You are on page 1of 24

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Sectio Caesarea (SC)
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio Caesarea menurut (Wikjosastro, 2000) adalah suatu
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat dinding dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram. Sementara menurut (Bobak et
al, 2004) Sectio Caesareamerupakan kelahiran bayi melalui insisi trans
abdominal. Menurut (Mochtar, 1998)
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina atau Sectio Caesarea adalah suatu histerotomia untuk
melahirkan janin dalam rahim. Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa Sectio Caesarea merupakan suatu pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus.
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding
uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
2. Indikasi Sectio Caesarea
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea
adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum (Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan
dengan sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1

1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala
letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong
dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin
pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior
(looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan
e.
f.
g.
h.

sebagainya.
Partus lama
Partus tidak maju
Pre-eklamsia dan hipertensi
Distosia serviks

3. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah
uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
c. Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila : Sayatan memanjang (longitudinal), Sayatan melintang
(tranversal), Sayatan huruf T (T Insisian)
d. Sectio Caesarea Klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri


kira-kira 10cm.
4. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

B. Ketuban Pecah Dini


1. Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya
tanda-tanda persalinan.
Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang
terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai.
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina
setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan
berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra
uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
3

mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina


serviks. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu,
yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,
sedangkan di bawah 36 minggu.

2. Manifestasi Klinik
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Manuaba,2009).
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi ketuban pecah dini adalah :
1. Keluar air ketuban warna keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah terkena infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tidak ada, air
ketuban sudah kering
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban
tidak ada dan air ketuban sudah kering
6. Usia kehamilan vible (>20minggu)
7. Bunyi jantung bisa tetap normal
3. Etiologi dan faktor fredisposisi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya
masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat

dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit


diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:
1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka
oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan,
curetage).
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor
predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat
misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
5. Keadaan sosial ekonomi
6. Faktor usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi
persalinan (julianti, 2001). Usia reproduksi optimal bagi seorang
ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Dibawah atau diatas usia
tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan
(depkes, 2003). Usia seseorang sedemikian
mempengaruhi

sistem

reproduksi,

karena

besarnya akan
organ-organ

reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan


keelastisannya dalam menerima kehamilan.

7. Faktor lain
a)

Faktor golonngan darah

b)

Akibat golongan darah ibu dan anak yang


tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk
kelemahan jarinngan kulit ketuban.

c)

Faktor disproporsi antar kepala janin dan


panggul ibu.

d)

Faktor

multi

graviditas,

merokok

dan

perdarahan antepartum.
e)

Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam


askorbat (Vitamin C)

4. Faktor Resiko
Faktor resiko ketuban pecah dini persalinan preterm
a. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
b. riwayat persalinan preterm sebelumnya
c. perdarahan pervaginam
d. pH vagina di atas 4.5
e. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
f. flora vagina abnormal
g. fibronectin > 50 ng/ml
h. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi
misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi
persalinan preterm
i. Inkompetensi serviks (leher rahim)
j. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
k. Riwayat KPD sebelumya
l. Trauma
m. servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang
pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
n. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis.

5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung
sebagai berikut :
a) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat
dan vaskularisasi.
b) Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
c) Banyak teori, yang menentukan hal hal diatas seperti defek
kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi.
d) Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas,
jaringan retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem

aktifitas

dan

inhibisi

interleukin-1

(IL-1)

dan

prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas
IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan,
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion /
amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
Patofisiologis KPD

Infeksi inflamasi

Terjadi peningktan aktivitas interleukin1dan


portaglandin

Kologenase jaringan

Depolimerasi kolagen pada selaput korion atau


amion

Ketunban tipis, lemah dan mudah pecah spontan

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Sumber : ( Doengoes 2001 )

6. Klasifiksai
Berdasarkan usia kehamilan (manjoer, 2001), dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. KPD pada usia kehamilan < 37 minggu
KPD pada preterm pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum
tanda persalinan atau disebut juga PPROM (premature prelabour
repture of membrane). Dengan insiden 2% kehamilan.
2. KPD pada usia kehamilan > 37 minggu
KPD pada aterm pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum
tanda persalinan atau disebut juga PROM (premature rupture of
membrane). Dengan insiden 6-19% kehamilan.
7. Komplikasi
a) Mudah terjadinya infeksi intra uterin
b) Partus prematur
c) Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke
intrauterin.
8

d) Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.


e) Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin
akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak
lintang).
f) Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena
air ketuban habis.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat
dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asambasa). pH normal dari vagina adalah 4 - 4,7 sedangkan pH cairan
ketuban adalah 7,1 - 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang
salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir
leher rahim, dan air seni.
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda,
anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada
amniosintesis.
b. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi
kematangan paru janin.
c. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin
d. ProteinC-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan
korioamnionitis
e. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru, menunjukkan adanya air ketuban (alkalis)
9. Penatalaksanaan medik dan implikasi keperawatan
a.

Konservatif

1)

Pengelolaan
konserfatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun pada janin) dan harus dirawat dirumah sakit.

2)

Tidak ada tanda-tanda


infeksi dan gawat janin.

3)

Umur

kehamilan

kurang 37 minggu.
4)

Antibiotik profilaksis
dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.

5)

Memberikan tokolitik
bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk
mematangkan fungsi paru janin.

6)

Jangan

melakukan

periksaan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.


7)

Melakukan terminasi
kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.

8)

Bila dalam 3 x 24 jam


tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka
lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung
terus, lakukan terminasi kehamilan.

b.

Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka
lakukan terminasi kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus
berat ditemukan.
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang
penatalaksaan adalah :

10

a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya


maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu koriomnionitis yang menjadi
pemicu sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematur.
c. Denagn perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharpkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikostreroid,

sehingga

kematangan

paru

janin

dapat

terjamin.
d. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan
menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak
dapat diselamatkan.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


I. Pengkajian
1.
Pengumpulan Data
a.
Identitas Diri
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
alamat rumah, nomor medrec, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien dan suaminya.
b. Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan post operasi sectio caesarea hari
2.

1-3 adalah adanya rasa nyeri.


Riwayat Kesehatan Sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa

saja yang telah dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.


3.
Riwayat Kesehatan Dahulu

11

Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan


dengan klien atau memperberat keadaan penyakit yang sedang
4.

diderita saat ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit.


Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah
dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi
keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

1.

c. Riwayat Ginekologi dan Obstetric


Riwayat Ginekologi
i.
Riwayat Menstruasi
Menarche: pertama kali pasien mengalami menstruasi
Lama haid: berapa lama pasien mengalami menstruasi
Siklus menstruasi: keteraturan setiap bulan menstruasi
Masalah selama haid : adanya keluahn atau tidak ketika
menstruasi
HPHT : Hari pertama haid terakhir
Riwayat Perkawinan
Usia ibu menikah: usia pertama kali pasien menikah
Usia ayah menikah: usia pertama kalai suami pasien menikah
Lama perkawinan: lamanya usia perkawinan pasien
Perkawinan ke: perkawinan ini yang keberapa untuk pasien
Jumlah anak: jumlah anak hasil perkawinan pasien dengan

ii.

iii.
2.

suami
Riwayat Keluarga Berencana
Riwayat Obstetric
i.

Riwayat

kehamilan : riwayat kehamilan dahulu dan sekarang, dikaji


pasien memiliki masalah apa ketika kehamilan, riwayat
imunisasi, usia kehamilan, konsumsi obat-obatan.
ii.
Riwayat
persalinan : riwayat persalinan dahulu dan sekarang, dikaji
persalinan dilakukan dimana, ditolong oleh siapa, dilakukan
teknik persalinan apa, bayi denfan jenis kelamin apa, berat
badan bayi berapa, panjang bayi berapa.
12

iii.

Riwayat nifas :
riwayat nifas dahulu dan sekarang (lochea, warna, bau,
jumlah, tinggi fundus). Dikaji ada keluhan apa setelah
melahirkan.

d. Aktivitas sehari-hari
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang pola nutrisi,
eliminasi, tidur dan istirahat, aktivitas dan latihan, pola hygiene,
serta pola seksual.
e. Pemeriksaan fisik
1.
Pemeriksaan fisik ibu
i. Keadaan umum
Keadaan atau penampilan umum: lemah, sakit ringan, sakit
berat, gelisah, rewel.
Kesadaran : dapat diisi dengan tingkat kesadaran secara
kualitatif atau kuantitatif yang dipilih sesuai dengan kondisi
klien. Secara kuantitatif dapat dilakukan pengukuran Glassgow
Coma Skala. Sedangkan dengan kualitatif tingkat kesadaran
dimulai dari compos mentis, apatis, samnolen, sopor dan
koma.
ii.
Pemeriksaan Tanda-tanda vital
Meliputi tekanan darah, nadi, suhu, respirasi
iii.
Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala
Rambut : Kuantitas,distribusi,tekstur,warna,kerapihan.
Kulit kepala:Lesi, Kebersihan, Alopecia, Nyeri Takan,
Benjolan, Ukuran kepala simetris atau tidak
b. Wajah
Ekspresi wajah senang atau tidak, bentuk wjar simetris
c.

atau tidak.
Mata
Bentuk mata simetris atau tidak, kebersihan mata baik atau
tidak, sklera berwarna putih atau ikterik, konjuntiva
anemis atau tidak, adanya edema pada palpebra atau tidak,
uji lapang pandang, reflek pupil baik atau tidak.

13

d. Telinga
Kebersihan telinga baik atau tidak, ada lesi atau tidak, ada
benjolan atau tidak, ada nyeri atau tidak, tekstur telinga
lembut
e.

atau

tidak,

test

pendengaran

dengan

tes

rinne,weber dan swaba.


Hidung
Bentuk simetris atau tidak, terdapat bulu hidung atau
tidak, terdapat sekret atau tidak, kebersihan baik atau
tidak, terdapat pernafasan cuping hidung atau tidak, test

f.

fungsi penciuman dengan menggunakan bau bauan.


Mulut
Inspeksi mulut :warna (merah, pucat/cyanosis)
Kekeringan/ lesi
Gigi , gusi, selaput lendir : warna kelembaban, lesi pada
selaput lendir, inpeksi gigi untuk karies, penggunaan gigi
palsu kenyamanan dan posisi.
g. Leher
Trachea: periksa bentuk leher,kesimetrisan , skar, palpasi
kelenjar tiroid dan getah bening
Palpasi kelenjar tiroid saat istirahat dan menelan air dari
belakang klien, dengan tiga jari kedua tangan pada trachea
untuk menentukan batas batas kelenjar dan ada tidaknya
tenderness, Palpasi kelenjar getah bening pada lokasi
anatomis, periksa trachea untuk mengetahui deviasi,
letakkan telunjuk pada trachea minta pasien menelan
h. Dada

Paru-paru
Periksa thorax dan pergerakan pernafasan (Rate, ritme,
kedalaman,

kesulitan,

retraksi

otot

pernafasan,

deformitas, asimetris,observasi ukuran dada).


Palpasi dada ( N : lembut) Ekspansi thorax,taktil
fremitus
Dengarkan bunyi pernafasan : bunyi pernafasan
b)

fisiologis dan tambahan, vokal fremitus


Jantung
Periksa dan palpasi dada anterior terhadap pulsasi
jantung
14

Palpasi adanya thrill atau tidak


Perkusi untuk mengetahui batas organ jantung ada
pembesaran atau tidak
Auskultasi untuk bunyi jantung S1,S2, normal, suara
tambahan S3 murmur systole dan murmur diastole
Payudara
Bentuk payudara simetris atau tidak, ada lesi atau tidak,

c)

ada benjolan atau tidak, ada pembesaran atau tidak,


puting susu menonjol keluar atau tidak, terjadi
hiperpigmentasi pada areola atau tidak, terdapat keluar
i.

air susu atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak.


Abdomen
Bentuk simetris atau tidak, terdapat luka operasi, terdapat
tanda-tanda infeksi pada luka operasi atau tidak, mengukur
tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, ada lesi atau tidak, ada
nyeri tekan atau tidak, auskultasi bunyi usus. Fungsi
gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah
pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori perlu diberikan untuk

j.

menghilangkan gas dalam usus


Punggung dan bokong
Inspeksi adanya kelainan punggung atau tidak, adanya lesi
atau tidak, adanya nyeri atau tidak, ada benjolan atau tidak.
Bokong adanya nyeri atau tidak.
k. Genetalia
Inspeksi

kuantitas

dan

penyebaran

bulu,

inspeksi

karakteristik permukaan labia mayora, tarik lembut labia


mayora

dengan

jari-jari

dari

satu

tangan

untuk

menginspeksi klitoris, labia minora, orifisium uretra,


selaput

dara,

orifisium

vagina

dan

perineum

Inspeksi klitoris dan labia minora terhadap ukuran dan


bentuk,

serta

perhatikan

adanya

inflamasi,

iritasi,

pengeluaran dalam lipatan jaringan. Inspeksi orifisium


uretra mengenai warna dan posisi serta pengeluaran, polip

15

dan fistula, inspeksi ada pendarahan lochea, warna,


jumlah, bau.
Inspeksi jumlah urin, warna, karena retensi urine paling
umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang
hidrasinya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam
setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit
akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat
l.

anestesi.
Anus
Inspeksi ada kemerahan atau tidak, kebersihan anus baik
atau tidak, adanya hemoroid atau tidak.
m. Ekstremitas
Inspeksi bentuk, lesi, simetris, kekuatan otot, reflek bisep,
trisep, tendon achiles, babinski, patela, dll.

2. Pemeriksaan fisik bayi


Keadaan umum : kesadaran (APGAR Score), penampilan
Antropometri : BB, Tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar lengan atas, lingkar abdomen. Pemeriksaan fisik head to
toe dari kepala, wajah, mata, hidung, telinga, mulut, leher, dada,

1)

abdomen, punggung dan bokong, anus, ektremitas.


f. Data psikologis
Adaptasi psikologis post partum
Mengidentifikasi adaptasi psikologis pada klien pada masa
nifas/ post partum.
2) Konsep diri
Terdiri dari gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan
identitas diri.
2. Data sosial
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi, hubungan sosial, gaya
hidup, faktor sosialkultural serta keadaan lingkungan sekitar rumah
3. Kebutuhan bounding attachment
Mengidentifikasi kebutuhan klien terhadap interaksi dengan bayi
secara nyata, baik emosi, fisik, maupun sensori.
4. Kebutuhan pemenuhan seksual
Mengidentifkasi kebutuhan klien terhadap pemenuhan seksual
pada masa post partum/nifas.
5. Data spiritual

16

Mengidentifkasi tentang keyakinan hidup, optimisme kesembuhan


penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah.
6. Data pengetahuan
mengidentifikasi tingkat pengetahuan klien mengenai kondisinya
saat ini atau proses perawatan di rumah.
7. Data penunjang
Pata labolatorium dan radiologi
8. Program dan rencana pengobatan
9.
Analisa data
Melakukan interprestasi data-data senjang dengan tinjauan patofisiologi
No
Data
etiologi
masalah

II. Diagnosa Keperawatan


Merupakan pernyataan yang menggambarkan respon manusia
keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial dari
individu atau kelompok ketika perawat secara legal mengidentifikasi
dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah
perubahan.(Rohmah Nikmatur, 2009)
Perumusan diagnosa keperawatan disesuaikan dengan sifat
masalah keperawatan yang ada, ada yang bersifat aktual yaitu diagnosis
yang menjelaskan masalah yang nyata yang terjadi saat ini. Terdapat
juga diagnosa keperawatan resiko tinggi yaitu keputusan klinis bahwa
individu, keluarga / komunitas sangat rentan untuk mengalami masalah
dibanding yang lain pada situasi yang sama. Sedangkan diagnosa
keperawatan kemungkinan adalah pernyataan tentang masalah yang
diduga akan terjadi, masih memerlukan data tambahan.
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan post sectio caesarea
dengan indikasi KPD adalah :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi.
(Doenges, 2001)
2) Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek
hormonal, distensi kandung kemih. (Doenges, 2001)
17

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam


pembedaran. (Doenges, 2001)
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
dan nyeri. (Judith, 2005)
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
(Doenges,2001)
6) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan. (Doenges, 2001)
7) Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan
bayi. (Carpenito, 2006).
III. Intervensi keperawatan
Pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,
mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis
keperawatan, desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat
mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah secara efektif dan
efesien.(Rohmah Nikmatur, 2009.
No

Diagnosa

keperawatan
Bersihan jalan Setelah
nafas

Intervensi
Tujuan

tidak tindakan

Tindakan
dilakukan
keperawatan

efektif

selama ......x 24 jam,

berhubungan

bersihan

dengan
anestesi.

jalan

napas

efek efektif.

penumpukan

mengalami
sekret,

bunyi nafas bersih, dan


dapat melakukan batuk
efektif.

1. Pertahankan klien pada 1. Penumpukan


posisi

miring,

maka

sekret dapat mengalir


ke bawah
2. Kaji
faktor-faktor
penurunan

kesadaran,

reflek batuk).
3. Kaji
posisi

sekret,

penurunan kesadaran dan


reflek

batuk

menurun

dapat menghalangi jalan

nafas
(sekret, 2. Dengan

penyebab

Kriteria hasil :
Tidak

Rasional

posisi

memberikan
miring,

maka

sekret dapat mengalir ke


lidah,

bawah.
yakinkan tidak jatuh ke 3. Posisi lidah yang jatuh
belakang

dan

ke

belakang

dapat

menghalangi nafas.
menghalangi jalan nafas.
4. Tinggikan
kepala 4. Pengembangan
paru
tempat tidur.
5. Ajarkan batuk efektif.

lebih maksimal.
5. Untuk
pengeluaran
sekret dan jalan nafas.

18

Nyeri

Setelah

berhubungan

tindakan

dilakukan

1. Kaji nyeri, perhatikan 1. Memberikan

keperawatan

lokasi, intensitas, dan

dengan trauma selama ........x 24 jam,

lamanya.
2. Ajarkan dan catat tipe

pembedahan,
efek

klien tidak mengalami

nyeri

anestesi, nyeri.

distensi

Mampu

kandung

mengidentifikasikan

kemih.

cara mengurangi nyeri,


mengungkapkan
keinginan

untuk

dan

nyerinya,

mampu

untuk

tidur/istirahat

dengan

untuk

membantu

memudahkan

tindakan

keperawatan.
tindakan 2. meningkatkan

persepsi

untuk mengatasi nyeri.


3. Ajarkan
teknik

efek hormonal, Kriteria hasil :

mengontrol

serta

informasi

relaksasi distraksi
4. Pertahankan
tirah

klien terhadap nyeri yang


dialaminya.
3. meningkatkan

kenyamanan klien.
bila 4. tirah baring diperlukan

baring
diindikasikan.
5. Anjurkan

pada awal selama fase

hangat.
6. Berikan

nyeri dan meningkatkan

reteksi akut.
menggunakan kompres 5. membantu mengurangi
obat

sesuai

indikasi

kenyamanan klien.
6. mengurangi nyeri.

tepat
3

Defisit volume Setelah

dilakukan

dan

tindakan

berhubungan

selama .......x 24 jam,

pengeluaran.

Tinjau

dengan

defisit volume cairan

ulang

catatan

kehilangan

dapat teratasi.
Tanda-tanda vital yang
stabil, palpasi denyut
nadi dengan kualitas
baik,
normal,

turgor

kulit

membran

mukosa lembab, dan


pengeluaran urine yang
sesuai.

dan

intraoperasi.
2. Kaji
pengeluaran

dalam Kriteria hasil :

pembedahan.

pemasukan

catat 1. Membantu

cairan

darah

keperawatan

1. Ukur

mengidentifikasi
pengeluaran cairan atau
kebutuhan penggantian.
2. mengindikasikan
malfungsi atau obstruksi

urinarius.
sistem urinarius
3. Awasi TD, nadi, dan 3. hipoteksi,
takikardia
tekanan hemodinamik.
4. Catat
munculnya
mual/muntah.
5. Periksa pembalut atau
drain

pada

interval

reguler. Kaji luka untuk


terjadinya
pembengkakan.
6. Pantau suhu

tekanan

hemodinamik
menunjukan kekurangan
cairan
4. mual yang terjadi 12-24
jam

pascaoperasi

dihubungkan
kulit,

palpasi denyut perifer.


19

penurunan

dengan

anestesi; mual lebih dari


tiga

hari

pascaoperasi

dihubungkan

dengan

narkotik

untuk

mengontrol

rasa

sakit

atau terapi obat- obatan


lainnya.
5. pendarahan

yang

berlebihan

dapat

mengacu

kepada

hipovolemia/hemoragi.
Pembengkakan

lokal

mengindikasikan formasi
hematoma/pendarahan.
6. kulit
dingin/lembab,
denyut

lemah

mengindikasikan
penurunan
4

Hambatan

Setelah

dilakukan

mobilitas fisik tindakan

keperawatan

1. Kaji

fungsi

perifer.
motorik 1. mengevaluasi

dengan

selama ...... x 24 jam,

menginstruksikan

dengan

gangguan

pasien

intoleransi

fisik teratasi.

aktivitas
nyeri

Tidak

adanya

meningkatkan kekuatan
tubuh

yang

sakit/kompensasi

dan

mendemonstrasikan
teknik

atau

yang

memungkinkan

melakukan

diberikan

pada

saat

intra partus pada waktu

kontraktur,
bagian

untuk

melakukan gerakan.
2. Catat tipe anestesi yang

dan Kriteria hasil :

perilaku
kembali

keadaan

khusus. pada beberapa

berhubungan

mobilitas

sirkulasi

klien sadar.
3. Berikan suatu alat agar

lokasi trauma
2. mempengaruhi tipe dan
pemilihan

intervensi.

pengaruh anestesi dapat


mempengaruhi aktifitas
klien.
3. Membuat
memiliki

pasien
rasa

aman,

pasien mampu untuk

dapat mengatur diri dan

meminta

mengurangi

pertolongan,

seperti bel atau lampu


pemanggil.
4. Bantu / lakukan latihan
ROM

20

pada

semua

ketakutan

karena ditinggal sendiri.


4. meningkatkan sirkulasi,
meningkatkan mobilisasi
sendi

dan

mencegah

aktivitas.

ekstremitas dan sendi,


pakailah

gerakan

perlahan dan lembut.


5. Anjurkan
klien
5

Defisit

Setelah

perawatan diri tindakan


berhubungan

dilakukan
keperawatan

selama .......x 24 jam,

dengan

defisit perawatan diri

kelemahan

teratasi

fisik.

Kriteria hasil :

ketidaknyamanan.
2. Tentukan
tipe-tipe
anastesi.
3. Ubah posisi klien setiap

Mampu

kebutuhan

mendemonstrasikan

mulut, mandi, gosokan

teknik-teknik

punggung

memenuhi

kebutuhan

perawatan

diri,

dan

mengidentifikasi/
menggunakan sumber-

dan

atrofi

otot.
5. mencegah kelelahan.

istirahat.
1. Pastikan berat / durasi 1. nyeri

1-2 jam.
4. Berikan bantuan sesuai

untuk

kontraktur

(perawatan
dan

perawatan perineal).
5. Kolaborasi pemberian
analgesik

sesuai

dapat

mempengaruhi
emosi

dan

respon
perilaku,

sehingga klien mungkin


tidak mampu berfokus
pada

perawatan

diri

sampai kebutuhan fisik.


2. Klien
yang
telah
menjalani

anestesia

spinal dapat diarahkan


untuk berbaring datar.
3. membantu
mencegah
komplikasi bedah seperti

indikasi.

flebitis.
4. memperbaiki harga diri,

sumber yang tersedia.

meningkatkan

perasaan

kesejahteraan

bantuan

profesional
5. menurunkan
ketidaknyamanan,
dapat

yang

mempengaruhi

kemampuan

untuk

melaksanakan perawatan
diri.
6.

Resiko infeksi Setelah

dilakukan

berhubungan

tindakan

keperawatan

dengan

selama ...... x 24 jam,

1. Monitor

tanda-tanda

vital.
2. Kaji luka pada abdomen

21

1. suhu yang meningkat,


dapat
terjadinya

menunjukkan
infeksi

peningkatan

klien

tidakmengalami

kerentanan

infeksi.

sekitar

tubuh terhadap Kriteria hasil :


bakteri

Tidak ada tanda-tanda

sekunder

infeksi

pembedahan

(rubor, kalor,

dolor,

tumor

dan

fungsio laesa), tandatanda

vital

normal

terutama suhu (36-37


C),

dan

tepat

pencapaian

waktu

dan balutan.
3. Menjaga
kebersihan

dalam

pemulihan luka tanpa


komplikasi

luka

dan

apakah ada tanda-tanda

lingkungan klien, rawat

infeksi adanya pus.


3. mencegah kontaminasi

luka

dengan

teknik

aseptik.
4. Dapatkan kultur darah,
vagina,

dan

plasenta

sesuai indikasi.
5. Catat hemoglobin dan
hematokrit.
perkiraan

Catat
kehilangan

darah selama prosedur


pembedahan.
6. Berikan antibiotik pada
praoperasi

7.

Tidak

Setelah

efektifnya

tindakan

laktasi

selama ...... x 24 jam,

berhubungan

tidak efektifnya laktasi

ada lecet pada puting


2. Anjurkan klien brescare
dan

menyusui

efektif
3. Anjurkan

dengan

teratasi.

perpisahan

Kriteria hasil :

dengan bayi

Dapat mengidentifikasi

yang
klien

memberikan

ASI

aktivitas

ekslusif
yang 4. Berikan informasi untuk

menentukan

atau

meningkatkan
menyusui
berhasil.

yang

rawat gabung.
5. Anjurkan
bagaimana
memeras,
dan

menyimpan,

mengirim

atau

memberikan ASI dengan

22

silang/penyebaran
organisme infeksius.
4. mengidentifikasi
organisme

yang

menginfeksi dan tingkat


keterlibatan.
5. risiko infeksi
melahirkan

pasca
dan

penyembuhan

buruk

meningkat bila kadar


hemoglobin rendah dan

dilakukan 1. Kaji isapan bayi, jika


keperawatan

(color).
2. mengidentifikasi

kehilangan

darah

berlebihan.
6. mencegah

terjadinya

proses infeksi
1. Menentukan
kemampuan

untuk

memberikan perawatan
yang tepat.
2. Memperlancar laktasi.
3. ASI dapat memenuhi
nutrisi

bagi

bayi

sehingga pertumbuhan
optimal.
4. Menjaga
meminimalkan

tidak

efektifnya laktasi.
5. Menjaga agar ASI tetap
bisa

digunakan

dan

aman.

tetap higienis bagi bayi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid
1. Jakarta; FKUI

23

2. Nikmatur Rohmah, Saiful Walid. 2009. Proses keperawatan:


Teoridan Aplikasi. Jogjakarta ;Ar-Ruzz Media
3. Doengoes,M Rencana Perawatan Maternitas/Bayi,

EGC:

Jakarta.2001
4. Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan, Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: EGC.
5. https://mikimikiku.wordpress.com/2013/09/23/asuhankeperawatan-pasien-dengan-ketuban-pecah-dini-kpd/
6. http://digilib.uninus.ac.id/download.php:id=14841

24

You might also like