Professional Documents
Culture Documents
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk
sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal
dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009)
Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan
diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan
sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006)
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a.
Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b.
Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut
tipis dan kasar.
c.
Manifestasi Pulmoner
Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan
diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e.
Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku
f.
Manifestasi Muskuloskeletal
Manifestasi Reproduktif
Patofisiologi
. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefron
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
a.
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
b.
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari
normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum
mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c.
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin
klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
Pemeriksaan penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a.
Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan
etiologi.
b.
Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran
ginjal.
c.
Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan
elektrolit
Penatalaksanaan
a.
b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih)
c.
d.
Transfusi darah
e.
Transplantasi ginjal
B.
1.
a.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang mengalami CKD
dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan
obat-obatan dan sebagainya.
b. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis, hipertensi,
rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat
memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6 bulan.
Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau turun.
d.
Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah penurunan
BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya
antara tekanan darah dan suhu.
e.
Pengkajian fisik
2.
a.
Diagnosa
Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
b.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
c.
3.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Intervensi
NO
Nanda
Noc
Nic
NOC :
NIC :
Cardiac Pump
effectiveness
Cardiac Care
Circulation
Status
Kriteria Hasil:
Tanda Vital dalam
rentang normal
(Tekanan darah, Nadi,
respirasi)
Dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada
kelelahan
Tidak ada edema
paru, perifer, dan tidak
ada asites
Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak
seimbang oleh karena retensi
Na dan H2O
NOC :
NIC :
Fluid management
Fluid balance
Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
Hydration
Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat
Kriteria Hasil:
Terbebas dari
edema, efusi, anaskara
Bunyi nafas bersih,
tidak ada
dyspneu/ortopneu
Terbebas dari
distensi vena jugularis,
reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan
kapiler paru, output
jantung dan vital sign
dalam batas normal
Terbebas dari
kelelahan, kecemasan
atau kebingungan
Monitor status
hemodinamik termasuk CVP,
MAP, PAP, dan PCWP
Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
Monitor parameter
hemodinamik infasif
NOC :
NIC :
Nutritional Status :
food and Fluid Intake
Nutrition Management
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan
berat badan sesuai
dengan tujuan
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi