You are on page 1of 33

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

2.1 Umum
Motor induksi tiga fasa merupakan motor listrik arus bolak-balik yang paling banyak digunakan
dalam dunia industri. Dinamakan motor induksi karena pada kenyataannya arus rotor motor ini
bukan diperoleh dari suatu sumber listrik, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat
adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar. Dalam kenyataannya, motor
induksi dapat diperlakukan sebagai sebuah transformator, yaitu dengan kumparan stator sebagai
kumparan primer yang diam, sedangkan kumparan rotor sebagai kumparan sekunder yang
berputar.
Motor induksi tiga fasa berputar pada kecepatan yang pada dasarnya adalah konstan, mulai dari
tidak berbeban sampai mencapai keadaan beban penuh. Kecepatan putaran motor ini dipengaruhi
oleh frekuensi, dengan demikian pengaturan kecepatan tidak dapat dengan mudah dilakukan
terhadap motor ini. Walaupun demikian, motor induksi tiga fasa memiliki beberapa keuntungan,
yaitu sederhana, konstruksinya kokoh, harganya relatif murah, mudah dalam melakukan
perawatan, dan dapat diproduksi dengan karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan industri.
2.2 Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa
Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama dengan motor listrik jenis
lainnya. Motor ini memiliki dua bagian utama, yaitu

stator yang merupakan bagian yang diam, dan rotor sebagai bagian yang berputar sebagaimana
diperlihatkan pada gambar 2.1. Antara bagian stator dan rotor dipisahkan oleh celah udara yang
sempit, dengan jarak berkisar dari 0,4 mm sampai 4 mm.
Gambar 2.1. Penampang Stator dan Rotor Motor Induksi Tiga Fasa
2.2.1 Stator
Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan
dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas
(Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lempengan besi (Gambar 2.2.(a)). Tiap
lempengan besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan
inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa dimana untuk motor tiga fasa,
belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120 o. Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari
tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan
dalam cangkang silindris (Gambar 2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti,
lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar
untuk motor induksi tiga fasa.
Universitas Sumatera Utara 10

(a) (b) (c)


Gambar 2.2. Komponen Stator Motor Induksi Tiga Fasa :
(a) Lempengan Inti,
(b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya,
(c) Tumpukan Inti dan Kumparan dalam Cangkang Stator.
2.2.2 Rotor
Berdasarkan jenis rotornya, motor induksi tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yang juga
akan menjadi penamaan untuk motor tersebut, yaitu rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar
tupai (squirrel cage rotor).
Jenis rotor belitan terdiri dari satu set lengkap belitan tiga fasa yang merupakan bayangan dari
belitan pada statornya. Belitan tiga fasa pada rotor belitan biasanya terhubung Y, dan masingmasing ujung dari tiga kawat belitan fasa rotor tersebut dihubungkan pada slip ring yang terdapat
pada poros rotor (gambar 2.3(a)). Belitan-belitan rotor ini kemudian dihubung singkatkan melalui
sikat (brush) yang menempel pada slip ring (perhatikan gambar 2.4), dengan menggunakan
sebuah perpanjangan kawat untuk tahanan luar.
Universitas Sumatera Utara 11

(a) (b)
Gambar 2.3. (a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan
(b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan
Gambar 2.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan
Dari gambar 2.4. dapat dilihat bahwa semata-mata keberadaan slip ring dan sikat hanyalah
sebagai penghubung belitan rotor ke tahanan luar (exsternal resistance). Keberadaan tahanan luar
disini berfungsi pada saat pengasutan yang berguna untuk membatasi arus mula yang besar.
Tahanan luar ini kemudian secara perlahan dikurangi sampai resistansinya nol sebagaimana
kecepatan motor bertambah mencapai kecepatan nominalnya. Ketika motor telah mencapai
kecepatan nominalnya, maka tiga buah sikat akan terhubung singkat tanpa tahanan luar sehingga
rotor belitan akan bekerja seperti halnya rotor sangkar tupai.
Rotor sangkar mempunyai kumparan yang terdiri atas beberapa batang konduktor yang disusun
sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor
Universitas Sumatera Utara 12

terdiri dari tumpukan lempengan besi tipis yang dilaminasi dan batang konduktor yang
mengitarinya (perhatikan gambar 2.5(a)). Tumpukan besi yang dilaminasi disatukan untuk
membentuk inti rotor. Alumunium (sebagai batang konduktor) dimasukan ke dalam slot dari inti
rotor untuk membentuk serangkaian konduktor yang mengelilingi inti rotor. Rotor yang terdiri
dari sederetan batang-batang konduktor yang terletak pada alur-alur sekitar permukaan rotor,
ujung-ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat (shorting ring)
atau disebut juga dengan end ring.
(a) (b)
Gambar 2.5. (a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya
(b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai
2.3 Prinsip Medan Putar
Pada saat kita menghubungkan sumber tiga fasa ke terminal tiga fasa motor induksi, maka arus
bolak-balik sinusoidal IR, IS, IT akan mengalir pada belitan stator. Arus-arus ini akan
menghasilkan ggm (gaya gerak magnet), yang mana pada kumparan akan menghasilkan fluks
magnetik yang berputar sehingga disebut juga dengan medan putar. Medan magnet yang
demikian kutub-kutubnya
Universitas Sumatera Utara 13

tidak diam pada posisi tertentu, tetapi meneruskan pergeseran posisinya disekitar stator.
Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil contoh pada motor
induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Fluks yang dihasilkan oleh arus-arus bolak-balik pada
belitan stator adalah :
R = m sin t . (2.1a)
S = m sin (t 120o ) (2.1b)
T = m sin (t 240o ) (2.1c)
Gambar 2.6. Gambar 2.7.
Arus Tiga Fasa Setimbang Diagram Fasor Fluksi Tiga Fasa Setimbang
(1) (2) (3) (4)
Gambar 2.8. Medan Putar Pada Motor Induksi Tiga Fasa
(Menggambarkan keadaan pada gambar 2.6)
Universitas Sumatera Utara 14

(a). Pada keadaan 1 (gambar 2.6 dan 2.8), t = 0 ; arus dalam fasa R bernilai nol sedangkan
besarnya arus pada fasa S dan fasa T memiliki nilai yang sama dan arahnya berlawanan. Dalam
keadaan seperti ini arus sedang mengalir ke luar dari konduktor sebelah atas dan memasuki
konduktor sebelah bawah. Sementara resultan fluks yang dihasilkan memiliki besar yang konstan
yaitu sebesar 1,5 m dan dibuktikan sebagai berikut :
R = 0 ; S = m sin ( -120o ) = m ; 23
T = m sin ( -240o ) = m 23
Oleh karena itu resultan fluks, r adalah jumlah fasor dari T dan S
Sehinngga resultan fluks, r = 2 x m cos 30o = 1,5 m 23
(b). Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan pada R dan fasa T
bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T, dan pada saat ini t = 30 o, oleh karena itu fluks
yang diberikan oleh masing-masing fasa :
R = m sin ( -120o ) = 0,5 m
S = m sin ( -90o ) = - m
T = m sin (-210o) = 0,5 m
Maka jumlah fasor R dan T adalah = r = 2 x 0,5 m cos 60 = 0,5 m. Sehingga resultan fluks
r = -S + r = 0,5 m + m = 1,5 m.
Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 30 o dari
posisi pertama.
Universitas Sumatera Utara 15

(c). Pada keadaan ini t = 60o, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang sama dan
arahnya berlawanan ( 0,866 m ), oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing-masing fasa :
R = m sin ( 60o ) = m 23
S = m sin ( -60o ) = m 23
T = m sin ( -180o ) = 0
Maka magnitud dari fluks resultan : r = 2 x m cos 30o = 1,5 m 23
Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 60 o dari
posisi pertama.
(d). Pada keadaan ini t = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus pada fasa S dan
fasa T = 0,5 m , oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing-masing fasa
R = m sin ( 90o ) = m
S = m sin ( -30o ) = - 0,5 m
T = m sin (-150o) = - 0,5 m
Maka jumlah fasor -T dan -S adalah = r = 2 x 0,5 m cos 60 = 0,5 m. Sehingga resultan
fluks r = r + T = 0,5 m + m = 1,5 m.
Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 90 o dari
posisi pertama.
Universitas Sumatera Utara 16

2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa


Pada saat terminal tiga fasa stator motor induksi diberi suplai tegangan tiga fasa seimbang, maka
akan mengalir arus pada konduktor di tiap belitan fasa stator dan akan menghasilkan fluksi bolakbalik . Amplitudo fluksi per fasa yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan menghasilkan
fluks resultan (medan putar) dengan magnitud yang nilainya konstan yang berputar dengan
kecepatan sinkron :
ns = 120 (2.2)
dimana,
ns = kecepatan sinkron/medan putar (rpm)
f = frekuensi sumber daya (Hz)
P = jumlah kutub motor induksi
Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl lawan) pada
belitan fasa stator sebesar :
(2.3)
untuk nilai maksimum sin = 1
Jadi
(2.4)
Universitas Sumatera Utara 17

dimana,
e1 = ggl induksi sesaat stator/fasa (Volt)
Em1 = ggl induksi maksimum stator/fasa (Volt)
E1 = ggl induksi efektif stator/fasa (Volt)
f1 = frekuensi saluran (Hz)
N1 = jumlah lilitan kumparan stator/fasa
= fluks magnetik maksimum (Weber)
Medan putar tersebut juga akan memotong konduktor-konduktor belitan rotor yang diam
(perhatikan gambar 2.9). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi
yang berputar dengan konduktor rotor yang diam, yang disebut juga dengan slip (s).
s = . (2.5)
Akibat adanya slip, maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada konduktor-konduktor rotor
sebesar :
(2.6)
atau (2.7)
dimana :
e2 = ggl induksi sesaat pada saat rotor diam/fasa (Volt)
E2 = ggl induksi efektif pada saat rotor diam/fasa (Volt)
f2 = frekuensi arus rotor (Hz)
N2 = jumlah lilitan pada kumparan rotor/fasa
= fluks magnetik maksimum (Weber)
Universitas Sumatera Utara 18

Gambar 2.9. Proses Induksi Medan Putar Stator pada Kumparan Rotor
Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung (end ring) ataupun
tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktor-konduktor rotor. Karena konduktorkonduktor rotor yang mengalirkan arus ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang
dihasilkan stator, maka akan terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor-konduktor
rotor. Hal ini sesuai dengan hukum gaya lorentz (perhatikan gambar 2.10) yaitu bila suatu
konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut
akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar :
F = B.i.l.sin (2.8)
dimana,
F = gaya yang bekerja pada konduktor (Newton)
B = kerapatan fluks magnetik (Wb/m2)
i = besar arus pada konduktor (A)
l = panjang konduktor (m)
= sudut antara konduktor dan vektor kerapatan fluks magnetik
Gaya F ini adalah hal yang sangat penting karena merupakan dasar dari bekerjanya suatu motor
listrik.
Universitas Sumatera Utara 19

Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah tangan kanan (right-hand
rule). Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan
jari tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan arah
gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut.
Gaya F yang dihasilkan pada konduktor-konduktor rotor tersebut akan menghasilkan torsi ().
Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar daripada torsi beban ( 0 > b), maka rotor
akan berputar searah dengan putaran medan putar stator.
iFBl
Gambar 2.10. Konduktor Berarus Dalam Ruang Medan Magnet
Seperti yang telah disebutkan di atas, motor akan tetap berputar bila kecepatan medan putar lebih
besar dari pada kecepatan putaran rotor (ns > nr). Apabila ns = nr, maka tidak ada perbedaan relatif
antara kecepatan medan putar (ns) dengan putaran rotor (nr), atau dengan kata lain slip (s) adalah
nol. Hal ini menyebabkan tidak adanya ggl terinduksi pada kumparan rotor sehingga tidak ada
arus yang mengalir, dengan demikian tidak akan dihasilkan gaya yang dapat menghasilkan kopel
untuk memutar rotor.
Universitas Sumatera Utara 20

2.5 Frekuensi Rotor


Frekuensi rotor tidak persis sama seperti frekensi stator. Jika rotor motor terkunci sehingga tidak
dapat bergerak nr = 0 rpm, maka rotor akan mempunyai frekuensi yang sama seperti stator f2 = f1,
dimana pada kondisi ini slip s = 1. Akan tetapi, jika rotor berputar pada kecepatan (mendekati)
sinkron nr ns, maka frekuensi rotor akan menjadi (mendekati) nol f2 0, dimana pada kondisi
ini slip s 0.
Dari pernyataan di atas, maka dapat dibuat hubungan persamaan frekuensi rotor f2 terhadap
frekuensi stator f1 sebagai berikut,
f2 = sf1 . (2.9)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.5) ke dalam persamaan (2.9), maka didapat,
f2 = f1 (2.10)
Dari persamaan (2.2) diketahui bahwa ns = 120f1/P, maka
(2.11)
2.6 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa
Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu
saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan rangkaian ekivalen
transformator. Perbedaan yang ada hanyalah, karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor
(kumparan sekunder pada transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk
Universitas Sumatera Utara 21

menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara
yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian
ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.
2.6.1 Rangkaian Ekivalen Stator
Gelombang fluks pada celah udara yang berputar dengan kecepatan sinkron membangkitkan ggl
lawan tiga fasa yang seimbang di dalam fasa-fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator
berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator , sehingga dapat
dinyatakan dengan persamaan :
(2.12)
dimana,
= tegangan terminal stator (Volt)
= ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt)
= arus stator (Ampere)
= tahanan efektif stator (Ohm)
= reaktansi bocor stator (Ohm)
Sebagaimana halnya pada transformator, arus stator terdiri dari dua komponen. Komponen
pertama adalah komponen beban yang akan menghasilkan fluks yang akan melawan fluks yang
dihasilkan oleh arus rotor. Komponen lainnya yaitu , arus ini terbagi lagi menjadi dua komponen
yaitu komponen rugi-rugi inti yang sefasa dengan dan komponen magnetisasi
Universitas Sumatera Utara 22

yang menghasilkan fluks magnetik pada inti dan celah udara yang tertinggal
1 V1 Ec R m X 1 Im I 0 I +- -+ c I 1 jX 1 R ' '2 I
Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Stator per-Fasa Motor Induksi
2.6.2 Rangkaian Ekivalen Rotor
Pada saat rotor dalam kondisi diam yaitu kondisi sesaat rotor sebelum bergerak atau pada saat
rotor terkunci (locked-rotor), slip s = 1 dimana kecepatan rotor nr = 0, karena seluruh belitan rotor
dihubung-singkat, maka akan mengalir arus akibat ggl induksi pada rotor. Sehingga dapat
dituliskan persamaannya sebagai berikut :
(2.13)
dan rangkaian ekivalen rotor perfasa dalam keadaan diam (s = 1) digambarkan seperti gambar
2.12. di bawah ini.
I 2 R 2 E2 jX

Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Rotor Motor Induksi Keadaan Diam dari . Sehingga
dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.11 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara 23

dimana,
= arus rotor dalam keadaan diam (Ampere)
= ggl induksi rotor dalam keadaan diam (Volt)
= resistansi rotor (Ohm)
= reaktansi rotor dalam keadaan diam (Ohm)
Ketika rotor berputar, maka ggl rotor perfasa dan reaktansi rotor perfasa masing-masingnya
dipengaruhi oleh frekuensi (untuk dapat melihat persamaan (2.7), sementara reaktansi rotor dapat
dijelaskan dari persamaan di bawah ini dimana nilainya tergantung dari induktansi dan frekuensi
rotor.
= rL2 = 2f2L2 . (2.14)
dengan f2 = sf,
maka = 2sfL2
= s(2fL2)
= sX2 (2.15)
Dengan demikian dan X2 nilainya bergantung terhadap slip s, sementara resistansi rotor perfasa
tidak dipengaruhi oleh frekuensi sehingga tidak tergantung terhadap nilai slip s. Sehingga dari
persamaan (2.13) di atas dapat dibuat persamaannya menjadi :
(2.16)
Dengan membagi pembilang dan penyebut pada persamaan (2.16) di atas dengan s, maka
(2.17)
Universitas Sumatera Utara 24

Perhatikan bahwa magnitud dan fasa dari


Nilai dari sekarang lebih besar dari R2 dikarenakan s memiliki nilai dalam bentuk pecahan. Untuk
itu, dapat dipecah menjadi sebuah bagian yang bernilai konstan R2 dan sebuah bagian yang
variabel ( ), yaitu
(2.18)
Bagian pertama R2 merupakan tahanan rotor/fasa dan mewakilkan rugi tembaga (Cu loss). Bagian
kedua merupakan sebuah beban tahanan-variabel. Daya yang dikirim ke beban ini mewakilkan
daya mekanik keseluruhan yang dibangun di rotor. Untuk itu beban mekanik pada motor dapat
digantikan dengan sebuah beban tahanan-variabel dengan nilai R2 . Ini diketahui sebagai tahanan
beban RL. 1 1 s 1 1 s
Dengan demikian persamaan (2.17) dapat dirubah menjadi : pada persamaan (2.16) dan (2.17)
adalah sama. Namun demikian, terdapat sebuah perbedaan signifikan diantara dua persamaan ini.
Pada persamaan (2.16) ggl berada pada frekuensislip, ketika dibagi dengan memberikan arus
frekuensi-slip. Tetapi pada persamaan (2.17), berada pada frekuensi-saluran ketika dibagi dengan
+ memberikan arus frekuensi-saluran.
Universitas Sumatera Utara 25

(2.19)
Dari persamaan (2.16), (2.17) dan (2.19) di atas, maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen
rotor seperti gambar 2.13. di bawah ini. 2 R 2 Ess R2 2 jsX 2 jX'2 I '2 I (i) (ii) 2 E+ +- - 2 R ) 11 (2 s R 2
jX '2I (iii) 2 E+Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Rotor per-Fasa
Keadaan Berputar pada Slip = s dimana (i) menyatakan persamaan 2.16, (ii) menyatakan
persamaan 2.17, (iii) menyatakan persamaan 2.19
2.6.3 Rangkaian Ekivalen Lengkap
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat
rangkaian ekivalen perfasa motor induksi dengan model transformator, dengan rasio
perbandingan a antara stator dan rotor. Perhatikan gambar 2.14.
Universitas Sumatera Utara 26 1V1EcR1ImI+-cI2E2jX''2I'2I1R1jXmjX0Ia = N1/N2sR2

Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Per-Fasa Motor Induksi Model Transformator


Untuk menghasilkan rangkaian ekivalen per-fasa akhir dari motor induksi, penting untuk
menyatakan bagian rotor dari model rangkaian ekivalen gambar 2.14 di atas terhadap sisi stator.
Pada transformator yang umum, tegangan, arus, dan impedansi pada sisi sekunder, dapat
dinyatakan terhadap sisi primer dengan menggunakan rasio perbandingan belitan dari
transformator tersebut. Dengan mengasumsikan jenis rotor yang digunakan adalah jenis rotor
belitan dan terhubung bintang ( Y ), yang mana motor dengan rotor jenis ini sangat mirip dengan
transformator, maka kita dapat juga menyatakan sisi rotor terhadap sisi stator seperti halnya pada
transformator.
Jika rasio perbandingan efektif dari sebuah motor induksi adalah a (= N1/N2), maka
pentransformasian tegangan rotor terhadap sisi stator menjadi:
. (2.20)
untuk arus rotor :
(2.21)
dan untuk impedansi rotor :
= = = (2.22a)
=
Universitas Sumatera Utara 27

dengan penguraian lebih lanjut :


= a2 R2 . (2.22b)
= a2 X2 . (2.22c)
Dari persamaan (2.18), (2.19), dan (2.22) di atas, maka dapat kita gambarkan rangkaian ekivalen
per-fasa motor induksi sebagai kelanjutan dari gambar 2.14, dimana disini bagian rangkaian rotor
telah dinyatakan terhadap bagian stator. Rangkaian ekivalen tersebut dapat dilihat pada gambar
2.15(a), sedangkan pada gambar 2.15(b) merupakan modifikasi dari gambar 2.15(a) dimana
adanya R2menyatakan resistansi variabel sebagai analog listrik dari beban mekanik variabel.
11scRmIcI0I1I1V1EsR'21R1jX'2jXmjX''2I+-cRmIcI0I1I)11('2sR2'R1V1E1R''2I'2jX1jXmjX+(a)
(b)
Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan Bagian
Rangkaian Rotor Dinyatakan Terhadap Sisi Stator
Universitas Sumatera Utara 28

(a) dengan tahanan variabel


(b) dengan tahanan variabel sebagai bentuk analog listrik dari beban mekanik ) 11 ( ' 2 s R
Pada transformator, analisis rangkaian ekivalen dilakukan dengan mengabaikan cabang pararel
yang terdiri dari Rc dan Xm atau dengan memindahkan cabang pararel ke terminal primer.
Bagaimanapun, penyederhanaan ini tidak diperbolehkan pada rangkaian ekivalen motor induksi.
Ini disebabkan kenyataan bahwa arus penguatan pada transformator bervariasi dari 2% sampai
6% dari arus beban penuh dan per unit reaktansi bocor primer kecil. Tetapi pada motor induksi,
arus penguatan bervariasi dari 30% sampai 50% dari arus beban penuh dan per unit reaktansi
bocor stator adalah lebih tinggi. Dengan demikian kesalahan yang besar akan terjadi dalam
penentuan daya dan torsi, dalam hal cabang pararel diabaikan, atau dihubungkan pada terminal
stator.
Dibawah kondisi kerja normal pada tegangan dan frekuensi konstan, rugi inti pada motor induksi
biasanya juga konstan. Dalam pandangan pada kenyataan ini, tahanan rugi inti Rc yang mewakili
rugi inti motor, dapat dihilangkan dari rangkaian ekivalen motor induksi pada gambar 2.15(b).
Akan tetapi, untuk menentukan daya poros atau torsi poros, rugi inti yang konstan harus diikutsertakan dalam pertimbangan, bersama dengan gesekan, rugi-rugi beban buta (stray-load losses)
dan angin. Dengan penyederhanaan ini, maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen baru
(gambar 2.16.) dengan akurasi rugi yang dapat diabaikan. s R ' 2
Universitas Sumatera Utara 29 0 I 1 I) 11 (' 2 s R 2 ' R1 V1 E1 R '2jX 1 jX m jX ' '2 I +-

Gambar 2.16. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan


Mengabaikan Rugi Inti
2.7 Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa
2.7.1 Aliran Daya
Untuk melihat dan memahami bagaimana energi listrik dikonversikan menjadi energi mekanik
pada motor induksi tiga fasa, akanlah lebih mudah jika kita merunut aliran daya aktif yang
mengalir pada mesin tersebut. Dari gambar 2.17 dapat kita lihat bahwa, sebelum akhirnya daya
masukan Pin dikonversikan menjadi daya keluaran Pout dalam bentuk daya mekanik, terdapat
bannyak rugi-rugi pada motor yang akan mengurangi besar daya masukan yang akan
dikonversikan menjadi daya keluaran (mekanik). Rugi-rugi (losses) tersebut ialah :
1. Rugi-rugi tetap (fixed losses)
Rugi-rugi ini terdiri dari :
Pcore = = 3 (2.23) Rugi-rugi inti stator (stator
core losses)
Rugi-rugi gesek dan angin (friction and windage losses), (PFW) Universitas Sumatera Utara
30

2. Rugi-rugi variabel (variable losses)


Rugi-rugi ini terdiri dari :
PSCL = . (2.24)
PRCL = . (2.25)
Gambar 2.17. Diagram Aliran Daya Aktif Motor Induksi Tiga Fasa
dimana :
Pin = daya aktif masukan ke stator (Watt)
PSCL = rugi-rugi tembaga stator (Watt)
Pcore = rugi-rugi inti stator (Watt)
PAG = daya celah udara (Watt)
PRCL = rugi-rugi tembaga rotor (Watt)
Pm = daya yang dikonversikan dari bentuk listrik ke mekanik (Watt)
PFW = rugi-rugi gesek dan angin (Watt)
Pout = daya poros/keluaran (Watt)
Daya masukan tiga fasa disuplai ke stator melalui terminal tiga fasa. Dikarenakan rugi-rugi
tembaga stator, maka daya sebesar PSCL didisipasikan sebagai panas pada belitan. Bagian lainnya
Pcore didisipasikan sebagai panas pada Rugi-rugi tembaga stator (stator coper losses)
Rugi-rugi tembaga rotor (rotor coper losses)
Universitas Sumatera Utara 31

inti stator, yaitu sebagai rugi-rugi inti besi. Daya aktif sisa PAG ditransfer ke rotor melalui celah
udara dengan induksi elektromagnetik. Sehingga daya celah udara dapat ditentukan sebagai
berikut :
PAG = Pin PSCL Pcore (2.26)
Dengan memperhatikan secara cermat rangkaian ekivalen pada rotor (gambar 2.15(a)), satusatunya elemen yang dapat mengkonsumsi daya celah-udara PAG adalah tahanan . Untuk itu daya
celah udara dapat kita tuliskan dengan persamaan :
(2.27)
Dengan adanya rugi-rugi I2R pada rotor, maka bagian daya PRCL didisipasikan sebagai panas, dan
sisanya akhirnya terdapat dalam bentuk daya mekanik Pm. Adapun rugi-rugi tahanan aktual
rangkaian rotor (gambar 2.13.) diberikan oleh persamaan :
(2.28)
Karena daya tidak berubah besarnya ketika rangkaian rotor dinyatakan terhadap sisi stator, dalam
bentuk rangkaian ekivalen transformator ideal, maka rugi-rugi tembaga rotor dapat juga
dinyatakan dengan :
. (2.29)
Setelah rugi-rugi tembaga stator, rugi-rugi inti stator, dan rugi-rugi tembaga rotor dikurangi
dengan daya masukan motor, maka daya yang tertinggal adalah yang dikonversikan kebentuk
mekanik. Daya mekanik yang dibangun ini diberikan oleh persamaan :
Pm = PAG PRCL (2.30)
=
Universitas Sumatera Utara 32

Pm =
Dari persamaan (2.27) dan (2.29) dapat dilihat bahwa rugi-rugi tembaga rotor PRCL dan daya
celah udara PAG memiliki hubungan sebagai berikut :
PRCL = s.PAG . (2.32)
Untuk itu, semakin kecil slip motor, semakin kecil juga rugi-rugi pada rotor. Perhatikan juga,
bahwa, jika rotor tidak berputar slip s = 1 dan daya celah udara seluruhnya dipakai pada rotor.
Karena Pm = PAG PRCL, ini juga memberikan hubungan yang lainnya diantara daya celah udara
dan daya yang dikonversikan dari bentuk listrik ke mekanik :
Pm = PAG PRCL (2.33)
Pm = PAG s.PAG
Pm = (1 s) PAG (2.34)
Sehingga jika rugi-rugi gesekan dan angin PFW dan rugi-rugi lainnya Pmisc (stray load losses)
diketahui, dan dikurangi dengan daya mekanik Pm, maka akan didapat daya keluaran Pout atau
daya yang memutar poros.
Pout = Pm PFW Pmisc (2.35)
2.7.2 Efisiensi
Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan antara daya keluaran dan daya
masukan dan biasanya dinyatakan dalam persen juga sering dinyatakan dengan perbandingan
antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi - rugi, yang dirumuskan dalam persamaan berikut.
1 1 s (2.31)
Universitas Sumatera Utara 33 Loss out out in loss in in out P P P P P P PP + = = = % 100

(2.36)
Pada beban-beban dengan nilai yang kecil, rugi-rugi tetap lebih besar dibandingkan dengan
keluaran, untuk itu efisiensi yang dihasilkan rendah. Sebagaimana beban bertambah, efisiensi
juga bertambah dan menjadi maksimum ketika rugi inti dan rugi variabel adalah sama. Efisiensi
maksimum terjadi sekitir 80 95 % dari rating output mesin, dimana nilai yang lebih tinggi
terdapat pada motor-motor yang besar. Jika beban yang diberikan melebihi beban yang
menghasilkan efisiensi maksimum, maka rugi-rugi beban bertambah lebih cepat daripada output,
konsekuensinya efisiensi berkurang.
Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa
cara seperti:
- Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran
- Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan
- Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan,
dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas.
2.8 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa
Torsi induksi ind yang terdapat pada sebuah mesin didefinisikan sebagai torsi yang dibangkitkan
oleh konversi internal listrik ke mekanik. Torsi induksi ini diberikan oleh persamaan :
ind= . (2.37)
dengan mensubstitusikan persamaan (2.34) dan diktehui bahwa , maka dapat kita peroleh bentuk
persamaan torsi induksi yang lain, yaitu :
Universitas Sumatera Utara 34

ind=
ind = (2.38)
dimana,
= kecepatan sudut rotor (rad/s)
= kecepatan sudut medan putar (rad/s)
Persamaan 2.38 sangatlah berguna, karena kecepatan sudut medan putar (sinkron) adalah konstan
untuk suatu nilai frekuensi dan jumlah kutub. Sehingga, dengan mengetahui daya celah udara PAG
dapat kita peroleh nilai torsi induksi motor. Daya celah udara PAG adalah daya yang menyebrangi
celah dari rangkaian stator ke rangkaian rotor. Daya ini sama dengan daya yang diserap pada
tahanan . Dengan menggunakan persamaan (2.27), bila harga dapat kita temukan, maka daya
daya celah udara dan torsi induksi akan dapat diketahui. s R,2
Dengan memperhatikan gambar 2.18, untuk menyelesaikan rangkaian tersebut guna mendapatkan
harga , ada beberpa cara yang dapat ditempuh. Salah satu cara termudah adalah dengan
menggunakan penyelesaian Thevenin, yaitu dengan menentukan ekivalen Thevenin dari bagian
yang bertanda X ke kiri rangkaian.
0 I 1 I1 V1 E1 R 1 jX m jX ' '2 I s R ' 2 +Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi Tiga Fasa
Universitas Sumatera Utara 35

Untuk men-Theveninkannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan meng-open-circuit
terminal yang bertanda X (perhatikan gambar 2.19(a)) sehingga didapatkan tegangan open-circuit
disana. Kemudian, untuk menemukan impedansi Thevenin, hubung-singkatkan tegangan fasa
(sumber) sehingga didapatkan Zeq.
Dari gambar 2.19(a), dengan menggunakan aturan pembagian tegangan diperoleh :
=
Magnitud dari tegangan Thevenin di atas adalah :
. (2.39)
Karena reaktansi magnetisasi Xm >> X1 dan Xm >> R1, maka harga pendekatan magnitud tegangan
Thevenin adalah :
. (2.40) +-1V1R1jXmjXTHV1R1jXmjX
(a) (b)
Universitas Sumatera Utara 36 +-THRTHjX1E'2jXsR'2THV''2I

(c)
Gambar 2.19. (a) Tegangan Ekivalen Thevenin Sisi Rangkaian Input,
(b) Impedansi Ekivalen Sisi Rangkaian Input,
(c) Hasil Rangkaian Ekivalen yang Disederhanakan
dari Gambar 2.18.
Pada gambar 2.19(b) dapat dilihat bahwa rangkaian input dengan sumber tegangan input
ditiadakan, dua impedansi dalam posisi pararel, dan didapatkan impedansi Thevenin sebagai
berikut :
(2.41)
Karena Xm >> X1, dan (Xm + X1) >> R1, tahanan dan reaktansi Thevenin pendekatan adalah :
(2.42)
(2.43)
Dari hasil rangkaian ekivalen yang diberikan pada gambar 2.19(c), dapat kita peroleh suatu
persamaan untuk arus
.. (2.44)
Magnitud dari arus ini adalah :
Universitas Sumatera Utara 37 .. (2.45)

Sehingga dapat diperoleh persamaan daya celah udara


(2.46)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.46) ke dalam persamaan (2.38), maka dapat kita peroleh
suatu persamaan untuk torsi induksi
(2.47)
Gambar 2.20 memperlihatkan kurva torsi motor induksi sebagai fungsi dari slip.
Gambar 2.20. Kurva Karakteristik Torsi-Slip Motor Induksi
2.9 Desain Motor Induksi Tiga Fasa
Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat kelas yakni
desain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi kecepatannya dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Universitas Sumatera Utara 38

Gambar 2.21. Karakteristik Torsi Kecepatan Motor Induksi


pada Berbagai Desain
Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 170%) dari nilai
ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang
paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban
lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5% Kelas
B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini
memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi
motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik
untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip
motor ini < =5 %, efisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh
tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat
dijumpai pada pompa, kipas angin, dan peralatan-peralatan mesin. Kelas C
: memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua disain
yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban-beban seperti konveyor,
mesin penghancur (crusher), komperesor,dll. Operasi Universitas Sumatera
Utara 39 dari motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam
jumlah besar. Arus startnya rendah, slipnya < = 5 % Kelas D : memiliki
torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan beban penuhnya
rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 13 %), sehingga motor ini cocok
untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan kecepatan secara
mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane, dan ekstraktor.
Universitas Sumatera Utara

You might also like