You are on page 1of 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Secara sederhana gastritis berarti proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang sampai saat ini masih sering
dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan
pemeriksaan histopatologi (Hirlan dan Tarigan, 2007).
Penelitian menunjukkan bahwa gastritis banyak disebabkan oleh infeksi bakterial
dan beberapa dikarenakan bahan yang dimakan seperti alkohol dan aspirin. Hal ini
bersifat sangat merusak sawar mukosa lambung, yaitu mukosa kelenjar dan sambungan
epitel yang rapat (tight junctions) diantara sel pelapis lambung (Guyton dan Hall, 2006).
2.2. Klasifikasi
2.2.1. Klasifikasi secara Histopatologis
Pada saat ini sudah dikembangkan secara pembagian gastritis secara histopatologis
berdasarkan suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System. Update Sydney
System membagi gastritis berdasarkan pada topografi morfologi, dan etiologi. (Hirlan,
2009). Secara garis besar tastritis dibagi menjadi 3 tipe yaitu: 1. Non atrofi, 2. Atrofi, dan
3. bentuk khusus (Bogi, 2011)
Klasifikasi gastritis berdasarkan Update Sydney System memerlukan tindakan
gastroskopi, pemeriksaan histopatologi, dan pemeriksaan - pemeriksaan penunjang untuk
menentukan etiologinya. Biopsi harus dilakukan dengan metode yang benar, dievaluasi
dengan baik sehingga morfologi dan topografi kelainan mukosa dapat disintesiskan
(Hirlan dan Tarigan, 2007).
2.2.2. Klasifikasi secara makroskopis
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis non erosiva.
Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan kerusakan/ defek
pertahanan mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan perdarahan, namun bisa
bersifat subakut atau kronik dengan sedikit gejala atau asimtomatis. Paling sering

disebabkan oleh NSAID, alkohol, stres. Penyebab lain yang jarang seperti radiasi,
infeksi virus, injuri vaskular, dan trauma langsung. Erosi superfisial dan lesi mukosa
punktata bisa terjadi. Erosi dalam, ulkus, bahkan perforasi terjadi pada kasus berat atau
yang tidak ditangani. Lesi khas muncul di korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri
khas dari gastritis erosiva adalah lesi mukosa tidak menembus lapisan mukosa
muskularis. Sementara gastritis non-erosiva mengacu pada kelainan histologis yang
terutama akibat infeksi H.pylori. Kebanyakan pasien gastritis non-erosiva asimtomatis
(Aydin, 2003)
2.3. Etiologi
Rugge M membagi etiologi gastritis berdasarkan agen biologis, kimiawi, fisik, imun, dan
idiopatik (Ruggae, 2011)

Etiologi

Agen

Etiologi Spesifik
Cytomegalovirus, virus
herpes, H. Pylori, M.

Biologis

Kimiawi
Fisik
Immunomedi

Virus,

Tuberculosis,

bakteri,

Actinomyces, Candida,

Fungi,

Histoplasma,

Parasit

Stronglyoides, Ascaris
Faktor diet, NSAID,

Obat dan

Alkohol, kokain, refluks

diet
radiasi

empedu
Autoimun, gluten, alergi

ated

makanan
Crohn disease,

Idiopatik

sarcoidosis

2.4. Patofisiologi
Seluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif karena keadaan klinis yang berat
belum diketahui benar. Faktor-faktor yangn amat penting iskemia pada mukosa gaster,
disamping faktor pepsin, refluks empedu dan cairan pankreas.
Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa lambung melaui beberapa
mekanisme obat-obat ini dapat menghambat aktivitas siklooksigenase mukosa.
Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari
asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa
lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa , aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal,
kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosi8f
sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga
kemampuan faktor defensif terganggu.
Gastritis terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor
defensive. Faktor agresif itu terdiri dari asam lambung, pepsin, AINS, empedu, infeksi
virus, infeksi bakteri, bahan korosif: asam dan basa kuat. Sedangakan faktor defensive
tersebut terdiri dari mukus, bikarbonas mukosa dan prostaglandin mikrosirkulasi.(Hirlan,
2000).
2.5. Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya
berupa keluhan tidak khas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan gastritis adalah
nyeri di ulu hati disertai mual kadang kadang sampai muntah. Keluhan tersebut
sebenarnya tidak berkorelasi dengan baik dengan gastritis. Pemeriksaan fisik juga tidak
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis (Hirlan,
2009)
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran
cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda
anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, mungkin
terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Mansjoer, 1999).

Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan Hemoragi,


ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi
muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi
jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya
sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2
sampai 3 hari . Sedangkan untuk gastritis kronis keluhan lebih kearah gejala defisiensi
vitamin B12 (Monica Ester, 2002).
2.6. Tatalaksana dan edukasi
Pengobatan gastritis akibat infeksi kuman H. Pylori bertujuan utnuk melakukan eradikasi
kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang telah disetujui secara universal untuk dilakukan
eradikasi adalah infeksi kuman H. Pylori yang ada hubungannya dengan tukak peptik dan
berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Sedangkan pasien yan gmenderita dispepsia
non tukak, walaupun berhubungan dengan infeksi kuman H. Pylori eradikasi terhadap kuman
tersebut masih diperdebatkan. Mereka yang setuju berpendapat bahwa eradikasi kuman
tersebut ditinjau dari epidemiologi diharapkan dapat menekan kejadian atrofi dan metaplasia
pada pasien yang sudah terinfeksi. Selanjutnya dapat mencegah komplikasinya. Mereka yang
tidak setuju menganggap bahw abelum cukup bukti eradikasi dapat berimplikasi sedemikian
luas. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara PPI dan berbagai antibiotik. Antibiotik
yang dianjurkan adalah amoksisilin, klaritomicin, metronidazol, dan tetrasiklin. Bila gagal
dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat.
Pengelolaan gastritis autoimun ditujukan pada 2 hal yaktni defiseinsi kobalamin dan lesi
pada mukosa gaster. Atrofi mukosa gaster merupakan hal yang ireversible. Kuman sering
bersama sama dengan autoimun yang lain. Memperbaiki defisiensi kobalamin sering dapat
memperbaiki komplikasi yang timbul. Komplikasi yang berupa kelainan patologik memang
lebih sukar diatasi.
Pada gastritis akibat OAINS evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastritis
OAINS ringan dan sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2
atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Bagi pasien yang tidak mungkin
menghentikan OAINS dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka

yang mempunyai faktor resiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya diberikan terapi
pencegahan menggunakan PPI atau misoprostol (Hirlan, 2009)
Edukasi yang diberikan pada pasien antara lain kurangi minuman beralkohol, merokok,
dan memperingatkan pasien tentang efek samping obat-obat yang diberikan

Hirlan. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI,
Guyton A.C. and Hall J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th. Philadelphia: Elsevier
Inc.
Bogi P . 2011. Buku Ajar: Gastroenterologi Ed 1. Jakarta: Interna Publishing,
Aydin, O., et al., Interobserver variation in histopathological assessment of Helicobacter pylori
gastritis. World journal of gastroenterology, 2003. 9(10): p. 2232-2235
15.

Rugge, M., et al., Gastritis: the histology report. Digestive and Liver Disease, 2011. 43: p.
S373-S384.

Hirlan. (2000). Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Sjaifoellah Noer (editor). Ed. Ke-3.

Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif.( 2000).Kapita Selekta. Ed.Ke-3.. Jakarta : EGC

Ester, Monica. (2005). Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

You might also like