Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Praktik resusitasi bayi baru lahir mengalami perkembangan yang pesat dalam 40
tahun terakhir. Secra teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di tempat
kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir harus
mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan dengan
resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik. Waktu adalah hal yang paling penting,
keterlambatan resusitasi akan membahayakan bayi, bertindak dengan cepat, akurat dan
lembut, tindakan dianjurkan untuk setiap situasi spesifik. Setelah tindakan dilakukan,
evaluasi ulang harus dilakukan dan tindakan selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil
tercapai. Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang sederhana dan sering diabaikan.
Pembahasan
Kasus 4
Seorang bayi dilahirkan dari Ibu berusia 36 tahun, G2P0A1 kehamilan 36 minggu,
melalui emergency sectio cesaria karena mengalami abruptio plasenta.
Pada kasus pasien wanita yang melahirkan anak pada usia kehamilan 36 minggu yang
masih prematur melalui tindakan bedah Caesar akibat omplikasi pada kandungan yaitu terjadi
abruption plasenta atau plasenta yang lepas. Selain itu, anak yang dilahirkan juga berada
dalam keadaan lemah, pucat, bradikardi dan respons motorik yang sangat lemah.oleh sebab
itu pada kasus ini, anak tersebut haruslah ditangani dengan segera dan juga termasuk dalam
1
suatu kasus emergensi pediatric. Selain itu, keadaan ibu turut harus dimonitor pada waktu
yang sama karena pada tindakan bedah terjadi perdarahan masif dan juga kemungkinan
kehilangan daqah yang banyak akibat terlepasnya plasenta.
hangat
dan
ibu
sebaiknya
dapat
melihat
dengan
jelas
apa
yang
anda
kerjakan.pemeriksaan harus menyeluruh dan dalam urutan yang logis. Pertama kali nilai
ukuran keseluruhan, proporsi dan maturitas kemudian cari kelainana structural mulai dari
kepala dan mata kemudian telinga, mulut, dada, abdomen, ekstremitas, tangan dan kaki.
Cacat setiap tanda-tanda tambahan, jari-jari tambahan, dan juga cekungan kulit tambahan.
Pemeriksaaan lain adalah untuk menilai perilaku dan respons bayi. Ibu dan bidan biasanya
akan segera menceritakan kepada anda tentang perilaku, pola makan, menangis dan tidur
bayi. Bayi yang terlalu lemas, selalu tidur, iritabel atau tidak dapat diam, ataupun bayi yang
reflex isapnya lemah memerlukan evaluasi lebih teliti, terutama dalam hubungannya dengan
pemberian ASI yang memuaskan. Orang tua harus diberi penerangan tentang kelainankelainan minor. 2
Apgar Score
Apgar Score merupakan system pengukuran sederhana dan handal untuk derajat stress
intrapartum saat lahir. Kegunaan utama system skor ini adalah untuk memeriksa anak secara
sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai factor yang mungkin berkaitan dengan masalah
pulmonal.
Ada 5 hal yang dinilai dalam APGAR score, yakni:
1 Appearance (Warna kulit)
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda
setelah tercapainya ventilasi yang efektif.Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir
mengalami vasokonstriksi perifer. Vasokonstriksi biasanya disebabkan oleh asfiksia,
hipovolemia, atau asidosis berat. Alkalosis respiratorik (missal, akibat ventilasi
bantuan yang terlalu kuat), penghangatan berlebihan, hipermagnesemia, atau
2
curah jantung.
Grimace (Kepekaan reflex)
Respon normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang
kerusakan SSP.
Respiration (upaya bernapas)
Bayi normal akan mengap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30
detik dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit
pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur
terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan
SSP, atau pemberian obat pada ibu (barbiturate, narkotik, dan trankuilizer).2,3
Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat
bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan
sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan
baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula
dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan
morbiditas dan mortalitas neonatal.2
Skor
Appearance
(warna kulit)
Biru, pucat
Pulse
(denyut jantung)
merah muda
Tidak ada
< 100x/menit
>100 x/menit
Grimace
(Kepekaan reflex)
Tidak ada
menyeringai
Menyeringai
Activity
(tonus otot)
Lemas
Respiration
(upaya bernapas)
Tidak ada
tubuh
&
teratur
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia
dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan
factor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan
ekstrauterin. Penilaiian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal
ini dibuktikan oleh Drage dan Brendes yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah
sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.
Asfiksia neonatorum
semua bayi baru lahir dan lebih dari 50% bayi yang dilahirkan premature memiliki kesulitan
dalam menyesuaikan diri secara baik dengan kehidupan ekstrauterin. Kesulitan tersebut
mencakup mengembangkan dan mengisi paru dengan udara, membentuk pernapasan ritmis,
dan berubah dari pola sirkulasi janin menjadi sirkulasi dewasa. Bila terjadi kesulitankesulitan ini, bayi memerlukan resusitasi.
Resusitasi neonatus
Pengertian Secara umum, banyak pengertian mengenai resusitasi dari berbagai keadaan
antara lain adalah resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak,
jantung dan alat-alat vital lainnya.
Tujuan resusitasi adalah untuk membantu dengan inisiasi dan pemeliharaan ventilasi
yang cukup dan oksigenasi, curah jantung dan perfusi jaringan yang memadai, dan
suhu inti normal dan glukosa serum. Tujuan ini dapat dicapai lebih mudah ketika
faktor risiko diidentifikasi awal, masalah neonatal diantisipasi, peralatan tersedia,
personil berkualitas dan tersedia, dan rencana perawatan dirumuskan. Sejumlah besar
kondisi antepartum dan intrapartum ibu membawa peningkatan risiko asfiksia
intrapartum.4
1
2
3
4
5
peningkatan dari laju nadi dan tidak ada pengeluaran CO2, posisi dari endotracheal
tube harus diperiksa dengan laringoskop.5
Ukuran ET
2,5
3,0
3,5
3,5-4,0
Berat (gram)
<1000
1000-2000
2000-3000
>3000
Tabel 2.Ukuran Endotracheal tube tergantung berat bayi dan usia gestasi.
Manajemen resusitasi
Peralatan harus tersedia dan tim resusitasi terbiasa dengan lokasi dan cara
penggunaannya. Tim resusitasi sebaiknya telah diorganisasi sebelumnya, dengan
peran tertentu untuk tiap individu. Pemimpin harus tetap dijelaskan, dengan semua
anggota tim harus menyalurkan informasi melalui pemimpin tim.karenanya pemimpin
harus mengetahui semua intervensi dan perubahan status penderita. Dokumentasi
harus diperhatikan. Sebaiknya hal ini merupakan satu-satunya tanggung jawab salah
satu anggota tim. Jika mungkin , salah satu anggota tim harus menyampaikan kondisi
terbaru keadaan penderita selama resusitasi kepada keluarga atau dokter keluarga.
Keputusan untuk menghentikan upaya resusitasi seringkali sulit. Dukungan psikologis
pada keluarga penderita. Sangatlah penting dan serungkali diberikan ileh personalia
medis, petugas social dan rohaniawan. Dukungan psikologis pada seluruh tim tidak
boleh diabaikan.
Bayi yang saat lahir tidak membutuhkan resustasi, secara umum dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan 4 karakteristik berikut ini secara cepat:
1
, berikan langkah awla resutasi dan letakkan di bawah alat pemancar panas
Apakah cairan amnion bersih dari mekonium dan tanda infeksi ?
Bila terdapat mekonium dalam cairan ketuban atau pada kulit bayi yang
pergerakannya lemah makan perlu dilakukan intubasi dan pengisapan trakea seblum
Pernapasan dapat dilihat dengan memperhatikan dada bayi. Tangis yang kuat juga
menandakan pernapasa. Pernapasan megap-megap merupakan tanda masalah yang
4
berat dan memerlukan intervensi sama seperti tidak adanya usaha napas(apnu)
Apakah bayi mempunyai tonus otot yang baik ?
Bayi cukup bulan yang sehat, ekstremitasnya dalam keadaan fleksi dan bergerak aktif.
Bila jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah ya maka bayi tidak membutuhkan
resusitasi dan tidak boleh dipisahkan dari ibunya. Bayi dapat dikeringakan, diletakkan
langsung di dada ibu dan diselimuti dengna kain kering untuk mempertahankan suhu.
Pengawasan pernapasan, aktivitias, dan warna kulit harus terus dilanjutkan. Namun apabila
ada jawaban tidak dari 4 karakteristik tersebut , berarti resusitasi dilakukan . 3,4,5
sekitar 100 mmHg. Mulut dihisap sebelum hidung , untuk memastikan tiada ada
secret yang dapat teraspirasi ke dalam trakea dan paru. Setelah jalan napas bersih ,
tindakan lain untuk merangsang pernapasan dan mencegah kehilangan panas adalah
mengeringkan, reposisi kepala, dan rangsangan taktil.4
Breathing ( Ventilasi Tekanan Positif )
Langkah selanjutnya adalah mengambangkan dan memberikan ventiasi paru-paru. Sering kali
pengembangan paru-paru itu sendiri akan memulai usaha napas yang diiuti dengan napas
spontan. Jika hal itu tidak terjadi, harus dilakukan pemberian ventilasi paru-paru dengan
frekuensi antara 20 dan 30kali per menit dengan tekanan dibatasi sampai 30 cm H2O.
kebanyakan bayi akan segera berubah warna menjadi merah muda dan mulai bernapas dalam
2 atau 5 menit.
Ventilasi tekanan positif pada bayi aterm
Beberapa penelitian menunjukkan pada bayi yang mengalami apnea atau gasping (megap
megap), pemberian ventilasi tekanan positif dengan kecepatan 40-60 kali per menit dengan
oksigen 100% merupakan cara yang efektif untuk memcapai laju nadi lebih dari 100 kali per
menit. Tekanan yang diperlukan untuk dapat melakukan ventilasi tekanan positif pada bayi
aterm dan preterm dengan efektif yaitu antara 30-40 cm H2O, walaupun dengan tekanan 20
cm H2O sudah cukup efektif. Tanda dari ventilasi yang adekuat yaitu adanya peningkatan
dari laju nadi. Apabila tidak terjadi peningkatan laju nadi, reposisi ulang kepala dan sungkup,
serta bersihkan kembali jalan nafas atau lakukan suction lagi. Bila masih gagal dengan
ventilasi yang non-invasif, perlu dilakukan intubasi.6
Ventilasi Tekanan Positif pada Bayi Preterm
Paru-paru pada bayi preterm lebih mudah terluka oleh volume inflasi yang besar, sehingga
lebih sulit untuk dilakukan ventilasi. Tekanan sebesar 20-25 cm H2O sudah cukup adekuat
dalam ventilasi pada bayi preterm. Pada bayi yang menunjukkan tanda-tanda pernapasan
yang buruk dan/atau sianosis dapat digunakan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
sekitar 4-6 cm H2O. Sama seperti bayi aterm, jika masih gagal,perlu dilakukan intubasi.6
Ventilasi tekanan positif dilakukan apabila frekuensi jantung masih <100. Alat-alat untuk
melakukan VTP adalah
8
Berikan tekanan pada balon dengan meremas. Pada tahap awal, berikan 40-60x/menit atau
sedikit kurang 1x/detik. Apabila didapatkan tanda peningkatan frekuensi janutng,perbaikan
warna kulit dan napas spontan dan bila frekuensi meningkat lakukan dengan kecepatan 4060/menit lagi dan bila frekuensi jantung stabil di atas 100x/menit, kecepatan dan tekanan
harus diturunkan.
Ventilasi dari kantong berkatup ke sungkup memberikan jumlah oksigen yang bervariasi dari
udara ruangan (21% oksigen) sampai sekitar 100% oksigen tergantung pad alat yang
digunakan. Kantrong resusitasi yang dapat mengembang sendiri biasanya lebih baik daripada
kantong resusitasi anestesi. Kantong yang dapat mengembang sendiri akan terisi tanpa
melihat apakah sumber oksigen tersedia dan karenanya akan terisi dengan udara ruangan bila
tidak ada pasokan oksigen. Bila ada pasokan oksigen, kantong resusitasi ini harus
dipasangkan pada reservoir oksigen. Tanpa reservoir, jumlah oksigen dan udara ruangan yang
masuk ke dalam kantong akan bervariasi. Dengan digunakannya reservoir oksigen, tambahan
oksigen diberikan yang memungkinkan diberikannya oksigen sampai 95%. Laju aliran
oksigen minimum 10-15 L/menit diperlukan untuk mempertahankan kecukupan oksigenasi
dalam reservoir.
Bayi atau anak dapat diventilasi secara efektif dengan alat kantong berkatup bersungkup oleh
satu atau dua operator. Kepala diluruskan sambil dilakukan pengangkatan dagu atau dorongan
rahang. Penting bahwa sungkup harus dengan ketar menutup hidung dan mulut penderita.
Satu operator dapat memegang sungkup dengna satu tangan, sementara jari kelingking
menekan krikoid. Kantong resusitasi ukuran neonatus 250 ml mungkin tidak dapat
memberikan cukup volume tidal atau tekanan inspirasi pada bayi baru lahir cukup bulan,
sehingga lebih baik memakai kantong 450 ml atau lebih besar. Jika kantong dipasang dengan
katup agar dapat memberikan volume tidal yang cukup. Manometer terpasang mungkin
bermanfaat untuk mengetahui teakanan akhir ekspirasi positif. Yang paling penting dapat
dilihatnya kenaikan dinding dada yang cukup yang menunjukkan ventilasi yang efektif. 4,6,7
Circulation
Kompresi Dada
Kompresi dada harus dilakukan apabila laju nadi kurang dari 60 kali per menit walaupun
sudah dilakukan ventilasi secara adekuat dengan pemberian oksigen tambahan selama 30
detik. Kompresi dada harus dilukan dengan kecepatan 90 kali per menit dengan perbandingan
kompresi dengan ventilasi 3:1 (90:30). Kompresi dilakukan di bawah sela iga ketiga dengan
kedalaman sepertiga dari diameter anterior dan posterior. Ada 2 cara yang dapat digunakan,
yaitu dengan metode 2 jari (2 finger method) dan metode ibu jari ( thumb method). Metode
ibu jari lebih direkomendasikan karena tidak cepat lelah dan dapat mengatur kedalaman
tekanan dengan baik. Selain itu, menurut beberapa penelitian, metode tangan melingkari dada
menghasilkan tekanan sistolik, diastolik, mean arterial pressure, dan perfusi jaringan yang
lebih baik daripada metode 2 jari. Metode 2 jari digunakan apabila dibutuhkan akses ke
umbilikus untuk memasang umbilical catheter. Setelah dilakukan kompresi dada selama 30
detik, lakukan penilaian kembali terhadap laju nadi, laju pernafasan, dan warna kulit.
Kompresi dada harus dilakukan sampai laju nadi lebih dari atau sama dengan 60 kali per
menit secara spontan.6
Kompresi dada merupakan tindakan dengan melakukan penekanan belakang untuk
meningkatakan tekanan intratoraal serta memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital.
Kompresi dada pada neonatus dapat dilakukan 2 teknik yaitu dengan teknik ibu jari dan 2 jar.
Cara melakukan kompresi adalah sebagai berikut:
Atur posisi bayi dengan memberi topagnan keras pada bagian belakang bayi dengan
Melingkari dada bagian lateral dengan kedua tangan serta menempatkan ibu jadi pada tulang
dada dan jari-jari tangan di bawah bayi.
2
Gunakan jari tengah dan jari telunjuk atau jari tengah dan jari manis dari satu tangan untuk
menekan. Berikan kompresi 30x dengan 2 ventilasi atau kira2 120x/menit (90 kompresi dan
30 ventilasi). 4,6,7
Oksigen
Merupakan obat pertama dan terpenting yang harus diberikan pada resusitasi
kardiopulmonal. Kadar oksigen tertinggi yang tersedia harus diberikan selama upaya
resusitasi, meskipun hasil pengukuran tekanan oksigen atau saturasi oksigen pada
oksimetri pulsa dianggap cukup. Penghantaran oksigen ke jaringan pulsa dianggap
cukup. Penghantaran oksigen ke jaringan selama upaya resusitasi terganggu oleh
11
dapat diberikan dengan dosis 20ug/kg/menit bila ada asistole dan henti tidak
berdenyut menetap smapai diperoleh nadi efektif, kemudian dosis dapat diturunkan.
Epinefrin sangat berguna untuk bradikardi yang secaera hemodinamik bermakna,
dosis awal intravena atau intraossea adalah 0,01 mg/kg (0,1 ml/kg larutan 1/10.000)
atau 0,1 mg.kg (0,1 ml/kg larutan 1/10.000) bila diberikan melalui pipa endotrakhea.
Tetesan epinefrin dapat diberikan pada sypk yang tidak berespons terhadap infuse
volume.
Epinefrin lebih baik daripada dopamine pada bayi dan pada penderita
dengan sirkulasi tidak stabil. Pada keadaan ini dosisnya dimulai dari 0,1 ug/kg/menit
12
Pencegahan
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau
meminimalkan factor resiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu
hamil harus baik, komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.
Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dengan hanya satu intervensi, karena
penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak factor seperti
kemiskinan, kurangnya pendidikan, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya.
Karenanya dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.
Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antara tenaga obstetric di
kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi yang tidak diduga dan
13
tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim persalinan harus dapat
mengidentifikasi situasi persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau
keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan
kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru janin.6
Kesimpulan
Periode neonatal adalah periode yang sangat penting dalam kehidupan. Dari penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 50 % kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam
bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup,bahkan
kematian.Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosis anoksia atau hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
2. Mekonium dalam air ketuban
3. Pemeriksaan pH darah janin
Bila tejadi asfiksia harus ditangani segera oleh tenaga yang berkompetensi dalam hal tersebut
dengan di dukung oleh peralatan yang memadai dalam keadaan gawat darurat seperti itu.
14
Daftar Pustaka
1. Manuaba I.B.G., Chandranita I.A., Fajar M. Kegawatdaruratan pada neonatus.
Pengantar Kuliah Obstetri.Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;2007:pg841-52
2. David Hull. Dasar-dasar pediatric, ed 3..Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC. 2008.
H.44-60.
3. Wahab Samik, Sugiarto, Pendit B U. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; 274-5.
4. Nelson A,Behrman,Kliegman.Ilmu kesehatan anak
nelson.Vol
1.
Ed
15