Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Agil Abdilah
Anis Setiyowati
Danang tri prastiyo
Ivo aga adinata
Wiji lestari
(11321001)
(11321004)
(11321005)
(11321019)
(11321039)
VI-A
KATA PENGANTAR
Segala puji penulis panjatkan terhadap kehadirat tuhan yang maha esa yang telah
memberi rahmat dan hidayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
tanpa adanya rintangan yang berarti.
Makalah ini penulis susun dengan tujuan:
1. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Reproduksi II.
2. Dapat mengetahui lebih lanjut tentang Kejang Pada Bayi Baru Lahir.
Sesuai dengan tujuan penulis tersebut maka penulis akan menyelesaikan dengan
sebaik-baiknya meskipun masih banyak kekurangannya.Dan tidak lupa pula penulis
mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyak kepada:
1. Dosen pembimbing akademik stikes icme jombang.
2. Anita.kep.Ns selaku dosen mata kuliah Reproduksi II.
3. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Atas rahmat tuhan yang maha kuasa,penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca. Serta saran dan kritik penulis harapkan, karena penulis menyadari bahwa
makalah ini banyak kekurangannya dan masih belum sempurna.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang pada periode bayi (neonatus) merupakan keadaan darurat medis, karena
kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan
hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari, disamping itu kejang
dapat merupakan tanda atau gejala dari satu masalah atau lebih. Kejang halus/subtle
seizure adalah jenis yang paling umum kejang yang terjadi dalam periode neonatal. Jenis
lain termasuk serangan klonic, tonik dan myoklonic. Serangan myoklonic
membawa prognosis terburuk dari segi jangka panjang hasil perkembangan saraf.
Ensefalopati iskemik Hipoksik adalah penyebab paling umum neonatal kejang.
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatric
dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan penyebab
yang paling sering untuk rujukan pada praktek neurologi anak. Adanya gangguan kejang
tidak merupakan diagnosis, tetapi gejala suatu gangguan sistem saraf sentral (SSS) yang
memerlukan pengamatan menyeluruh dan rencana manajemen. Penyakit ini juga menjadi
salah satu masalah sistem saraf pusat yang banyak terdapat pada neonatus. Kejadiannya
meliputi 0,5% dari semua neonatus baik cukup bulan maupun kurang bulan.
Angka kejadian kejang pada neonatus terjadi lebih tinggi pada bayi kurang bulan
(3,9%) pada bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Di Amerika Serikat, angka
kejadian kejang pada neonatus belum jelas terdeteksi, diperkirakan sekitar 80-120
per 100.000 neonatus per tahun. Perbandingannya antara 1-5:1000 angka kelahiran.
Menurut SDKI 2002-2003 angka kematian pada neonatus di Indonesia menduduki angka
57% dari angka kematian bayi (AKB) sedangkan kematian neonatus yang diakibatkan
oleh kejang sekitar 10%.
Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik,
toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu ini
daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang neonatus tidak sama dengan
kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik cenderung tidak terjadi
selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga
mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus. Discharge kejang karenanya tidak dapat
dengan mudah dijalarkan ke seluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang
menyeluruh. Ada setidaknya empat tipe kejang yang dapat dikenali pada bayi baru lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28
hari sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak). Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu
aritma serebral.
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan
Obstetric Neonatal Emergensi Dasar).
Kejang pada neonatus adalah perubahan paroksismal fungsi neurologis (tingkah laku
dan atau fungsi motorik) akibat aktifitas yang terus menerus dari neuron diotak dan
terjadi dalam 28 hari pertama kehidupan pada bayi cukup bulan atau sampai usia
konsepsi 44 minggu pada bayi kurang bulan.
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi neurologik
(misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem syaraf yang terjadi
pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. (Kosim, Soleh:2008)
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara
cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak,
yaitu terjadi loncatan loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di
dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai.
Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi pada bayi baru lahir
sampai dengan usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang
merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik
atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali karena berbeda
dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan
organisasi korteks pada bayi baru lahir. Kejang umum tonik klonik jarang pada bayi
baru lahir. Pada prinsipnya, setiap gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung
berulang-ulang dan periodik,harus dipikirkan manifestasi kejang. Kejang yang berulang
menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.
Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari gangguan saraf pusat,
lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan tanda penting
akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat mengakibatkan
gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui harus
segera di obati. Hal yang paling penting dari
terarah, bukan hanya mencoba menanggulangi kejang tersebut dengan obat anti
konvulsan.
B. Klasifikasi Kejang
1. Kejang tonik
a) Umum
Terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan (< 2500gram). Fleksi atau
ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan berkaitan
dengan ekstensi tonus pada ekstremitas bagian bawah. Pada 85% kasus kejang
tonik tidak berkaitan dengan perubahan otonomis apapun seperti meningkatnya
detak jantung atau tekanan darah, atau kulit memerah.
b) Fokal
Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau
deviasi tonik kepala atau mata kepala atau mata. Sebagian besar kejang tonik
terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan perdarahan
intraventrikular.
2. Kejang klonik
a) Fokal
Terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral
dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan
atau tanpa gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali
perdetik.
b) Multifokal
Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu focus ataumigrasi
terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian secara acak pindah
keekstremitas lainnya. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik salah satu atau
lebihanggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya
kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan.
Kadang-kadang karenakejang yang satu dengan kejang yang lain sering
bersinambungan, seolah-olah member kesan sebagai kejang umum. Bentuk
kejang ini biasanya terdapat pada gangguanmetabolik. Kejang ini lebih sering
dijumpai pada BCB dengan berat lebih 2500 gram.
3. Kejang mioklonik
a. Umum
Terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batangtubuh dengan
ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang ini berkaitan dengan patologiSSP
yang difus
b. Fokal
Biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas
c. Multifokal
2. Perdarahan intrakranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi
vitamin K, trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi sub dural, sub aroknoid,
intraventrikulus dan intraserebral. Biasanya disertai hipoglikemia, hipokalsemia.
Diagnosis yang tepat sukar ditetapkan, fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin
dapat membantu diagnosis. Terapi : pemberian obat anti kejang dan perbaikan
gangguan metabolism bila ada.
3. Infeksi
Infeksi terjadi sekitar 5-10% dari seluruh penyebab kejang BBL, bakteri,
nonbakteri maupun kongenital dapat menyebabkan kejang BBL, biasanya terjadi
setelah minggu pertama kehidupan.Infeksi digolongkan menjadi
1. Infeksi akut
Infeksi bakteri atau virus pada SSP dengan atau tanpa keadaan sepsis dapat
mengakibatkan kejang, biasanya sering berhubungan dengan meningitis. Kuman
gramnegative sering mengakibatkan infeksi intrakranial dan sistemik pada BBL.
Bakteri yang sering ditemukan adalah group B streptococcus, Eschericia coli, Listeria
sp, Staphylococcus dan Pseudomonas species.
2. Infeksi kronik
Infeksi intrauterin yang berlangsung lama : toxoplasmosis, rubella, cytomegalo virus,
herpes (TORCH), treponema pallidum.
4. Genetik/kelainan bawaan
5. Penyebab lain
a. Polisikemia
Biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah, infufisiensi placenta,
transfuse dari bayi kembar yang satunya ke bayi kembar yang lain dengan kadar
hemoktrokit di atas 65%
b. Kejang idiopatik
Kejang pada BBL yang tidak diketahui penyebabnya, secara relatif sering
menunjukkan hasil yang baik. Tetapi pada kejang beulang yang lama, resisten
terhadap pengobatan atau kejang terulang sesudah pengobatan dihentikan
menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan di otak.
Pada golongan idiopatik terdapat 2 hal yang perlu mendapat perhatian yaitu,
kejang BBL familial jinak dan kejang hari kelima
1. Kejang BBL familial jinak (Benign familial Neonatal seizures)
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui
membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
E. WOC
Gangguan metabolik:
Hipokalsemia.hipoglikemi
a
Perdarahan Intrakranial
Infeksi
Sub dural
Sub arachnoid
Bakteri
Robekan
vena
supervisialis
Bayi
kurang
bulan
Molase kepala
yang berlebihan
Darah terkumpul di
fosa superior
Trauma
/asfiksia
Perdarahan
Muatan listrik
Kejang
Kejang Tonik
Umum
Kejang Klonik
Multifokal
Resiko cidera
Kejang mioklonik
Umum
Fokal
Fokal
Fokal
Gerakan dari 1
ekstremitas ke
ekstremitas
lain
Bayi kurang
bulan
Penyakit
SSP
Fleksi/ekste
nsi
ekstremitas
Gerakan bergatar
setengah
ekstremitas
Perdarahan
intra
ventrikuler
Kurang
pengetahuan
Resiko tinggi
injuri
Otot fluxort
ekstremitas
Fleksi
massif pada
kepala dan
batang tubuh
Multifokal
Gerakan
kejutan
yang tidak
seimbang
Ansietas
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa:
1. Tremor
Hiperaktif
2. kejang-kejang
3. tiba-tiba menangis melengking
4. Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan kesadaran
5. gerakan yang tidak menentu (involuntary movements) nistagmus atau mata mengedipedip proksismal
6. gerakan seperti mengunyah dan menelan
Oleh karena itu Manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, sering kali
kejang pada bayi baru lahir tidak di kenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam
prinsip, setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berangsur berulangulang dan periodik, harus dipikirkan kemungkinan Manifestasi kejang.
2.
fenobarbital, fenotin/dilantin)
b. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan resusitasi
c. Mencari faktor penyebab kejang
d. Mengobati penyebab kejang (mengobati hipoglikemia, hipokalsemia dan lain-lain)
Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
a. Diazepam
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai kejang hilang atau
berhenti. Dapat diulangi pada kejang beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk
digunakan pada dosis pemeliharaan
b. Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi
dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7
mg/kg BB IV pada hari pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg
BB atau oral dalam 2 dosis.
3.
Penanganan kejang pada bayi baru lahir (Buku Acuan Nasional Maternal dan
Neonatal, 2002)
a. Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa bayi tidak kedinginan.
Suhu dipertahankan 36,5C - 37C
b. Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lendir di seputar mulut,
hidung sampai nasofaring
c. Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu
balon dan sungkup, diberikan oksigen dengan kecepatan 2 liter/menit
d. Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer di tangan, kaki,
atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes miletus
dilakukan pemasangan infus melalui vena umbilikostis
e. Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang diazepam 0,5 mg/kg supositoria
IM setiap 2 menit sampai kejang teratasi, kemudian di tambah luminal
(fenobarbital 30 mg IM/IV)
f. Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada
g. Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan dextrose 10% dengan kecepatan 60 ml/kg
BB/hari
h. Dilakukan anamnesis
kejang
1) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit DM
2) Apakah kemungkinan bayi prematur
3) Apakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
4) Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap/menggunakan narkotika
i. Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk mencari
faktor penyebab kejang, misalnya :
1) Darah tepi
2) Elektrolit darah
3) Gula darah
4) Kimia darah (kalsium, magnesium)
j. Bila kecurigaan kearah pepsis dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal
k. Obat diberikan sesuai dengan hasil penelitian ulang
l. Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan lagi sampai 2 kali.
H. Pemeriksaan laboratorium
1.
Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama
kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur
2.
3.
4.
USG kepala
Skintigrafi kepala (CT-scan Cranium)
MRI
Pemeriksaaan Lain
Foto Radiologi kepala
Uji tapis obat-obatan
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
3.1 Data Subyektif
3.1.1. Biodata/Identifitas
Biodata bayi mencakup nama, tempat/tanggal lahir , umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama,
umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
3.1.2. Keluhan Utama
Pada bayi kejang, keluhan yang ibu utarakan antara lain bayinya tubuhnya gemetar,
gerakan tubuhnya lebih aktif dari biasanya, tidak terkendali, kejang-kejang, tiba-tiba
menangis melengking, bayi lemas/ tidak bergerak, mata berkedip terus menerus, mulut
mecucu, tubuh kaku
3.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan perjalanan penyakit (kejang) yang di alami bayi. Waktu permulaan kejang
dan berapa lama ibu mengamati tanda-tanda bayinya kejang sampai dibawa ke petugas
kesehatan.
3.1.4 Penyakit Riwayat Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya apakah merupakan kejang berulang, trauma kepala,
radang selaput otak (meningitis), epilepsi, kelainan metabolisme seperti: hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan
kelainan metabolisme asam amino, perdarahan otak, dan infark serebri.
3.1.5
mengalami infeksi dari bakteri dan virus seperti TORCH, ibu yang tidak disuntik TT, ibu
menderita DM.
Riwayat persalinan: persalinan dengan tindakan (ektrasi cunam/ ekstrasi vakum),
persalinan presipitatus, persalinan presentasi bokong, pemotongan tali pusat yang tidak steril,
asfiksia, dan gawat janin.
Selain itu, bayi yang mengalami komplikasi perinatal seperti tetanus neonatorum,
trauma perdarahan intrakranial, dan trauma susunan saraf pusat juga beresiko mengalami
kejang.
3.1.6
Respirasi
Nadi
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus sepanjang
hidup.
c. Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata) menyebabkan
mata menutup dengan rapat.
2. Mulut dan tenggorokan
a. ROOTING REFLEX (refleks mencari puting)
Cara memunculkan: sentuhlah pipi atau ujung mulut bayi. Mulutnya akan
membuka dan kepalanya akan menengok ke arah sentuhan. Refleks ini sangat
membantu bayi dalam mencari payudara ibu atau botol susu
b. SUCK REFLEX (refleks menghisap)
Cara memunculkan: sentuhlah langit-langit mulut bayi dengan jari, maka bayi
akan mulai menghisap. Bayi prematur biasanya belum mempunyai kemampuan
menghisap dengan baik. Refleks ini belum muncul hingga usia janin 32 minggu dan
belum berkembang sempurna hingga usia janin 36 minggu.
c. Muntah
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau masuknya
selang harus menyebabkan bayi mengalami reflek muntah, reflek ini harus menetap
sepanjang hidup.
d. Menguap
Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan jumlah
udara inspirasi, harus menetap sepanjang hidup.
e. Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan mendorongnya keluar
harus menghilang pada usia 4 bulan.
f. Batuk
Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini harus terus ada
sepanjang hidup, biasanya ada setelah hari pertama lahir.
3. Ekstrimitas
Refleks ini terjadi jika bayi dikejutkan oleh suara keras bahkan oleh tangisnya
sendiri atau gerakan. Refleks ini dapat muncul hingga bayi berusia 6 bulan.
Startle
Suara keras yang tiba-tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku
tangan tetap tergenggam.
TONIC NECK REFLEX (Tonus Leher Asimetrik)
o
Ketika kepala bayi dimirigkan ke kiri maka lengan kirinya akan meregang
lurus sementara siku lengan kanannya akan melipat. Hal ini bisa disebut
sebagai posisi "pagar". Perlu diwaspadai jika refleks ini tidak menghilang juga
ketika bayi berumur 6-7 bulan.
Neck righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang
tubuh membalik ke arah tersebut dan diikuti dengan pelvis.
Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan
panggul bergerak kearah sisi yang terstimulasi
2.
5.
NIC :
1. mengkaji dan mendokumentasikan keefektifan pemberian oksigen dan
perawatan yang lain
2. rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, sesuai dengan kebutuhan
3. konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi dan atau
peralatan pendukung
4. berikan udara/ oksigen yang telah di humidifikasi sesuai dengan
kebijakan instruksi
5. tampilkan/ bantu dalam pemberian aerosol, nabulizer ultrasonik dan
perawatan paru lainya sesuai dengan kebijakan dan protokol institusi
Intervensi :
NOC :
1. Mengidentifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera
2. Pengendalian resiko akan ditunjukkan, di buktikan oleh indikator berikut ini:
(sebutkan nilainya 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, dan
konsisten)
3. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko.
NIC :
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan misalnya
perubahan status mental, tingkat keracunan, keletihan, usia, kematangan,
pengobatan, dan defisit motorik/sensorik
Jelaskan kepada ibu dan orang yang mendukung, tentang alasan untuk
melakukan pemantauan secara elekronik dan juga informasi yang harus
diperhatikan
NIC :
TEACHING: PENGETAHUAN PROSES PENYAKIT
Definisi : membantu pasien memahami informasi yang berhubungan dengan
penyakit yang spesifik
Intervensi
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaiman hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit
Gambarkan proses penyakit
Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat
Sediakan informasi tentang kondisi pasien
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien
Sediakan pengukuran diagnostik yang tersedia
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi
Gambarkan rasional rekomendasi manajemen terapi
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pnccenter.co.id/index.php/id/read/26/perawatan-bayi-baru-lahir.html
M. Wilkinston Judith, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dCengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC edisi 7, Jakarta : EGC
http://norasitinjak.blogspot.com/2013/09/kejang-pada-bbl.html
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi neurologik
(misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem syaraf yang terjadi pada
bayi berumur sampai dengan 28 hari. Kejang dapat timbul sebagai suatu kondisi dimana otot
tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas
sementara dari aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan loncatan listrik di dalam sel
otak. Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi bahkan sangat sulit membedakan dengan
gerakan bayi itu sendiri. Meskipun demikian diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat
merupakan hal yang penting, karena pengenalan kondisi yang terlambat meskipun tertangani
akan dapat meninggalkan sekuel pada sistem syaraf.
4.2
Saran
Mengingat kejang merupakan tanda bahaya yang sering terjadi pada BBL dan dapat
mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi maka
diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik agar sebagai bidan, kita dapat menangani
kejang pada BBL dalam praktik kebidanan kelak.