You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit trofoblastik gestasional (PTG atau Gestasional Trofoblastik Disease)


merupakan penyakit yang terjadi pada wanita hamil. Penyakit trofoblastik
Gestasional, yaitu kondisi yang disebabkan pertumbuhan sel kanker pada trofoblastik
(jaringan yang terbentuk segera setelah ovum dibuahi sperma dan berlanjut menjadi
plasenta.)(2)
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang
sempurna. Tetapi dalam kenyataannya

tidak selalu demikian. Seringkali

perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi pada berbagai


tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat
berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau
kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian
pula dengan penyakit trofoblas, pada hakikatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di
sini kehamilan tidak berkembang dengan sempurna, melainkan berkembang menjadi
keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama dari kehamilan, berupa
degenerasi hidropik dari jonjot-jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang
disebut mola hidatidosa. Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik
kembali, tetapi diantaranya ada yang kemudian mengalami degenerasi keganasan
berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk penyakit trofoblas itu adalah mola
hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas.
Klasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional menurut WHO berdasarkan
histology, dibagi atas:
I.

II.

Mola hidatidosa
-

Komplet

Parsial

Invasif Mola

III.

Choriokarsinoma

IV.

Tumor trofoblastik di plasenta

V.

Lesi trofoblastik, terdiri atas:

VI.

Tumor plasenta yang besar

Nodul atau plak di plasenta

Lesi trofoblastik yang tidak terdiferensiasi(1)

Suatu keadaan dicurigai kecenderungan PTG bila kadar B-hCG >1000


mIU/ml dalam durasi > 6 bulan setelah kehamilan sebelumnya. Baik itu kejadian
abortus, atau partus spontan.(1)
Klasifikasi klinis Penyakit Trofoblastic Gestasional dibagi 2, yaitu:
A. Mola hidatidosa
1. Mola hidatidosa komplet/klasik
2. Mola hidatidosa parsial(3)
B. Tumor Trofoblastik Gestasional
1. Non metastatik
2. Metastatik, dibagi atas(3)
a. Resiko rendah
b. Resiko tinggi
-

Preterapi kadar B-hCG >40.000mIU/ml

Durasi > 4 bulan

Metastase otak atau hepar

Kegagalan kemoterapi sebelumnya

Setelah persalinan(3)

__________________________________________________________________
Prognosis baik

Prognosis buruk

Kehamilan terakhir

< 4 bulan

> 4 bulan

B-hCG

< 40.000

> 40.000

mola

term

tidak ada

gagal

Kehamilan sebelumnya
Terapi sebelumnya
Metastase

tidak ada, kadang paru

otak, hati(4)

WHO SCORING SYSTEM


Faktor prognosis
1. Usia

< 35 th

>35 th

mola

aborsi

term

3. Interval

<4bln

4-6 bln

7-12 bln

>12 bln

4. B-hCG

<1000

<10.000

<100.000

>100000

2. Kehamilan sebelumnya

5. ABO maternal-paternal

OxA,AxO

6. Ukiran tumor terbesar


7. Angka metastase

B,AB
3-5

1-4

4-8

8. Kemoterapi terdahulu

tunggal

>5
>8
multiple

Total score : 0-4 resiko rendah


5.7 resiko sedang
> 8 resiko tinggi
Dari semua jenis penyakit trofoblastik gestasional, mola hidatidosa adalah
jenis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini banyak ditemui di negara-negara Asia
dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang.
Angka kejadian di Rumah Sakit besar di Indonesia kira-kira 1 diantara 80
persalinan normal. Angka kejadian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara lain seperti USA (1:2000), Hongkong (1:530) dan Taiwan (1:125).
Angka kejadian tersebut dipengaruhi oleh umur dan kemungkinan juga oleh status
sosio ekonomi.(5)
Mola hidatidosa adalah penyakit wanita dalam masa reproduksi. Kehamilan
pada wanita berumur >45 tahun akan meningkatkan kehamilan mola 10x lebih besar
dibanding pada wanita berusia 20-40 tahun. Penelitian pada beberapa negara
menunjukkan bahwa resiko kejadian mola hidatidosa meningkat secara progresif pada
wanita berumur >40 tahun, mencapai hampir 1 dari 3 persalinan normal pada wanita
yang berumur >50 tahun. Angka kejadian ini juga cenderung tinggi pada wanita yang
berusia <15 tahun.(6)

Penyakit trofoblastik, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi.


Pada penyakit ini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi suatu keadaan yang patologis yang terjadi pada
minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidropik dari jonjot-jonjot
korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa.
Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi
ada di antaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa
koriokarsinoma.(7)
Sehingga wanita yang pernah menderita mola hidatidosa mempunyai
kecenderungan untuk berlanjut menjadi koriokarsinoma dibanding dengan wanita
dengan kehamilan normal.(3)
Penelitian lain melaporkan adanya hubungan yang lemah antara keguguran
sebelumnya, inseminasi buatan dan donor, kebiasaan merokok yang lama dan
penurunan asupan karotene dengan kejadian mola hidatidosa. Oral kontrasepsi
diketahui tidak berhubungan dengan kejadian mola hidatidosa.
Karena tinggi angka kejadian mola hidatidosa di Indonesia, presentasi kasus
ini akan mencoba untuk membahas lebih lanjut lagi tentang mola hidatidosa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SINONIM
Mola hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion yang
berupa gelembung-gelembung kecil yang

tumbuh berganda

mengandung banyak cairan sehingga

menyerupai buah anggur, atau mata ikan. Oleh karena itu mola hidatidosa disebut
juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma troploblas
yang jinak.

B. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa
berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. 2
Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang
tidak wajar yang ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi koriales
yang berupa proliferasi trofoblas dan edema struma villi. 8 Jaringan trofoblast pada
villus, kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan
hormon yaitu hCG dalam jumlah yang

lebih besar daripada kehamilan biasa.

Gambaran yang diberikan ialah sebagai segugusan buah anggur. 9

C. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 7
1.

Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan

2.

Imunoselektif dari trofoblas

3.

Keadaan sosioekonomi yang rendah

4.

Paritas tinggi

5.

Kekurangan protein

6.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas


Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai

sekarang belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah diajukan,
misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama protein tinggi. Teori yang
paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein,
karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada
wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan
tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau
tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom,
kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot,
wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga
terjadi 46xx atau 46xy.9
D. FAKTOR RESIKO
Walaupun etiologi penyakit ini belum diketahui, telah lama diketahui bahwa
penderita penyakit ini mempunyai faktor resiko tertentu. Telah diketahui bahwa
penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio ekonomi rendah, umur di bawah
20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi. Karena adanya faktor resiko
ini, maka walaupun etiologi belum diketahui, insiden penyakit ini dapat diturunkan
dengan suatu upaya preventif berrupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan
di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga, disamping usaha
pemerintah untuk menaikkan tingkat hidup masyarakat akan pula menurunkan
insiden.9
Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene merupakan faktor resiko.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi
lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor
resiko walaupun masih belum jelas hubungannya.

E. PATOLOGI
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan

mengandung

cairan

merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio.
Secara histopatologi kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan
bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola yaitu satu janin tumbuh dan
yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai
dari yang kecil sampai diameter lebih dari 1 cm. Mola parsialis adalah bila dijumpai
janin dan gelembung-gelembung mola. Secara mikroskopik terlihat trias :
1.

Proliferasi dari trofoblast

2.

Degenerasi hidrofik dari stroma villi

3.

Hilangnya pembuluh darah dan stoma


Sel-sel langhans tampak seperti polidral dengan inti terang dan adanya sel

sinsisial giantik (syncytial giant cels). Pada kasus mola banyak kita jumpai ovarium
dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (2-60%). Kista lutein akan
berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

F. PATOGENESIS
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis
penyakit ini.
Pertama , teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan
3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk,
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang

mengalami

hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah


ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil.
Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai
cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.

Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula,
dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih.
Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin.
Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur.
Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola
susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola
hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter
sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis
terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat
atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.

G. KLASIFIKASI(1)
Berdasarkan ada tidaknya janin, maka mola hidatidosa diklasifikasikan
sebagai:
1. Mola hidatidosa komplet
2. Mola hidatidosa parsial
ad.1. Mola hidatidosa komplet 2,9
Angka kejadian mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola
hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas darimola
hidatidosa komplit sekitar 20%. Mola hidatidosa komplet merupakan hasil konsepsi
abnormal tanpa disertai embrio. Ditandai gambaran sekelompok buah anggur. Villi
koriales berkembang menjadi masa vesikel yang jernih. Vesikel tersebut tumbuh
besar sampai mengisi seluruh kavum uterus.

Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran dari yang hampir tidak terlihat
sampai beberapa sentimeter diameternya. Struktur histologisnya berrsifat:
a. Degenerasi hidropik dan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblas menjadi berbagai tingkatan
d. Tidak adanya fetus atau amnion
Secara singkatnya dapat disebutkan perubahan histologis yang terlihat berupa:
a. Degenerasi hidropikdan edema stroma villi
b. Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
c. Proliferasi dari epitel trofoblast menjadi berbagai tingkatan
D.Tidak adanya fetus atau amnion
Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi
kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari
ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini
terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa.
Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua
spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan kromosom.
Ad.2. Mola hidatidosa parsial2,9
Merupakan suatu hasil konsepsi abnormal dengan disertai adanya embrio atau
janin yang cenderung untuk mati lebih awal. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi,
lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih triploid, yaitu 69
xxy atau 69 xyy, dengan satu komplemen haploid maternal tapi biasanya dengan dua
komplemen haploid maternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploid yang
mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan.
Mola ini mengalami perubahan yang bersifat fokal dan kurang agresif
pertumbuhannya dibanding dengan mola hidatidosa komplet. Mungkin dijumpai
beberapa jaringan fetus, biasanya minimal ditemukan kantong amnion.
Hiperplasia trofoblastik bersifat fokal daripada umum. Angka kejadian
koriokarsinoma pada mola hidatidosa parsial cenderung lebih rendah. Dari 3000
kasus mola hidatidosa parsial hanya 2 kasus dilaporkan yang berlanjut menjadi
koriokarsinoma.

Struktur histologisnya bersifat:


1. Abnormal villi.Terlihat campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak
menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh
darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai
struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik berlebihan. Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola
hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.
3. Perubahan hidropik. Bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada
trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada
mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi
hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga
amnion.

Tabel karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 5


No.

Gambaran

Mola komplet

Mola parsial

tidak ada

ada

2. Pembengkakan hidatidosa pada villi

difus

fokal

3. Hiperplasia trofoblastik

difus

fokal

1. Jaringan embrio atau janin

4. Inklusi stroma

tidak ada

ada

5. Lekukan vilosa

tidak ada

ada

6. Kariotipe

Paternal 46xx (96%)

Paternal & maternal

46xy (4%)

69xxy

7. Neoplasia trofoblastik

20 %

5% (koriokarsinoma
jarang)

10

H. DIAGNOSIS(2,3,5)
1.

Anamnesis 1,6,8,9
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang

kadang-kadang lebih nyata dari

kehamilan biasa
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli
tua atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan
usia kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)
yang merupakan diagnosa pasti
2. Gejala klinik
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum
ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala
perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh
dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau
lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita
malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola
yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula
halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan
yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan
kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga
sering disertai pengeluaran jaringan mola. Cairan seperti jus prune, yang
terdiri dari darah lama mungkin ditemukan. Darah yang keluar berwarna
kecoklatan.

11

b. Pembesaran uterus
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien
mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya
dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk
diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah
dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein
multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.
c. Tidak adanya aktifitas janin
Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh
bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga
walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang
disertai janin hidup.
d. Eklamsia dan preeklamsia
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia
atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia
kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum
waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.
e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala
mola hidatidosa.
f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi
yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan

12

erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan
terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar
masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada
tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif.
Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk,
baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan.
Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin
plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada
kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat
korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG
yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis.
g. Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villi keluar dari uterus ke vena
pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel
trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberikan gejala
apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini demikian
banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat
menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan
tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan
jarang terjadi. Beberapa dokter melakukan induksi sebelum melakukan
evakuasi mola yang ternyata meningkatkan resiko emboli trofoblas atau
penyakit trofoblas persisten. Schlaertf & co-workers (1988) menemukan
komplikasi pernafasan pada 15 % wanita dengan mola berukuran lebih
besar dari kehamilan 20 minggu. Pada kasus-kasus ini kehamilan diakhiri
dengan histerektomi atau induksi persalinan.
h. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua
ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai
ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista

13

teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan


pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri.
Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang
berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang
disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis,
insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya
meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko
empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian
hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah
beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau
ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali
normal dalam 12 minggu.

Mola hidatidosa komplet


-

Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet.


Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus
mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk
ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.

Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG

Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan


kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial


-

Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.

Perdarahan pervaginam

Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan fisik 1,2,7,9


Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Inspeksi

14

Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang


disebut muka mola (mola face)

Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Palpasi
-

Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek

Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin

Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan


fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru

Auskultasi
-

Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam
-

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian


janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang 1,2,7,9


A. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan
diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial
diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang

persisten setelah

pengeluaran mola.
Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena
karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya
dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih
meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia
kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam
serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum
terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga
jenis pemeriksaan -hCG, yaitu :

15

- -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 10


mIU/ml
- -hCG kualitatif urin, yang

dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50

mIU/ml
- -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta
mIU/ml
Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan
normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif
>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan
dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola
namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal.
Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post evakuasi mola.
Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan
tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar
hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah
menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG,
penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua
kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada
serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
B. Ultrasonografi
Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran
seperti badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan
USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami
perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus
yang lebih besar daripada usia kehamilannya.
USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara
kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa
beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa
dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan
kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa
tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan
anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada
kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik,
kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik

16

vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat


dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju
(snow storm). 9
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Kista ini tidak dapat
tidak dapat diketahui keberadaannya jika hanya dengan pemeriksaan
palpasi bimanual. USG dapat mendeteksi adanya kita teka lutein oleh
karena itu untuk mengetahui ada tidaknya kista teka lutein dipergunakan
USG.
C. Foto rontgen
Pada kehamilan 3-4 bulan, tidak ditemukan adanya gambaran tulang-tulang
janin. Organ-organ janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 8 minggu dan
selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Oleh karena itu pada kehamilan
normal seharusnya dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin pada foto
rontgen.
D. Uji sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika
sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360 o
dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.
E. Amniografi
Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam
uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang
khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum
amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto anteroposterior
5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti sarang tawon, yang
ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang
korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi semenjak
adanya USG yang lebih mudah.
I. KRITERIA DIAGNOSTIK
Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur
dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi.
Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28
minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus
lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga
dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh kesalahan data

17

menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda. Penegakan diagnosis


yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Umumnya struktur lain mungkin
memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan
kehamilan ganda.
Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplet
sebagai berikut:
1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu
yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan
2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan
3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus
membesar setinggi pusat atau lebih.
4. Gambaran USG yang khas : badai salju
5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan
masa kehamilan
6. Preeklamsi dan eklamsi yang muncul sebelum minggu ke-24
7. Hiperemesis gravidarum
Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola.
Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat,
karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan
keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola
sebelum keluar gelembung.
J. DIAGNOSA BANDING 1,2,7,9,10
- Kehamilan normal
- Kehamilan dengan mioma uteri
- Hidramnion
- Gemelli
- Abortus
- Kehamilan ektopik terganggu
K. KOMPLIKASI

Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.

18

Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus


diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan.

Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya


pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi
sampai hasilnya negatif.

DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.


Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.

Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor


resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan
pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.

Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang

Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh


pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh
karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi
jaringan mola.

Infeksi sekunder

Perforasi, karena keganasan atau karena tindakan

Keganasan, baik menjadi koriokarsinoma ataupun menjadi mola invasif

L. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok
hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti
preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan
biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam,
antara lain dengan inderal.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada
dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi
a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU

19

oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60


tetes/menit. Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus
mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasidan dengan terjadinya retraksi
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian
resiko perforasi dapat dikurangi 8.Bila sudah terjadi abortus maka
kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis
servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau
servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah
jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium
memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase
yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam
dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk
pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih
dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kirakira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah
mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul
menghasilkan uterus yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus
dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika
bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret
sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan
terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai
untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak.
Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua
dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi
timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi
bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tandatanda mola invasif.
Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran
jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu
populer dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat

20

mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk


mengurangi kekambuhan penyakit ini.
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya
keganasan di bawah pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan paritas
tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau
Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan
jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika
merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian
sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG
>100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan
ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5
mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat
diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya
memerlukan 3 agen kemoterapi.
4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah
keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut:
- Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun
- Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu
- Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau
pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut
- Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1
tahun
- Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian
Setiap periksa ulang penting diperhatikan :7
1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks,
uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
3. Reaksi biologis atau imunologis air seni, kalau reaksi titer tetap (+) maka harus
dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca

21

terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6


minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2%
dalam 1 tahun setelah mola keluar.
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat
kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala
choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan
yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak
metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah
sebesar kacang Bogor.1
Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan
radiology. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang
menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel
trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan
radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG
diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan
selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paruparu yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala
yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.1
M. PROGNOSIS
WHO SCORING SISTEM 5
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Faktor Prognosis
Usia
Kehamilan sebelumnya
Interval
-hCG
ABO maternal-paternal
Ukuran tumor terbesar

7.

0
< 39 th
Mola
< 4 bl
< 1000

1
> 39 th
Aborsi
4-6 bl
< 10.000

Aterm
7-12 bln
< 100.000

> 12 bln
> 100.000

OxA, AxO
3-5

B, AB
>5

Lokasi metastase

Limpa, ginjal

GIT, hati

Otak

8.

Angka metastase

1-4

4-8

>8

9.

Kemoterapi terdahulu

Tunggal

Multipel

Total score :
0-4 resiko rendah
5-7 resiko sedang
> 8 resiko tinggi

Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnose dini


dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung

22

untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus
ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi.
Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor
persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional
trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola
hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor
trofolastik gestasional.
Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah
menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih
dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 2,6%, dengan
resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya
proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi
yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa
komplet menjadi metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif.
Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi,
preeklamsia, payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju,
kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih
cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%.
Kapan pasien mola dianggap sehat kembali? Sampai sekarang belum ada
kesepakatan. Curry mengatakan sehat bila kadar hCG dua kali berturut-turut normal.
Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.

23

SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA (6)

Dalam proses ekspulsi

Uterus

- sedatif

- koreksi anemia (tranfusi darah)

- infus

- darah tetap di pertahankan

- tranfusi darah

menjelang pengeluaran

percepat evakuasi (pengeluaran)


oxytocin drip
+
suction
- pasien muda

- umur 35 tahun

- ingin mempunyai anak


Kuretase
(antara hari 5-7)
evakuasi

Hysterektomi

(selektif)

Vaginal

Abdominal
Hysterotomy

Cervik baik

cervik tak baik

- cervic tidak baik


- perdarahan

Oxytocin drip

dilatasi lambat

Pada cervik

Suction evakuasi

(laminaria)
+

kuretase secepatnya

suction evakuasi
kuretase antara hari 5-7

24

Kontrol rutin (kurang lebih untuk 2 tahun)

BAB III
IKHTISAR KASUS
I.

IDENTITAS
Nama

: Ny K S

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 29 tahun

Pendidikan

: Tamat SD

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Suku/bangsa

: Jawa/ Indonesia

Alamat

: Jl. Pahala, Ps. Minggu, Jakarta Selatan

Tgl. Masuk RSF

No. RM

: 59.96.65

24 Mei 2004

IDENTITAS SUAMI
Nama

: Tn. S

Umur

: 35 tahun

Pendidikan

: STM tamat

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Agama

: Islam

Suku/bangsa

: Jawa/ Indonesia

Alamat

: Jl. Pahala, Ps. Minggu, Jakarta Selatan

25

II.

ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sering mual muntah selama kehamilan.

26

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengaku hamil 5 bulan HPHT: 1-12-2003, dua hari yang lalu (Tgl
22-05-04) pasien kontrol ke bidan karena gerak janin belum dirasakan dan
mual muntah selama kehamilan (lebih kurang 5 x dalam sehari). Dikatakan
nafsu makan menurun sehingga berat badan pasien turun 5 Kg. Selama
kehamilan (50 Kg.- 45 Kg.). Kemudian pasien mendapat rujukan dari bidan
setelah di USG dengan kesan Susp. Mola Hidatidosa ke RSF. Riwayat
perdarahan/ flek-flek disangkal, batuk berdarah juga disangkal

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal

menderita penyakit darah tinggi, kencing manis,

jantung, dan sesak nafas.


D. Riwayat Penyakit Keluarga
(-)
E. Riwayat Menstruasi
Menarche

14 tahun

Siklus

teratur (28 hari)

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: + 2 softex/hari

Dismenore

: Tidak ada

HPHT

1-12-2003

F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, dan dengan suami sekarang selama 7 tahun.
G. Riwayat Kehamilan, Kelahiran
G2P1A0

27

Kehamilan pertama : perempuan 3200 gr, spontan, bidan tahun 1999 .


Kehamilan kedua : sekarang
H. Riwayat Kehamilan Saat ini
Keluhan mual & muntah berlebihan, perdarahan (-), nafsu makan berkurang,
ANC di bidan tidak teratur.
I. Riwayat KB
Suntik, berhenti sejak kira2 1,5 tahun yang lalu.

J. Riwayat Penyakit Sistemik


Hipertensi (-), DM (-), batuk darah (-), penyakit jantung (-)
K. Riwayat Operasi
Tidak ada
L. Riwayat Kebiasaan Diri Pribadi
Alkohol (-), rokok (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 24 Mei 2004)


A.

Status Generalis
Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: TD

Kepala

: 120/80 mmHg

: 82 x/menit

RR

: 20 x/m

: 36,5C

: normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

28

Mata

: Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis,


sklera tidak ikterik.

THT

: Dalam batas normal

Leher

: kelenjar tiroid tidak teraba membesar


Kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Thoraks :
Cor

: S1-S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-.

Mamae

: Simetris, besar normal, retraksi putting (-),


areola mamae tidak hiperpigmentasi.

Abdomen

: lihat status Ginekologikus

Anogenital

: lihat status Ginekologikus

Ekstremitas

: Akral hangat, oedema tungkai -/-, reflex


fisiologis +/+, deformitas (-)

B.

Status Ginekologikus
Abdomen
Inspeksi

: Menbuncit sedikit

Palpasi

: TFU 1 jari bawah pusat, teraba balotement.

Auskultasi

: Djj (-)

Anogenital
Inspeksi

: vulva dan uretra tenang, bekuan darah di vulva dan


vagina (+)

29

Inspekulo

: portio livid, flur (-), fluxus (+), ostium tertutup.

VT

: Korpus uteri sebesar telur angsa, massa adneksa (-),


nyeri (-), ostium tertutup.

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tanggal 24 Mei 2004

IV.

HCG

: (+)

Hb

: 13,2 gr/dl

Ht

: 39 %

Leukosit

: 11.000 u/l

Trombosit

: 222.000 u/l

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- HCG kuantitatif
- FT4, TSH, T3
- Foto thorax

VI.

RESUME
Pasien dengan keluhan sering mual muntah selama kehamilan beserta rujukan
dari bidan dengan suspect mola hidatidosa. Mual muntah lebih dari 5 kali sehari
sehingga pasien nafsu makan nya menurun. Terdapat penurunan BB hingga 5
Kg. selamg kehamilan.
Lalu kemudian pasien memeriksakan diri kebidan, dilakukan USG dengan
kesan Susp. Mola Hidatidosa,lalu pasien dirujuk ke rumah sakit Fatmawati.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

30

Status Ginekologikus
Abdomen
Inspeksi

: Membuncit sedikit

Palpasi

: TFU 1 jari bawah pusat, teraba balotement.

Auskultasi

: Djj (-)

Anogenital
Inspeksi

Inspekulo

: portio livid, flour (-), fluxus (-), ostium tertutup.

VT

: Korpus uteri sebesar telur angsa, massa adneksa (-),

vulva dan uretra tenang

nyeri (-), ostium terutup.

Lab Tanggal 24 Mei 2004


HCG

: (+)

Hb

: 13,2 gr/dl

Ht

: 39 %

Leukosit

: 11.000 u/l

Trombosit

: 222.000 u/l

Gol. Darah

: O/+

Ureum/Creatinin

: 15/0,7

SGOT/SGPT

: 34/29

GDS

: 284 mg/dl

31

VI.

DIAGNOSIS
G2 P1 Ao Hamil kira-kira 25 minggu dengan Hiperemesis Gravidarum ec.mola
hidatidosa.

VIII.PROGNOSIS
Dubia ad bonam

IX. PENATALAKSANAAN
- Observasi tanda-tanda vital.
- Cek HCG kuantitatif, FT4, T3, TSH
- USG feto maternal
- Konsul IPD dan jantung

XI. FOLLOW UP
Tanggal 25 Mei 2004, pukul 08.00 WIB
S

: Perdarahan (-), mual muntah (+) 3 x semalam

O : Status generalis :
TD

: 120/80 mmHg

Nadi

: 108x/menit

RR

: 20x/menit

S
Mata
Leher

: 38,1C
: Ca -/- , SI -/: Tiroid tdk. membesar

Thoraks : Jantung- paru dbn


Abdomen : Nyeri tekan(-), Nyeri lepas (-), defanse
muskuler (-)
Ekstremitas

: akral hangat

Status Obstetrikus :

32

Inspeksi : V/U tenang


Palpasi

: TFU 1 jari bwh. Pst., teraba balotment (+)

Inspekulo : Portio livide, flour (-), fluxus (-)


VT

: Korpus uteri sebesar telur angsa,


massa adneksa (-), nyeri (-), ostium
tertutup.

Lab Tgl 24 Mei 2004:


HCG

: 145.091

FT3

: 2,74

FT4

: 0,89

TSHs

: 0,612

( < 2,95 mIU/mL)

(0,35 4,94)

USG Feto Maternal Tgl 24 Mei 2004


Kesan: Mola Hidatidosa
A

: G2 P1 hamil 25 mg. dengan Hiperemesis Gravidarum ec.Mola


Hidatidosa.
Takikardia ec. Susp. Tirotoksikosis
DD: dehidrasi

: Hidran cukup
Parasetamol 3 x 500 mg bila suhu >38C
Ampicillin subactan 2 x 375 mg.
Bila Hipertiroidisme (+) konsul IPD
Konsul IPD. & Jantung

Tanggal 26 Mei 2004, pukul 09.00


Konsul Kardiologi di jawab dengan kesan:
1. Tidak ditemukan kelainan yang bermakna
2. Cor compensated

33

3. Tidak ada kontra indikasi tindakan


Konsul IPD. di jawab : toleransi operasi baik.
Diskusi dengan Dr. Sri Lestari, Sp. OG.:

CUT sebesar telur angsa

OUE tertutup

FUT 1 jari bwh pst.

Portio tebal kuncup

WD/ Mola Hidatidosa

Pro Laminara, rencana kuretase Kamis 27/5/04


S

: Perdarahan (-), mual muntah (+) berkurang

O : Status generalis :
TD

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

Mata

: Ca -/- , SI -/-

Thoraks : Jantung- paru dbn


Abdomen : Nyeri tekan(-), Nyeri lepas (-), defanse
muskuler (-)
Ekstremitas

: akral hangat

Status Obstetrikus :
Inspeksi : V/U tenang
Palpasi

: TFU 1 jari bwh. Pst., teraba balotment (+)

Inspekulo : Portio livide, flour (-), fluxus (-)


VT

: Korpus uteri sebesar telur angsa,


massa adneksa (-), nyeri (-), ostium
tertutup.

A : G2 P1 hamil 25 mg. dengan Mola hidatidosa


P : Pasang laminaria

34

Sedia darah tranfusi waktu kuret


Rencanakan kuretase tgl 27-05-04
Konsul Anastesi
Tanggal 26 Mei 2004
Jam 18.00
Dikirim dari ruangan pro. Pemasangan laminaria
S

: mules (-), perdarahan (-)

O : Status generalis :
TD

: 120/700 mmHg

Nadi

: 88x/menit

RR

: 20x/menit

Mata

: Ca -/- , SI -/-

Thoraks : Jantung- paru dbn


Abdomen : Nyeri tekan(-), Nyeri lepas (-), defanse
muskuler (-)
Ekstremitas

: akral hangat

Status Obstetrikus :
Inspeksi : V/u tenang
Palpasi

: TFU 1 jari bwh pst

Inspekulo : Portio livide, flour (-), fluxus (-)


VT

: Korpus uteri sebesar telur angsa,


massa adneksa (-), nyeri (-), ostium
tertutup.

A : G2 P1 haml 25 mg dengan Mola hidatidosa


P : Pasang laminaria

35

27 Mei 2003
Pukul 08.00
Konsul Anastesi dijawab: Prinsip setuju tindakan.
S

: Perdarahan (-), mual muntah (-), kontraksi (-)


O : Status generalis :
TD

: 120/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

Mata

: Ca -/- , SI -/-

Thoraks : Jantung- paru dbn


Abdomen : Nyeri tekan(-), Nyeri lepas (-), defanse
muskuler (-)
Ekstremitas

: -/-

Status Obstetrikus :
Inspeksi : V/U tenang, perdarahan (-), Kontraksi (-)
Palpasi

: TFU 1 Jari bwh. Pst.

Inspekulo : Portio livide, flour (-), fluxus (-), terpasang


laminaria 1 buah selama 14 jam
VT

Korpus uteri sebesar telur angsa,


massa adneksa (-), nyeri (-), ostium
terbuka 3 cm.

A : G2 P1 hamil 25 minggu dengan Mola hidatidosa


P : Kuretase
Siapkan IVFD drip Syntocinon 2 ampul + Methergyn 1 ampul
dalam RL 500 cc = 20 tetes/menit.

36

Pukul 12.30 12.45


Dilakukan tindakan kuretage
LAPORAN OPERASI
Pasien terlentang di atas meja operasi dalam anestesi umum
A dan anti sepsis genitelia externa
Kandung kemih di kosongkan
Dipasang spekulum Sims atas dan bawah, portio ditampakkan
Portio dijepit dengan Tenakulum pada jam 12.00, dilakukan sondase antefleksi 12cm.
Dengan sendok kuret dikeluarkan jaringan seperti plasenta dan mola + 100 cc PA.
(dalam drip oxitocin 20 iu.)
Setelah diyakini cavum uteri kosong dan tidak ada perdarahan tindakan dihentikan,
portio dicuci dengan betadine
Instruksi post operasi : cek perdarahan, tanda-tanda vital
Bila HB kurang dari 8 gr/dl berikan transfusi
Terapi

: Oksitosin 20 unit/500 cc dalam RL, jika perdarahan (-) 1 kolf


boleh di aff.
Ampicilin 500 mg 3 x 1
Metergin 3 x 1 tab

Tgl 28 Mei 2004


Pukul 07.30 WIB
S

Keluhan tidak ada, perdarahan (-), BAB (+), BAK (+)

Tanda Vital :
TD

110/70 mmHg; N : 78 x/m; S: 36,50C

St. generalis: dbn.


Abd.: Nyeri tekan daerah supra pubis

37

: Post Curetage ai. Mola Hidatidosa

: Rth/ Ampicilin 500 mg. 3 x 1 No. XV


Metergin 3x1 tab.

No. X

Red/ menjelaskan px. rutin 2 minggu lagi dengan membawa hasil PA

dan

HCG Kuantitatif untuk mewaspadai adanya keganasan dan karena

keinginan untuk mempunyai anak lagi cukup besar, hasil px dan kontrol nanti
menentukan untuk kehamilan berikutnya.

38

BAB IV
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, pada pasien ini, diagnosa mola hidatidosa dapat ditegakkan karena
ditemukan hal-hal berikut ini:
1. Amenorrhoe selama 5 bulan dan dinyatakan hamil oleh bidan
2. Hiperemesis gravidarum : mual dan muntah berlebih selama kehamilan
3. Adanya faktor predisposisi yang menyokong, yaitu rendahnya sosio
ekonomi.
4. Pada pemeriksaan USG tampak gambaran Snow Storm dengan kesan:
Mola Hidatidosa .
5. Pada pemeriksaan Lab. HCG Kuantitatif didapatkan kadar yang melebihi
dari 100.000 mIU/L yang mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang
berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan Mola
Penanganan yang telah diberikan, yaitu, telah dilakukan kuretase hisap pada pasien
ini. Dan dikeluarkan jaringan yang kemudian dikirim ke bagian patologi anatomi
untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
Pasien ini dianjurkan untuk memeriksakan kadar B-hCGnya di
laboratorium swasta dan secara rutin kontrol ke poliklinik Ginekologi RS Fatmawati.

39

BAB V
KESIMPULAN
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak
dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah
penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama
karena kecenderungannya menjadi ganas.
Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa
pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai
terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup
kemungkinan adanya kehamilan ganda, kesalahan HPHT, hidramnion, Abortus
imminen, dll. Demikian juga adanya gejala-gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada
kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa.
Diagnosa

ditegakkan

melalui

anamnesa,

pemeriksaan

fisik

dan

pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembunggelembung mola atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam
penegakkan diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan
memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan
dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan
mola.
Penangan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang
setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan keluarga
pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis.

40

Disarankan kepada penderita untuk kontrol secara teratur dan


memeriksakan kadar B-hCGnya secara teratur untuk mengevaluasi adanya
kemungkinan keganasan.

41

DAFTAR PUSAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease :
Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843.
2. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Mola Hidatidosa; Obstetri Patologi;
1983; 38-42.
3. Konar Hiralal Gestational Trophoblastic Diseases (GID) D.C. Dutta 4 th ed New
Central book Agency Calcuta, 1998; 206-215
4. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit
buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243.
5. Shaw R, Soutter P, Stanton S, et al. Trophoblastic disease : Gynaecology. London,
Churchill Livingstone, 1992 ; 557-566.
6. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348.
7. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999; Hal. 262-264

iii

42

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. karena atas berkat
dan rahmat-Nya maka tugas pembuatan presentasi kasus yang

berjudul Mola

Hidatidosa dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.


Pembuatan presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas wajib yang harus
dikerjakan dalam rangka kepaniteraan di bagian Kandungan dan Kebidanan di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, periode 10 Mei 2004 s/d 17 Juli 2004.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-

besarnya kepada Dr. H. Agus Surur, Sp.OG atas waktu yang beliau berikan dalam
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan referat ini. Besar harapan penulis, agar kiranya penyajian presentasi
kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 14 Juni 2004


Penulis

i
43

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN..

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.

A. Sinomim ..

B. Definisi

C. Etiologi

D. Faktor resiko

E. Patologi

F. Patogenesis..

G. Klasifikasi

G.1 Mola hidatidosa komplet..

G.2. Mola hidatidosa parsial

H. Diagnosis

I. Kriteria Diagnostik

15

J. Diagnosa Banding .

16

K. Komplikasi.

16

L. Penatalaksanaan..

17

M. Prognosis.

20

BAB III

LAPORAN KASUS..

25

BAB IV

ANALISA KASUS............................................

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN..........................

37

DAFTAR PUSTAKA..............................................................

iii

ii
44

REFERAT

PEMBIMBING :

Dr. Abdul Samad, SpOG

Dibuat oleh:

Kolanda Maria Septauli


030.05.132

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 10 MEI 17 JULI 2004
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

45

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.

DAFTAR ISI

ii

BAB I

PENDAHULUAN..

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.

A. Definisi

B. Epidemiologi.........................................

C. Klasifikasi

D. Etiologi......

E. Faktor Resiko..

10

F. Patologi....

10

G. Patogenesis............................................

12

H. Diagnosis

13

I. Kriteria Diagnostik

19

J. Diagnosa Banding .

20

K. Komplikasi.

20

L. Penatalaksanaan..

22

M. Prognosis.

26

BAB III

LAPORAN KASUS..

28

BAB IV

KESIMPULAN..............................................

34

DAFTAR PUSTAKA..............................................................

ii
46

35

You might also like