Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina
pada mata tanpa akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah
daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan penambahan tebal
dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus di retina.1-4
Miopia dapat terjadi karena ukuran bola mata yang relatif panjang atau
karena indeks bias media yang tinggi. Penyebab utamanya adalah genetik, namun
faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi seperti kekurangan gizi dan vitamin,
dan membaca serta bekerja dengan jarak terlalu dekat dan waktu lama dapat
menyebabkan miopia. Penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus yang tidak
terkontrol, katarak jenis tetentu, obat anti hipertensi serta obat-obatan tertentu dapat
mempengaruhi kekuatan refraksi dari lensa yang dapat menimbulkan miopi.5,6
Kelainan ini banyak ditemukan pada anak-anak, maupun dewasa.
Prevalensi penderita miopia di negara Amerika Serikat dan Eropa adalah sekitar
40-60% tetapi di asia prevalensinya mencapai 70 90 %, dan angka rata-ratanya
meningkat di seluruh kelompok etnik.5
Choroidal Neovascularization (CNV) adalah pertumbuhan pembuluh darah
abnormal dan disertai oleh infiltrat seluler yang berasal dari koroid, yang
membentang melalui membran Bruch untuk berproliferasi di bawah retina, epitel
pigmen retina, atau keduanya. Ini adalah proses tahap akhir yang umum
menyebabkan kehilangan penglihatan berat pada sejumlah penyakit mata yang
berbeda. Beberapa kondisi lain yang terkait dengan CNV termasuk peradangan
intraokular, angioid streak, pecah koroidal, miopia patologis, bekas luka
chorioretinal, atau distrofi chorioretinal.7,8
Di Amerika, prevalensi CNV berhubungan dengan degenerasi makula
terkait usia (ARMD) adalah 1.2%, pada orang dewasa berusia 43-86 tahun. Miopia
adalah penyebab paling umum kedua dari CNV di Amerika Serikat dan Eropa.
CNV diperkirakan terjadi pada 5-10% dari penderita miopia, 60-75% di antaranya
adalah subfoveal.7
Meskipun penyebab yang berbeda, teknik untuk diagnosis dan pengobatan
adalah sama untuk CNV. Penting dalam manajemen pasien adalah pemahaman
yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip angiografi mata untuk menegakkan
diagnosis, mengkategorikan proses penyakit yang mendasari, dan strategi
manajemen. Baru-baru ini, terapi fotodinamik (PDT) menggunakan verteporfin
telah efektif untuk beberapa jenis CNV dalam uji klinis acak. 9,10
Penyelidikan lebih lanjut dari teknik pengobatan termasuk studi pilot
menggunakan photocoagulation laser, terapi fotodinamik (PDT), operasi dan terapi
farmakologi. Semua penelitian ini masih dalam tahap awal dan untuk menangani
pasien mengikut standar profesi adalah penting untuk menguasai kompetensi yang
tersedia.9,10
II. TUJUAN
Refarat Miopi Choroidal Neovascularization (CNV) ini disusun untuk:
1. Menjelaskan kepada pembaca tentang pengertian, penyebab, pengangan,
dan pencegahan miopi CNV
2. Memberikan pengetahuan tentang miopi CNV kepada penulis
3. Untuk memenuhi persayaratan kepaniteraan klinik madya di bagian Ilmu
Kesehatan Mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
avaskular, tidak berwarna dan hampir transparan sempurna. Retina adalah selembar
tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis pada dinding posterior bola
mata. 1-3
Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil, kemudian
difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina. Fotoreseptor pada
retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata, kemudian mengirimkan
sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf optik. Semua bagian tersebut harus
bekerja simultan untuk dapat melihat suatu objek.1-3
Berkas cahaya akan berbelok/berbias (mengalami refraksi) apabila
berjalan dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan yang berbeda kecuali
apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus permukaan.1-3
II.
MIOPIA
Miopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina
pada mata tanpa akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah
daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan penambahan tebal
dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus di retina.
Secara klinik berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata,
maka miopia dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu miopia simplek dan miopia
patologik. Pada miopia simplek tidak ditemukan kelainan patologik fundus, akan
tetapi dapat disertai kelainan fundus yang ringan. Biasanya tidak terjadi perubahan
organik, tajam penglihatan dengan koreksi yang sesuai dapart menjadi normal.
Berat kelainan refraktif kurang dari 6 D, dapat juga disebut miopia fisiologi.3
Miopia patologik dapat juga disebut miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif. Tanda-tanda miopia ini adalah adanya progresifitas kelainan
fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini
sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dengan waktu yang
relatif
dioptri, miopia sedang antara 3-6 dioptri dan miopia berat atau tinggi apabila lebih
besar dari 6 dioptri.1
Menurut perjalanan miopia dikenal dalam bentuk miopia stasioner, miopia
progresif dan miopia maligna atau miopia degeneratif. Miopia stasioner adalah
miopia yang menetap setelah dewasa atau tidak ada penambahan ukuran lensa
negatif seiring dengan bertambahnya usia setelah dewasa. Miopia progresif adalah
miopia yang terjadi penambahan terus-menerus ukuran lensa negatif pada usia
dewasa, akibat bertambah panjangnya sumbu bola mata. Miopia maligna atau
miopia degeneratif adalah miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan. Biasanya terjadi bila miopia lebih dari
6 dioptri disertai dengan kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya
atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi koroid (CNV). Pada
miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
atrofi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf
optik.1
III.
NEOVASKULARISASI KOROID
A. Anatomi dan Fisiologi Koroid
Koroid merupakan bagian traktus uvea paling posterior yang menutrisi retina
bagian luar. Ketebalannya sekitar 0,25 mm dan terdiri atas tiga lapisan yaitu
koriokapiler yang paling dalam, pembuluh kecil bagian tengah dan pembuluh besar
bagian luar. Koroid terbentang dari diskus optik sampai ora serrata.9
Struktur koroid tipis halus, berupa lapisan berwarna coklat melapisi sklera
bagian dalam dan memiliki banyak vaskularisasi. Permukaan dalam koroid halus,
melekat erat pada pigmen retina, sedangkan permukaan luarnya kasar dan melekat
erat pada saraf optik dan tempat dimana arteri siliaris posterior dan nervus siliaris
memasuki bola mata, juga melekat pada tempat keluar keempat vena vortex.9
Lamina suprakoroid merupakan bagian ini merupakan suatu membran tipis
dengan serat kolagen yang padat, melanosit dan fibroblast. Bagian ini
bersambungan dibagian anterior dengan lamina suprasiliaris. Antara membran ini
dan sklera terdapat suatu ruang potensial yang disebut suprachoroidal space. Di
dalam ruangan suprachoroidal space ini dapat ditemukan arteri dan nervus siliaris
posterior longus dan brevis.9
Stroma koroid adalah bagian mengandung jaringan kolagen dengan beberapa
jaringan elastik dan serat retikulum. Bagian ini juga mengandung sel-sel pigmen
dan sel-sel plasma. Pada lapisan ini, penyusun utamanya juga terdiri dari tiga lapis
yaitu: (i) lapisan pembuluh darah besar (Hallers layer), (ii) lapisan pembuluh darah
sedang (Sattlers layer) dan (iii) lapisan koriokapilaris.9
Ketiga lapisan pembuluh darah tersebut diatas disuplai oleh arteri dan vena.
Arterinya berasal dari cabang arteri posterior brevis yang berjalan ke anterior.
Venanya lebih besar dan bergabung dengan vena verticose yang kemudian
menembus sklera dan bergabung dengan vena-vena ophthalmikus. Lapisan
koriokapiler memiliki dinding pembuluh darah tipis dan mengandung fenestra
multiple, terutama pada permukaan yang menghadap retina. Kapiler juga
mengandung jaringan ikat yang mengandung melanosit dan densitas kapiler
terbanyak dan terbesar terdapat di daerah makula.9
Membrane Bruchs, lapisan terdalam koroid adalah membran Bruchs,
berasal dari fusi antara membran basalis RPE dan koriokapiler. Membran ini
dimulai dari diskus optic sampai oraserata. Pada pemeriksaan ultrastruktural terdiri
atas lima lapisan dari luar ke dalam yaitu, membran basalis koriokapiler, lapisan
serat kolagen luar, jaringan serat elastik, lapisan serat kolagen dalam dan lamina
basalis RPE.10
Perdarahan koroid berasal dari tiga arteri dan vena yaitu:10
1. Arteri siliaris posterior brevis muncul menjadi dua cabang dari arteri
oftalmika, masing-masing cabang terbagi menjadi 10-20 cabang yang
menembus sklera di sekitar saraf optik dan mensuplai darah koroid secara
segmental.
2. Arteri siliaris posterior dibagi menjadi dua bagian, nasal dan temporal.
Pembuluh darah ini menembus sklera dengan cara melintang di sisi
medial dan lateral dari saraf optik dan berjalan ke depan ruang
subaraknoid mencapai otot siliris tanpa percabangan. Pada ujungnya
berakhir di otot siliaris dan beranastomosis dengan arteri siliaris anterior
dan memberikan pasokan darah bagi korpus siliaris.
3. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang arteri otot mata,
jumlahnya ada 7, 2 masing-masing dari arteri rektus superior, rektus
inferior, dan otot rektus medial dan saru dari rektus lateralis. Arteri ini
menembus anterior episklera dan memberikan cabang ke sklera, limbus,
konjungtiva, dan akhirnya menembus sklera dekat limbus untuk
memasuki otot siliaris. Pada bagian akhir ini beranastomosis dengan dua
arteri siliaris posterior longus untuk membentuk sirkulus arteri mayor dan
menyuplai prosesus siliaris. Cabang-cabang dari sirkulus ini secara radial
melewati pinggiran pupil dan beranastomose satu sama lainnya menjadi
sirkulus arteri minor.
4. Drainase vena, vena-vena kecil mengalir dari iris, korpus siliaris, dan
koroid bergabung membentuk vena vorteks. Vena vorteks ini terbagi
menjadi empat yaitu superior temporal, inferior temporal, superior nasal,
dan inferior nasal. Pembuluh vena ini menembus sklera di belakang
ekuator dan mengalir ke vena oftalmika superior dan inferior yang dimana
akan mengalir ke sinus kavernosus.
C. Epidemiologi
a) CNV klasik
b) CNV Occult
dan
perubahan
ini
dapat
dideteksi
dan
dievaluasi
dengan
menunjukkan
hyperfluorescence
segera
setelah
munculnya
diberi
pewarna. Dalam pola ingrowth pembuluh darah ini, pembuluh darah sendiri sering
dapat mudah divisualisasikan selama fase awal angiogram. Pembuluh darah ini
menunjukkan kebocoran yang menonjol selama angiogram, dan pembuluh darah
sering dikaburkan oleh fluorescein diatasnya yang telah bocor dari pembuluh
darahnya sendiri. Pola topografi dan temporal mendefinisikan CNV klasik. Dalam
klasik
CNV
ada
hyperfluorescence
awal
dengan
kebocoran
pada
akhirnya. Pembuluh darah di klasik CNV dapat muncul sebagai "brush" atau
"cartwheel" di awal angiogram. Pola ini sebagai komponen murni terlihat hanya
sekitar 10% dari pasien dengan AMD tetapi dalam proporsi yang jauh lebih tinggi
dari pasien dengan penyebab lain dari CNV.11
Mengubah ingrowth fibrovascular dengan intervensi jaringan mengubah
penampilan fluorescein dari lesi, dalam lesi tersebut kita dapat mengamati
karakteristik fluorescein dari pembuluh darah secara tidak langsung. Karena kita
tidak melihat pembuluh darah secara langsung tetapi, sebaliknya, menyimpulkan
kehadiran mereka melalui efek tidak langsung, jenis CNV ini disebut okultisme
CNV. Ada dua jenis angiografik fluorescein dari okultisme CNV, dan diferensiasi
tergantung pada elevasi relatif dari lesi yang bocor. Fibrovascular ingrowth
menyebabkan elevasi RPE, menghasilkan fibrovascular PED. Setelah suntikan
fluorescein, fluoresensi dalam fibrovascular PED secara perlahan meningkat,
seringkali dengan cara yang heterogen. Retensi pewarna dalam fibrovascular PED
akhir angiogram mengarah kepenampilan pewarnaan. Kebocoran dari fibrovascular
PED dapat mengakibatkan munculnya hypofluorescence internal elevasi ke
fibrovascular, dan ke ruang subretinal, atau bahkan ke dalam retina. Kebocoran ini
dapat mengaburkan margin luar fibrovascular PED. Bentuk kedua dari okultisme
CNV disebut kebocoran lambat yang sumber susah ditentukan. Dalam bentuk
okultisme CNV, ada sedikit atau langsung tidak ada hyperfluorescence awal dan
kebocoran yang berasal dari daerah yang sudah ditentukan buruk pada
angiogram. Kebocoran yang lambat dengan sumber yang susah ditentukan tidak
meningkat, seperti sebuah PED fibrovascular.11
E. Etiologi
Terdapat banyak penyakit dan kondisi yang bisa menyebabkan CNV.
Antaranya adalah:8
a) Kondisi Degeneratif
ARMD
Myopia
Angioid streaks
F. Patofisiologi
Mekanisme CNV tidak dipahami dengan baik. Hampir setiap proses
patologis yang melibatkan RPE dan kerusakan membran Bruch dapat menjadi
CNV. CNV dapat dianggap sebagai respon penyembuhan luka yang disebabkan dari
RPE. Suatu protein yang berasal dari RPE, pigmen epitel derived factor (PEDF),
ditemukan memiliki efek penghambatan pada okular neovaskularisasi. Peptida lain,
vascular endothelial growth factor (VEGF), adalah yamg sebagai faktor angiogenik
okular.12
Keseimbangan antara faktor antiangiogenik (misalnya, PEDF) dan faktor
angiogenik (misalnya, VEGF) adalah berspekulasi untuk menentukan pertumbuhan
CNV. Penyebab upregulation VEGF pada CNV masih belum jelas. VEGF
upregulation diketahui terjadi akibat hipoksia, glukosa dan protein c-kinase aktivasi
yang tinggi, produk akhir glikasi lanjut, spesies oksigen reaktif, onkogen yang
diaktifkan, dan berbagai sitokin.12
VEGF secara temporal dan spasial dikaitkan dengan perkembangan CNV.
Spesimen histopatologi diperoleh dari operasi submacular mengungkapkan adanya
VEGF pada CNV. Selain itu, beberapa peneliti telah mendorong pembentukan CNV
pada model binatang dengan meningkatkan ekspresi VEGF. Setelah dilepaskan,
VEGF berikatan dengan reseptor tirosin kinase dalam sel endotel mengaktifkan
beberapa jalur transduksi sinyal. Aktivasi VEGF menginduksi permeabilitas
pembuluh darah, proliferasi sel endotel, dan migrasi sel. Produk akhir adalah
pembentukan jaringan pembuluh baru.13
Sebagai pembuluh darah choroidal baru tumbuh, mereka dapat masuk ke
dalam ruang sub - RPE (Gass tipe 1) atau ke dalam ruang subretinal (Gass tipe 2).
Lokasi, pola pertumbuhan, dan jenis (1 atau 2) CNV tergantung pada usia pasien
dan penyakit yang mendasarinya. Perdarahan dan eksudasi terjadi dengan
pertumbuhan lebih lanjut, akuntansi untuk gejala visual.13
Perubahan patologis mendasar dalam CNV adalah invasi pembuluh darah
melalui bagian luar membran Bruch. Seiring dengan invasi pembuluh darah,
biasanya
ada
proporsi
berbagai
sel
inflamasi
termasuk
limfosit
dan
sekitar
CNV
mungkin
menunjukkan
hiperplasia
dan
metaplasia
berserat. Pencampuran
elemen-elemen
jaringan
menghasilkan
bekas
luka
fibrocellular dikenal sebagai bekas luka disciform. Bagian dalam dari bekas luka
secara karakteristik kurang vaskular dibandingkan bagian terluar. Serous,
serosanguineous, atau detachment retina hemoragik mungkin terjadi. Eksudasi
cairan kronis biasanya disertai dengan pengendapan bahan subretinal kekuningan
disebut sebagai lipid. Bahan ini mungkin terdiri dari lipid dan lipoprotein dan
tampaknya menumpuk, karena fase berair eksudasi yang diserap lebih cepat dari
lipid dan lipoprotein, ia dikeluarkan dari ruang subretinal melalui mekanisme
transportasi yang berbeda.14
Disciform Scar
Dengan perjalanan waktu, terjadi eksudasi, perdarahan, proliferasi
pembuluh adarah, hiperplasia sel REP, serta invasi fibroblast secara terus menerus
sehingga bekas luka yang cukup besar bisa terbentuk di daerah makula. Kadangkadang bekas luka menjadi putih dan berserat dalam penampilan, yang hampir
sepenuhnya tanpa terlihat pembuluh darah. Ini adalah manifestasi stadium akhir
khas, yang disebut sebagai bekas luka disciform, meskipun studi tertentu telah
menggunakan
definisi
yang
sedikit
berbeda
berdasarkan
fluorescein
Manifestasi Okuler
Pembuluh darah yang invasi menyebabkan efek visual yang signifikan
melalui
berbagai
mekanisme. Kehadiran
fisik
pembuluh
darah
abnormal
Pendarahan subretinal
Cairan subretinal
Eksudasi lipid
Detachment epitel pigmen retina
Fibrosis subretina (disciform scar)
I. Faktor Resiko
Faktor resiko sistemik bervariasi dengan penyebab CNV. Pasien dengan
angioid streak biasanya memiliki penyebab predisposisi, yang paling umum adalah
elasticum Pseudoxanthoma. Mereka dengan lesi inflamasi pada mata mungkin
memiliki kondisi sistemik umum. Interaksi antara faktor-faktor risiko sistemik dan
CNV telah dipelajari kebanyakan pada pasien dengan ARMD. Menariknya, banyak
dari studi ARMD diidentifikasi faktor-faktor risiko yang berbeda tergantung pada
populasi diteliti. Salah satu faktor risiko umum untuk kebanyakan studi untuk
pengembangan CNV di ARMD adalah merokok. Faktor risiko lain yang
diidentifikasi
dalam
beberapa
penelitian
termasuk
hipertensi
dan
J. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa CNV dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara
autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika,
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya,
maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.15
A) Test Laboratorium
Tidak dilakukan secara rutin, hanya dilakukan jika ada kondisi tertentu seperti
pseudoxantoma elasticum.15
B)
Pencitraan
berbatas
tegas,
dan
kebocorannya
terlambat
(menutupi
CNV
Sebuah lesi, baik ditandai atau buruk ditandai, yang meningkat padat dan
hyperfluoresces tidak teratur dengan derajat yang berbeda - fibrovascular
Indocyanine Green Angiografi (ICG) memiliki daya serap puncak dan fluoresensi
dalam kisaran inframerah dekat, yang memungkinkan visualisasi Choroidal
patologi melalui cairan serosanguineous, pigmen, atau lapisan tipis perdarahan
yang biasanya menghalangi visualisasi selama FA.15
Karena ICG terikat erat pada protein plasma, sehingga pewarna susah lolos dari
sirkulasi Choroidal, memungkinkan definisi yang lebih baik dari pembuluh darah
choroidal yang patologik.
Optikal Koheran Tomografi (OCT) merupakan suatu teknik pencitraan diagnostik
medis yang memanfaatkan fotonik (photonics) dan serat optik untuk mendapatkan
gambar dan karakterisasi jaringan mata. Pada tomografi baru ini, saraf optik dan
struktur
retina digambarkan
pada
tingkat
resolusi
yang
sangat
tinggi.
Lapisan anatomi retina dapat dibedakan dan ketebalan retina dapat diukur.15
bekerja
sebagai
antagonis
angiogenesis
dan
anti-VEGF
adalah
beban
injeksi.
Kebanyakan
pasien
b.
c.
d.
e.
f.
N. Komplikasi
Prognosis
CNV merupakan salah satu manifestasi dari beberapa kondisi mata yang
BAB III
KESIMPULAN
Koroidal
Neovaskularisasi
(CNV)
merupakan
suatu
pembentukkan
pembuluh darah abnormal yang berasal dari koroid dan pecah melalui membrane
Brunch ke dalam epitelium pigmen sub-retina atau sub-retinal space. Kondisi
berlaku karena berbagai punca, salah satunya adalah degenerative makula yang
berkaitan dengan usia dan ada juga idiopatik.
Pasien bisa mencegah situasi ini dengan mengambik multivitamin dan
multimineral yang mengandungi anti-oksidan dan mineral zink.Ini terutamanya
dapat membantu pada penderita yang menderita ARMD, sehingga tidak jatuh
kepada tipe basah dari ARMD.
Ada beberapa metode yang digunakan mendiagnosa kondisi ini, dengan
bantuan alat mahupun tanpa bantuan alat. Suatu anamnesa yang lengkap harus
diambil untuk melihat manifestasi klinis dari kondisi ini seperti kehilangan visus
tanpa nyeri, metamorphosia, parasentral atau scotoma sentral dan perubahan dalam
ukuran pandangan. Selain itu pemerikasaan fisik mata dan pemeriksaan penunjang
dengan fluorescein angiography, indocyanine angiografi hijau, dan optikal koheran
tomografi (OCT).
Mekanisme CNV tidak dipahami dengan baik. Hampir setiap proses
patologis yang melibatkan RPE dan kerusakan membran Bruch dapat menjadi
CNV. Peptida lain, faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), adalah yang
berperan sebagai faktor angiogenik okular.
Terapi yang diberikan pada CNV bisa berupa farmakologi dan nonfarmakologi. Contoh terapi farmakologi adalah terapi anti-VEGF.Contoh terapi
non-farmakologi adalah surgical misalnya eksisi bedah subfoveal dan translokasi.
Namun begitu komplikasi pasca terapi adalah sangat tinggi sehingga mencegah
sebelum terjadinya CNV adalah yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Ilyas, Sidarta. dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. FK UI. hal 5-6. 2000.
4.
5.
6.
interventions-
Tips
from
Other
Journals-Myopia
treatment.
www.goglee.com/myopia.htm.
7.
117,170
American Academy of Ophthalmology. Fundamentals and Principals of
10.
p551,554
11.
Jackson, Timothy L. Moorfields Manual of Ophtalmology. Edisi 1. China:
12.
13.
p.225-227
American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreous. Section 4.
Elsevier. 2010.p522-528
16. Myron Yanoff, Yanof and Duker Opthalmologhy. China: Elsevier. 2009.
17.
p651-656
Richard F. Spaide. 2009. Choroidal Neovascularization. 31 December 2010
[ Available from
http://medtextfree.wordpress.com/3010/12/31/chapter-124-
choroidal-neovascularization]