penipuan akuntansi, seperti pendapatan cookie jar, recording revenue on
contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal
masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan
transaksi bill-and-hold, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari
pengiriman sebenarnya dan tagihannya.
Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama enam
kuartal. SEC juga menuduh Arthur Andersen. Pada 2001, Sunbeam mengajukan
petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dengan Bab 11
Judul 11 tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan
pembayaran sebesar $141 juta. Andersen setuju membayar $110 juta untuk
menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab. Sunbeam
mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan ribuan
karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.
NEXT
KERUNTUHAN ANDERSEN
(WORLDCOM)
NEXT
KESIMPULAN
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa KAP Arthur
Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusntya menjadi
pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk
dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan seperti misalnya
pada kasus enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan
kredibilitas bahkan menghancurkan enron dan KAP Arthur
Andersen. Dalam kasus ini KAP yang seharusnya bersikap
independen, tidak dilakukan oleh AA. Karena perbuatan
tersebut, kedua-duanya menuai kehancuran dimana enron
bangkrut dengan meninggalkan hutang millayaran dollar.
Sedangkan KAP AA sendiri kehilangan keindependensiannya dan
kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP tersebut, juga
berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP yang
bersangkutan dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan
pekerjaan akibat kasus ini.