You are on page 1of 18

I.

1 ABSTRAK
Latar Belakang: 10.000 orang terdiagnosis kanker rongga mulut atau tenggorok di
Jerman setiap tahunnya. Karsinoma sel skuamosa mencakup 95% dari semua kasus.
Metode: Kami merupakan literatur yang sistematis yang bersangkutan atau kunci
yang telah ditetapkan dari berbagai pertanyaan mengenai tumor ini (konsensus yang
disepakati oleh para peneliti), mengenai pencitraan, reseksi tumor primer.
Hasil: 246 uji klinis yang dipilih untuk diteliti atas dasar 3014 abstrak. Hanya ada
satu yang terpilih secara acak, percobaan terkontrol (bukti level 1-); percobaan yang
tersisa mencapai bukti level 2++ sampai 3. Pasien dengan perubahan mukosa atau
terdapat tanda jelas yang menetap selama lebih dari dua minggu harus diperiksa oleh
dokter spesialis dan tidak boleh ditunda. Diagnosis didapat dari hasil pemeriksaan CT
Scan atau MRI bersamaan dengan biopsi dan pemeriksaan histopatologi. Metastasis
ditemukan sebanyak 20% sampai 40% dari semua kasus. Stadium lanjut (T3 dan T4)
ditatalaksana dengan pembedahan diikuti dengan radioterapi, dengan atau tanpa
kemoterapi. 20% pasien mengalami kekambuhan, biasanya dalam 2 sampai 3 tahun
dari pengobatan inisial. Tingkat bertahan hidup selama 5 tahun terjadi sedikit lebih
tinggi dari 50%. Tergantung dari radikalitas pada pembedahan dan radioterapi, defisit
fungsional, osteoradionekrosis, dan xerostomia. Angka kehilangan komposisi pada
tulang yang ter-radiasi sekitar 10% dalam 3 tahun.
Kesimpulan:Perencanaan

dan

pelaksanaan

pengobatan

yang

interdisipliner,

berdasarkan individu pasien, kumpulan temuan dan kemauan pasien, merupakan


syarat dari keberhasilan pengobatan. Langkah-langkah rekonstruksi, terutama
pembedahan minor, telah membuktikan kegunaannya dan merupakan komponen dari
pengobatan secara pembedahan.
I.2 PENDAHULUAN
Dari total sekitar 250.000 kasus baru kanker yang terjadi pada laki-laki di
Jerman, terdapat sekitar 10.000 kasus kanker rongga mulut; pada perempuan angka
ini sedikit lebih rendah (3.500 kasus dari 220.000 kasus baru) (1). 95% dari kanker
rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa, yang sering dihubungkan dengan

merokok dalam waktu lama atau konsumsi alcohol. Nilai Odds ratio (OR) 19.8 untuk
perokok dibandingkan dengan pasien yang tidak pernah merokok, dan 5.9 untuk
peminum alkohol (>55 kali minum/minggu) saja. Kombinasi dari merokok dan
alcohol menyebabkan efek multiplikasi (OR= 177) (2). Pada beberapa tahun lalu juga
telah menunjukkan adanya infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dalam serum,
merupakan faktor resiko lebih lanjut (3). Kanker rongga mulut banyak terjadi pada
laki-laki antara usia 55 tahun dan 56 tahun, sedangkan pada perempuan antara usia 50
tahun dan 75 tahun (4). Karena prospek pemulihan jauh lebih menguntungkan (70%)
jika tumor dideteksi pada stadium awal (T1/T2), skrining menjadi bagian untuk harus
dilakukan. Angka kelangsungan hidup selama 5 tahun pada pasien kanker yang
didiagnosis terlambat (T3/T4) terjadi sekitar 43% (4).
Berdasarkan data dari 30 rumah sakit yang terdaftar dalam German-AustrianSwiss Working Group for Maxillary and Facials Tumors (DOSAK), paling banyak
dikumpulkan dari pasien kanker rongga mulut yang ada, kesimpulannya dapat ditarik
berkaitan dengan pendekatan pengobatan dan prognosisnya (4). Dari 9.002 pasien
yang terdaftar antara bulan April 1989 dan Juni 1999, 8.390 data digunakan sebagai
subjek analisis univariat. Pembedahan saja dengan maksud radikal dilakukan pada
52% kasus, pembedahan dengan terapi adjuvant (radioterapi, radiokemoterapi) pada
30% kasus, dan pengobatan non-operatif dipilih pada 18% pasien. Diantara 30 rumah
sakit, peluang untuk bertahan hidup selama 5 tahun bervariasi dari 28.5% sampai
69.0% (hasil perhitungan: 54.3%) pada analisis Cox, dan dari 40.2% sampai 70.6%
(hasil perhitungan: 52.4%) pada analisis Kaplan-Meier. Pada 10 rumah sakit, yang
mencapai angka ketahanan hidup 5 tahun kurang dari 50%, sementara 3 rumah sakit
lebih dari 60%. Angka bebas kekambuhan setelah 5 tahun sebanyak 43.9% secara
keseluruhan. Angka bertahan hidup 5 tahun sebanyak 59% pada pasien yang
menjalani pembedahan radikal dan 18% pada pasien yang diobati secara non-operatif.
Angka bertahan hidup 5 tahun menurut Kaplan-Meier sangat mirip antara pasien yang
menerima radioterapi adjuvant (51.3%) dan mereka yang menjalani radiokemoterapi
(52.7%). Perbedaan antara angka ini dan yang disebutkan di atas sebesar 59% untuk

pasien yang ditatalaksana dengan pembedahan saja; yang terakhir tidak menerima
terapi adjuvant karena penemuan sebelum pengobatan kurang parah.
Kami menemukan penelitian yang dapat digunakan untuk melakukan
pengobatan terbaik untuk kanker rongga mulut. Suatu percobaan prospektif yang
telah dipublikasikan secara acak antara tingkat kelangsungan hidup setelah
pembedahan dan radioterapi adjuvant dengan pembedahan saja, tetapi kekuatan
statistic yang terlalu rendah karena jumlah kasus sedikit (5). Sejumlah besar dari
nonrandomized, retrospektif, atau studi monosentrik telah menjelaskan tentang angka
kelangsungan hidup atau kualitas hidup setelah pembedahan dan setelah radioterapi.
Tidak ada terapi yang direkomendasikan yang dapat diperbaiki atas dasar studi ini,
bagaimanapun karena kekurangan desain atau perilaku mereka.
Meskipun dilakukan penyuluhan ulang untuk meningkatkan profil dari kanker
rongga mulut, terdapat kesadaran masyarakat yang rendah dan adanya perbedaan
pandangan mengenai tanda dan tingkat diagnosis, pengobatan dan perawatan
lanjutan. Oleh karena itu dianggap perlu untuk merumuskan rekomendasi pengobatan
berbasis bukti dalam bentuk pedoman S3. Kelompok sasaran terutama terdiri dari
dokter dan dokter gigi yang bekerja dalam pencegahan, diagnosis, pengobatan dan
perawatan lanjutan dari kanker rongga mulut, bersama-sama dengan tenaga
profesional yang bekerja pada pelayanan pasien rawat jalan dan rawat inap. Pedoman
ini merupakan dasar penting untuk kerjasama yang baik dalam manajemen pasien di
pusat-pusat pelayanan tumor kepala dan leher.

I.3 METODE
Pedoman utama yang dijadikan acuan terhadap semua hal yang berkaitan
dengan kanker rongga mulut dibentuk di bawah naungan German Guidline Program
in Oncology of the German Cancer Society (DKG), German Cancer Aid (DKH), dan
The

Association

of

Scientific

Medical

Societies

in

Germany

(AWMF)

(http://leitlinienprogramm-onkologie.de). Kelompok pedoman ini terdiri dari 33


perwakilan dari 21 kelompok profesional dan organisasi (Tabel 1). Dibawah naungan

dari German Society for Oral, Maxillary, and Facial Surgery, anggota kelompok
mulai dengan mendefinisikan 37 aspek diagnosis, pengobatan, dan tindak lanjut dari
kanker rongga mulut yang memerlukan klarifikasi. Dengan dukungan dari Division of
Evidence-based Medicine di Charit Berlin, kelompok ini melakukan peninjauan
literatur sistematis de novo dengan lima pertanyaan kunci yang terkait dengan
pencitraan (imaging), diseksi leher, dan reseksi tumor primer. Tingkat bukti publikasi
telah didirikan. Setelah penelitian sistematis untuk pedoman internasional dan
evaluasi dari metode pedoman relevan yang berpotensi dengan cara Appraisal of
Guidelines for Research and Evaluation (AGREE) , misalnya dengan menggunakan
pedoman SIGN-90 (Skotlandia Intercollegiate Guidelines Network, www.sign.ac.uk)
yang dipilih sebagai sumber bukti dalam adaptasi pedoman.
Penelitian sistematis primer de novo mengenai kelima pertanyaan kunci (telah
disebutkan di paragraf sebelumnya) dilakukan di Medline dan Embase, melalui
platform OvidSP , pada 26 Januari 2011 (lihat Gambar 1) . 3.014 abstrak yang
bersangkutan menghasilkan 246 studi yang akhirnya dipersempit menjadi 117
publikasi yang relevan untuk analisis lebih lanjut (lihat gambar 2). Masing-masing
mendapat tugas dalam pembuktian (LoE) dimulai dari 1++ (meta-analisis berkualitas
tinggi) hingga tingkat ke 4 (ahli pendapat) menurut klasifikasi SIGN (lihat Tabel 2).
Investigasi dari meta-analisis sebelumnya menghasilkan dua hal yang berkaitan
dengan pertanyaan kunci tersebut. Metodologi dari kajian literatur dan strategi
penelitian dijelaskan secara rinci dalam laporan pedoman di http://leitlinienprogramm
onkologie.de/Leitlinien.7.0.html (di Jerman). Kesepakatan

yang dicapai pada

konferensi penutup, mengenai teknik kelompok nominal dipekerjakan untuk


menjawab pertanyaan-pertanyaan kunci pada dasar penelitian, dan rekomendasi,
dibagi menjadi tiga kategori (lihat Tabel 3) yang telah disusun. Akhirnya, untuk
mendukung implementasi dan dokumentasi dari efek pedoman pada pelayanan
pasien, 10 indikator berkualitas yang berasal dari rekomendasi pedoman yang kuat,
didefinisikan, dan mengacu menurut metode standar dari German Guideline Program
in Oncology. Indikator berkualitas ini dapat dihasilkan dari data registrasi kanker dan

akan membentuk komponen utama dari bentuk survei untuk modul tumor kepala dan
leher tumor di pusat-pusat onkologi.
Dasar bukti dari 246 studi yang relevan adalah terutama dinilai 2++ sampai 3.
Satu percobaan prospektif terkontrol yang diambil secara acak menunjukkan pada
grade 1-. Sebuah pencarian sistematis untuk meta-analisis dan ulasan sistematis di
Medline dan Embase mengidentifikasi dua meta-analisis, yang kemudian juga
diikutsertakan.
Dalam persetujuan dengan semua tenaga profesional, 76 pernyataan dan
rekomendasi yang telah dirumuskan. Beberapa hal yang paling penting akan dibahas.
Pernyataan (berbasis bukti, tetapi tanpa eksplisit rekomendasi pengobatan) telah
diidentifikasi oleh singkatan "St".
I.4 HASIL
I.4.1 Diagnosis
Semua pasien dengan lesi mukosa yang tidak diketahui asalnya dengan durasi
lebih dari 2 minggu (lihat Gambar 3 dan 4) harus segera dirujuk ke dokter spesialis
(LoE good clinical practice [GCP]). Hal ini mencakup:

Bintik-bintik putih atau merah di mukosa oral

Adanya kerusakan mukosa atau ulserasi

Adanya penonjolan di rongga mulut

Renggangnya satu atau lebih gigi tanpa diketahui penyebabnya, yang tidak
berhubungan dengan penyakit periodontal

Terasa seperti adanya benda asing terus menerus, khususnya unilateral

Nyeri

Kesulitan atau sakit saat menelan

Kesulitan berbicara

Sulit menggerakkan lidah

Terasa baal di lidah, gigi, atau bibir

Perdarahan yang tidak diketahui penyebabnya


6

Pembengkakan leher

Mulut terasa bau busuk

Oklusi gigi
Untuk menghilangkan dugaan dengan tumor sekunder, pasien harus segera

mendapatkan diagnosis utama dari kanker rongga mulut dimana harus memeriksakan
telinga, hidung, dan tenggorok (THT), dan endoskopi juga harus dipertimbangkan
(LoE GCP). Insidensi terjadinya metastasis adalah 4% sampai 33%, tergantung pada
ukuran tumor primer; biasanya terjadi dalam pada stadium T3 danT4 dan pada pasien
dengan limfanodus level IV.

GAMBAR 1
Survei literatur
Database : Medline , Embase
Pembatasan : Inggris, Jerman ; sejak tahun 2003

Search result by key question (KQ)

Medlin
e
Embase

KQ1

KQ2

KQ3

KQ4

KQ5

743

650

1812

673

167

475

494

1245

286

164

Setelah penghapusan duplikat:


Medline: 2282
Embase: 732

Pemeriksaan terhadap 3014 abstrak


1. Modalitas pencitraan yang manakah yang
dapat
direkomendasikan untuk diagnosis utama
dari tumor
primer?
2. Pemeriksaan apa yang direkomendasikan
untuk menyingkirkan itu adalah sebuah
tumor sekunder atau metastasis?
3. Investigasi diagnosis yang manakah yang
harus digunakan jika kita menduga itu
sebuah metastasis?
4. Kelompok kelenjar getah bening yang
manakah
yang
harus
dihapuskan
bersamaan dengan tumor?

GAMBAR 2
Pemeriksaan 3014 abstrak (oleh dua penilaian)
Medline : 2282
Embase : 732

Tidak berhubungan:

Hasil lengkap diperoleh:

2609

192

Evaluasi pihak
ketiga yang
dibutuhkan: 213

Tidak
berhubungan:
159

Hasil lengkap
diperoleh: 54

Evaluasi lengkap dari 246 studi

TABEL 2: Bukti Tingkat Menurut SIGN


Tingkat
Penjelasan
1++

Meta-analisis berkualitas tinggi, tinjauan sistematis RCT, atau RCT


dengan risiko rendah kesalahan sistematis (bias)

1+

Meta-analisis yang dilakukan dengan baik, tinjauan sistematis RCT, atau


RCT dengan risiko rendah kesalahan sistematis (bias)

1-

Meta-analisis, tinjauan sistematis RCT, RCT dengan risiko tinggi


kesalahan sistematis

2++

Tinjauan sistematis kualitas tinggi dengan dai case control atau studi
kohort. Kualitas tinggi kasus control atau studi kohort dengan risiko
kesalahan sistematis yang sangat rendah, serta memiliki hubungan kausal
dengan probabilitas tinggi

2+

Studi kasus control atau kohort yang dilakukan dengan baik dengan risiko
rendah terjadi bias dan memiliki hubungan kausal dengan probabilitas
sedang

2-

Kasus control atau studi kohort dengan risiko tinggi bias dan
memiliki hubungan kausal dengan risiko yang signifikan
Studi non-analisis. misalnya; laporan kasus dan seri kasus
Pendapat ahli

3
4

Computed tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus


dimanfaatkan penggunaannya. Panoramic section adalah salah satu alat dasar dalam
9

mendiagnosis gigi dan harus diperoleh sebelum dimulainya terapi tumor spesifik.
Positron emission tomography (PET)-CT tidak digunakan dalam diagnosis primer
dari ekstensi lokal dari kanker rongga mulut. Pasien dengan kanker rongga mulut
yang parah (stadium III, IV) harus menjalani CT (LoE 3, RL A) toraks untuk
menghilangkan adanya keterlibatan paru (metastasis) (9,10). Pasien dengan dugaan
terjadinya kekambuhan tumor di bagian kepala dan leher dapat disimpulkan dengan
melakukan CT dan/atau MRI, dan untuk lebih meyakinkan dapat melakukan PET-CT.
Menurut hasil meta-analisis, dalam mendiagnosis kekambuhan rupanya PET-CT
memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (80%) dibandingkan kombinasi CT dan/atau
MRI yang hanya (75% dan 79%), dengan spesifisitas (86%) diturunkan oleh
penemuan positif palsu pada lesi inflamasi. Fluoro-deoxyglucose (FDG)-PET,
bagaimanapun juga lebih dapat diandalkan dibandingkan CT dan/atau MRI, dengan
sensitivitas 100% dan spesifisitas 61% sampai 71% (12). Dalam mendiagnosis tumor
primer yang tidak terdeteksi sebelumnya dan metastasis jauh, lebih dipercaya
menggunakan PET-CT daripada dengan CT dan/atau MRI (13).
I.4.2 Pengobatan Pembedahan
Pengobatan kanker rongga mulut harus diselesaikan kasus-per kasus atau setiap
bidang oleh kelompok interdisipliner yang meliputi; operasi oromaxillofacial, THT,
radioterapi, onkologi, patologi, dan radiologi. Keadaan individual pasien pun harus
diperhitungkan. Sebelum memutuskan untuk memulainya, tim interdisipliner harus
mempertimbangkan apakah batas reseksi bebas tumor dapat dicapai dan bagaimana
kualitas hidup pasca operasi dapat diharapkan oleh pasien (14,15).
Pada kanker rongga mulut, operasi diputuskan untuk menjadi pengobatan
kuratif. Kombinasi operasi dengan rekontruksi dilakukan segera jika diperlukan,
harus disesuaikan dengan kondisi umum pasien. Pasien dengan tumor yang parah
(stadium III dan IV) harus mendapat pengobatan pasca-operasi. Langkah-langkah
rekonstruksi harus menjadi bagian standar dari perencanaan operasi yang harus selalu
memperhitungkan keadaan onkologi. Harapan perbaikan fungsional atau estetika
harus menjadi dasar tindakan yang dilakukan. Dalam mempertimbangkan

10

rekonstruksi, harus ingat bahwa jarak kurang dari 1 mm antara batas tumor secara
histologis dan garis reseksi dianggap sebagai daerah positif reseksi (16,17); jarak 1-3
mm antara tumor dan garis reseksi dipandang sempit, 5 mm atau lebih adalah batas
aman. The intraoperative frozen-section histology technique dapat membantu untuk
menghindari daerah reseksi positif, yang berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk. Kelangsungan rahang bawah harus perbaiki, adanya invasi tumor ke tulang
tidak ditemukan pada pencitraan diagnostik atau intraoperatif (18,19).
Dalam 20% sampai 40% dari kasus kanker rongga mulut menunjukkan adanya
metastasis ke kelenjar getah bening servikal. Level I sampai III paling banyak terjadi,
sedangkan level V sangat jarang. Semua pasien dengan keadaan kelenjar getah bening
yang normal (cN0), terlepas dari T kategori, harus menjalani diseksi leher elektif.
Dalam kasus dugaan klinis adanya keterlibatan kelenjar getah bening (cN+) atau
limfadenektomi biasanya harus dilakukan modifikasi dengan diseksi radikal leher.
Kemungkinan bahwa kanker rongga mulut melibatkan kelenjar getah bening servikal
dari level I hingga III dapat juga mempengaruhi level IV umumnya dinyatakan terjadi
sekitar 7% sampai 17% , dan untuk level V adalah 0-6% (25,26).
Laporan histopatologi pada hasil reseksi harus mencakup: lokasi tumor, ukuran,
tipe histologis dan kedalaman invasi ; invasi pembuluh getah bening, pembuluh darah
dan jaringan perineural; infiltrasi struktur lokal; Status R; dan klasifikasi pT (27).
Pengobatan pasca operasi harus dibahas dalam konferensi tumor interdisipliner.
TABEL 3: TINGKAT REKOMENDASI
TINGKAT
PENJELASAN
REKOMENDAS
I
A
Sangat dianjurkan

SYNTAX
Harus

Dianjurkan

Sebaiknya

Dapat dianjurkan

Bisa

I.4.3 Pengobatan Konservatif

11

Radioterapi pasca operasi atau radiokemoterapi sangat dianjurkan dalam kasus


berat (T3 / T4), sempit atau daerah positif reseksi, invasi perineural, invasi pembuluh
darah, atau keterlibatan kelenjar getah bening (28,29). Total dosis radioterapi
umumnya dibagi menjadi berbagai dosis individu, baik secara fraksinasi
konvensional (1,8-2,0 Gy harian, 5 hari/minggu), dipercepat ( >10 Gy/minggu), atau
hiperfraksinasi (1,1-1,2 Gy dua kali sehari). Dalam fraksinasi konvensional
(fraksinasi pada umumnya) total dosis sekitar 70 Gy diberikan dalam dosis harian
1,8-2,0 Gy, 5 hari per minggu. Kemungkinan modifikasi antara hipofraksinasi,
hiperfraksinasi, dan fraksinasi dipercepat. Hipofraksinasi biasanya digunakan dalam
pengobatan paliatif, melibatkan dosis individu lebih tinggi dari biasanya 1,8-2,0 Gy.
Hiperfraksinasi memerlukan pemberian dosis yang lebih kecil tetapi lebih dari yang
lainnya; dosis totalnya dapat ditingkatkan. Satu meta-analisis menunjukkan bahwa
pencapaian hiperfraksinasi tidak hanya lebih baik dari control tumor locoregional
tetapi juga peningkatan 3,4% dari angka kelangsungan hidup selama 5 tahun
dibandingkan dengan fraksinasi konvensional (30).
Radioterapi pasca operasi seharusnya dimulai sesegera mungkin dan harus
sudah selesai tidak lebih dari 11 minggu setelah operasi (31,32). Primer
radiokemoterapi harus diutamakan pada pasien dengan kasus berat (Stadium III dan
IV), tidak terapi pembedahan, dan kanker rongga mulut yang tidak metastasis (33,34).
Keuntungan kelangsungan hidup relatif diberikan oleh kemoterapi, selain radioterapi
khususnya pada pasien di bawah usia 60 tahun (22% sampai 24% ) dan dapat juga
pada usia antara 60 dan 70 tahun (12%). Cisplatin penting dalam hal ini: cisplatin
saja dan kombinasi cisplatin menunjukkan efek yang sama, tetapi polychemotherapy
tanpa Cisplatin akan mengarah kepada hasil yang lebih buruk (30, 33-35).
Ada indikasi bahwa intensitas - termodulasi radioterapi (IMRT) dapat
mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan dari radiasi yang menginduksi
xerostomia (36).

I.4.4 Pengobatan Paliatif

12

Meskipun kemoterapi ringan diproyeksikan bisa mencapai tingkat respons dari


10% sampai dengan 35 %, namun tidak ada bukti bahwa hal tersebut dapat
memperpanjang kelangsungan hidup (37). Untuk radioterapi paliatif pun demikian,
tidak ada penelitian berbasis bukti menunjukkan keberhasilan dalam menyembuhkan
kanker kepala dan leher. Karena mengobati pasien secara paliatif seharusnya
ditujukan untuk terapi suportif pada stadium dini.
I.4.5 Rehabilitasi gigi
Pasien yang telah melakukan pengobatan bedah dan/ atau radioterapi untuk
kanker rongga mulut harus ditawarkan implan atau protesa konvensional untuk
mengembalikan kemampuan dalam mengunyah, dengan pemeriksaan gigi secara
teratur. Setiap operasi gigi harus dilakukan oleh spesialis yang ahli dengan gambaran
klinis ini (38). Infeksi osteoradionekrosis mungkin timbul di rahang yang tidak
teradiasi, misalnya setelah ekstraksi gigi; frekuensi terjadi komplikasi sebesar 5% .
Meskipun kemajuan dalam ilmu implant gigi telah jauh memperluas pemilihan
prostetik, tingkat kehilangan implan dari kanker 10% setelah 3 tahun iradiasi tulang
(39).
I.4.6 Tindak lanjut
Sekitar 1 dari 5 pasien yang menjalani perawatan karena mengalami
kekambuhan lokal. Kekambuhan ini didiagnosis dalam 2 tahun pada 76% kasus dan
selanjutnya 11% selama tahun ketiga setelah selesai pengobatan primer (40).
Walaupun sudah tidak ada gejala pada pasien, jarak maksimal setiap kontrol ke dokter
seharusnya 3 bulan pada 2 tahun pertama dan setiap 6 bulan pada 3 sampai 5 tahun.
Rencana tindak lanjut yang terstruktur seharusnya sudah tercatat pada setiap pasien.
Pasien seharusnya peduli dengan kualitas hidup mereka. Setelah 5 tahun follow-up,
mereka seharusnya rutin melaksanakan skrining tumor. Tujuan utama dari follow-up
untuk menjaga kondisi klinis dan pemeriksaan radiologik (CT dan MRI) pada kanker
rongga mulut dan leher untuk mencegah timbulnya tumor baru. Berdasarkan hasil

13

studi retrospektif, hanya 61% tumor yang memiliki gejala; dengan kata lain, mereka
tidak menimbulkan gejala pada 39% pasien (40).
I.5 KESIMPULAN
Diagnosis dan proses keputusan pengobatan yang terlibat, bersamaan dengan
rencana pengobatan yang multimodal, menuntut keterampilan dan pengalaman yang
hanya dapat ditemukan di pusat-pusat tumor. Konsistensi akan kepatuhan dalam
rekomendasi pengobatan diletakkan didalam pedoman, karena bersifat krusial untuk
keberhasilannya. Pelaksanaan pedoman dan efeknya pada perawatan pasien dapat
dinilai atas dasar 10 indikator yang telah disepakati untuk kualitas diagnosis,
pengobatan dan tindak lanjut yang akan diukur dan dievaluasi pada pusat registrasi
klinis kanker.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. R KI, 2012 Robert Koch-Institut (ed.): Krebs in Deutschland 2007/2008.
Hufigkeiten und Trends, Berlin 2012.
2. Talamini R, Bosetti C, La Vecchia C, et al.: Combined effect of tobacco and
alcohol on laryngeal cancer risk: a case-control study. Cancer causes & control:
CCC. 2002; 13: 95764.
3. Dahlstrom KR, Adler-Storthz K, Etzel CJ, et al.: Human papillomavirus type 16
infection and squamous cell carcinoma of the head and neck in never-smokers: a
matched pair analysis. Clinical cancer research: an official journal of the American
Association for Cancer Research 2003; 9: 26206.
4. Howaldt HP, Vorast H, Blecher JC, et al.: Ergebnisse aus dem DSAK
Tumorregister. Mund Kiefer Gesichtschir 2000; 4(Suppl 1): 21625.
5. Soo KC, Tan EH, Wee J, Lim D, Tai BC, Khoo ML, et al.: Surgery and adjuvant
radiotherapy vs concurrent chemoradiotherapy in stage III/IV nonmetastatic
squamous cell head and neck cancer: a randomized comparison. Br J Cancer 2005;
93: 27986. Epub 2005/07/14.
6. Haughey BH, Gates GA, Arfken CL, Harvey J: Meta-analysis of second malignant
tumors in head and neck cancer: the case for an endoscopic screening protocol.
Ann Otol Rhinol Laryngol. 1992; 101:10512. Epub 1992/02/01.
7. Leslie A, Fyfe E, Guest P, Goddard P, Kabala JE: Staging of squamous cell
carcinoma of the oral cavity and oropharynx: a comparison of MRI and CT in Tand N-staging. J Comput Assist Tomogr 1999; 23:439. Epub 1999/03/02.
8. Krabbe CA, Dijkstra PU, Pruim J, van der Laan BFM, van der Wal JE, Gravendeel
JP, et al.: FDG PET in oral and oropharyngeal cancer. Value for confirmation of
N0 neck and detection of occult metastases. Oral Oncology 2008; 44: 316.
9. Loh J-L, Yeo N-K, Kim JS, et al.: Utility of 2-[18F] fluoro-2-deoxy-D-glucose
positron emission tomography and positron emission tomography/computed
tomography imaging in the preoperative staging of head and neck squamous cell
carcinoma. Oral Oncology.2007; 43: 88793.
10. Andrle J, Schartinger VH, Schwentner I, et al.: Initial staging examinations for
head and neck squamous cell carcinoma: are they appropriate? J Laryngol Otol
2009; 123: 8858.

15

11. Kyzas PA, Evangelou E, Denaxa-Kyza D, Ioannidis JP: 18F-fluoro deoxyglucose positron emission tomography to evaluate cervical node metastases
in patients with head and neck squamous cell carcinoma: a meta-analysis. Journal
of the National Cancer Institute. 2008; 100: 71220.
12. Lonneux M, Lawson G, Ide C, Bausart R, Remacle M, Pauwels S:Positron
emission tomography with fluorodeoxyglucose for suspected head and neck
tumor recurrence in the symptomatic patient. Laryngoscope 2000; 110: 14937.
13. Regelink G, Brouwer J, de Bree R, et al.: Detection of unknown primary tumours
and distant metastases in patients with cervical metastases: value of FDG-PET
versus conventional modalities. Eur J Nucl Med Mol Imaging 2002; 29: 1024
30.
14. Rodgers LW Jr, Stringer SP, Mendenhall WM, Parsons JT, Cassisi NJ, Million
RR: Management of squamous cell carcinoma of the floor of mouth. Head Neck
1993; 15: 169.
15. Suh JD, Sercarz JA, Abemayor E, Calcaterra TC, Rawnsley JD, Alam D, et al.:
Analysis of outcome and complications in 400 cases of microvascular head and
neck reconstruction. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 130: 9626. Epub
2004/08/18.
16. McMahon J, OBrien CJ, Pathak I, et al.: Influence of condition of surgical
margins on local recurrence and disease-specific survival in oral and
oropharyngeal cancer. Br J Oral Maxillofac Surg 2003;41: 22431.
17. Loree TR, Strong EW: Significance of positive margins in oral cavity squamous
carcinoma. Am J Surg 1990; 160: 4104.
18. Munoz Guerra MF, Naval Gias L, Campo FR, Perez JS: Marginal and segmental
mandibulectomy in patients with oral cancer: a statistical analysis of 106 cases. J
Oral Maxillofac Surg 2003; 61: 128996.
19. Muscatello L, Lenzi R, Pellini R, Giudice M, Spriano G: Marginal
mandibulectomy in oral cancer surgery: A 13-year experience. European
Archives of Oto-Rhino-Laryngology 2010; 267: 75964.
20. Byers RM, El-Naggar AK, Lee YY, et al.: Can we detect or predict the presence
of occult nodal metastases in patients with squamous carcinoma of the oral
tongue? Head Neck 1998; 20: 13844.
21. DCruz AK, Siddachari RC, Walvekar RR, Pantvaidya GH, Chaukar DA,
Deshpande MS, et al.: Elective neck dissection for the management of the N0

16

neck in early cancer of the oral tongue: need for a randomized controlled trial.
Head & Neck 2009; 31: 61824.
22. Huang S-F, Kang C-J, Lin C-Y, Fan K-H, Yen T-C, Wang H-M, et al.: Neck
treatment of patients with early stage oral tongue cancer: comparison between
observation, supraomohyoid dissection, and extended dissection. Cancer 2008;
112: 106675.
23. Spiro JD, Spiro RH, Shah JP, Sessions RB, Strong EW: Critical assessment of
supraomohyoid neck dissection. Am J Surg 1988;156: 2869.
24. Bier J: Radical neck dissection versus conservative neck dissection for squamous
cell carcinoma of the oral cavity. Recent Results Cancer Res 1994; 134: 5762.
25. Shah JP, Candela FC, Poddar AK: The patterns of cervical lymphnode metastases
from squamous carcinoma of the oral cavity. Cancer 1990; 66: 10913.
26. Cole I, Hughes L: The relationship of cervical lymph node metastases to primary
sites of carcinoma of the upper aerodigestive tract: a pathological study. Aust N Z
J Surg 1997; 67: 8605.
27. Royal College of Pathologists. Standards and Datasets for Reporting Cancers:
Datasets for histopathology reports on head and neck carcinomas and salivary
neoplasms. 2nd Edition. London: The Royal College of Pathologists 2005.
28. Bernier J, Domenge C, Ozsahin M, Matuszewska K, Lefebvre JL, Greiner RH, et
al.: Postoperative irradiation with or without concomitant chemotherapy for
locally advanced head and neck cancer. N Engl J Med 2004; 350: 194552. Epub
2004/05/07.
29. Cooper JS, Pajak TF, Forastiere AA, Jacobs J, Campbell BH, Saxman SB, et al.:
Postoperative concurrent radiotherapy and chemotherapy for high-ris squamouscell carcinoma of the head and neck. N Engl J Med 2004; 350: 193744. Epub
2004/05/07.
30. Bourhis J, Overgaard J, Audry H, Ang KK, Saunders M, Bernier J, et al.:
Hyperfractionated or accelerated radiotherapy in head and neck cancer: a metaanalysis. Lancet 2006; 368: 84354. Epub 2006/09/05.
31. Ang KK, Trotti A, Brown BW, Garden AS, Foote RL, Morrison WH, et al.:
Randomized trial addressing risk features and time factors of surgery plus
radiotherapy in advanced head-and-neck cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2001; 51: 5718. Epub 2001/10/13.

17

32. Awwad HK, Lotayef M, Shouman T, Begg AC, Wilson G, Bentzen SM,et al.:
Accelerated hyperfractionation (AHF) compared to conventional fractionation
(CF) in the postoperative radiotherapy of locally advanced head and neck cancer:
influence of proliferation. Br J Cancer 2002; 86: 51723. Epub 2002/03/01.
33. Pignon JP, Bourhis J, Domenge C, Designe L: Chemotherapy added to
locoregional treatment for head and neck squamous-cell carcinoma:three metaanalyses of updated individual data. MACH-NC Collaborative Group. MetaAnalysis of Chemotherapy on Head and Neck Cancer. Lancet 2000; 355: 94955.
Epub 2000/04/18.
34. Bourhis J, Amand C, Pignon JP: Update of MACH-NC (Meta- Analysis of
Chemotherapy in Head and Neck Cancer) database focused on concomitant
chemoradiotherapy: 5505. J Clin Oncol 2004 ASCO Annual Meeting
Proceedings (Post-Meeting Edition) 2004; 22: 14 (July 15 Suppl).
35. Budach W, Hehr T, Budach V, Belka C, Dietz K: A meta-analysis of
hyperfractionated and accelerated radiotherapy and combined chemotherapy and
radiotherapy regimens in unresected locally advanced squamous cell carcinoma
of the head and neck. BMC Cancer 2006; 6: 28.
36. Chao KS, Deasy JO, Markman J, et al.: A prospective study of salivary function
sparing in patients with head and neck cancers receiving intensity-modulated or
three-dimensional radiation therapy: initial results. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2001; 49: 90716.
37. Gibson MK, Li Y, Murphy B, et al.: Randomized phase III evaluation of cisplatin
plus fluorouracil versus cisplatin plus paclitaxel in advanced head and neck
cancer (E1395): an intergroup trial of the Eastern Cooperative Oncology Group.
J Clin Oncol 2005; 23: 35627.
38. Tong AC, Leung AC, Cheng J, et al.: Incidence of complicated healing and
osteoradionecrosis following tooth extraction in patients receiving radiotherapy
for treatment of nasopharyngeal carcinoma. Australian dental journal 1999; 44:
18794.
39. Mericske-Stern R, Perren R, Raveh J: Life table analysis and clinical evaluation
of oral implants supporting prostheses after resection of malignant tumors. The
International journal of oral & maxillofacial implants 1999; 14: 67380.
40. Boysen M, Lovdal O, Tausjo J, Winther F: The value of follow-up in patients
treated for squamous cell carcinoma of the head and neck. Eur J Cancer 1992;
28: 42630.

18

You might also like