Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) adalah salah satu bagian dari
bidang ilmu kedokteran hewan. Istilah Kesehatan Masyarakat Veteriner ini
diperkenalkan pertama kali oleh World Health Organization (WHO) dan Food
Agriculture Organization (FAO) pada laporannya The Joint WHO/FAO Expert
Group on Zoonoses pada tahun 1951. Dalam laporan tersebut, Kesmavet
didefinisikan sebagai seluruh usaha masyarakat yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh seni dan ilmu kedokteran hewan yang diterapkan untuk
mencegah penyakit, melindungi kehidupan, dan mempromosikan kesejahteraan
dan efisiensi manusia.
Selanjutnya definisi Kesmavet dimodifikasi oleh WHO/FAO pada tahun
1975. Kesmavet didefinisikan sebagai suatu komponen aktivitas kesehatan
masyarakat yang mengarah kepada penerapan keterampilan, pengetahuan dan
sumberdaya profesi kedokteran hewan untuk perlindungan dan perbaikan
kesehatan masyarakat.
Pada tahun 1999, WHO, FAO, OIE (Office Internationale Epizooticae) dan
WHO/FAO Coloborating for Research and Training in Veterinary Epidemiology and
Management mengusulkan definisi kesmavet dikaitkan dengan definisi sehat
menurut WHO. Menurut WHO, health is the state of complete physical, mental, and
social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. Oleh sebab itu,
pada tahun 1999, Kesmavet didefinisikan sebagai kontribusi terhadap
kesejahteraan fisik, mental dan sosial melalui pemahaman dan penerapan ilmu
kedokteran hewan.
Indonesia memasukkan istilah Kesmavet pada Undang-Undang (UU)
Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Definisi Kesmavet dalam UU tersebut adalah segala urusan
yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Kesmavet
merupakan penghubung antara bidang pertanian/peternakan dan kesehatan.
Akibatnya peran Kesmavet sangatlah penting karena melaluinya dapat terjalin
komunikasi yang intens antara dua lingkup ilmu tersebut demi tercapainya
kesejahteraan dan keberlangsungan hidup yang diharapkan, baik oleh hewan
maupun oleh manusia.
Secara garis besar, tugas dan fungsi Kesmavet ada dua yaitu menjamin
keamanan dan kualitas produk-produk peternakan, serta mencegah terjadinya
resiko bahaya akibat penyakit hewan/zoonosis dalam rangka menjamin
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai perwujudan dari usaha
melaksanakan tugas dan fungsi Kesmavet maka ditetapkan beberapa hal yang
menjadi ruang lingkup dari tugas dan fungsi Kesmavet itu sendiri, yaitu
administrasi dan konsultasi, pencegahan penyakit zoonotik, higiene makanan,
riset dan penyidikan penyakit hewan dan zoonosis, serta pendidikan Kesmavet.
Tugas dan fungsi yang pertama diaplikasikan dengan cara pemeriksaan
kualitas produk asal hewan maupun hasil olahan produk asal hewan seperti
daging, ikan, susu dan telur di laboratorium. Pemeriksaan tersebut bertujuan agar
dapat mengetahui tingkat kelayakan dan keamanan sebuah produk asal hewan
ataupun olahannya untuk dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan tugas dan fungsi
yang kedua diaplikasikan dengan cara membentuk instansi-instansi yang
berwenang dalam mengatur lalu-lintas hewan/ternak dan produk asal hewan
serta berperan melakukan pengawasan terhadap kesehatan hewan agar
mencegah terjadinya penularan penyakit baik itu antar hewan maupun penularan
ke manusia.
Instansi yang telah terbentuk oleh pemerintah yang memiliki tugas dalam
menangani masalah/isu Kesmavet beberapa diantaranya adalah Dinas
Peternakan, Rumah Potong Hewan (dibawahi oleh Dinas Peternakan), Karantina
Hewan dan Karantina Ikan. Tugas dari Dinas Peternakan adalah melakukan
pengawasan dan program penanggulangan penyakit hewan (termasuk zoonosis)
di daerah tempat Dinas itu berada, mengurusi rekomendasi/ijin hewan yang
masuk ataupun keluar melalui daerah kerjanya, serta mengurusi segala kegiatan
kemasyarakatan yang berkaitan dengan kesehatan hewan/ternak (depo obat
hewan dan praktik dokter hewan). Tugas dari Rumah Potong Hewan (RPH)
adalah mengawasi peredaran produk hewan berupa daging dengan cara
melakukan pemeriksaan sebelum dan sesudah hewan dipotong agar memastikan
daging yang diedarkan ke pasar adalah daging yang aman, sehat, utuh dan halal
(ASUH) untuk dikonsumsi manusia. Tugas dari Karantina secara umum
(Karantina Hewan maupun Karantina Ikan) yaitu mengawasi lalu-lintas
hewan/ternak dan ikan serta produk-produknya agar tidak terjadi penyebaran
penyakit dari satu tempat ke tempat lainnya melalui hewan/ternak maupun ikan
dan produk-produknya tersebut. Khusus untuk Karantina Hewan, wilayah
kerjanya ada di setiap pelabuhan laut dan bandara di suatu pulau/daerah.
Atas dasar tugas dan fungsi Kesmavet tersebutlah maka penting untuk
dilakukan kegiatan koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner ini. Seluruh
rangkaian kegiatan koasistensi Kesmavet secara umum berlangsung di dua
tempat yaitu laboratorium Kesmavet dan instansi-instansi terkait Kesmavet
(Dinas Peternakan, Rumah Potong Hewan, Karantina Hewan dan Karantina Ikan).
Selain itu juga dilakukan kegiatan penyuluhan mengenai isu Kesmavet kepada
masyarakat dalam kegiatan koasistensi ini demi mempraktikan salah satu ruang
lingkup tugas dan fungsi Kesmavet yaitu pendidikan Kesmavet.
BAB II
MATERI DAN METODE KEGIATAN
A. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH Undana
1. Pemeriksaan Cemaran Mikroba pada Daging, Susu, Telur dan Produk
Olahannya.
1.1. Pengujian Total Plate Count (TPC)
Pembuatan media
i. Persiapan alat dan bahan (sterilisasi alat dan bahan,
pembuatan media Plate Count Agar/PCA dan larutan
Butterfields Phosphate buffered/BPw).
ii. Persiapan sampel (daging, ikan, telur dan susu).
iii. Sampel daging, ikan dan telur ditimbang sebanyak masingmasing 12,5 gram dan susu ditakar sebanyak 12,5 ml.
iv. Sampel yang sudah diukur dimasukkan ke dalam 112,5 ml
larutan BPw dan dihomogenkan.
Tahap analisis
i. Dilakukan pengenceran kelipatan 10 dengan cara ambil
masing-masing 1 ml larutan (daging, ikan, telur dan susu) dan
dimasukkan ke dalam tabung pertama lalu dihomogenkan
kemudian diambil lagi 1 ml dan dimasukkan ke tabung kedua
dan seterusnya diulang hingga tabung keempat sehingga
terbentuk suatu deret pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-4.
ii. Satu ml larutan dari masing-masing tabung 1 sampai 4 diambil
dan dimasukkan ke cawan petri.
iii. Media PCA ditambahkan ke cawan tersebut sebanyak 15 20
ml kemudian dihomogenkan dengan cara menggerakkan
cawan membentuk angka delapan.
iv. Setelah membeku, media yang telah ditanam tersebut
diinkubasi pada suhu 36 C selama 24 jam.
v. Penghitungan dilakukan dengan memilih cawan petri yang
jumlah angka koloninya antara 25 250, kemudian ditentukan
rata-ratanya yang hasilnya merupakan jumlah kuman per 1
gram (CFU/gram).
2. Pemeriksaan Susu
2.1. Uji Alkohol
i. Sampel susu sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung.
ii. Ditambahkan 5 ml alkohol
iii. Campuran tersebut dikocok dan diamati ada/tidaknya presipitasi.
iv. Jika positif maka akan terbentuk presipitasi pada dinding tabung
reaksi.
2.2. Uji derajat keasaman (pH)
i. Sampel susu dimasukkan ke dalam gelas ukur.
ii. pH meter dikalibrasi lalu dicelupkan ke dalam sampel susu yang ada
digelas ukur.
iii. Angka yang tertera pada pH meter merupakan hasil dari
pengukuran.
2.3. Uji kekeruhan
i. Susu steril sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
ii. Ditambahkan H2SO4 sebanyak 4 ml.
iii. Campuran tersebut dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam
penangas air mendidih selama 5 menit.
iv. Perubahan yang terjadi diamati, jika larutan hasil pemanasan jernih
berarti susu tersebut mengalami sterilisasi sempurna.
2.4. Uji penetapan berat jenis (BJ)
i. Susu dituangkan ke dalam tabung tanpa menimbulkan buih.
ii. Lactodensimeter dimasukkan dengan hati-hati dan dibiarkan timbul
sampai diam.
iii. Skala yang ditunjukkan dibaca (angka yang terbaca menunjukkan
angka ke-2 dan ke-3 di belakang koma).
iv. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.
2.5. Uji kadar bahan kering (BK)
i. Cawan dikeringkan di oven pada suhu 100 C selama 10 menit.
ii. Setelah pengeringan, cawan didinginkan sampai mencapai suhu
ruangan.
iii. Cawan ditimbang (a gram).
iv. Contoh susu dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 5 ml dan
ditimbang (b gram).
v. Cawan dipanaskan kembali di oven dengan suhu 100 C selama 1
jam, lalu didinginkan, ditimbang dan dicatat bobot cawan tersebut.
()
()
100%
2.6.
Pengujian mastitis
Pembuatan preparat breed
i. Susu sebanyak 0,1 ml diambil dan diteteskan pada gelas objek
lalu diratakan segi empat.
ii. Preparat tersebut dikeringkan.
iii. Dilakukan pewarnaan dengan eter : alkohol = 1 : 1 selama 2
menit.
iv. Kemudian pewarnaan dengan metilen blue lofter selama 1
menit.
v. Preparat dicuci dengan air biasa.
vi. Selanjutnya, preparat direndam dengan alkohol 95% selama 3
menit.
vii. Preparat diamati di mikroskop dan dihitung jumlah sel somatik
sebanyak 20 kali pandang secara berurutan.
viii. Hasil perhitungan dikali dengan 400.000.
ix. Positif mastitis jika hasil akhir perhitungan di atas 3 juta sel.
Reagen IPB 1
i. Sampel susu dituangkan sebanyak 2 ml pada tiap paddle
(berjumlah 4).
ii. Reagen diteteskan secukupnya lalu dihomogenkan.
iii. Dilakukan pengamatan, jika positif maka akan terbentuk massa
berlendir.
2.7. Uji conradi
i. Resorcine sebanyak 0,1 gram dicampurkan dengan 25 ml susu dan
2,5 ml HCl pekat lalu dihomogenkan.
ii. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam penangas air hingga
campuran tersebut mendidih dan diamati setelah 5 menit
mendidih.
iii. Hasil positif jika terbentuk warna merah jambu di tepi/pinggiran
susu.
2.8.
3.2.
()
100%
Uji eber
i. Persiapan alat dan bahan (pembuatan reagen eber= HCl 1 : alkohol
3 : ether 1).
ii. Reagen eber sebanyak 2 ml dituang ke dalam tabung.
iii. Sampel daging dipotong sebesar biji kacang tanah lalu ditusukkan
pada lidi yang telah ditancapkan pada sumbat tabung.
iv. Daging yang telah ditusukkan pada lidi dimasukkan secara
perlahan ke dalam tabung yang berisi reagen (diposisikan agar
daging tidak menyentuh dinding tabung).
10
4. Pemeriksaan Telur
4.1. Pengujian kualitas telur utuh
Pemeriksaan kerabang telur
i. Permukaan kerabang telur dilihat dan diraba mulai dari
ujung tumpul sampai lancip untuk mengamati keutuhan,
bentuk, warna, dan kebersihan serta kehalusan kerabang
telur.
ii. Hasil pengamatan dicatat.
Peneropongan telur
i. Telur diarahkan ke sinar candler dan diputar-putar
kemudian dilihat kelainan yang mungkin terlihat, seperti
tinggi kantung hawa, adanya bercak-bercak darah dan
pertumbuhan embrio.
ii. Hasil pengamatan dicatat.
Pengukuran tinggi kantung hawa
i. Telur diletakkan di depan candler dan diukur diameter dan
tinggi kantung hawa menggunakan jangka sorong.
ii. Berdasarkan tinggi kantung hawa, dapat dilakukan
pengelompokkan umur.
4.2. Pengujian kualitas di dalam telur
Pemeriksaan putih dan kuning telur
i. Kerabang telur dibersihkan lalu didesinfeksi dengan alkohol
70%.
ii. Kerabang telur dibuka tepat pada bagian tengah telur dan
dituangkan ke atas meja praktikum.
iii. Dilakukan pengamatan pada kebersihan dan kekentalan
putih telur serta bentuk, posisi, dan kebersihan kuning telur.
iv. Hasil pengamatan dicatat.
Indeks Kuning Telur
i. Tinggi dan diameter dari kuning telur diukur untuk
penentuan indeks kuning telur.
ii. Penentuan indeks kuning telur menggunakan rumus:
()
()
Indeks albumin
i. Tinggi dari albumin tebal diukur.
11
4.3.
Perendaman di air
i. Air dimasukkan secukupnya ke dalam gelas piala.
ii. Telur dimasukkan dan hasil yang didapat dicatat.
iii. Kualitas telur dinilai berdasarkan keadaan telur dalam air
(terapung, melayang atau tenggelam).
4.4. Haugh unit
i. Telur ditimbang.
ii. Telur dibuka dan isinya (putih dan kuning) dituangkan ke atas
meja praktikum.
iii. Albumin tebal diukur tingginya.
iv. Haugh unit dihitung dengan menggunakan rumus: 100 log
(H+7.57-1.7W0.37).
v. Keterangan: H = tinggi albumin (mm) dan W = bobot telur (gram).
B. Karantina Hewan
1. Karantina Hewan Pelabuhan
Secara umum, di karantina pelabuhan dilakukan pengamatan
terhadap segala kegiatan administratif yang menyangkut urusan
perkarantinaan dan ditemukan tindakan-tindakan karantina. Tindakan
yang dilakukan oleh karantina hewan sebagaimana yang tertera di UndangUndang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan,
yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,
penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Selain itu, didapat juga materi
berupa pengenalan terhadap karantina dan kegiatan pengawasan dan
penindakan (wasdak) di karantina. Ada beberapa kegiatan yang melibatkan
mahasiswa baik di Instalasi Karantina Hewan maupun di laboratorium,
yaitu:
1.1. Instalasi Karantina Hewan (Pengambilan darah)
i. Sapi diantar masuk ke Instalasi Karantina Hewan menggunakan
truk.
12
13
14
penilaian. Hal-hal yang dapat diamati seperti luka, fraktur kaki, buta,
edema, keluar leleran, infestasi parasit, hipersalivasi, dan lain-lain. Bagian
dari kegiatan antemortem yang juga penting adalah pemeriksaan
dokumen/surat jual beli hewan yang sah sebagai syarat hewan dapat
diterima untuk proses pemotongan di RPH. Sedangkan postmortem
dilakukan dengan pengamatan terhadap organ viseral (otak, jantung,
pulmo, limpa, hepar, lambung dan usus) yang telah dipisahkan. Organ
viseral tersebut juga dapat diinsisi untuk dilihat kelainannya, terlebih
ketika ditemukan nodul. Namun dengan kondisi tanpa pendampingan dari
petugas RPH maka hasil dari kegiatan pemeriksaan baik antemortem
maupun postmortem tidak dapat diambil keputusan apapun.
Dalam hal pengoperasian RPH, ada beberapa hal yang menjadi
faktor penunjang yang cukup berpengaruh dalam usaha RPH untuk
menghasilkan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) demi
kepentingan konsumsi (kecuali untuk babi tidak diberi label Halal).
Beberapa hal di antaranya adalah penerapan prinsip kesejahteraan hewan,
kelayakan bangunan RPH dan kegiatan pengolahan limbah. Untuk itu, maka
dilakukan pengamatan dan penilaian terhadap keberhasilan penerapan
beberapa item tersebut di RPH Oeba. Penilaian dimaksudkan agar dapat
diketahui seberapa layak RPH Oeba mampu menjalankan fungsinya dalam
hal penyediaan daging yang ASUH bagi konsumsi masyarakat di kota
Kupang.
D. Karantina Ikan
Sebagaimana tugas karantina pada umumnya, karantina ikan adalah
instansi yang ditugaskan untuk menjamin keamanan produk perikanan
yang dilalu-lintaskan. Tindakan yang dilakukan oleh karantina ikan pun
sama seperti karantina hewan sebagaimana yang tertera di UndangUndang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan,
yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,
penolakan, pemusnahan dan pembebasan. Tindakan-tindakan tersebut
yang diamati selama berada di karantina ikan.
Selain pengamatan terhadap tindakan karantina, mahasiswa juga
ikut terlibat dalam tindakan karantina yaitu melakukan identifikasi
penyakit di laboratorium sebagai bagian dari tindakan pemeriksaan.
15
16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH Undana
1. Pemeriksaan Cemaran Mikroba pada Daging, Susu, Telur dan Produk
Olahannya.
1.1. Pengujian Total Plate Count (TPC)
Hasil pengujian TPC dari sampel daging, ikan, susu dan telur
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jenis
sampel
Daging
Koloni bakteri
Hasil
Keterangan
4,22 x
106
Melebihi
batas
cemaran oleh
SNI (1 x 106)
Ikan
3,27 x
106
Melebihi
batas
cemaran oleh
SNI (1 x 106)
Susu
Tidak ada
cemaran
mikroba
17
Telur
6 x 104
Di bawah
batas
cemaran oleh
SNI (1 x 106)
18
19
20
Gambar. Hasil uji pH susu dengan pH meter (kiri) dan kertas lakmus (kanan)
21
= 28
= 24 C
= 22 C
Ditanya:
BJ setara 27,5 C (suhu lingkungan standar) = ?
Penyelesaian:
22 C
= 24 C = 1,0280
= 1,0276
0,99734
0,996480
= 1,0285
= 1,0280 (BJ akhir)
22
BK = () 100%
(53,1 52,6)
23
24
Reagen IPB-1
Reagen IPB-1 adalah larutan uji cepat untuk mendeteksi
mastitis pada ternak. Sesuai dengan namanya, reagen ini
merupakan hasil penemuan dari fakultas kedokteran hewan IPB.
Prinsip dari uji ini adalah akan terbentuk massa berlendir pada
susu jika ditambahkan reagen IPB-1. Reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya lendir pada dasar padlle. Lendir terbentuk akibat
koagulasi mikroba dalam susu dengan reagen IPB-1. Penilaian
reaksi dibagi dalam 4 kategori yaitu: negatif (tidak terjadi
perubahan konsistensi atau suspensi bersifat homogen positif),
positif 1 (suspensi sedikit kental atau tidak homogen), positif 2
(suspensi mengumpal) dan positif 3 (terjadi pengumpalan yang
membentuk lendir) (Sudarwanto dan Sudarnika, 2008).
25
26
diperoleh hasil yang baik jika susu diolah menjadi yoghurt, kefir atau
keju.
Gambar. Butir-butir lemak susu yang ditambahkan santan. Perbesaran 100 (kiri);
Perbesaran 400 (kanan)
27
28
Gambar. Hasil uji residu antibitotika: metode tuang (kiri) dan metode sebar
(kanan) yang tampak tidak ada pertumbuhan bakteri
Uji yoghurt
Prinsip dari pembuatan yoghurt adalah dengan
menggunakan bakteri starter Streptococcus termophilus dan
Lactobacillus bulgaris untuk memfermentasi gula susu (laktosa)
menghasilkan asam laktat yang berperan dalam protein susu
untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan aroma unik pada
yoghurt (Saleh, 2004). Karena pembuatan yoghurt mutlak
membutuhkan bakteri maka ketika susu yang dipakai
mengandung antibiotik, bakteri akan mati sehingga tidak dapat
memfermentasi laktosa. Hal tersebutlah yang dijadikan dasar
untuk uji residu antibiotik menggunakan yoghurt.
Pada praktikum ini, sampel susu sengaja ditambahkan
antibiotik untuk membuktikan teori tentang uji yoghurt.
Antibiotik yang dipakai adalah amoksisilin. Hasil yang didapat
setelah melalui proses pembuatan yoghurt, sampel susu ternyata
tetap encer sehingga memberikan bukti bahwa uji ini efektif
untuk mendeteksi keberadaan antibiotik pada susu.
29
3. Pemeriksaan Daging
3.1. Pemeriksaan kesempurnaan pengeluaran darah
Salah satu syarat pemotongan hewan yang baik adalah dengan
mengeluarkan darah hewan secara sempurna. Darah yang tidak
dikeluarkan dengan sempurna akan mengakibatkan cepat terjadi
pembusukan pada daging karena keberadaan darah di jaringan
menyebabkan tidak terjadinya proses glikolisis anaerob yang
merupakan syarat terentuknya asam laktat. Ketika tidak terbentuk
asam laktat di jaringan maka pH daging menjadi tinggi sehingga
mudah ditumbuhi bakteri pembusuk (Lawrie, 1995).
Oleh karena itu, untuk mendeteksi kesempurnaan
pengeluaran darah maka dilakukan uji yang menggunakan larutan
H2O2 3% dan malachite green 0,1%. Prinsip dari uji ini adalah ketika
ada hemoglobin (Hb) pada sampel daging akibat pengeluaran darah
tidak sempurna maka Hb akan diikat oleh O2 (H2O2) sehingga
malachite green tidak dioksidasi dan tetap berwarna hijau.
Sebaliknya, ketika tidak ada Hb maka malachite green akan dioksiasi
oleh O2 sehingga berubah warna menjadi biru.
Pengujian ini menggunakan 5 sampel daging yaitu 2 daging
sapi, 2 daging babi, dan 1 daging anjing serta 1 kontrol positif (daging
ayam. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa semua sampel negatif
(warna menjadi biru) sehingga disimpulkan bahwa kelima daging
tersebut sebelumnya disembelih dengan pengeluaran darah yang
30
31
32
daging dan faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh
protein daging.
Hasil perhitungan drip loss pada sampel daging yang dipakai
adalah sebesar 8%. Namun kemungkinan hasil ini belum akurat
karena penyimpanan di kulkas hanya dilakukan selama 24 jam. Pada
aturannya harus disimpan selama 48 jam.
Gambar. Sampel daging setelah 24 jam penyimpanan pada uji drip loss
33
Gambar. Pengukuran berat sampel daging ayam (kiri) dan ikan tongkol (kanan) sebelum
pemanasan (atas) dan setelah pemanasan (bawah)
34
eber dan akan membentuk kabut NH4Cl. Hasil positif (+) dinyatakan
dengan terbentuknya kabut NH4Cl, yang berarti terjadi awal
pembusukan. Sedangkan hasil negatif (-) dinyatakan dengan tidak
terbentuknya kabut NH4Cl (Prawesthrini dkk, 2009).
Gambar. Hasil uji eber pada sampel daging ayam (kiri), daging babi (tengah) dan
ikan (kanan)
35
Gambar. Hasil uji residu formalin (warna biru yang terbentuk tidak
terdokumentasikan karena pembentukannya tidak lama)
36
4. Pemeriksaan Telur
4.1. Pengujian kualitas telur utuh
Pemeriksaan kerabang telur
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengamati
keutuhan, bentuk, warna, kelicinan dan kebersihan kerabang telur
37
Hasil
D1
Sangat utuh
Oval
Coklat muda
Ada bintik-bintik
Bersih
D2
Sangat utuh
Oval
Coklat tua
Licin
Bersih
Peneropongan telur
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengamati
bagian dalam telur seperti kantung hawa, kuning telur, keretakan
pada kutikula, adanya bercak-bercak darah dan pertumbuhan
embrio. Sampel yang dipakai sama dengan sampel pada
pemeriksaan kerabang telur yaitu sampel D1 dan D2. Hasil
pemeriksaan dijabarkan pada tabel di bawah.
Sampel
D1
D2
Hasil
Pori-pori kutikula
membesardan ada titik hitam
yang bergerak
Pori-pori kutikula membesar,
albumin berwarna lebih gelap,
kantung hawa menghitam dan
mencemari albumin.
38
Albumin
Hasil
D1
Bentuk: bulat agak
pipih
Posisi: agak ke pinggir
Kebersihan: bersih
Bau: khas
Kebersihan: bersih
Kekentalan: semiencer
Bau: khas
D2
Bentuk: tidak teratur
Posisi: terintegrasi
Kebersihan: keruh
Bau: busuk
Kebersihan: keruh
Kekentalan: semiencer
Bau: busuk
39
40
pada sebuah wadah. Prinsip uji ini adalah dengan melihat keadaan
telur yang tenggelam, melayang ataupun mengapung di dalam air.
Berdasarkan hasil uji yang didapat, telur berada dalam
kondisi terapung. Hal ini mendukung pemeriksaan pengukuran
tinggi kantung hawa yang mengartikan bahwa kedua sampel telur
tersebut sudah lama/tua umurnya. Prinsipnya, telur yang baru
dikeluarkan mempunyai kantung hawa yang relatif kecil sehingga
telur akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam larutan garam 10%
atau air biasa. Dengan bertambahnya umur telur, maka kantung
udara telur akan membesar dan telur akan melayang sampai
mengambang di permukaan larutan air garam 10% atau air biasa.
Gambar. Hasil uji perendaman di air pada telur D1 (kiri) dan D2 (kanan)
41
Wahju (1988) juga mengatakan bahwa salah satu protein telur yang
lain, metionin merupakan asam amino pembatas pertama atau asam
amino kritis pertama yang sering mempengaruhi pembentukan
struktur albumin dan mempengaruhi pemantapan jala-jala ovomusin
sehingga semakin terpenuhinya metionin maka semakin mantap
pembentukan ovomusin. Ovomusin sangat berperan dalam
pengikatan air untuk membentuk struktur gel albumin, jika jala-jala
ovomusin banyak dan kuat maka albumin akan semakin kental yang
berarti viskositas albumen tinggi seperti yang diperlihatkan dari
indikator Haugh Unit. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai
Haugh Unit berarti semakin tebal albumin dan artinya kandungan
protein pun semakin tinggi sehingga fungsi telur sebagai penyedia
protein bagi manusia akan semakin terpenuhi.
B. Karantina Hewan
1. Karantina Hewan Pelabuhan
1.1. Instalasi Karantina Hewan (IKH)
Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disebut
Instalasi Karantina adalah suatu bangunan berikut peralatan dan
lahan serta sarana pendukung yang diperlukan sebagai tempat
untuk melakukan tindakan karantina (Karantina Pertanian, 2014).
Tindakan karantina yang dimaksud adalah tindakan
perkarantinaan yang dilakukan oleh petugas karantina, terdiri
dari 8 jenis, yaitu: pemeriksaan, pengasingan, pengamatan,
perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan.
Kedelapan jenis tindakan karantina tersebut dilakukan secara
bertahap dalam rangka pengaturan lalu-lintas hewan/ternak yang
masuk maupun keluar.
Tindakan pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui
kelengkapan dan kebenaran isi dokumen serta mendeteksi hama
dan penyakit hewan karantina. Dalam rangka pemeriksaan, demi
keperluan mendeteksi lebih lanjut terhadap hama dan penyakit
hewan karantina (HPHK), maka terhadap media pembawa dapat
dilakukan pengasingan untuk diadakan pengamatan. Apabila
dalam masa pengasingan dan pengamatan media pembawa
tertular atau diduga tertular HPHK maka diberi perlakuan agar
42
43
44
45
1.2. Laboratorium
Sebagai bentuk aplikasi tindakan pemeriksaan, maka
diperlukan laboratorium untuk dijadikan tempat pemeriksaan
guna mendeteksi HPHK dari media pembawa baik hewan maupun
bahan asal hewan. Laboratorium yang tersedia di karantina
pelabuhan ada 2 bagian yaitu laboratorium virologi dan
bakteriologi. Laboratorium virologi untuk pemeriksaan Rose
Bengal Test (RBT) brucellosis dan laboratorium bakteriologi untuk
pemeriksaan Total Plate Count (TPC). Kedua bagian laboratorium
tersebut ditujukan untuk kepentingan yang berbeda yaitu
laboratorium virologi untuk deteksi HPHK pada hewan dan
bakteriologi untuk deteksi HPHK pada bahan asal hewan.
Metode identifikasi HPHK di karantina pelabuhan memang
sangat sedikit sekali karena hanya 2 jenis pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan. Namun alasan keberadaan
dan kondisi laboratorium yang terbatas cukup menjadi jawaban
atas keadaan tersebut. Peralatan yang mampu disediakan di
laboratorium hanya mampu untuk mendeteksi brucellosis dan
TPC. Bahkan selama kegiatan koasistensi di karantina pelabuhan,
mahasiswa hanya ikut terlibat dalam kegiatan pemeriksaan RBT
brucellosis karena tidak dilakukannya pemeriksaan TPC.
Hasil dari pemeriksaan RBT yang dilakukan, tidak
ditemukan sampel serum darah sapi yang positif sehingga hewanhewan tersebut dapat dibebaskan untuk proses pengiriman.
Brucellosis merupakan penyakit hewan yang termasuk dalam
HPHK golongan II dan menular ke manusia (zoonosis) sehingga
sangat penting untuk dicegah penyebarannya. Ditambah lagi
dengan beberapa daerah di pulau Timor yang masih merupakan
daerah endemik brucellosis menjadikan alasan untuk
dilakukannya pemeriksaan HPHK tersebut di laboratorium
karantina.
Uji RBT yang dilakukan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali
untuk mendapatkan hasil yang akurat. Jika pada uji kedua tetap
positif maka dilanjutkan dengan uji Complemen Fixation Test (CFT)
untuk konfirmasi brucellosis. Namun karena uji CFT tidak dapat
dilakukan di laboratorium karantina maka akan dirujuk ke tempat
46
47
48
C. Dinas Peternakan
1. Kantor Dinas Peternakan
Beberapa kegiatan administratif yang dilakukan oleh dinas dan
memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah ijin usaha sarana
kesehatan ternak (termasuk depo obat hewan dan praktik dokter hewan)
dan pelayanan kesehatan hewan (pendataan penyakit dan
49
50
51
Juni 2014
- Tidak ada kejadian penyakit
52
Juli 2014
- Kec. Kelapa Lima: 1 kasus hog cholera, 2 kasus pneumonia
akut, 1 kasus scabies dan 1 kasus thelaziasis.
- Kec. Maulafa: 5 kasus pneumonia akut dan 7 kasus scabies.
- Kec. Alak: 1 kasus hog cholera.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
Agustus 2014
- Kec. Kelapa Lima: 1 kasus hog cholera, 4 kasus SE dan 1
kasus thelaziasis.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
September 2014
- Tidak ada kejadian penyakit.
Oktober 2014
- Tidak ada kejadian penyakit.
Nopember 2014
- Kec. Oebobo: 5 kasus hog cholera, 1 kasus ND dan 4 kasus
scabies.
- Kec. Kelapa Lima: 1 kasus ND dan 1 kasus pneumonia akut.
- Kec. Maulafa: 12 kasus scabies.
- Kec. Kota Lama: 1 kasus scabies.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
Desember 2014
- Kec. Oebobo: 4 kasus hog cholera.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
Januari 2015
- Tidak ada kejadian penyakit.
Februari 2015
- Kec. Alak: 49 kasus hog cholera.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
53
Maret 2015
- Kec. Alak: 12 kasus hog cholera.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
April 2015
- Kec. Kota Lama: 37 kasus hog cholera.
- Kec. Maulafa: 4 kasus scabies.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
Mei 2015
- Tidak ada kejadian penyakit.
Juni 2015
- Kec. Kelapa Lima: 3 kasus hog cholera.
- Kec. Maulafa: 1 kasus ND dan 1 kasus pneumonia akut.
- Kec. Alak: 3 kasus hog cholera.
- Kecamatan lain tidak ada kejadian penyakit.
Kelapa Lima
Maulafa
Kota Lama
Kota Raja
Alak
Grafik 1
54
Grafik 2
Kelapa Lima
Maulafa
Kota Lama
Kota Raja
Alak
Grafik 3
55
Grafik 4
Kelapa Lima
Maulafa
Kota Lama
Kota Raja
Alak
Grafik 5
56
Grafik 6
57
debu dan partikel-partikel kecil lainnya dapat terbawa angin dan terhirup
oleh hewan. Akhirnya kejadian tersebut dapat menyebabkan pneumonia
akut.
2. Rumah Potong Hewan (RPH)
2.1. Pemeriksaan antemortem dan postmortem
Hasil pemeriksaan terlampir pada bagian lampiran.
2.2. Penerapan kesejahteraan hewan (kesrawan)
Berdasarkan UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan, kesrawan adalah segala urusan yang
berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut
ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan
ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan orang yang
tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
Kesejahteraan hewan berkaitan erat dengan kesehatan hewan dan
keamanan pangan (asal hewan), sehingga penerapannya dalam
kegiatan pemotongan di RPH dirasa sangat perlu. Penerapan
prinsip kesejahteraan hewan di RPH adalah dalam rangka
menghasilkan produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal
(ASUH). Secara umum, prinsipnya adalah penerapan kesrawan
adalah untuk kesejahteraan manusia juga. Lima prinsip kesrawan
adalah:
Bebas dari rasa haus dan lapar
Bebas dari rasa takut dan stress
Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit
Bebas mengekspesikan tingkah laku alami
Bebas dari ketidaknyamanan fisik dan suhu udara
Kesrawan di RPH dilakukan di tempat penerimaan hewan,
tempat penampungan/pengistirahatan, pada saat penggiringan
hewan, pada saat perobohan/pemingsanan hewan dan pada saat
penyembelihan hewan. Berikut perlakuan standar kesrawan di
RPH yang telah ditetapkan dan perbandingan/penilaiannya
terhadap penerapannya di RPH Oeba. Pemberian tanda () berarti
telah diterapkan, dan pemberian tanda () berarti belum
diterapkan.
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
Gambar. Hatschekia sp. (kiri), Lepeoptheirus sp. (kanan atas) dan Haliotrema sp. (kanan bawah)
pada ikan kerapu
74
Gambar. Octolasmis sp. (kiri) dan Octolasmis lowei (kanan) pada lobster
Gambar. Octolasmis angulata (kiri) dan Octolasmis cor (kanan) pada kepiting
75
Jenis-jenis HPIK parasit pada stasiun karantina ikan Kupang adalah Argulus
sp., Trichodina sp. dan Dactylogyrus sp.. Oleh karena itu, sampel ikan/produk
perikanan yang telah dilakukan pemeriksaan parasit tersebut dapat
dibebaskan untuk dilalu-lintaskan.
E. Penyuluhan Kesmavet
Segala kegiatan koasistensi Kesmavet yang telah dilakukan baik di
laboratorium FKH maupun instansi-instansi adalah bentuk partisipasi dalam
upaya menjalankan tugas dan fungsi Kesmavet yaitu menjamin keamanan dan
kualitas produk-produk peternakan, serta mencegah terjadinya resiko bahaya
akibat penyakit hewan/zoonosis dalam rangka menjamin kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
Kesmavet memiliki ruang lingkup yang berguna untuk mengatur dan
membatasi tindakan Kesmavet yang dilakukan. Ruang lingkup tugas dang
fungsi Kesmavet adalah administrasi dan konsultasi, pencegahan penyakit
zoonotik, higiene makanan, riset dan penyidikan penyakit hewan dan
zoonosis, serta pendidikan kesmavet.
Keseluruhan ruang lingkup Kesmavet memiliki kepentingan masingmasing dan saling melengkapi demi terwujudnya tugas dan fungsi kesmavet,
namun item yang terakhir yaitu pendidikan Kesmavet mendapat perhatian
khusus dalam praktik Kesmavet selama ini. Pendidikan Kesmavet adalah
upaya pelaku-pelaku bidang Kesmavet (dokter hewan dan teknisi lainnya)
untuk mengkomunikasikan perihal segala kegiatan Kesmavet (termasuk yang
telah dilakukan dalam ruang lingkup Kesmavet yang lain) kepada masyarakat.
Tanpa pendidikan Kesmavet, semua usaha yang dilakukan tentunya akan siasia karena masyarakat sebagai tujuan utama tidak dapat tersentuh. Aplikasi
pendidikan Kesmavet dapat terlaksana dalam berbagai bentuk, seperti
melakukan penyuluhan/pengabdian langsung kepada masyarakat,
penyaluran informasi melalui media cetak atau elektronik, himbauan lewat
papan informasi publik, dan lain-lain.
Sebagai wujud dari aplikasi pendidikan Kesmavet tersebutlah, maka
mahasiswa melakukan penyuluhan langsung kepada masyarakat mengenai
isu Kesmavet. Rincian kegiatan penyuluhan tersebut adalah sebagai berikut:
Tempat
: RT 31, Desa Taklale, Kupang Timur
Hari/Tanggal
: Minggu, 16 Agustus 2015
Tema
: Penyakit Menular Strategis pada Ternak dalam
Kaitannya dengan Kesehatan Masyarakat Veteriner
76
Peserta
Moderator
Presentator
: 10 orang
: Prima Haba Ora, S.KH
: Robynson Y. Dimu, S.KH dan Ricky M.L. Sine, S.KH
77
78
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Kalangan akademisi dan lembaga pendidikan berperan penting dalam
pengawasan keamanan pangan asal hewan yang beredar di pasar melalui
penelitian dan pengujian-pengujian laboratorium. Sedangkan Dinas
Peternakan, Karantina Hewan dan Karantina Ikan sebagai instansi yang
berhubungan langsung dengan teknis Kesmavet berperan dalam mencegah
penularan dan penyebaran penyakit zoonosis melalui hewan maupun bahan
asal hewan. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama serta kerja maksimal
dari berbagai pihak baik kalangan akademisi, Dinas Peternakan, Karantina
Hewan maupun Karantina Ikan dalam upaya mewujudnyatakan tugas dan
fungsi Kesmavet agar dampak yang dirasakan oleh masyarakat veteriner
berefek maksimal. Selain itu, dukungan masyarakat pun penting agar terjadi
hubungan timbal balik yang seimbang sehingga usaha untuk menjalankan
tugas dan fungsi Kesmavet oleh pihak berwenang tidak menjadi semakin
susah.
B.
Saran
Perlu adanya komunikasi yang lebih baik antara pihak kampus
dengan penyelenggara koasistensi di lapangan agar kegiatan koasistensi
mahasiswa di lapangan dapat dipahami sepenuhnya oleh pembimbing di
instansi terkait. Hal ini penting agar kegiatan mahasiswa di lapangan bisa
lebih terarah.
79
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2000, Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan
Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan, SNI 01-63662000, Badan Standardisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2008, Telur ayam konsumsi, SNI 3926:2008, Badan
Standardisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
BKIPM. 2011, Sejarah Badan Karantina Ikan, Pengedalian Mutu dan Keamanan
Hasil
Perikanan,
diakses
pada
3
September
2015,
<http://bkipm.kkp.go.id/bkipmnew/profil>
de Haas, Y., Veerkamp, R.F., Barkema, H.W., Grohn, Y.T., and Schukken, Y.H. 2004,
Associations Between Pathogen Specific Cases of Clinical Mastitis and
Somatic Cell Count Patterns, Journal of Dairy Science, 87:95105.
Detha, A.I.R., Wuri, D.A. dan Kallau, N.H.G. 2015, Buku Panduan Koasistensi
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH Undana, Kupang.
Forest, J.C., Aberle, E.D. Hedrick, H.B., Judge, M.D. and Markell, R.A. 1975, Principle
of Meat Science, W.H. Freman and Co, San Fransisco, USA.
Green, M.J., Green, L.E., Schukken, Y.H., Bradley, A.J., Peeler, E.J., Barkema, H.W., de
Haas, Y., Collis, V.J., and Medley, G.F. 2004, Somatic Cell Count Distributions
During Lactation Predict Clinical Mastitis, Journal of Dairy Science, 87:
12561264.
Hadiwiyoto, S. 1994, Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya (Teori dan
Praktek), Liberty, Yogyakarta.
Karantina Pertanian. 2014, Definisi IKH, diakses pada 2 September 2015,
<karantinapertanian.go.id/ikh/media.php>
Lawrie, R.A. 1995, Ilmu Daging Edisi Kelima. Penerjemah Aminuddin Parakkasi,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Menteri Pertanian. 2010, Permentan RI No. 13 tahun 2010 tentang Persyaratan
Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting
Plant), Kementan RI, Jakarta.
80
81
82