Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Depkes, 2000, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu Suatu penyakit atau
keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak
ada/tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun).
3. Peningkatan
kejadian
penyakit/kematian,
dua
kali
atau
lebih
mengalami
peningkatan
kejadian
penyakit/kematian,
dua
kali
Pada sel batang di retina mata terdapat rhodopsin atau visual purple
(pigmen ungu) yang mengandung vitamin A yang terikat pada protein. Pada
mata normal, apabila menerima cahaya, rodopsin akan terkonversi menjadi
visual yellow dan kemudian menjadi visual white. Konversi ini membutuhkan
vitamin A. Regenerasi visual purple hanya akan terjadi apabila tersedia
vitamin A yang cukup. Tanpa regenerasi, maka pengelihatan mata pada cahaya
remang akan terganggu. Oleh karena itu, apabila kekurangan vitamin A, maka
mata akan sulit melihat ketika berada di lingkungan kurang cahaya.
Pada sistim pengelihatan, ada tiga macam pengelihatan, yakni
pengelihatan photopic, pengelihatan mesopic, dan pengelihatan scotopic.
Pengelihatan photopic adalah pengelihatan pada kondisi lingkungan yang
banyak cahaya sehingga sel kerucut bekerja maksimal. Tiga jenis sel kerucut,
yakni hijau, biru, dan merah, bekerja menghasilkan persepsi warna di tempat
terang. Pengelihatan mesopic adalah ketika sel batang dan sel kerucut bekerja
secara bersamaan untuk menghasilkan persepsi warna. Pada keadaan ini,
lingkungan tetap memiliki kadar cahaya namun kurang, seperti pada saat
matahari akan terbenam. Sedangkan pengelihatan scotopic adalah pada saat
lingkungan benar-benar kurang cahaya, seperti pada saat malam hari ketika
hanya disinari oleh bulan.Pada keadaan ini, hanya sel batang yang bekerja dan
tidak ada lagi warna yang dapat dilihat.
Penderita buta senja memiliki kesulitan untuk melihat pada saat hari
sudah senja (keadaan penglihatan mesopic) dan di lingkungan yang kurang
cahaya (keadaan penglihatan scotopic).
Buta senja adalah penyakit gizi yang sudah sejak lama diketahui akan
tetapi tetap menjadi masalah yang besar bagi bidang kesehatan masyarakat,
terutama gizi. Penyakit ini biasa terjadi pada masyarakat miskin yang
mengalami kekurangan gizi.
Kelainan pada mata ini dapat dikatakan sebagai fenomena Gunung
Es, di mana kasus yang nampak di permukaan hanya sedikit, sedangkan
kasus kurang vitamin A (KVA) di masyarakat sangat banyak.
Buta senja merupakan penyakit yang dapat disembuhkan dengan
mudah, yaitu dengan memberikan vitamin A bagi penderita. Akan tetapi
penyakit ini dapat menjadi berbahaya bahkan menyebabkan kebutaan jika
dibiarkan berlarut-larut. Jika defisiensi vitamin A dibiarkan berkepanjangan
dapat menyebabkan keratomalasia dan xeroftalmia.
Ada 63.000 kasus baru penyakit mata akibat kurang vitamin A yang
menjangkit anak-anak usia pra-sekolah di Indonesia tiap tahunnya. Bahkan
jika di total dengan Bangladesh, India dan Filipina terjadi hampir 400.000
sampai 500.000 kasus xeroftalmia pada kornea. Dan hampir sekitar 5 juta
anak mengalami xeroftalmia di luar kornea mata.
B. Rumusan masalah
4
2.
Tujuan Khusus
Menurunkan tingkat morbiditas rabun senja akibat kekurangan vitamin
Puskesmas Mawar
Meningkatkan pengetahuan masyarakatmengenai pentingnya angka
kecukupan gizi, dengan target 75% dari populasi Puskesmas Mawar.
BAB II
ANALISIS KASUS
A.
darah
kurang
dari
20g/dl.
Masih
dalam
buku
tersebut
adalah
suatu
keadaan,
ditandai
rendahnya
kadar
Vitamin
terjadi
jika
kebutuhan
vitamin
tidak
6
Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang mengakibatkan kebutaan pada anakanak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi utama di Indonesia.Kebutaan karena
kekurangan vitamin A terutama dikalangan anak pra sekolah masih banyak terdapat didaerahdaerah. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010pada pasca persalinan, atau masa nifas,
ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang: 33,2% di Sumatera Utara dan
65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu nifas yang tidak sekolah
mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%). Demikian pula
kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan pedesaan, serta menurut tingkat
pengeluaran. Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar
69,8%. Persentase tersebut bervariasi antar provinsi dengan persentase terendah di Papua Barat
(49,3%) dan tertinggi di DiYogyakarta (91,1%) (Rinaningsih, 2007).
C.
Etiologi
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A.
Penyebab paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya
asupan makanan yang mengandung vitamin A (termasuk pemberian ASI yang
tidak memadai) dan infeksi yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi
pernafasan (Stellenbosch, 2010).
a) Asupan makanan kaya vitamin A yang kurang memadai,
b) Infeksi berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernapasan akut
c) Pemberian ASI yang tidak memadai dalam jangka lama
D. Faktor Resiko
Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya
vitamin A, berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok
lebih rentan untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya.
Kelompok ini terdiri dari (Stellenbosch, 2010);
1. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi prematur
Bayi BBLR adalah bayi dengan berat badan ketika lahir kurang dari 2500
gram. Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 38 minggu.
Karena bayi ini lahir sebelum waktunya, berat badannya ketika lahir seringkali
9
sangat rendah. Bayi-bayi ini lahir dengan cadangan vitamin A tubuh yang rendah
sehingga berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A.
2. Bayi dan anak dengan infeksi berulang
Bayi dan anak dengan infeksi berisiko untuk menderita defisiensi vitamin
A karena banyak infeksi, khususnya campak dan diare meningkatkan kebutuhan
tubuh terhadap vitamin A. Tetapi, anak yang sakit sering menolak untuk makan,
sehingga asupan vitamin A anak cenderung lebih rendah dari yang dibutuhkan.
Oleh karena itulah umumnya anak yang sakit cenderung menderita defisiensi
vitamin A, khusunya jika infeksi muncul berulang.
3. Bayi dan anak dengan malnutrisi
Sebagian besar anak yang malnutrisi berisiko dalam menderita defisiensi
vitamin A oleh karena diet makanan yang jelek, dimana asupan energi , protein,
dan berbagai zat gizi yang tidak memadai, termasuk vitamin A.
E. Patofisiologi
Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi
sel dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut
dengan metaplasiakeratinisasi.Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan
saluran kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul
pada awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat
dideteksi secara klinis.Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini
sebagian besar tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar
yang kuat untuk diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi
10
translokasi
mikrooeganisme
dan
berkontribusi
terhadap
Mata
Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang
paling spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai
13
Rabun Senja
X1A
Xerosis Konjungtiva
X1B
Bercak Bitot
X2
Xerosis Kornea
X3A
X3B
kornea
XS
14
Gambar1 :
sering
diabaikan
atau
kenyataanya
17
Gambar5,6
X2
Xerosis
Konjungtiva
18
mengindikasikan
adanya
kerusakan
20
katak",ditandai dengan adanya plak keratotik pada folikel rambut yang biasanya
terdapat pada ekstremitas bagian dorsal dan ventral, dapat berwarna sama dengan
kulit atau sedikit hiperpigmentasi disekitarnya (Ostler Bruce, 2004).
High
Sebuah studi RBP serum lebih mudah untuk dilakukan dan lebih
murah daripada studi retinol serum, karena RBP adalah protein dan dapat
dideteksi oleh alat tes imunologi.RBP juga merupakan senyawa yang lebih
stabil daripada retinol sehubungan dengan cahaya dan suhu.Namun, tingkat
RBP kurang akurat, karena mereka dipengaruhi oleh konsentrasi protein
serum dan karena jenis RBP tidak dapat dibedakan.[18, 19, 20].Kadar serum
retinol mungkin rendah selama infeksi karena penurunan sementara dalam
RBP tersebut. Kadar zink dapat berguna dalam pemeriksaaan karena
kekurangan zink mengganggu produksi RBP.Sebuah panel besi berguna
karena kekurangan zat besi dapat mempengaruhi metabolisme vitamin
A.Evaluasi elektrolit dan pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan untuk
mengevaluasi status gizi dan volume.
2. PemeriksaanRadiologi
Pada anak-anak, film radiografi tulang panjang mungkin berguna saat
evaluasi sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi
berlebihan tulang periosteal.
24
BAB III
RENCANA PROGRAM
A. Promotif
Pada kasus ini ditemukan penyakit yang berpotensi KLB, yaitu buta
senja, karena insiden penyakit ini meningkat dua kali lipat dalam 2 kurun waktu.
Penyakit ini disebabkan oleh karena kekurangan vitamin A. Oleh karena itu
sesuai dengan Depkes RI (2005), maka kelompok kami menyarankan
pencegahan KVA dapat dilakukan dengan cara:
25
B. Preventif
Telah terbukti bahwa bayi baru lahir, terutama di negara sedang
berkembang yang kasus defisiensi vitamin A nya bersifat endemis, memiliki
cadangan vitamin A yang sangat rendah. Pasokan vitamin A di awal kehidupan
akan tercukup melalui air susu ibu (ASI), asalkan ibu memiliki status vitamin
A yang baik.
Ada dua pendekatan untuk memperbaiki status vitamin A bayi yang
berusia kurang dari 6 bulan, yaitu dengan memberikan vitamin A dosis tinggi
kepada wanita menyusui, atau memberi satu dari beberapa dosis kepada bayi.
Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan
Internasional (SI), untuk memudahkan penilaian aktivitas. Vitamin ini di
dalam bahan makanan, agar mencakup performed vitamin A dan
26
6-12 bulan
1200
1-3 tahun
1500
4-6 tahun
1800
7-9 tahun
2400
10-12 tahun
Pria: 3450
Wanita:3400
13-dst
Pria: 4000
Wanita: 3500
Wanita hamil
+500
Wanita Menyusui
+2500
Tabel 3. Sumber: Widya Karya Nasional Pangan & Gizi, Bogor 1978
dalam Sediaoetama, 2004
27
Bahan
Makanan SI/100g
Nabati
Hewani
Ayam
810
Hati sapi
43900
Ginjal sapi
1150
biji
Jagung kuning panen 440
baru, biji
Jagung kuning, panen 510
lama, biji
Ubi rambat, merah
7700
Telur itik
1230
423
Ikan segar
150
157
Daging
sapi, 20
kurus
Wortel
12000
Buah:
Bayam
6000
Alpukat
180
Daun melinjo
10000
Belimbing
170
Daun singkong
11000
Genjer
3800
Apel
90
Kangkung
6300
Jambu biji
25
28
Tabel 4. Sumber: daftar analisa bahan makanan DEPKES RI, 1964 dalam
Sediaoetama,
2004
Dosis
Frekuensi
1 kali
SI)
nifas
29
1. Penyelidikan Epidemiologi
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui Indeks kasus atau paling
tidak dari mana kemungkinan kasus berawal , mencari kasus-kasus tambahan,
cara penyebaran kasus, waktu penyebaran kasus, arah penyebaran penyakit,
kontak erat penderita, dan penanggulangannya.
2. Tatalaksana kasus
Tatalaksana pada tabel dibawah dapat digunakan kepada individu
dengan semua stadium xeroftalmia, seperti rabun senja, dan xerosis
30
Dosis Vitamin A
50 000 IU
100 000 IU
200 000 IU
Hari berikutnya
31
tidak stabil dan dapat secara cepat memburuk, walaupun ditatalaksana sesuai
rekomendasi.Dosis tambahan dapat digunakan terhadap grup yang rentan ini.
Xeroftalmia kornea adalah kegawatdaruratan medik.Vitamin A harus
segera di berikan sesuai rekomendasi pada tabel diatas.Antibiotik topikal
seperti tetrasiklin atau kloramfenikol dapat diberikan untuk mengatasi atau
mencegah infeksi bakteri sekunder. Salap mata yang mengandung steroid
jangan diberikan dalam keadaan ini.
Untuk mengcegah trauma terhadap kornea yang lemah akibat ulkus,
mata harus dilindungi. Pada kasus anak , sebaiknya tangan diikat agar tidak
bergerak. Xerosis kornea berespon terhadap terapi vitamin A dalam waktu 2-5
hari, dengan kornea yang kembali normal dengan waktu 1-2 minggu.
Anak dengan xeroftalmia, terutama rabun senja, seringkali sakit berat,
malnutrisi , dan dehidrasi. Tatalaksana umum, rehidrasi, dan diet tinggi
protein yang mudah diserap (jika diperlukan via pipa nasogastik) akan
membantu memperbaiki keadaannya. Penyakit penyerta, seperti infeksi
respiratori dan gastrointestinal, tuberkulosis, cacing, dan amobasis dapat
ditatalaksana dengan obat yang sesuai (antibiotik , anticacing, dan lain-lain).
Perawatan mata diberikan salap antiobiotik spektrum luas setiap 8 jam
untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Pada infeksi yang nyata dibutuhkan
terapi sistemik yang adekuat, pemberian antibiotik spektrum luas khususnya
terhadap Staphylococcus dan Pseudomonas dapat diberikan sebelum kuman
32
dewasa
Dosis
dengan Terapi sesuai tabel 3 dilanjutkan
33
Anak dengan
diare,
4. Faktor Risiko
Dalam KLB Buta Senja diketahui beberapa faktor yang menyebabkan
kekurangan vitamin A yang salah satunya dapat terjadi buta senja, antara lain:
a. Kekurangan energi protein (KEP)
b. Kekurangan zinc (Zn)
c. Keabnormalan hereditas (mutasi genetic)
d. Konsumsi alcohol berlebihan, yang mengganggu fungsi hepar/hati
e. Efek obat pencahar
34
5. Profilaksis
Pencegahan Rekurensi
Ibu dan care giver diperlukan untuk memastikan anak mendapatkan
diet kaya vitamin A. Mereka ditunjukkan bagaimana cara menyiapkan
makanan kaya vitamin A dari suber yang tidak mahal seperti mangga, pepaya,
wortel, labu kuning, ubi jalar, sayuran berdaun hijau gelapdan lain-lain)
Wortel
Ubi jalar
Sayuran Hijau
Mangga
ASI Eksklusif
1 sdm
1 sdm
cup
50 mg
1 sdm
1 sdm
cup
50 mg
2 sdm / 25 mg
1 sdm
cup
70 mg
6-11 bulan
1-2 tahun
2-6 tahun
a)
35
b) Suplementasi Vitamin A
Suplementasi
secara
periodik
dapat
bermanfaat
untuk
Dosis Oral
13,75
mg
Waktu
retinil 1-3 kali hingga usia
6 bulan
7. Surveilans intensif
37
38
BAB IV
REKOMENDASI/SARAN
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Annstas,George.
Vitamin
Deficiency.
2012.
Diunduh
dari
http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
2. Schwartz, Robert A. Dermatologic Manifestations of Vitamin A Deficiency. 2012.
diunduh dari http://www.medicine.medscape.com/article/1104441-overview
3. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
4. http://www.pediatriconcall.com/forpatients/commonchild/Vitamin_deficiency/vit
amin_deficiency.asp
5. Behrman, R. dan, R. Kliegman.Nelson Textbook of Pediatics 17th edition. pp 242
40
Kampung
Sawah
Kota
Bandar
Lampunghttp://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/d51293c87753abf90dd18b
c2195f990769fba599.pdf
14. Depkes
RI
2003.
Deteksi
Dan
Tatalaksana
Kasus
Xeroftalmiahttp://gizi.depkes.go.id/pedoman-gizi/download/xeroftalmia.pdf
15. Buku Panduan Pemberian Suplemen Vitamin A. Depertemen Kesehatan Republk
IndonesiaRiset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010
41
16. Siregar,RA.
(2011).KekuranganVitaminA.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/235
08/4/chapter%252011.pdf&ved, 19 Januari 2015
42