You are on page 1of 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kajian Terdahulu
Penelitian yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat

Beli Konsumen Handphone Merek BlackBerry pada dasarnya mengarahkan


pada beberapa penelitian sebelumnya yang juga meneliti pada variabel yang sama.
Penelitian yang dilakukan oleh Rizky Amalina Bachriansyah, (2011),
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Daya Tarik Iklan, dan Persepsi Harga
Terhadap Minat Beli Konsumen pada Produk Ponsel Nokia (Studi Kasus pada
Masyarakat di Kota Semarang) dengan kesimpulan akhir bahwa dari masingmasing variabel yang paling berpengaruh adalah variabel daya tarik iklan dengan
koefisien regresi sebesar 0,339, lalu variabel persepsi harga dengan koefisien
regresi sebesar 0,265. Sedangkan variabel yang berpengaruh paling rendah adalah
kualitas produk dengan koefisien regresi sebesar 0,262. Model persamaan ini
memiliki nilai F hitung sebesar 47,692 dan dengan tingkat signifikansi 0,000.
Dimana F hitung lebih besar dari F tabel (3,09) dan dengan tingkat signifikansi
yang lebih kecil dari (0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa variabel
independen dalam penelitian ini berpengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen yaitu minat beli.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Nur Ida Irani, (2011),
Pengaruh Dimensi Brand Equity (Ekuitas Merek) Terhadap Keputusan
Pembelian Kartu Telepon Seluler Telkomsel di Kota Malang dengan kesimpulan
akhir bahwa hasil pengujian secara simultan yaitu antara variabel bebas yaitu
kesadaran merek, kesan kualitas, asosiasi merek, dan loyalitas merek terhadap
variabel terikat yaitu keputusan pembelian bersama-sama terdapat pengaruh
signifikan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Susanti, (2011), Gaya
Hidup Pengguna Telepon Seluler BlackBerry dengan hasil akhir bahwa gaya
hidup (aktivitas, ketertarikan dan pendapat) dapat dipercaya, variabel aktivitas
49

(X1), Ketertarikan (X2), dan Pendapat (X3) masing-masing 0,692, 0,691 dan 0,661
menunjukkan hasil uji Reliabel.
2.1

Kualitas Produk

2.2.1 Pengertian Kualitas Produk


Menurut Tjiptono (2001) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berpengaruh dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang
memenuhi/melebihi harapan. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan
untuk digunakan konsumen guna untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan
kepuasannya.
Menurut Kotler dan Armstrong (2004) Kualitas produk adalah the ability
of a product to perform its functions, it includes the products overall durability,
reability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes.
Yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya,
hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan
pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.
2.2.2 Dimensi Kualitas Produk
Dimensi kualitas produk menurut Fandy Tjiptono (2008:25) mengemukakan,
bahwa kualitas produk memiliki beberapa dimensi antara lain :
1.

Kinerja (Performance) merupakan karakteristik operasi dan produk inti (core


produk) yang dibeli. Misalnya kecepatan, kemudahan dan kenyamanan dalam
penggunaan.

2.

Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder


atau pelengkap.

3.

Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to Spesification) yaitu sejauh


mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar
karakteristik operasional.

50

4.

Keandalan (Realibility) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan


atau gagal pakai. Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar
karakteristik operasional.

5.

Daya tahan (Durability) berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan. Dimensi ini mencangkup umur teknis maupun umur
ekonomis.

6.

Estetika (Esthetica) yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya
keindahan desain produk, keunikan model produk, dan kombinasi.

7.

Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality) merupakan persepsi


konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk.
Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau ciri-ciri
produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari
aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan, maupun negara
pembuatnya.

8.

Dimensi kemudahan perbaikan (Servicebility) meliputi kecepatan, kemudahan,


penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak
terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga
purna jual yang mencangkup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen
yang dibutuhkan.
Dimensi kualitas produk yang di jelaskan oleh Garvin dalam Istijanto (2007),

merupakan aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas suatu produk dalam


memberi suatu manfaat atau nilai bagi pembeli dan akan menjadi sebuah daya
tarik dari sebuah produk itu sendiri. Apabila suatu produk dibuat sesuai dengan
dimensi kualitas produk yang dijelaskan oleh Garvin dalam Istijanto (2007), maka
akan mempengaruhi minat konsumen untuk membeli dan diperkuat lagi oleh
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Budiyono (2004), dari hasil yang di
peroleh adalah dapat dikatakan bahwa mutu (kualitas) produk berpengaruh positif
terhadap minat beli konsumen. Jadi perhatian yang lebih terhadap kualitas produk
tersebut dapat mempengaruhi minat beli konsumen.

51

2.2.3 Karakteristik Produk yang Diinginkan Konsumen


Pada

umumnya

konsumen

menginginkan

produk

yang

memiliki

karakteristik lebih cepat (faster), lebih murah (cbeaper) dan lebih baik (better).
Dalam hal ini terdapat tiga dimensi yang perlu diperhatikan, yaitu dimensi waktu,
dimensi biaya, dan dimensi kualitas Vincent Gaspersz (2008,118-119).
1.

Karakteristik lebih cepat (faster) berkaitan dengan dimensi waktu yang


menggambarkan kecepatan dan kemudahan atau kenyamanan untuk
memperoleh produk itu.

2.

Karakteristik lebih murah (cheaper) berkaitan dengan dimensi biaya yang


menggambarkan harga atau ongkos dari suatu produk yang harus dibayar oleh
konsumen.

3.

Karakteristik lebih baik (better) berkaitan dengan dimensi kualitas produk


yang dalam hal ini paling sulit untuk digambarkan secara tepat. Namun
beberapa pendekatan berikut akan berguna untuk memahami ekspektasi
konsumen yang berkaitan dengan kualitas produk (barang dan/atau jasa).

2.2

Ekuitas Merek

2.3.1 Pengertian Ekuitas Merek


Pengertian ekuitas merek menurut David Aaker yang dikutip oleh Tjiptono
(2005:38) adalah sebagai berikut: Ekuitas merek adalah serangkaian aset dan
kewajiban merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada
perusahaan dan atau pelanggan perusahaan tersebut. Agar aset dan liabilitas
mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan
dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap
nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi
dasar brand equity akan berubah pula.
Selanjutnya menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2009 : 263)
ekuitas merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan
jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan

52

bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.
Menurut Herry Achmad Buchory dan Djaslim Saldin (2010 : 130) Ekuitas
merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini
tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa dan bertindak terhadap merek,
harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek
merupakan aset tak berwujud yang penting yang memiliki nilai psikologis dan
keuangan bagi perusahaan.
Menurut Aaker dalam jurnal Sri Hartini (2012), bahwa produk yang
memiliki brand equity yang kuat dapat mempengaruhi niat (minat) untuk membeli
ulang, dan Aaker juga mengemukakan bahwa brand equity (yang dibentuk oleh
dimensi-dimensi brand equity yaitu brand awareness, brand association,
perceived quality, dan loyalty) dapat mempengaruhi keinginan membeli ulang.
Sedangkan menurut Assael (2001) niat untuk membeli (dalam hal ini
adalah niat membeli ulang) adalah tendensi konsumen untuk melakukan tindakan
terhadap suatu obyek. Brand Equity yang kuat akan mendapat persepsi yang
bagus dari konsumen serta membentuk pengetahuan merek yang melekat dalam
pikiran konsumen yang mempengaruhi niat beli ulang pada konsumen jika ada
produk baru yang dikeluarkan oleh merek.
2.3.2 Dimensi Brand equity (Ekuitas merek)
Menurut David. A. Aaker dalam buku Darmadi Durianto, Sugiarto dan
Tony Sitinjak (2004 : 4), brand equity dapat dikelompokkan ke dalam lima
kategori, yaitu :
1.

Brand awareness (kesadaran merek), menunjukkan kesanggupan seorang


calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

2.

Brand association (asosiasi merek), mencerminkan pencitraan suatu merek


terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup,
manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.

53

3.

Perceived quality (persepsi kualitas), mencerminkan persepsi pelanggan


terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

4.

Brand loyalty (loyalitas merek), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen


dengan suatu merek produk.

5.

Other proprietary brand assets (Aset-aset merek lainnya). Aset-aset merek


lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset itu menghalangi dan mencegah
para kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Aset-aset merek lainnya
seperti hak paten, cap dagang, dan saluran hubungan, rahasia teknologi,
rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok/pasar, dan lain-lainnya.

2.3.3 Peran Brand Equity


Brand equity merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di
mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam
menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk
dan merek tersebut. Brand equity dapat mempengaruhi rasa percaya diri
konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa
lalu dalam penggunaan atau kedekatan, assosiasi dengan berbagai karateristik
merek. Dalam kenyataannya, perceived quality dan brand association dapat
mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.
2.4

Gaya hidup

2.4.1 Pengertian Gaya Hidup


Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (2010 : 151) gaya hidup adalah
pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam psikografik-nya. Gaya hidup
adalah pola hidup seseorang sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat,
dan pendapat (Herry Achmad Buchory dan Djaslim Saladin, 2010 : 61).
Selanjunya menurut Gunawan Adisaputro (2010 : 81) gaya hidup merupakan pola
hidup seseorang yan diekspresikan terhadap aktivitas, perhatian, dan pendapatpendapatnya. Dari penjelasan diatas gaya hidup merupakan perilaku seseorang

54

dalam kehidupan sehari-hari seperti ada yang sederhana, ada yang boros, dan ada
pula yang pelit.
Gaya hidup secara luas diidentifikasikan sebagai cara hidup yang
diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu merek (aktivitas)
apa yang merek anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang
merek pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya
(pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang
lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok
masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak
cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen.
Menurut Mappiare dalam Veronika (2006) terjadinya pengurangan jumlah
minat, pergantian objek minat, dan penguatan minat dipengaruhi oleh beberapa
hal, yaitu: pertambahan usia, adanya perubahan tugas dan tanggung jawab,
perubahan lingkungan, kesempatan untuk pemunculan minat, kebutuhan individu,
faktor budaya, dan faktor pribadi. Salah satu faktor pribadi yaitu gaya hidup, jadi
dapat diartikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat menggunakan
handphone merek BlackBerry adalah gaya hidup dan didukung teori menurut
Kotler (2002), faktor pribadi terdiri dari : usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan,
kondisi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Sedangkan
menurut Kasali dalam Veronika (2006) mengemukakan bahwa gaya hidup
mempengaruhi perilaku seseorang yang akhirnya menentukan pilihan-pilihan
konsumsi seseorang.
2.4.2 Dimensi gaya hidup
Menurut Philip kotler dan Gary armstrong (2010 : 151) Psikografik adalah
teknik untuk mengukur gaya hidup dan mengembangkan klasifikasi gaya hidup;
ini termasuk mengukur dimensi AIO (Aktivitas, Interes, Opini). Gaya hidup
termasuk pengukuran dimensi AIO utama dari para konsumen yaitu aktivitas
(pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode,
keluarga, rekreasi), dan opini (mengenai diri merek sendiri, isu sosial, bisnis,

55

produk). Gaya hidup menampilkan pola beraksi dan berinteraksi seseorang secara
keseluruhan di dunia.
Tabel 2.1 Dimensi gaya hidup
Dimensi
Contoh
Kerja
Liburan
Hobi
Hiburan
Acara Sosial
Keanggotaan perkumpulan
Minat
Keluarga
Kelompok masyarakat
Rumah tangga
Rekreasi
Pekerjaan
Mode pakaian
Opini
Mereka sendiri
Bisnis
Isu-isu sosial
Ekonomi
Politik
Pendidikan
Sumber : Pemasaran dasar ,Cannon, Perreault dan McCarthy ,2008
Aktivitas

2.5

Jelajah Internet
Berbelanja
Olahraga
Makanan
Media
Prestasi
Produk
Masa depan
Budaya

Minat Beli

2.5.1 Pengertian Minat Beli


Minat beli konsumen merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli
suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang
diukur dengan tingkat kemungkinanan konsumen melakukan pembelian (Assel,
2001).
Minat beli merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek
yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian (Kotler
2005: 15). Minat (interest) digambarkan sebagai suatu situasi seseorang sebelum
melakukan suatu tindakan tersebut.
Dalam penelitian ini minat beli bukan berarti sebelum membeli produk
BlackBerry, tetapi lebih didasarkan pada indikasi seberapa jauh seseorang
mempunyai kemampuan untuk mencoba meggunakan produk BlackBerry. Minat
beli merupakan suatu proses pengambilan keputusan yang dilakukan untuk
konsumen dalam pembelian atas produk yang ditawarkan atau yang dibutuhkan
oleh konsumen tersebut. Ada 5 tahap dalam proses pengambilan keputusan untuk
membeli yang umum dilakukan oleh seseorang yaitu : Pengenalan kebutuhan,
proses informasi, evaluasi produk atau merek pembelian, dan evaluasi pasca
pembelian. Terdapat perbedaan antara pembelian aktual yang benar-benar
dilakukan untuk konsumen dengan minat beli. Minat beli adalah kecenderungan
pembelian untuk melakukan pembelian dimasa mendatang, namun pengukuran

56

terhadap

kecenderungan

terhadap

pembelian

umumnya

dilakukan

guna

memaksimalkan prediksi terhadap pembelian aktual itu sendiri.


Dari uraian tersebut dapat disimpulkan mengenai pengertian minat beli
adalah tahap kecenderungan perilaku membeli dari konsumen pada suatu produk
atau jasa yang dilakukan pada jangka waktu tertentu dan secara aktif menyukai
dan mempunyai sikap positif terhadap suatu produk barang atau jasa didasarkan
pada pengalaman pembelian yang telah dilakukan dimasa lampau.
Pengertian minat beli menurut Howard dalam buku Durianto dan Liana
(2004) adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk
membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada
periode tertentu. Dapat dikatakan bahasa minat beli merupakan pernyataan mental
dari diri konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk
dengan merek tertentu. Minat beli adalah kecenderungan individu yang ada dalam
dirinya untuk membeli suatu produk. Minat setiap orang berbeda-beda tergantung
dorongan dari dalam, motif sosial, serta emosional yang ada dalam diri.
Hal ini sangat dibutuhkan oleh para pemasar maupun ahli ekonomi
menngunakan variabel minat beli untuk memprediksikan perilaku konsumen
dimasa yang akan datang.
2.5.2 Indikator indikator Minat Beli
Adapun indikator-indikator minat beli yaitu :
1.

Sikap terhadap merek


Sikap terhadap merek menurut Assael (2001 : 282) adalah kecenderungan
yang dipelajari oleh konsumen untuk mengevaluasi merek dengan cara
mendukung (positif) atau tidak mendukung (negatif) secara konsisten.

2.

Sikap terhadap iklan


Sikap terhadap iklan adalah cara konsumen mengenai sebuah iklan (afektif)
merupakan cara konsumen merasakan hal tersebut. Assael (2001 : 368)
mendefinisikan sikap terhadap iklan sebagai berikut Attitude toward the ad
is the consumers predisposition to respond favorably or anfavorably to a

57

particular ad, yaitu sikap terhadap iklan adalah kecenderungan konsumen


menjawab dengan baik atau tidak baik iklan tertentu.

58

You might also like

  • Bab 6
    Bab 6
    Document15 pages
    Bab 6
    wahyu
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document6 pages
    Bab 4
    wahyu
    No ratings yet
  • Bab 3
    Bab 3
    Document4 pages
    Bab 3
    wahyu
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document19 pages
    Bab 4
    wahyu
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document21 pages
    Bab 2
    wahyu
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document14 pages
    Bab 4
    wahyu
    No ratings yet
  • From Everand
    No ratings yet
  • From Everand
    No ratings yet