Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
II.
Mola hidatidosa
-
Komplet
Parsial
Invasif Mola
III.
Choriokarsinoma
IV.
V.
VI.
Setelah persalinan(3)
__________________________________________________________________
Prognosis baik
Prognosis buruk
Kehamilan terakhir
< 4 bulan
> 4 bulan
B-hCG
< 40.000
> 40.000
mola
term
tidak ada
gagal
Kehamilan sebelumnya
Terapi sebelumnya
Metastase
otak, hati(4)
< 35 th
>35 th
mola
aborsi
term
3. Interval
<4bln
4-6 bln
7-12 bln
>12 bln
4. B-hCG
<1000
<10.000
<100.000
>100000
2. Kehamilan sebelumnya
5. ABO maternal-paternal
OxA,AxO
B,AB
3-5
1-4
4-8
8. Kemoterapi terdahulu
tunggal
>5
>8
multiple
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SINONIM
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion yang
berupa gelembung-gelembung kecil yang
tumbuh berganda
menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Oleh karena itu mola hidatidosa disebut
juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma troploblas
yang jinak.
B. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa
berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. 2
Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang
tidak wajar yang ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi koriales
yang berupa proliferasi trofoblas dan edema struma villi. 8 Jaringan trofoblast pada
villus, kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan
hormon yaitu hCG dalam jumlah yang
C. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 7
1.
Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan
2.
3.
4.
Paritas tinggi
5.
Kekurangan protein
6.
sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah diajukan,
misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama protein tinggi. Teori yang
paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein,
karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan
tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau
tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom,
kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot,
wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga
terjadi 46xx atau 46xy.9
D. FAKTOR RESIKO
Walaupun etiologi penyakit ini belum diketahui, telah lama diketahui bahwa
penderita penyakit ini mempunyai faktor resiko tertentu. Telah diketahui bahwa
penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio ekonomi rendah, umur di bawah
20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi. Karena adanya faktor resiko
ini, maka walaupun etiologi belum diketahui, insiden penyakit ini dapat diturunkan
dengan suatu upaya preventif berrupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan
di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga, disamping usaha
pemerintah untuk menaikkan tingkat hidup masyarakat akan pula menurunkan
insiden.9
Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene merupakan faktor resiko.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi
lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor
resiko walaupun masih belum jelas hubungannya.
E. PATOLOGI
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan
mengandung
cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio.
Secara histopatologi kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan
bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola yaitu satu janin tumbuh dan
yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai
dari yang kecil sampai diameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai
janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias :
1.
2.
3.
sinsisial giantik (syncytial giant cels). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (2-60%). Kista lutein akan
berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.
F. PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
penyakit ini.
Pertama , teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan
3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk,
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang
mengalami
Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula,
dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih.
Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin.
Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur.
Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter
sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis
terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat
atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
G. KLASIFIKASI(1)
Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan
sebagai:
1. Mola hidatidosa komplet
2. Mola hidatidosa parsial
ad.1. Mola hidatidosa komplet 2,9
Angka kejadian mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola
hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas darimola
hidatidosa komplit sekitar 20%. Mola hidatidosa komplet merupakan hasil konsepsi
abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai gambaran sekelompok buah anggur. Villi
koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel tersebut tumbuh
besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.
Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat
sampai beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya berrsifat:
a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan
d. Tidak adanya fetus atau amnion
Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa:
a. Degenerasi hidropikdan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblast menjadi berbagai tingkatan
D.Tidak adanya fetus atau amnion
Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi
kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari
ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini
terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa.
Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua
spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan kromosom.
Ad.2. Mola hidatidosa parsial2,9
Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya embrio atau
janin yang cenderung untuk mati lebih awal. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi,
lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih triploid, yaitu 69
xxy atau 69 xyy, dengan satu komplemen haploid maternal tapi biasanya dengan dua
komplemen haploid maternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploid yang
mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan.
Mola ini mengalami perubahan yang bersifat fokal dan kurang agresif
pertumbuhannya dibanding dengan mola hidatidosa komplet. Mungkin dijumpai
beberapa jaringan fetus, biasanya minimal ditemukan kantong amnion.
Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka kejadian
koriokarsinoma pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih rendah. Dari 3000
kasus mola hidatidosa parsial hanya 2 kasus dilaporkan yang berlanjut menjadi
koriokarsinoma.
Gambaran
Mola komplet
Mola parsial
tidak ada
ada
difus
fokal
3. Hiperplasia trofoblastik
difus
fokal
4. Inklusi stroma
tidak ada
ada
5. Lekukan vilosa
tidak ada
ada
6. Kariotipe
46xy (4%)
69xxy
7. Neoplasia trofoblastik
20 %
5% (koriokarsinoma
jarang)
10
H. DIAGNOSIS(2,3,5)
1.
Anamnesis 1,6,8,9
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang
kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli
tua atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan
usia kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)
yang merupakan diagnosa pasti
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum
ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula
halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan
yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan
kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga
sering disertai pengeluaran jaringan mola. Cairan seperti jus prune, yang
terdiri dari darah lama mungkin ditemukan. Darah yang keluar berwarna
kecoklatan.
11
b. Pembesaran uterus
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah
dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein
multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh
bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga
walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang
disertai janin hidup.
d. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia
atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia
kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi
yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan
12
erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan
terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar
masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada
tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk,
baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan.
Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin
plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada
kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat
korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG
yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.
g. Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villi keluar dari uterus ke vena
pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel
trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberikan gejala
apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini demikian
banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat
menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan
tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan
jarang terjadi. Beberapa dokter melakukan induksi sebelum melakukan
evakuasi mola yang ternyata meningkatkan resiko emboli trofoblas atau
penyakit trofoblas persisten. Schlaertf & co-workers (1988) menemukan
komplikasi pernafasan pada 15 % wanita dengan mola berukuran lebih
besar dari kehamilan 20 minggu. Pada kasus-kasus ini kehamilan diakhiri
dengan histerektomi atau induksi persalinan.
h. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua
ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai
ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista
13
Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
Perdarahan pervaginam
Inspeksi
14
Palpasi
-
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin
Auskultasi
-
Pemeriksaan dalam
-
persisten setelah
pengeluaran mola.
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena
karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya
dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih
meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia
kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam
serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga
jenis pemeriksaan -hCG, yaitu :
15
mIU/ml
- -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta
mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan
normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif
>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan
dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola
namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal.
Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan
tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar
hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah
menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG,
penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua
kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada
serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
B. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran
seperti badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan
USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami
perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus
yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara
kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa
beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa
dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan
kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa
tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada
kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik,
kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik
16
17
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.
18
Infeksi sekunder
L. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti
preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan
biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam,
antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada
dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
19
20
21
Faktor Prognosis
Usia
Kehamilan sebelumnya
Interval
-hCG
ABO maternal-paternal
Ukuran tumor terbesar
7.
0
< 39 th
Mola
< 4 bl
< 1000
1
> 39 th
Aborsi
4-6 bl
< 10.000
Aterm
7-12 bln
< 100.000
> 12 bln
> 100.000
OxA, AxO
3-5
B, AB
>5
Lokasi metastase
Limpa, ginjal
GIT, hati
Otak
8.
Angka metastase
1-4
4-8
>8
9.
Kemoterapi terdahulu
Tunggal
Multipel
Total score :
0-4 resiko rendah
5-7 resiko sedang
> 8 resiko tinggi
22
untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus
ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor
persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional
trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola
hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor
trofolastik gestasional.
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah
menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih
dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 2,6%, dengan
resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya
proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi
yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa
komplet menjadi metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,
preeklamsia, payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju,
kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih
cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.
Kapan pasien mola dianggap sehat kembali? Sampai sekarang belum ada
kesepakatan. Curry mengatakan sehat bila kadar hCG dua kali berturut-turut normal.
Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.
23
Uterus
- sedatif
- infus
- tranfusi darah
menjelang pengeluaran
- umur 35 tahun
Hysterektomi
(selektif)
Vaginal
Abdominal
Hysterotomy
Cervik baik
Oxytocin drip
dilatasi lambat
Pada cervik
Suction evakuasi
(laminaria)
+
kuretase secepatnya
suction evakuasi
kuretase antara hari 5-7
24
BAB III
IKHTISAR KASUS
I.
IDENTITAS
Nama
: Ny K S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 29 tahun
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa/ Indonesia
Alamat
No. RM
: 59.96.65
24 Mei 2004
IDENTITAS SUAMI
Nama
: Tn. S
Umur
: 35 tahun
Pendidikan
: STM tamat
Pekerjaan
: Pegawai swasta
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa/ Indonesia
Alamat
25
II.
ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sering mual muntah selama kehamilan.
26
14 tahun
Siklus
Lamanya
: 7 hari
Banyaknya
: + 2 softex/hari
Dismenore
: Tidak ada
HPHT
1-12-2003
F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, dan dengan suami sekarang selama 7 tahun.
G. Riwayat Kehamilan, Kelahiran
G2P1A0
27
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: TD
Kepala
: 120/80 mmHg
: 82 x/menit
RR
: 20 x/m
: 36,5C
28
Mata
THT
Leher
Thoraks :
Cor
Pulmo
Mamae
Abdomen
Anogenital
Ekstremitas
B.
Status Ginekologikus
Abdomen
Inspeksi
: Menbuncit sedikit
Palpasi
Auskultasi
: Djj (-)
Anogenital
Inspeksi
29
Inspekulo
VT
IV.
HCG
: (+)
Hb
: 13,2 gr/dl
Ht
: 39 %
Leukosit
: 11.000 u/l
Trombosit
: 222.000 u/l
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- HCG kuantitatif
- FT4, TSH, T3
- Foto thorax
VI.
RESUME
Pasien dengan keluhan sering mual muntah selama kehamilan beserta rujukan
dari bidan dengan suspect mola hidatidosa. Mual muntah lebih dari 5 kali sehari
sehingga pasien nafsu makan nya menurun. Terdapat penurunan BB hingga 5
Kg. selamg kehamilan.
Lalu kemudian pasien memeriksakan diri kebidan, dilakukan USG dengan
kesan Susp. Mola Hidatidosa,lalu pasien dirujuk ke rumah sakit Fatmawati.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
30
Status Ginekologikus
Abdomen
Inspeksi
: Membuncit sedikit
Palpasi
Auskultasi
: Djj (-)
Anogenital
Inspeksi
Inspekulo
VT
: (+)
Hb
: 13,2 gr/dl
Ht
: 39 %
Leukosit
: 11.000 u/l
Trombosit
: 222.000 u/l
Gol. Darah
: O/+
Ureum/Creatinin
: 15/0,7
SGOT/SGPT
: 34/29
GDS
: 284 mg/dl
31
VI.
DIAGNOSIS
G2 P1 Ao Hamil kira-kira 25 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum ec.mola
hidatidosa.
VIII.PROGNOSIS
Dubia ad bonam
IX. PENATALAKSANAAN
- Observasi tanda-tanda vital.
- Cek HCG kuantitatif, FT4, T3, TSH
- USG feto maternal
- Konsul IPD dan jantung
XI. FOLLOW UP
Tanggal 25 Mei 2004, pukul 08.00 WIB
S
O : Status generalis :
TD
: 120/80 mmHg
Nadi
: 108x/menit
RR
: 20x/menit
S
Mata
Leher
: 38,1C
: Ca -/- , SI -/: Tiroid tdk. membesar
: akral hangat
Status Obstetrikus :
32
: 145.091
FT3
: 2,74
FT4
: 0,89
TSHs
: 0,612
(0,35 4,94)
: Hidran cukup
Parasetamol 3 x 500 mg bila suhu >38C
Ampicillin subactan 2 x 375 mg.
Bila Hipertiroidisme (+) konsul IPD
Konsul IPD. & Jantung
33
OUE tertutup
O : Status generalis :
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
Mata
: Ca -/- , SI -/-
: akral hangat
Status Obstetrikus :
Inspeksi : V/U tenang
Palpasi
34
O : Status generalis :
TD
: 120/700 mmHg
Nadi
: 88x/menit
RR
: 20x/menit
Mata
: Ca -/- , SI -/-
: akral hangat
Status Obstetrikus :
Inspeksi : V/u tenang
Palpasi
35
27 Mei 2003
Pukul 08.00
Konsul Anastesi dijawab: Prinsip setuju tindakan.
S
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
Mata
: Ca -/- , SI -/-
: -/-
Status Obstetrikus :
Inspeksi : V/U tenang, perdarahan (-), Kontraksi (-)
Palpasi
36
Tanda Vital :
TD
37
No. X
dan
keinginan untuk mempunyai anak lagi cukup besar, hasil px dan kontrol nanti
menentukan untuk kehamilan berikutnya.
38
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, pada pasien ini, diagnosa mola hidatidosa dapat ditegakkan karena
ditemukan hal-hal berikut ini:
1. Amenorrhoe selama 5 bulan dan dinyatakan hamil oleh bidan
2. Hiperemesis gravidarum : mual dan muntah berlebih selama kehamilan
3. Adanya faktor predisposisi yang menyokong, yaitu rendahnya sosio
ekonomi.
4. Pada pemeriksaan USG tampak gambaran Snow Storm dengan kesan:
Mola Hidatidosa .
5. Pada pemeriksaan Lab. HCG Kuantitatif didapatkan kadar yang melebihi
dari 100.000 mIU/L yang mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang
berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan Mola
Penanganan yang telah diberikan, yaitu, telah dilakukan kuretase hisap pada pasien
ini. Dan dikeluarkan jaringan yang kemudian dikirim ke bagian patologi anatomi
untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
Pasien ini dianjurkan untuk memeriksakan kadar B-hCGnya di
laboratorium swasta dan secara rutin kontrol ke poliklinik Ginekologi RS Fatmawati.
39
BAB V
KESIMPULAN
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak
dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah
penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama
karena kecenderungannya menjadi ganas.
Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa
pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai
terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup
kemungkinan adanya kehamilan ganda, kesalahan HPHT, hidramnion, Abortus
imminen, dll. Demikian juga adanya gejala-gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada
kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa.
Diagnosa
ditegakkan
melalui
anamnesa,
pemeriksaan
fisik
dan
pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembunggelembung mola atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam
penegakkan diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan
memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan
dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan
mola.
Penangan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang
setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan keluarga
pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis.
40
41
DAFTAR PUSAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease :
Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843.
2. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Mola Hidatidosa; Obstetri Patologi;
1983; 38-42.
3. Konar Hiralal Gestational Trophoblastic Diseases (GID) D.C. Dutta 4 th ed New
Central book Agency Calcuta, 1998; 206-215
4. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit
buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.
5. Shaw R, Soutter P, Stanton S, et al. Trophoblastic disease : Gynaecology. London,
Churchill Livingstone, 1992 ; 557-566.
6. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348.
7. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999; Hal. 262-264
iii
42
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. karena atas berkat
dan rahmat-Nya maka tugas pembuatan presentasi kasus yang
berjudul Mola
sebesar-
besarnya kepada Dr. H. Agus Surur, Sp.OG atas waktu yang beliau berikan dalam
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan referat ini. Besar harapan penulis, agar kiranya penyajian presentasi
kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
i
43
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
A. Sinomim ..
B. Definisi
C. Etiologi
D. Faktor resiko
E. Patologi
F. Patogenesis..
G. Klasifikasi
H. Diagnosis
I. Kriteria Diagnostik
15
J. Diagnosa Banding .
16
K. Komplikasi.
16
L. Penatalaksanaan..
17
M. Prognosis.
20
BAB III
LAPORAN KASUS..
25
BAB IV
ANALISA KASUS............................................
36
BAB V
37
DAFTAR PUSTAKA..............................................................
iii
ii
44
REFERAT
PEMBIMBING :
Dibuat oleh:
45
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.
A. Definisi
B. Epidemiologi.........................................
C. Klasifikasi
D. Etiologi......
E. Faktor Resiko..
10
F. Patologi....
10
G. Patogenesis............................................
12
H. Diagnosis
13
I. Kriteria Diagnostik
19
J. Diagnosa Banding .
20
K. Komplikasi.
20
L. Penatalaksanaan..
22
M. Prognosis.
26
BAB III
LAPORAN KASUS..
28
BAB IV
KESIMPULAN..............................................
34
DAFTAR PUSTAKA..............................................................
ii
46
35