You are on page 1of 11

Detection and Management of Cardiovascular Problems in Early

Life

Agus Priyatno
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Diponegoro/ RSUP dr
Kariadi Semarang.

Pendahuluan.
Permasalahan yang sering dihadapai seorang dokter saat berhadapan dengan bayi baru lahir
denganpenyakit jantung bawaan (PJB)adalah gejala yang tidak spesifik, samar-2 dan baru
nyata setelah beberapa jam atau beberapa hari, sehingga bila PJB tersebut adalah PJB kritis
mungkin akan terlambat. Bising jantung kadang-2 tidak ditemukan, sianosis sering diduga
karena mengalami hipotermi dan takipneu sering diduga kelainan di paru. Mesti mendapat
perhatian bahwa tidak ditemukannya bising bukanberarti tidak menderita penyakit jantung,
dan sebaliknya ditemukannya bising belum tentu menderita penyakit jantung. Sianosis pada
bayi baru lahir harus dibedakan apakah suatu sianosis perifer atau sianosis sentral, sianosis
sentral dapat timbul beberapa jam atau beberapa hari setelah lahir bahkan baru diketahui
setelah bayi pulang dari rumah sakit.Tidak sedikit bayi yang telah dipulangkan dari rumah
sakit ternyata menderita penyakit jantung bawaan kritis.
Penyakit Jantung bawaan merupakan salah satu kelainan bawaan yang dapat menyebabkan
kematian pada bayi baru lahir bila tidak terdiagnosis dan ditangani dengan baik. Setiap dokter
terutama dokter anak sudah seharusnya mampu membuat diagnosis dini dan dapat
memberikan terapi awal yang optimal dan dapat merujukke pusat pelayanan jantung untuk
terapi definitif. Keberhasilan deteksi dini pada awal kehidupan bayi terhadap PJB merupakan
awal keberhasilan tatalaksana lanjutan PJB kritis pada neonatus.
Penyakit Jantung bawaan pada awal kehidupan.
Berapa jumlah bayi yang lahir dengan PJB ?, tergantung berapa angka kelahiran hidup.
Jumlah penderita PJB akan meningkat bila angka kelahiran hidup pun meningkat. Angka
kejadian penyakit jantung bawaan berkisar 8-10 per 1000 bayi lahir hidup dan 25 % nya
termasuk katagori PJB kritis, yang memerlukan penanganan bedah maupun intervensi non
bedah.Jumlah kasus penyakit jantung bawaan di Rumah Sakit rujukan pelayanan jantung
tampaknya akan terus bertambah seiring dengan mudahnya akses dari RS daerah ke RS
rujukan dan bertambah baik kesadaran masyarakat untuk berobat serta sistem asuransi
kesehatan oleh pemerintah melalui BPJS kesehatan.
Untuk dapat memahami PJB pada neonatus perlu dimahami perubahan sistem sirkulasi janin
pada saat lahir,dimana terjadi perubahan dari sirkulasi janin (gambar 1) ke sirkulasi

ekstrauterin.Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi ; penurunan tahanan vaskular paru,


peningkatan tahanan vaskular sistemik, penutupan duktus arteriosus, penutupan foramen
ovale, penutupan duktus venosus.Perubahan tersebut terjadi oleh karena adanya proses
masuknya oksigen kedalam paru akibat tangisan pertama bayi serta dipotongnya tali pusat.
Masuknya oksigen ke dalam paru menyebabkan alveoli membuka, pengembangan paru,
tahanan ekstravaskular paru menurun dan peningkatan tekanan oksigen sehingga terjadi
vasodilatasi disertai penurunan tahanan arteri pulmonalis dan seterusnya sehingga aliran
darah ke paru akan meningkat dan selanjutnya aliran darah ke atrium kiri meningkat yang
berakibat peningkatan tekanan atrium kiri yang pada akhirnya terjadi penutupan foramen
ovale (gambar 2). Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis dan
metabolisme bahan vaso aktif prostaglandin mengakibatkan duktus arteriosus
menutup.Terdapat 3 tahap proses adaptasi yang kritis pada masa transisi intra uterin ke ekstra
uterin yaitu :
1. Aliran darah pulmonal meningkat secara dramatis menjadi 20 kali lipat dibandingkan
dengan aliran darah paru pada masa janin.
2. Terjadi perubahan bermakna terhadap pola aliran darah sentral. Duktus venosus,
foramen ovale dan duktus arteriosis menutup. Aliran darah di ruang-ruang jantung dan
pembuluh darah besar berubah menjadi sirkulasi seri yang sebelumnya pararel.
3. Kombinasi output ventrikel meningkat tajam untuk memenuhi kebutuhan energi
untuk upaya pernafasan dan termoregulasi.

Gambar 1.Sirkulasi fetal .


Gambar 2. Perubahan tahanan vaskular paru

Akibat mengembangnya paru dan meningkatnya tekanan oksigen alveolar pada saat bayi
lahir maka resistensi vaskular paru (PVR) akan menurun cepat, kemudian setelah 6-8 minggu
penurunan berjalan lambat sampai mendekati normal bersamaan menipisnya tunika media
arteriol paru.Penurunan PVR menyebabkan peningkatan aliran dari kiri ke kanan yang cukup
bermakna dan menimbulkan gejala serta tanda-tanda gagal jantung. Murmur atau bising yang
didengar akibat aliran turbulensi yang terjadi karena perbedaan tekanan.Adanya defek pada
sekat jantung yang belum terdiagnosis saat meninggalkan rumah sakit dapat diterangkan
dengan mekanisme tersebut.

Perubahan hemodinamik transisi sirkulasi intrauterin ke ekstrauterin akan berpengaruh


terhadap neonatus bila terdapat kelainan anatomi jantung dan pembuluh darah, dari yang
ringan hingga yang berat. Manifestasi PJB pada awal kehidupan dapat dibagi 2, pertama
adalah neonatus yang tidak menunjukkan gejala atau asimtomatik dan tidak memerlukan
tindakan segera oleh karena tidak menimbulkan kegawatan, contohnya defek septum atrium,
defek septum ventrikel, paten duktus arteriosus.Kedua adalah neonatus yang menunjukkan
gejala atau simptomatik dan perlu mendapat penanganan segera baik dengan medikamentosa
atau tindakan intervensi bedah maupun non bedah karena dapat menimbulkan kegawatan,
contoh kelompok duct dependent lession.
Kegawatan tersebut tidak terjadi bilamana duktus arteriosus tetap terbuka namun bila duktus
menutup akan menyebabkan kegawatan, penyakit jantung bawaan yang tergantung dengan
terbukanya duktus disebut duct dependent lessions.Manifestasi klinis neonatus dengan PJB
kritis adalah ; sianosis atau hipoksi, sindrom kardio-respirasi/ sindrom gagal jantung dan
sindrom curah jantung rendah atau syok. Termasuk dalam PJB kritis adalah :
1. PJB dengan sirkulasi sistemik yang bergantung pada duktus.
Pada kelompok ini sirkulasi sistemik sangat bergantung pada aliran darah dari arteri
pulmonalis ke aorta melalui duktus arteriosus. Bila duktus menutup akan berakibat
penurunan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer (low cardiac output). Contoh
PJB tersebut adalah: interruption of the aortic arch, Co-Art, Aortic atresia,
hypoplastic left heart syndrome.
2. PJB dengan sirkulasi pulmonal yang tergantung terbukanya duktus.
Pada kelompok ini sirkulasi pulmonal sangat bergantung pada aliran darah dari aorta
ke arteri pulmonal melalui duktus arteriosus. Bila duktus menutup akan berakibat
penurunan sirkulasi pulmonal dan hipoksia. Contoh kelainan ini adalah:Pulmonary
atresia, critical PS, ToF + severe PS.
3. PJB dengan percampuran darah/ mixing yang tergantung terbukanya duktus.
Disini sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal berjalan sendiri-sendiri sehingga
diperlukan duktus arteriosus agar terjadi percampuran darah. Contoh kelainan ini
adalah:transposition of the great arteries dengan septum ventrikel utuh.
Manifestasi klinis Penyakit Jantung Bawaan Kritis.
Sindrom sianosis. Sering ditemukan pada awal kehidupan dengan bermacam penyebab baik
kelainan jantung maupun non jantung.Presentasi klinis berupa sianosis sentral dan dapat
timbul segera setelah lahir atau beberapa jam atau hari kemudian, oleh karena menutupnya
duktus arteriosus. Pada auskultasi jantung mungkin dapat atau tidak ditemukan bising.
Sindrom Kardio-respirasi / gagal jantung. Gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang
ditandai dengan kemampuan kerja jantung yang tidak adekuat, dibawah beban kerja yang
ada, sehingga jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Gagal jantung pada neonatus terjadi sebagai akibat kompensasi hemodinamik dan
mekanisme neuro hormonal yang menjadi berlebihan dan kelelahan dalam merespon aliran
darah sistemik yang inadekuat. Pada neonatus gagal jantung lebih cepat terjadi oleh karena
mekanisme kompensasi miokard yang terbatas, sistim saraf simpatis yang belum matur dan
frekuensi denyut jantung yang tinggi. Disamping itu volume diastolik pada neonatus masih

tinggi dan cadangan diastolik kecil atau terbatas serta adanya perubahan hemodinamik saat
lahir dan perubahan tahanan vaskuler paru. Gejala umum yang sering dijumpai adalah,
takipneu, takikardi, ronkhi basal, hepatomegali dan pulsasi perifer yang lemah. Gagal jantung
yang ditemukan pada minggu pertama atau ke dua kehidupan biasanya disebabkan oleh
obstruksi jantung kiri yang berat, koartasio aorta, interupted aortic arch.
Sindrom curah jantung rendah.Masalah utamanya adalah tidak adekuatnya aliran darah
sistemik. Saat duktus arteriosus masih terbuka tidak ada masalah dan akan menjadi
perburukan saat duktus arteriosus mulai menutup dimana aliran sistemik tidak adekuat.
Presentasi klinis mulai terlihat pada minggu pertama kehidupan dan bisa lebih awal, biasanya
sangat berat saat hemodinamik mulai terganggu dan dapat disertai sianosis yang ringan.
Sianosis bukan masalah pokok pada sindrom ini. Nadi perifer umumnya lemah dan sulit
diraba dan sering disertai distres pernapasan. Gejala dapat berupa takipneu, takikardi,
keringat berlebihan, penurunan perfusi perifer seperti nadi yang lemah, pengisian kapiler
yang lambat dan akral dingin. Sepsis neonatal harus dipikirkan bila menjumpai bayi dengan
tanda atau gejala yang sama. Sindrom curah jantung rendah sering terjadi pada sindrom
hipopasti jantung kiri, koartasio aorta berat, interupted aortic arch, stenosis aorta berat. Pada
kelainan jantung tersebut aliran darah sistemik tergantung dari terbukanya duktus arteiosus.
Perubahan fisiologi neonatus berkenaan dengan penyakit jantung kritis dapat terjadi begitu
cepat, bayi yang awalnya tampak vigorous akan mengalami penurunan kondisi apalagi bila
disertai dengan comorbiditas lain. Respon neonatus terhadap stres sangat cepat dan mudah
terjadi perubahan yang drastis seperti konsentrasi pH, laktat serum, gula darah dan
temperatur. Neonatus mempunyai cadangan lemak yang terbatas dibanding bayi yang lebih
tua, dan memiliki tingkat metabolisme lebih tinggi, konsumsi oksigen yang lebih tinggi dan
kapasitas residual fungsional paru kecil sehingga mudah terjadi hipoksi. Resistensi vaskular
paru neonatus juga mudah berubah. Neonatus dengan PJB sianotik tidak dapat meningkatkan
saturasi oksigen sistemik dan justru menurun setelah lahir sehingga bayi berisiko tinggi untuk
mengalami pasokan oksigen sistemik yang tidak adekuat dan dapat berakibat metabolisme
anaerobik , asidosis metabolik dan kematian.
Neonatus lebih cenderung untuk mempertahankan tekanan darah jika terdapat ancaman syok
sesaat sebelum sirkulasi mengalami kolaps. Tekanan darah sistemik tidak selalu menjadi
indikator yang dapat diandalkan dalam hal kecukupan preload atau pengangkutan oksigen ke
jaringan. Miokardium neonatus kurang elastis dan kurang toleran terhadap peningkatan
afterload dan kurang responsif terhadap peningkatan preload, serta resistensi vaskular paru
neonatus mudah berubah.
Berbeda dengan PJB kritis, pada PJB asimtomatik gejala yang ditemukan mungkin
berupabising jantung atau denyut nadi femoral lemah atau nadi dorsalis pedis yang lemah
atau bahkan tidak teraba sama sekali. Temuan tersebut sebaiknya ditindak lanjuti dengan
pemeriksaan penunjang seperti ekhokardiografi. Penyakit Jantung bawaan asimtomatik yang
dapat ditemukan pada minggu2 awal kehidupan a.l:
1. VSD/PDA kecil-sedang.
2. PDA

3.
4.
5.
6.
7.

Stenosis aorta ringan-sedang.


Stenosis pulmonal ringan-sedang.
Tetralogy of Fallot.
Koartasio aorta.
ASD.

Bagaimana mengetahui penyakit jantung bawaan pada awal kehidupan.


Paradigma dalam membuat diagnosis penyakit adalah : anamnesis yang baik, pemeriksaan
fisik yang cermat, serta pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis.
Beberapa hal penting yang dapat menjadi pedoman dalam membuat diagnosis PJB adalah:
1. tidak semua neonatus dengan bising menderita penyakit jantung bawaan
2. tidak semua neonatus dengan penyakit jantung bawaan disertai bising.
3. tidak semua neonatus dengan penyakit jantung bawaan ditemukan pada masa
neonatus.
4. tidak semua neonatus dengan klinis penyakit jantung bawaan memerlukan tindakan
segera.
5. seringkali sulit membedakan penyakit jantung bawan dengan penyakit paru atau lain.
6. penemuan penting pada penyakit jantung bawaan kritis a.l: sianosis, metabolik
asidosis, distres respirasi, perfusi perifer yang jelek, denyut nadi femoral / dorsalis
pedis yang lemah, bunyi jantung 2 tunggal, bising yang prominen, precordium yang
hiperaktif, syok.
Pada anamnesis penyakit jantung harus ditanyakan riwayat keluarga dengan penyakit
herediter, saudaranya dengan PJB. Riwayat kehamilan dan perinatal seperti infeksi virus,
penyakit ibu seperti DM, obat yang dikonsumsi pada kehamilan trimester I seperti hidantoin
yang dapat menyebabkan stenosis aorta atau pulmonal, lithium menyebabkan ebstein
anomali, serta ditanyakan riwayat post natal seperti sianosis, tanda gagal jantung.Auskultasi
jantung merupakan pemeriksaan fisik penting disamping pemeriksaan fisik pediatrik
umumnya. Bunyi jantung dan bising harus diperhatikan dengan cermat dan di analisis karena
sangat membantu membuat diagnosis dan menentukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan a.l: ronsen foto torak, elektrokardiografi dan ekhokardiografi.
Pemeriksaan foto torak pada neonatus seringkali lebih mempunyai nilai diagnostik
dibandingkan dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Ronsen foto torak dapat menilai
adanya paru oligemia, pletora atau normal, disamping menilai jantungnya sendiri. Pada
beberapa kasus PJB dijumpai bentuk jantung yang khas, misal Ebstein anomaly, TGA,
tetralogy of Fallot, TAPVR dll, yang sangat membantu menegakkan diagnosis.Pada
pemeriksaan elektrokardiografi dinilai rate, rhythm, axes of P and QRS, voltages in
precordial leads. Dinilai adakah total AV blok, supraventrikular takhikardi, aksis ekstrim
superior, giant P yang kerap ditemukan pada neonatus. Pemeriksaan ekhokardiografi
merupakan pemeriksaan goal standart, oleh karena sangat membantu melihat anatomis
jantung, fungsi ventrikel dll. Pemeriksaan lain yang mudah dikerjakan dan membantu untuk
skrining PJB kritis adalah pulse oxymetri test pada bayi baru lahir.

Bising jantung tidak selalu ditemukan pada neonatus walaupun kelainannya berat ( PJB
kompleks). Ditemukannya bunyi jantung (BJ) yang abnormal seperti BJ II yang tunggal
menunjukkan adanya kelainan katup semiluner ( atresi pulmonal, atresi aorta, PS kritis). Pada
beberapa kasus, bising jantung mungkin baru ditemukan 4-6 minggu setelah bayi lahir. Untuk
itu dianjurkan mengulang pemeriksaan auskultasi jantung setelah usia 6 minggu. Lokasi, fase,
morfologi, derajat dan penjalaran bising harus diperhatikan untuk membedakan bising
innocent. Dan yang penting adalah bila mendengarkan adanya bising harus dievaluasi secara
seksama sampai terbukti bahwa bising tersebut bukan patologis.
Pulsasi nadi. Pada beberapa kasus pemeriksaan nadi mempunyai nilai diagnostik yang
penting. Pulsasi nadi perifer harus diperiksa pada keempat ekstrimitas, bila tidak didapatkan
pulsasi nadi atau nadi yang lemah pada ekstrimitas bawah sangat mungkin koartasio aorta.
Pada interupted aortic arch kelainan pulsasi bisa didapati pada lengan kiri dan arteri karotis
kiri.
Sianosis adalah tanda yang penting pada PJB sianotik bukan suatu diagnosis . Sianosis harus
dibedakan berdasar fisiologi yang mendasari, apakah sianosis sentral, sianosis perifer atau
sianosis diferensial. Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit disebabkan oleh menurunnya
kandungan oksigen di dalam hemoglobin darah pada pembuluh darah kapiler atau kadar
hemoglobin tereduksi pada darah arteri lebih dari 3 gram dalam setiap desiliter darah.
Sianosis pada bayi merupakan gejala klinis yang umum dan sering dijumpai sehingga
memerlukan tindakan lebih lanjut mencari penyebab dasarnya. Sianosis biasanya diketahui
bila saturasi oksigen arteri < 80% dan pada bayi baru lahir < 90% ok kadar hemoglobin yang
masih tinggi dan tidak ada anemia. Beberapa keadaan yang menyebabkan bias dalam menilai
sianosis adalah anemia, polisitemia, kondisi cahaya, warna kulit dan pengalaman pemeriksa.
Lokasi yang paling baik untuk melihat sianosis sentral adalah selaput mukosa bibir,rongga
mulut, ujung lidah oleh karena tidak dipengaruhi warna kulit dan sirkulasi darah ditempat
tersebut baik. Sianosis perifer atau akrosianosis disebabkan oleh vasokontriksi arteriole
dibawah kulit terbatas pada ujung jari dengan penurunan suhu tubuh dibawah normal.
Sianosis diferensialadalah adanya perbedaan saturasi oksigen ( SpO2) paling sedikit 5% atau
lebih atau perbedaan tekanan arteri oksigen ( PaO2 ) paling sedikit 20 mmHg antara
ekstrimitas atas dan bawah. Dalam hal ini jari-jari tangan tidak terlihat sianosis sedang jari-2
kaki sianosis. Bila dijumpai sianosisdiferensial pikirkan suatu : complete interruption of the
aortic arch , PDA dengan koartatio aorta atau PDA dengan hipertensi pulmonal persisten.
Penilaian sianosis dapat dinilai juga dengan pulse oxymeter atau menilai PaO2 dari analisis
gas darah. Seorang bayi dengan sianosis mungkin mempunyai penyakit jantung yang
mendasari tetapi mungkin pula mempunyai penyakit paru. Bila dengan pemberian oksigen
atau menangis berkurang atau hilang, sianosis yang mendasari adalah kelainan di paru oleh
karena dengan menangis terjadi inspirasi yang dalam akan membuka alveoli lebih banyak dan
akan meningkatkan jumlah oksigen yang diambil sehingga sianosis berkurang atau
menghilang. Sedang pada sianosis oleh karena faktor jantung sianosis tidak berkurang bahkan
bertambah oleh karena terjadi peningkatan pirau kanan ke kiri.

Atau bila masih mengalami kesulitan membedakan sianosis dapat melakukan


testHyperoxic .Hyperoxic testmerupakan uji yang penting untuk membedakan apakah sianosis
pada bayi sebagai akibat penyakit jantung atau sebab lain seperti kelainan paru. Kenaikan
tekanan oksigen (paO2) lebih dari 150 mmHg pada pemberian oksigen 100% selama 10
menit, menunjukkan bahwa sianosis bukan disebabkan kelainan jantung. Sedangkan bila
kenaikan tersebut tidak melebihi 100 mmHg maka kemungkinan besar sianosis disebabkan
oleh kelainan jantung.
Beberapa petunjuk untuk menentukan sianosis sentral adalah:
1.
2.
3.
4.

lokasi : selaput mukosa mulut, gusi, bibir, lidah,ujung ujung jari


suhu tubuh tetap hangat
menangis atau aktifitas sianosis bertambah
test hiperoksi, pemeriksaan PaO2 yang tetap rendah setelah diberikan O2 100%
selama 10 menit.
5. pemeriksaan laboratorium sederhana, terdapat peningkatan hemoglobin, eritrosit dan
hematokrit.
Pulse oxymetry test
Pulse oxymetry test saat ini telah banyak dipergunakan untuk skrining penyakit jantung
bawaan kritis. Sensitivitas dan spesifisitas pulse oxymetry dalam mendeteksi PJB kritis adalah
62-78% dan 99%. Pemeriksaan pulse oxymetry dianjurkan oleh AHA dan AAP untuk
dikerjakan secara rutin pada semua bayi baru lahir setelah usia 24 jam atau sebelum pasien
dipulangkan. Alat ini dipergunakan pada tangan kanan dan salah satu kaki dan bila pada
pemeriksaan pulse oxymetry didapatkan : 1) saturasi oksigen < 95%, 2) saturasi kedua
ekstrimitas < 95% pada 3 kali pemeriksaan dengan beda waktu 1 jam, atau 3) adanya
perbedaan saturasi oksigen absolut > 3% antara tangan kanan dan kaki pada 3 kali
pemeriksaandengan beda waktu 1 jam, maka hasilnya disebut positif tersangka PJB kritis dan
perlu pemeriksaan ekhokardiografi lebih lanjut. (gambar 3). Target skrining PJB kritis
menggunakan Pulse oxymetry test adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hypoplastic left heart syndrome


Pulmonal atresi dengan intak septum.
Tetralogy of Fallot
Total anomaous pulmonary venous return
Transpotition of the great arteries
Trikuspid atresia
Truncus arteriosus.

Gambar 3. Algoritma pemeriksaan Pulse oxymetry test


Tatalaksana PJB pada awal kehidupan.
Tergantung diagnosis yang telah dibuat sebelumnya apakah PJB tersebut asimtomatik atau
simtomatik, apakah diagnosis sudah pasti atau masih memerlukan pemeriksaan penunjang
seperti ekhokardiografi sehingga perlu persiapan merujuk pasien ke fasilitas pelayanan
jantung anak. Bila asimtomatik maka tidak perlu segera merujuk dan mungkin hanya
memperbaiki keadaan umum bayi dengan perawatan seperti bayi umumnya. Namun bila
diagnosisnya adalah PJB kritis maka harus segera dilakukan tindakan segera.
Tatalaksana secara umum meliputi:
1. menstabilkan pasien dengan menjaga kehangatan dan memberikan lingkungan
nyaman,
2. mempertahankan hematokrit antara 40-50%,
3. memberikan cairan dan elektrolit,
4. menjaga keseimbangan asam-basa.
5. mencegah hipoglikemi,
6. oksigenasi yang adekuat,
7. mencegah infeksi.

Tatalaksana khusus PJB kritis.


1. Intubasi dan ventilasi mekanik.
Bila terdapat distres respirasi dan gagal napas segera dipasang ventilator mekanik,
diupayakan agar keadaan bayi menjadi stabil. Karena sebagian besar bayi dengan
sianosis memerlukan peningkatan aliran darah ke paru untuk mempertahankan
saturasi sistemik yang adekuat, maka PEEP (positif end expiratory pressure) tidak
boleh diberikan, kecuali pada obstruksi v pulmonalis, seperti TAPVR intrakardiak.
2. Prostaglandin E1 ( PGE1)
Pemberian prostaglandin E1 sangat bermanfaat untuk mempertahankan dan menjamin
patensi duktus arteriosus sehingga terjadimixing atau pasokan darah ke paru maupun
sistemik berlangsung dengan baik. PGE1 diberikan dengan infus konstan dengan
dosis 0,025-0,1 ug/kgbb/menit. Dosis rendah 0,025 ug/kg/ mnt dapat dimulai segera
setelah diagnosa ditegakkan.Pada keadaan dimana pemeriksaan kardiologis lengkap
tidak dapat segera dilakukan, infus PGE1 secara empiris dapat diberikan dengan
dosis permulaan 0,1 ug/kg/mnt sampai efek terapeutik tercapai kemudian diturunkan
menjadi 0,05 - 0,025 ug/kgbb/menit. Respon terhadap PGE1 dapat terlihat 10 30
menit setelah pemberian berupa kenaikan PaO2 15-20 mmHg, perbaikan pH, sianosis
berkurang, sirkulasi sistemik menjadi lebih baik.
Kegagalan merespon PGE1 dapat terjadi bila diagnosis awal tidak tepat, pada bayi
yang lebih tua, duktus tidak ada atau terdapat obstruksi aliran balik vena
pulmonal(venous return pulmoner). Jarang setelah pemberian PGE1 pasien menjadi
tidak stabil, namun demikian bukan berarti tidak mempunyai efek samping.
Efek samping pemberian PGE1 a.l; apne, hipotensi dan gangguan koagulasi. Apne
terjadi pada 10% kasus, apne lebih sering terjadi pada bayi berat lahir rendah dan
prematur. Efek samping PGE1 dapat terjadi pada permulaan pemberian infus namun
juga dapat terjadi sepanjang pemberian infus PGE1 dan bila terjadi apne harus segera
dilakukan intubasi dan diberi bantuan ventilasi mekanik, dan sebaiknya dipersiapkan
alat resusitasi , intubasi, ventilator mekanik dan pasien dirawat di ICU. Prostaglandin
menyebabkan vasodilatasi perifer dengan manifestasi hipotensi dan kemerahan pada
kulit. Selama pemberian PGE1 harus tersedia jalur infus lain yang terpisah untuk
pemberian volume. Jika terjadi hipotensi dapat diberikan 10 20 ml/kg ringer laktat
atau cairan koloid. Pemantauan tanda vital dan efek terapeutik selama pemberian
prostaglandin tetap dilakukan secara terus menerus.
Tatalaksana PJB kritis dengan curah jantung rendah.
Pengelolaan pada bayi kritis dengan curah jantung rendah secara umum hampir sama
seperti pada sindrom sianosis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Intubasi dan ventilasi mekanik.
Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik sangat efektif untuk mengobati aliran
darah paru yang meningkat dan edema paru. Pemberian PEEP mulai 8-10 dan
dinaikkan sampai 15 cmH2O meningkatkan resistensi aliran darah ke paru dan

mengurangi dan mungkin memperbaiki kerusakan alveolus. Penurunan edema paru


akan memberikan pertukaran gas yang lebih baik.
2. Oksigen
Pemberian oksigen yang besar akan menyebabkan vasodilatasi paru dan
meningkatkan aliran darah ke paru. Pada keadaan curah jantung yang rendah akan
mengurangi aliran darah melalui duktus sehingga memperburuk situasi.
3. Diuretik
Diuretik mempunyai peran yang besar pada gagal jantung kongestif dan diberikan
bersama dopamin.
4. Inotropik
Obat inotropik yang mempunyai kerja cepat sangat menolong pada gagal jantung
kongestif yang emergensi. Dobutamin mempunyai mekanisme kerja menstimulasi
reseptor -1 pada miokard, efeknya inotropiknya lebih menonjol daripada
kronotropik. Dobutamin sering digunakan jika terjadi disfungsi ventrikel berat.
Tatalaksana Lanjutan.
Penanganan selanjutnya bila keadaan umum sudah stabil dan memungkinkan adalah dengan
intervensi non bedah atau bedah. Intervensi non bedah al; ballon atrial septostomi. Intervensi
bedah bisa paliatif atau korektif. Prinsip dari tindakan intervensi adalah menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas serta setelah tindakan intervensi kualitas hidup anak menjadi baik
dan memungkinkan membuat anatomi dan fisiologi jantung normal. Penundaan intervensi
dapat berakibat buruk terhadap fungsi miokard, vaskuler paru, distorsi pertumbuhan jantung
dan pembuluh darah besar dan gangguan pada organ tubuh yang lain.
Bayi preterm dengan paten duktus arteriosus dapat diberikan indometasin. Indometasin
dapat diberikan secara interavena maupun peroral, dengan dosis 0,1 mg/kg ( bb < 1 KG ) atau
0,2 mg/kg ( bb > 1 kg ) hari pertama kemudian dilanjutkan dosis 0,1 mg/bb hari ke 2 dan ke
3, bila dengan iv diberikan lebih 1 jam. Beberpa penelitian menunjukkan angka keberhasilan
menutup PDA sebanyak 79% dibandingkan dengan plasebo ( 35%). Angka keberhasilan
penutupan bila diberikan pada 12 jam pertama kehidupan walau peneliti lain mengatakan
masih bisa dicoba pada usia 2-7 hari. Efek samping pemberian indometasin a.l: penurunan
fungsi ginjal sementara, perdarahan saluran cerna, enterokolitis nekrotikan, gangguan aliran
darah ke otak. Sehingga dibutuhkan pemantauan yang ketat dan pemeriksaan darah
sebelumnya seperti darah rutin, trombosis, studi koagulasi, fungsi ginjal dan fungsi hepar.
Obat lain yang memberikan efek penghambat ensim siklooksigenasi seperti ibuprofen. Dosis
ibuprofen 10 mg/kg dilanjutkan dengan 5 mg/kg setelah 24 jam dan 48 jam dari pemberian
pertama.
Kesimpulan.
Penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada awal kehidupan spektrumnya sangat luas dari
yang ringan sampai berat, dan dapat asimtomatik atau simtomatik. Fisiologi

kardiovaskularneonatus dipengaruhi oleh adanya perubahan dari sirkulasi fetal ke sirkulasi


ekstrauterin. Manifestasi PJB kritis dapat berupa sindrom sianosis, sindrom kardiorespirasi/
gagal jantung atau sindrom curah jantung rendah. Pemeriksaan pulse oxymetri untuk skrining
penyakit jantung bawaan kritis sangat membantu menemukan kasus oleh karena mudah dan
dapat dikerjakan setelah 24 jam kelahiran atau sebelum meninggalkan rumah sakit.

Daftar Rujukan.
1. Agus Priyatno. Deteksi dini PJB kritis pada neonatus. Dalam: Riswanto S, Susanto R,
dkk. Pendekatan Klinis Jantung,Paru, infeksi dan hematologi. Simposium dan
Pelatihan IDAI Jateng DIY. Salatiga, November 2007. 1-16
2. Hoffman JIE, Kaplan S. The incidence of Congenital Heart Disesease. J Am Coll
Cardiol.2002;39:1890-900.
3. Sashidaran P. An approach to diagnosis and management of cyanosis and tachypnea in
term infants. PediatrClin N Am 51 (2004) 999-1021.
4. Ontoseno T. Diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung bawaan yang kritis pada
neonatus. http// old.pediatrik.com/pkb/20060220-yqpva9-pkb
5. Marino BS, Bird GL, Wernovsky G. Diagnosis and management of the newborn with
suspected Congenital heart disease. In : Wernovsky G, Rubenstein SD. eds. Clinics in
Perinatology, Cardiovascular Disease in the newborn. Philadelphia; 2001. 28(1) :91136
6. Victoria BE. Cyanotic newborn. In : Gessner IR, Victoria BE, eds. Pediatric
cardiology. A problem oriented approach. Philadelphia: WB Saunders Co; 1993: 97110
7. Management of the neonate with symptomatic congenital heart disease. Arch Dis
Child Fetal Neonatal Ed 2001;84.F 141-145. www.archdischilo.com
8. Artman M,Mahony L, Teitel D. Neonatal Cardiology. New York, McGraw-Hill,
2002.73-100.
9. Silberbach M, Hannon D. Presentation of Congenital Heart Disease in the neonate and
Young Infant. Pediatrics in Review. Vol 28.no 4 April 2007:123-131
10. Lakshminrusimha S, Turkovich S, Manja V, Nair J, kumarV. Critical congenital heart
disesase sreening with pulse oximetry in the NICU. E-Journal of Neonatology
Research. 2012:2.issue 2
11. Kuehl KS, Loffredo CA, Ferencs C. Failure to diagnosis Congenital Heart Disease in
infancy. Pediatrics 1999;103;743

You might also like