You are on page 1of 11

Appendisitis

Definisi
Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendicitis vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendisitis disebut juga umbai
cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dekenal dan digunakan masyarakat kurang tepat,
karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah caecum. Sampai saat ini belum
diketahui secara pasti apa fungsi appendix sebenarnya. Appendisitis akut adalah radang
apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada appendix. Obstruksi
meyebabkan appendix menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh bakteri. Jika diagnosis
lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks. Sehingga akibatnya terjadi peritonitis
atau terbentuknya abses disekitar appendix ( Mansjoer et.al., 2005;Sjamsuhidajat et.al.,
2005;Yopi Simargi et al., 2008 ).
Etiologi
Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen appendix. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi
yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.Adanya obstruksi mengakibatkan mucin
atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin
meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga
semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding
apendiks. Selain infeksi, appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks (Mansjoer et.al., 2005 ;
Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).
Patogenesis

Patogenesis appendicitis akut terutama disebabkan oleh inflamasi pada dinding apendiks
yang menimbulkan obstruksi lumen apendiseal. Pada sepertiga kasus appendicitis akut
memperlihatkan disebabkan juga oleh karena fekalit. Hal itu berdasarkan penelitian
epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendicitis akut. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
flora normal kolon. Obstruksi mengakibatkan appendicitis akut oleh karena, kapasitas lumen
pada apendiks yang normal adalah 0,1 ml. sekresi mucosa yang terus berlanjut sampai 0,5
saja sudah dapat meningkatkan tekanan intralumen sampai 60 cmH2O yang menyebabkan
distensi lumen dan mempengaruhi aliran darah balik vena. Apendiks menjadi bengkak,
lembek, diliputi oleh eksudat fibrinosa. Lumen apendiks terisi materi pus, mucosa menjadi
hipoksia dan terjadi ulserasi. Adanya infeksi bakteri berkaitan dengan cepatnya terjadi
Ganggren dan Perforasi. Organisme yang dominan terdapat pada appendicitis akut adalah E.
coli dan Bacteroides fragilis, walaupun tidak tertutup kemungkinan bakteri lainnya dapat
ditemukan pada Appendicitis Akut ( Wilson, 2005 ).
Secara patologi, appendicitis akut dibagi menjadi appendicitis akut stadium awal appendicitis
Supurativa akut, dan appendicitis gangrenosa akut tergantung dari beratnya proses inflamasi.
Pada stadium awal appendicitis akut, neutrofil hanya ditemukan pada mucosa, submucosa,
dan muscularis propria. Pada stadium ini pembuluh darah subserosa membengkak dan
terdapat eksudat neutrofil yang menghasilkan reaksi fbrino purulenta di seluruh lapisan
serosa. Dengan bertambah buruknya proses inflamasi maka akan terbentuk abes, ulkus, dan
focus nekrosis supurativa di dalam dinding apendiks, kondisi ini dikenal dengan appendicitis
supurativa akut. Pada appendicitis gangrenosa akut tampak ulkus yang berdarah dan
kehijauan pada mucosa, serta nekrosis gangrenosa pada seluruh dinding yang meluas ke
serosa, selanjutnya dapat terjadi rupture dan peritonitis supurativa.Kritera histologik untuk
diagnosis appendicitis akut adalah terdapatnya infiltrasi neutrofil pada muscularis propria dan
adanya proses inflamasi pada dinding muscular. Biasanya juga terdapat infiltrasi neutrofil dan
ulserasi pada mucosa. Proses inflamasi dapat meluas ke jaringan lemak atau usus disekitar
appendiks (Yopi Simargi, 2008 ).
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar ( nyeri
tumpul ) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke

titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi. Apendisitis kadang juga disertai dengan demam
derajat rendah sekitar 37,5 38,5 derajat celcius (Mansjoer et.al., 2005 ; Sjamsuhidajat et.al.,
2005 ; Yopi Simargi et al., 2008 ).
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul:
1; Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum ( terlindungi oleh
sekum ), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan
gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena
adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2; Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rectum
akan menjadi lebih cepat dan berulang ulang ( diare ).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya ( Sjamsuhidajat et.al.,
2005 ; Zeller et.al., 2007 ).
Begitu pula dengan tanda obturator yang meregangkan obturator internus merupakan tanda
iritasi didalam pelvis. Tes obturator dilakukan dengan melakukan rotasi internal secara pasif
pada tungkai atas kanan yang difleksikan dengan pasien pada posisi supine. Pemeriksaan
darah dapat ditemukan leukositosis ringan, yang menandakan pasien dalam kondisi akut dan
appendicitis tanpa komplikasi. Pada leukositosis yang lebih dari 18.000 / mm besar
kemungkinan untuk terjadi perforasi ( Yogi Simargi, et al., 2008 ). Gejala apendisitis
terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosa, dan akibatnya
apendisitis tidak ditangani tepat pada waktuya, sehingga biasanya baru diketahui setelah
terjadi perforasi (Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007).
Bagan Hubungan Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Appendicitis
Kelainan patologi

Keluhan dan tanda

Peradangan awal

-Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin

kolik

Appendicitis Mukosa

-nyeri tekan kanan bawah

Radang diseluruh ketebalan dinding

-nyeri sentral pindah ke kanan bawah,mual dan


muntah

Appendicitis komplit, radang peritoneum,

-rangsangan peritoneum local (somatic), nyeri

parietal apendiks

pada gerak aktif dan pasif

Radang alat/jaringan yang menempel pada

-genitelia

apendiks

interna,ureter,m.psoas

mayor,

kantung kemih,rectum

Appendicitis gangrenosa

-Demam

sedang,takikardi,mulai

toksik,

leukositosis

Perforasi

-Nyeri dan defans muskuler seluruh perut

Pembungkusan
-

Tidak berhasil

Berhasil

-s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik


-masa perut kanan bawah,keadaan umum
berangsur membaik

Abses

-demam

remiten,keadaan

umum

keluhan dan tanda setempat


( Sjamsuhidajat et.al., 2005 )
Sensitifitas dan Spesifisitas temuan klinis untuk diagnosis Appendicitis Akut
Temuan

Sensitivitas %

Spesifisitas %

Penelitian

67

69

Wagner et,al

39 74

57 84

Wagner et,al

Tanda:
Demam

toksik,

Buarding

63

69

Jahn et,al

68

58

Jahn et,al

16

95

Wagner et,al

Nyeri kuadran kanan81


bawah
58 68
Nausea / mual
49 51
Muntah / vomitus
100

53

Wagner et,al

37 40

Jahn et,al

45 69

Wagner et,al

64

Wagner et,al

Nyeri
tiba-tiba84
sebelum muntah

66

Wagner et,al

Nyeri tekan pantul


Rovsings sign
Psoas sign
Gejala :

Anorexia

Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37.5 o-38.5oC. Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi.
Inspeksi : Terlihat penderita berjalan membungkuk dan memegang perut. Penderita tampak
kesakitan. Pada inspeksi, tidak ditemukan gambaran spesifik. Pada apendisitis akut sering
ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa
ditemukan distensi perut.
Palpasi : pada daerah perut kanan bawah atau di titik Mc Burney apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing ( Rovsing Sign ). Dan
apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign ). Ditemukan juga defans muskular
lokal. Tapi pada appendiks yang terletak retroperotoneal, defans muskular lokal biasanya
tidak ditemukan. Pada appendisitis infiltrat akan terlihat penonjolan perut kanan bawah.
Auskultasi

: peristaltik usus sering normal. Peristaltik usus dapat hilang karena adanya

ileus paralitik pada appendisitis generalisata akibat appendisitis perforata.

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan
letak apendiks (jam 10-12), apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak
didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendiksitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetauhi
letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulakan nyeri. Sedagkan pada uji obturator dilakukan gerakan flexsi
dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.abturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
kenimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Simpson
et.al.,2006; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Zeller et.al., 2007).

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml
( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat 16
Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum ( Mittal et.al.,2005; Zeller et.al., 2007).

Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective. Kurang dari 5%
pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang nampak di kuadran kanan bawah
abdomen.
USG : pada kasus appendicitis akut akan nampak adanya : adanya struktur yang
aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks nampak jelas, dapat
dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya gambaran target, adanya
appendicolith, adanya timbunan cairan periappendicular, nampak lemak pericecal
echogenic prominent.

CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding
appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding
appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran perubahan inflamasi
periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free fluid,
free air bubbles, abscess, dan adenopathy

CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 100% dan 96 97%,
serta akurasi 94 100%. Ct-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses
atau flegmon
Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis akut:
Ultrasonografi
CT-Scan
Sensitivitas 85%
90 100%
Spesifisitas 92%
95 - 97%
Akurasi
90 94%
94 100%
Keuntungan Aman
Lebih akurat
relatif tidak mahal
Mengidentifikasi

abses

dan flegmon lebih baik


Dapat mendignosis kelainanMengidentifikasi
lain pada wanita

apendiks normal lebih


baik

Kerugian

Baik untuk anak-anak


Tergantung operator
Sulit secara tehnik
Nyeri
Sulit di RS daerah

Mahal
Radiasi ion
Kontras
Sulit di RS daerah

Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis apendisitis
akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi apendisitis akut.
Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran
histopatologi apendisitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi
apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan opersi Riber et al, pernah meneliti variasi
diagnosis histopatologi apendisitis akut (Yopi Simargi et al., 2008 ).
Definisi histopatologi apendisitis akut:
1. Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.
2. Abses pada kripte dengan sel granulosit dilapisan epitel.
3. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.
4. Sel granulosit diatas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler,
dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.

5.

Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan
keterlibatan lapisan mukosa, bukan apendisitis akut tetapi periapendisitis.

Skor Alvarado untuk Diagnosis Appendisitis


Gejala dan Tanda
Nyeri berpindah
Anoreksia
Mual muntah
Nyeri fossa iliaka kanan
Nyeri lepas
Peningkatan suhu 37.3oC
Leukositosis 10000/L
Neutrofil segmen 75%
Jumlah skor

Skor
1
1
1
2
1
1
2
1
10

Keterangan sistem skor Alvarado:

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin


Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi hematogram
14

: dipertimbangkan appendisitis akut

56

: possible appendicitis, tidak perlu operasi

79

: appendisitis akut, perlu pembedahan

Penanganan berdasarkan skor Alvarado


14

: observasi

56

: antibiotik

7 10 : operasi dini

Penatalaksaan
Appendiktomi

Cito : akut, abses, perforasi


Elektif : kronik

Bila diagnosis klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah appendiktomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang
dilakukan pembedahan sekitar 20%.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan
pembedahan dengan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikhawatirkan akan terjadi
abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaikbaiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendisitis
sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila
dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak. Terlebih apabila massa appendiks
telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan
segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
Komplikasi
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1; Perforasi

Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya


perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis
purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung.
Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus
menurun sampai menghilang karena ileus paralitik (Syamsuhidajat,
1997).
2; Peritonitis

Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat


terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya
terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi
tersebar
luas
pada
permukaan
peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang
ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi,
oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri

abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi


usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).
3; Massa Periapendikuler

Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi


ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix
terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak
terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses
radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih
terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis,
lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses
meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah
membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba
massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan
netrofil normal (Ahmadsyah dan Kartono, 1995)
4; Abses

Merupakan akibat lain dari perforasi. Teraba masa lunak di abdomen kanan bawah.
Seperti tersebut diatas karena perforasi terjadilah walling off (pembentukan
dinding) oleh omentum atau viscera lainnya, sehingga terabalah massa (infiltrat) di
regio abdomen kanan bawah tersebut. Masa mula-mula bisa berupa plegmon,
kemudian berkembang menjadi rongga yang berisi pus. Dengan USG bisa dideteksi
adanya bentukan abses ini. Untuk massa atau infiltrat ini, beberapa ahlimenganjurkan
anti biotika dulu, setelah 6 minggu kemudian dilakukan appendektomi. Hal ini untuk
menghindari penyebaran infeksi.
Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat dan pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit
ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas bila
terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi
pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix
perforasi atau apendix gangrenosa.

Ahmadsyah dan Kartono. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
Syamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

You might also like