You are on page 1of 13

PENENTUAN DENSITAS

I.

Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan pengertian dan peranan sifat fisik batubara
2. Menentukan densitas batubara

II.

Alat dan Bahan


II.1Alat yang digunakan:
1. Neraca analitik
2. Piknometer
3. Pipet ukur 10 ml
4. Kaca arloji
5. Labu ukur 100 ml
6. Corong
7. Pipet tetes
8. Spatula
9. Bola karet
10. Desikator
II.2Bahan yang digunakan:
1. Batubara ukuran 20 mesh

III.
Dasar Teori
3.1 Pendahuluan

1 unit
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 unit
1 gr

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan
terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hydrogen dan oksigen. Sukandarrumidi, (1995). Pembentukan batubara dimulai sejak
periode pembentukan karbon (Carboniferrous Period) yang dikenal sebagai Zaman
Batubara Pertama yang berlangsung selama 360 juta 290 juta tahun lalu. Endapan
tumbuhan yang berubah menjadi gambut (peat), selanjutnya berubah menjadi
batubara muda (lignite) atau disebut pula batubara cokelat (brown coal). Setelah
mendapatkan pengaruh suhu dan tekanan yang terus-menerus selama jutaan tahun,
maka batubara muda akan mengalami perubahan, yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous).
Perubahan secara kimia dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi lebih
keras dan berwarna lebih hitam, sehingga membentuk bituminus (bituminous).
Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit (anthracite). Selain itu, semakin tinggi
peringkat batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan
oksigen akan berkurang, karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat
diasosiasikan dengan mutu batubara, maka batubara dengan tingkat batubara rendah
disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignit (lignite) dan subbituminus
biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah,
memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah,
sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi nilai kalori, batubara
umumnya semakin keras dan kompak serta berwarna semakin hitam mengkilat,
kelembabannya pun akan berkurang, sedangkan kadar karbonnya meningkat,
sehingga kandungan energinya semakin besar. Fischer, (1927), op cit. Susilawati
(1992)
Kualitas batubara dijumpai sangat bervariasi, baik secara vertikal maupun
lateral, antara lain bervariasinya kandungan sulfur dan sodium, kondisi roof dan
floor, kehadiran parting dan pengotor, proses leaching. Kondisi tersebut antara lain
dipengaruhi oleh pembentukan batubara yang kompleks,lingkungan pengendapan
tempat terbentuk batubara dan proses-proses geologi yang berlangsung bersama atau
setelah batubara terbentuk, Kuncoro (1996).
3.2 Properti fisik batubara
Sebagai pertimbangan awal, perlunya mengenal sifat fisik secara tidak langsung
juga menerangkan tentang hubungan hubungannya tentang sifat kimia. Sebagai
contoh, ukuran pori batubara, merupakan faktor utama dalam penentuan reaktivitas
kimiawi batubara (Walker, 1981). Dan efek kimiawi dari swelling index dan
pengkokasan batubara memiliki efek substansial pada penanganan batubara atau
selama operasi konversi batubara.
a. Densitas (specific gravity)
Padatan yang porous seperti batubara, memiliki tiga perbedaan dalam
pengukuran densitasnya; true density, particle density, dan apparent density.
- Apparent density
Apparent density batubara dapat dilakukan dengan cara membenamkan sampel
batubara di dalam cairan dan kemudian mengukur cairan yang terpindahkan.
Untuk prosedur ini, cairan haruslah:

Membasahi permukaan batubara


Tidak ada absorbs yang kuat pada permukaan
Tidak menyebabkan pengembangan
Menetrasi pori batubara
- True density
True density batubara ditentukan dengan menggunakan prinsip pemindahan
helium. Helium baik digunakan sebab dapat menetrasi pori-pori sampel batubara
tanpa menyebabkan interaksi secara kimiawi.
- Particle density
Particle density merupakan berat suatu unit volume padatan termasuk pori dan
rengkahan (Mahajan dan Walter, 1978). Densitas padatan dapat ditentukan
dengan cara satu dari tiga metode.
Mercury displacement (Gan et al, 1982)
Aliran gas (Ergun, 1951)
Silanization (Ettinger dan Zhupakhina, 1960)
Densitas batubara dapat bervariasi yang menunjukkan antara rank dan
kandungan karbon. Batubara dengan karbon 85% biasanya menunjukkan suatu
derajat ciri hidropobik yang lebih besar dari batubara ber-rank paling rendah.
Bagaimanapun, hasil temuan terbaru pada prediksi sifat hidropobik batubara
mengindikasikan bahwa korelasi kharakteristik kandungan air lebih baik dari pada
kandungan karbon dan begitupun rasio kandungan air/karbon lebih baik daripada
rasio atomik oksigen/karbon. Begitupun, terdapat suatu hubungan antara sifat
hidropobik batubara dan kandungan air ((Labuschagne, 1987; Labuschagne, 1988).
Kecenderungan bahwa density batubara bernilai minimum pada kandungan
karbon 85%. Sebagai contoh, karbon batubara 50-55% akan memiliki densiti sekitar
1,5 g/cm3, dan cenderung berkurang hingga 1,3 g/cm3 untuk batubara mengandung
85% karbon diikuti dengan peningkatan 1,8 g/cm3 untuk batubara dengan kandungan
karbon 87%. Sebagai pembanding, densitas graphite (2,25 g/cm3) juga mengikuti
kecenderungan ini. Walaupun variasi densitas tidak begitu besar, umumnya densitas
untuk maseral (memilki kandungan karbon yang sama) adalah exinite.
b. In place density
Densiti insitu batubara memberikan pengertian bahwa lapisan batubara lapisan
dapat ditunjukkan sebagai ton per volume. Dalam standar ASTM D291 dinyatakan
dalam berat batubara tercrusher per kubik feet, yang mana bervariasi dengan ukuran
partikel batubara dan dengan cara pengisian dalam sebuah container.
c. Porositas dan luas permukaan
Batubara merupakan suatu material yang bersifat porous. Dengan demikian
porositasnya dan luas permukaannya (Manhajan dan Walker, 1978) memiliki
pengaruh yang dapat dipertimbangkan terhadap perilaku selama penambangan,
preparasi, dan penanganannya. Walaupun porositas mempengaruhi laju difusi metan
keluar dari batubara (dalam lapisan batubara), dan terdapat juga beberapa pengaruh
selama preparasi batubara dalam arti pemindahan mineral matter, tetapi efek yang
banyak berpengaruh dari porositas batubara adalah pada penanganan batubara.

Sebagai contoh, selama proses konversi batubara, reaksi-reaksi kimiawi yang


terjadi antara produk-produk gas (dan atau cairan) dan permukaan yang menonjol,
banyak secara inheren di dalam sistim pori. Sistim pori batubara yang
dipertimbangkan pada umumnya bersifat mikroskopis dengan ukuran sekitar 100
Angstrom dan bersifat makroskopis dengan ukuran lebih besar dari 300 Angstrom
(Gan et al. 1972; Mahajan dan Walker, 1978). Peneliti lain (Kalliat et al, 1981), yang
menyertakan investigasi sinar-X terhadap porositas dalam batubara, telah
mengajukan beberapa keraguan terhadap hipotesis ini dengan mengemukakan suatu
usul yang mana data adalah tidak konsisten dengan saran bahwa pori-pori
mempunyai diameter dalam beberapa ratus Angstrom tetapi mempunyai batasan
akses dalam kaitan dengan bukaan-bukaan kecil yang mana mengeluarkan zat lemas
atau nitrogen (dan unsur lainnya) pada temperatur rendah. Melainkan, suatu
interpretasi yang mana merupakan penekanan terhadap luas permukaan yang besar
yang diperoleh oleh hasil adsorbsi sebagai hasil dalam jumlah besar dari pori-pori
dengan minimum dimensi pori tidak lebih besar dari ca. 30 Angstrom.
Ada juga suatu indikasi bahwa penyerapan molekul-molekul kecil, seperti
methanol, pada batubara terjadi oleh mekanisme site-specific (Ramesh et al., 1992).
Dalam kasus demikian, muncul penyerapan yang terjadi pertama kali pada highenergy sites tetapi dengan meningkatnya kontinuitas penyerapan adsorbat (e.g.,
methanol) untuk mengikat permukaan dibanding molekul-molekul polar lainnya dari
spesis yang sama, dan ini adalah suatu bukti penyerapan terjadi baik secara kimia
maupun penyerapan secara fisika.
Ditambahkan, pada selubung penutup permukaan kurang dari suatu bentuk
monolayer, muncul sebagai lapisan aktivasi terhadap proses penyerapan. Apakah
ditemukan mempunyai konsekuensi atau tidak untuk studi luas permukaan dan
distribusi pori tetap dapat dilihat. Tetapi fenomena dari aktivasi penutup permukaan
adalah sangat menarik, yang mana juga memilki konsekuensi untuk interpretasi efek
permukaan selama proses pembakaran. Sebagai salah satu sisi efek ini, studi
penyerapan dari molekul-molekul kecil pada permukaan batubara adalah di klaim
terhadap struktur copolymeric batubara (Milewska-Duda, 1991).
Porositas batubara berkurang dengan meningkatnya kandungan karbon (King
dan Wilkins, 1944) dan mempunyai nilai minimum sekitar 89% karbon lalu diikuti
dengan meningkatnya porositas. Ukuran pori-pori juga bervariasi dengan
meningkatnya kandungan karbon (rank); sebagai contoh, macrospore selalu utama
dalam batubara dengan kandungan karbon yang paling rendah (rank) sedangkan
batubara dengan kandungan karbon yang paling tinggi utamanya merupakan
microspore.
Sebagai tambahan, luas permukaan batubara bervariasi antara 10 200 m 2/g dan
begitupun kecenderungan berkurang dengan bertambahnya kandungan karbon.
Porositas dan luas permukaan adalah dua propertis batubara yang sangat penting
pada proses gasifikasi batubara, ketika reaktivitas batubara meningkat sama seperti
ketika porositas dan luas permukaan batubara meningkat. Begitupun, laju gasifikasi
adalah lebih besar untuk batubara peringkat rendah daripada batubara peringkat
tinggi.

Batubara mengandung dua sistem pori: (1) sistim pori makro yang dapat diakses
terhadap merkuri pada tekanan rendah dan (2) sistem pori mikro yang mana tidak
dapat di akses oleh merkuri tetapi oleh helium. Dengan menggunakan cairan yang
berbeda variasi ukuran molekulnya adalah mungkin untuk menentukan distribusi
ukuran pori mikro. Bagaimanapun, aturan yang berperan tepat atau fungsi pori mikro
sebagai bagian dari model struktur batubara adalah tidak dapat dipahami secara
penuh, walaupun telah ditunjang bahwa batubara bertindak seperti suatu saringan
molekular.
d. Reflektan
Reflaktan dalah mengherankan untuk kebanyakan peneliti batubara, sering
batubara digolongkan sebagai padatan hitam yang tak dapat ditembus oleh cahaya,
sehingga harus ditetapkan sebagai salah satu propertis secara optik. Tentu saja,
adalah benar bahwa beberapa preparasi atau pengkondisian dari batubara adalah
penting untuk dikenali melalui berbagai propertis.
Batubara dapat diuji dalam bentuk seperti tembus cahaya dengan cara transmisi
atau reflektan (Tschamler dan de Ruiter, 1963). Transmisi adalah suatu pengukuran
absorbansi cahaya pada berbagai gelombang dan dapat ditentukan untuk sayatan tipis
batubara. Reflektansi batubara (ASTM D2798) adalah sangat bermanfaat sebab
memberi beberapa indikasi penting tentang propertis batubara (Davis, 1978).
Kandungan beberapa maseral (ASTM D2799) dan temperatur karbonisasi.
Reflektansi batubara ditentukan melalui derajat relatif terhadap yang mana berkas
sinar yang terpolarisasi adalah direfleksikan dari permukaan batubara yang telah
dipoles. Batubara tersebut dihancurkan hingga berukuran 850 dengan sedikit
kandungan halus, dan kemudian partikel-partikel dibentuk semacam briket. Salah
satu permukaannya dipoles hingga halus, bebas dari kerusakan dan bebas dari char.
Secara metallurgi, atau opaque-ore, mikroskop digunakan untuk menentukan
reflektansi sampel, yang mana adalah diterangiu secara vertical dengan sinar
terpolarisasi.
Sebelum mengukur reflektansi, permukaan sampel diselubungi dengan minyak
Sedar atau minyak immersi komersial, dan kemudian membaca berulang-ulang
reflektansi maksimum komponen batubara (vitrinit, dll). Nilai yang diperoleh
kemudian diperbandingkan dengan estndar high- index glass (yang telah diketahui
reflektansinya), yang mana telah disediakan dengan dengan nilai reflektansi secara
tipikal antara 0,302% 1,815%.
Begitu juga, walaupun batubara selalu muncul sebagai massa hitam, lapisan tipis
dan permukaan yang dipoles memancarkan berbagai macam warna. Sebagai contoh,
dengan sinar sekilas, fusinite dan macrinite berwarna putih, sedangkan exinite
berwarna kuning tembus cahaya; dalam cahaya tertransmisi, exinite berwarna jingga.
Adalah sangat jelas, perbedaan warna tersebut dapat diterapkan untuik membedakan
tipe-tipe maseral. Sebagai tambahan, reflekstansi batubara bervariasi terhadap
peringkat batubara tersebut, dan data reflektansi untuk udara adalah ditetapkan lebih
tinggi dari medium minyak. Reflektansi batubara adalah penting dalam menopang
penentuan dari komposisi maseral batubara, yang mana pada gilirannya adalah

sangat membantu dalam memprediksi perilaku selama mengproses batubara (Davis


et. Al., 1991).
e. Indeks refraksi
Indeks refraksi batubara dapat ditentukan dengan membandingkan reflektansi
udara terhadap minyak sedar. Untuk vitrinite, indeks refraksi selalu antara 1,68
2,02 (kandungan karbon 58 96%).
3.3 Hubungan densitas terhadap ash content
Tinggi rendahnya harga densitas batubara dipengaruhi oleh porositas dan jenis
kandungan yang ada di dalamnya, serta dipengaruhi oleh tingkat/derajat kekompakan
batubara. Sebab, kekompakan batubara berpengaruh terhadap besarnya porositas.
Densitas batubara besar maka memiliki porositas yang kecil sehingga kandungan abu
akan semakin kecil karena tidak dapat masuk ke dalam batubara. Maka berbanding
terbalik, jika densitas kecil maka porositas semakin besar sehingga abu semakin
banyak yang masuk ke dalam batubara.
3.4 Hubungan densitas terhadap total moisture dan kalori
Densitas dan kalori batubara mempunyai hubungan erat karena secara fisisnya
jika suatu batubara itu mempunyai densitas yang lebih besar, maka porositasnya akan
semakin kecil, dan porositas yang semakin kecil itu akan membuat kandungan
kelembaban dalam suatu batubara kecil karena tidak ada pori atau semacam cleat
untuk menyerap atau sebagai jalan fluida. Dan hal ini akan menyebabkan proses
pembakaran batubaranya menjadi sempurna maka kalori yang dihasilkan akan tinggi.
3.5 Hubungan kalori terhadap ash content
Kandungan abu adalah material yang tidak terbakar setelah batubara dibakar
sempurna. Semakin banyak kandungan abunya maka kualitas batubara semakin
jelek. Kandungan abu yang tinggi akan mengurangi nilai kalorinya. Menurut Thomas
(2002), kandungan abu adalah material yang tidak terbakar setelah batubara dibakar
sempurna, sehingga semakin banyak kandungan abunya maka kualitas batubara
semakin jelek. Kandungan abu yang tinggi akan mengurangi nilai kalorinya. Hal ini
dikarenakan kadar abu mempengaruhi efisiensi dari proses pembakaran, dimana jika
kadar abu yang dihasilkan dari pembakaran banyak maka diperlukan waktu yang
lebih lama untuk dapat membersihkan abu dari tungku pembakaran.
3.6 Teepol
Teepol sendiri sebenarnya merek dagang cairan pembersih buatan Inggris.
Produksinya dimulai sejak 1938. Sejak itu, teepol menjadi popular, karena
terkenalnya sampai-sampai semua cairan pembersih diberi nama teepol. Teepol
sendiri merupakan larutan pencuci mengandung phenol. Teepol sendiri merupakan
salah satu dari golongan Natrium Akil Sulfat. Kandungan dari teepol sendiri yaitu
sulfaktan. Sulfaktan merupakan bahan aktif yang terdapat dalam detergen. Karena
teepol mengandung antiseptik, maka ia berfungsi membunuh mikroba. Sayangnya,
teepol mengakibatkan menguapnya air dalam kulit. Ciri-ciri teepol sendiri adalah
cairan bening yang menghasilkan busa. Jika terkena kulit akan terasa gatal dan

panas. Penanganannya dengan cara mengoleskannya dengan salep (biasanya salep


untuk kulit atau bisa juga lemak).

IV.

Prosedur Percobaan
1. Menghitung volume typol yang akan dipipet.
2. Menimbang labu ukur 100 ml.
3. Membuat larutan typol 1% dengan mempipet 1 ml larutan typol ke dalam labu
ukur 100 ml dan menambahkan air hingga tanda batas.
4. Menimbang labu ukur beserta isinya.

5. Menghitung berat typol dan kemudian menimbang 1 gr batubara ukuran 60 mesh


(-20 mesh).
6. Mengisi piknometer dengan larutan typol hingga tanda batas dan
menimbangnya.
7. Mengurangi larutan typol dalam piknometer sampai volume piknometer.
8. Mengisi sampel batubara ke dalam piknometer dan menambahkan larutan typol
hingga tanda batas.
9. Memasukkan piknometer ke dalam desikator, mendiamkan hingga semua sampel
batubara mengendap, dan kemudian menimbangnya.

V.

Data Pengamatan
No.
1.
2.
3.

Sifat Fisik
Berat piknometer kosong
Berat labu ukur 100 ml kosong
Berat labu ukur + larutan typol

97,53 gr
59,04 gr
157,21 gr

4.
5.
6.
7.

VI.

Volume labu ukur 100 ml


Berat sampel batubara 60 mesh (-20 mesh)
Berat piknometer + larutan typol
Berat piknometer + larutan typol setelah
diendapkan

100 ml
1,09 gr
131,09 gr
131,55 gr

Perhitungan
VI.1
Pembuatan larutan typol 1%
1
x 100 ml=1 ml
100
Maka, volume typol yang harus dipipet adalah 1 ml untuk membuat 100 ml
larutan typol 1%.
VI.2

Penentuan densitas typol

Berat larutan typol = (berat labu ukur + larutan typol) (berat labu ukur kosong)
157,21 gr97,53 gr
59,68 gr
Maka, densitas larutan typol dapat ditentukan dengan rumus:
mtypol
larutantypol =
v labuukur

59,68 gr
100 ml

0,5968

VI.3

gr
ml

Penentuan densitas batubara


W x larutan typol
batubara=
W ( W 1P )

Dengan:
W adalah berat sampel (gr)
W1 adalah berat piknometer + larutan typol + sampel (gr)
P adalah berat piknometer + larutan typol (gr)
gr
ml
batubara=
1,09 gr( 131,55 gr131,09 gr )
1,09 gr x 0,5968

1,0325

VII.

gr
ml

Analisa Percobaan
Percobaan kali ini memiliki tujuan untuk menganalisa densitas batubara
sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap nilai kalor dari batubara tersebut.
Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel batubara dengan ukuran +
60 mesh (-20 mesh) dengan basis adb (air dried basis). Pada percobaan ini juga

digunakan larutan typol, yaitu suatu cairan pembersih yang mengandung phenol dan
sulfaktan. Sulfaktan merupakan bahan aktif yang terdapat di dalam detergen dan
mengandung antiseptik sehingga dapat membunuh mikroba. Penggunaan typol pada
percobaan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam batubara dengan
cara menguapkannya sehingga pengukuran densitas yang dilakukan cukup akurat
selain itu, larutan typol juga berfungsi untuk mengisi pori-pori batubara. Penggunaan
larutan typol ini akan menyebabkan terdapatnya gelembung pada saat larutan typol
dimasukkan ke dalam piknometer. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat udara
yang terbawa masuk ke dalam piknometer sehingga udara tersebut harus dihilangkan
dengan cara memasukkan piknometer tersebut ke dalam desikator. Gelembung ini
akan mempengaruhi berat yang ditimbang nantinya sehingga pengukuran densitas
menjadi tidak akurat.
Larutan typol mengisi pori-pori batubara dikarenakan pori-pori batubara
mempengaruhi tinggi rendahnya harga densitas dari batubara yang akan diuji. Dari
data yang telah diperoleh, didapat bahwa densitas batubara yang diuji adalah 1,0325
gr/ml. Nilai ini cukup tinggi sehingga mengindikasikan bahwa porositas dari
batubara yang diuji kali ini kecil. Dikarenakan porositasnya yang kecil, maka
kandungan abu dari batubara ini juga kecil karena ia sulit untuk masuk ke dalam
batubara. Jika dikaitkan dengan kandungan air yang ada didalamnya, maka dapat
dianalisa bahwa kandungan air yang berada di dalam batubara tersebut kecil. Hal ini
dikarenakan kecilnya pori untuk menyerap atau sebagai jalannya air masuk ke dalam
batubara sehingga akan menyebabkan proses pembakaran dari batubara ini menjadi
sempurna dan akan menghasilkan nilai kalori yang tinggi pula.

VIII.

Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Densitas batubara dapat bervariasi yang menunjukkan antara rank dan
kandungan karbon.
2. Densitas batubara dipengaruhi oleh porositas batubara.

3. Larutan typol berfungsi mengisi pori-pori batubara dan menghilangkan kadar


air yang terdapat di dalam batubara.
4. Semakin besar densitas batubara maka porositas dan kandungan abu batubara
tersebut akan semakin kecil.
5. Semakin kecil porositas batubara maka semakin besar nilai kalori yang akan
dihasilkan dari proses pembakaran batubara tersebut.

Daftar Pustaka
Ridhwan, KA. 2014. Penuntun Praktikum Analisa Batubara. Palembang: Politeknik
Negeri Sriwijaya Jurusan Teknik Kimia.
Pita, Lusia Magdalenis. 2013. Pembersih Peralatan Laboratorium Part 2.
(http://uchilusiamagda.blogspot.com/2013/06/pembersih-peralatanlaboratorium-part-2.html, diakses pada 2 Januari 2015)

Putro, Suko Dwi dkk. ______. Analisa Log Densitas Dan Volume Shale Terhadap
Kalori , Ash Content Dan Total Moisture Pada Lapisan Batubara Berdasarkan
Data Well Logging Daerah Banko Pit 1 Barat, Kecamatan Lawang Kidul,
Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Yogyakarta: UPN
Veteran Yogyakarta.

You might also like