You are on page 1of 15

BAB II

DASAR-DASAR PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

2.1. Pengolahan Limbah Secara Fisika


Bahan tersuspensi berukuran besar, mudah mengendap atau terapung harus
disisihkan lebih hadulu, agar tidak mengganggu tahap pengolahan berikutnya.
Screening (penyaringan) dapat dipilih sebagai cara penyisihan padatan paling murah
dan efisien. Penyisihan terhadap bahan mudah mengendap digunakan teknik
pengendapan. Parameter utama desain pengendapan adalah kecepatan partikel
mengendap dan waktu detensi hidrolis dalam bak pengendap. Teknik flotasi dipakai
untuk menyisihkan bahan mengapung (misal; minyak). Flotasi juga dipakai
menyisihkan bahan-bahan tersuspensi (clarification) dan pemekatan lumpur (sludge
thickening) dengan menghembuskan udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi dalam pengolahan limbah, biasanya untuk mendahului proses
adsorbsi atau reverse osmosis. Diharapkan filtrasi mampu menyisihkan sebanyak
mungkin partikel tersuspensi di dalam limbah, agar tidak mengganggu proses adsorbsi
atau menyumbat membran osmosa. Proses adsorbsi dengan karbon aktif, untuk
menyisihkan senyawa aromatik (contoh; fenol) dan senyawa organik lain. terutama
jika diinginkan untuk menggunakan kembali air limbah tersebut. Aplikasi teknologi
membran (reverse osmosis) biasanya untuk pengolahan skala kecil. Kualitas hasil
pengolahan reverse osmosis relatif lebih baik, sehingga dapat dimanfaatkan kembali,
namun biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

Pemisahan Cair
Padatan
Penapisan
Presipitasi
Klarifier
Tipe konvensional
Tipe resirkulasi berlumpur
Tipe selimut lumpur
Tipe pallet selimut lumpur
Pemekatan
Flotasi
Filtrasi
Filtrasi
Filtrasi
Filtrasi lambat
Filtrasi cepat
Tipe bertekanan
Tipe gravitasi
Filtrasi precoat
Filter membran
Mikro filter
Ultra filter
Reverse osmosis
Dialisis elektris
Dewatering
Filter vacuum rotasi
Filter tekan/press
Belt press
Centrifugasi
Presipitasi sentrifugasi
Dehidrasi sentrifugasi

Gambar 2. 1. Diagram Pemisahan Bahan Padat.


Sumber : http://www.dephut.go.id/informasi/setjen/pusstan/info_5_1_0604/isi_5.htm, 2004.

2.2. Pengolahan Limbah Secara Kimia


Penggunaan bahan kimia, untuk menyisihkan koloid, logam berat, bahan
organik beracun dan senyawa fosfor. Bahan kimia bekerja dengan merubah sifat, dari
sulit mengendap menjadi mudah diendapkan; flokulasi-koagulasi, baik dengan atau
tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Larutan bahan tersuspensi biasanya sulit mengendap. Pembubuhan elektrolit yang
mempunyai muatan berlawanan dengan muatan koloid menjadikan muatan koloid
netral, sehingga dapat diendapkan.

Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dengan menaikan pH (pembubuhan


larutan alkali misal; air kapur) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam
tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam lebih stabil jika pH air > 10,5
dan untuk endapan hidroksiapatit pada pH air > 9,5. Terhadap krom heksavalen,
sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi
menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Penyisihan bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi
rendah dapat dioksidasi dengan chlor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon serta
hidrogen peroksida. Sebenarnya pengolahan secara kimia memberi tingkat efisiensi
penyisihan yang tinggi, tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan
bahan kimia (Raharjo, 2002).
Pengolahan Kimia Fisika
Netralisasi
Koagulasi & Flokulasi
Oksidasi dan atau Reduksi
Oksidasi kimia/reduksi
Aerasi
Elektrolisis
Ozonisasi
UV
Adsorbsi
Karbon aktif
Alumina aktif
Penukar ion
Resin penukar kation
Resin penukar anion
Zeolite

Gambar 2. 2. Diagram Jenis Pengolahan Kimia Fisika.


Sumber : http://www.dephut.go.id/informasi/setjen/pusstan/info_5_1_0604/isi_5.htm, 2004.

2.3. Pengolahan Limbah Secara Biologi


Semua limbah biodegradable dapat diolah secara biologis. Pengolahan biologis
menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat bahan
pancemar. Pengolahan biologis berlangsung dalam lingkungan :
a. Anaerob, yakni kondisi DO (oksigen terlarut) dalam air tersedia cukup
banyak, sehingga oksigen bukan sebagai faktor pembatas.
b. Anoksik, yakni kondisi konsentrasi oksigen terlarut dalam air rendah.
c. Anaerob, yakni kondisi tidak terdapat oksigen terlarut dalam air.
Pengolahan Biologi
Aerob treatment
Proses lumpur aktif
Metode standar
Aerasi
Proses bebas bulki
Saluran oksidasi
Proses nitrifikasi dan denitrifikasi
Pengolahan film
Biologis
Filter trikling
Cakram biologi
Aerasi kontak
Proses filter biologi
diaerasi
Proses media unggun biologi
Anaerobic treatment
Pencerna anaerobic
Proses UASB
Kombinasi Anaerob-Aerob dan Jenis Lagoon

Gambar 2. 3. Diagram Jenis Pengolahan Biologis.


Sumber : http://www.dephut.go.id/informasi/setjen/pusstan/info_5_1_0604/isi_5.htm, 2004.

Berdasarkan jenis reaktor, sebagai media dimana mikroorganisme tumbuh dan


berkembangbiak melakukan proses pengolahan, dibedakan (Marsono, 2000) :
a.

Reaktor terlekat (attached growth reactor), yakni mikroorganisme yang


berperan dalam proses biologis tumbuh dan berkembang biak secara terlekat
pada suatu media dengan membentuk lapisan lendir (biofilm). Contoh
trickling filter, cakram biologi, filter terendam dan fludized bed.

b. Reaktor tersuspensi (suspended growth reactor), yakni mikroorganisme


yang berproses, tumbuh dan berkembang biak secara tersuspensi contohnya

proses lumpur aktif. Modifikasi pengolahan tersuspensi, antara lain kolam


oksidasi (oxidation ditch), kontak-stabilisasi, modified aeration, dan pure
oxygen proces.
Selain dua jenis diatas, ada jenis pengolahan lagoon atau kolam. Yaitu
pengolahan limbah dengan cara menampungnya dalam kolam yang luas dalam waktu
lama. Reduksi bahan pencemar diperoleh dari aktifitas mikroorganisme yang
menggunakan sumber carbon dan energi dari bahan polutan. Supaya waktu tinggal
dan proses lebih cepat, pada lagoon dapat dilakukan aerasi. Pengolahan secara biologi
dipandang sebagai pengolahan paling murah dan efisien.
2.3.1. Mikroorganisme pengolahan biologis
Mikroorganisme atau mikroba berperan penting dalam proses pengolahan
biologis. Mikroorganisme adalah substansi bersel satu, berkelompok, membentuk
koloni yang saling berinteraksi, dalam pertumbuhanya memerlukan energi, karbon
dan nutrien. Berdasarkan kebutuhan nutrisinya dikenal jenis mikroorganisme :
a. Autotrof, sumber karbon dari CO2, dan HCO3.
b. Heterotrof, sumber karbon dari karbon organik.
c. Facultatif, sumber karbonya dapat karbon organik, CO2, dan HCO3.
Berdasar sumber energi yang digunakan mikroorganisme untuk melakukan
aktivitasnya, dikenal jenis :
a). Phototroph, sumber energi dari cahaya. Mikroorganisme phototroph dapat
merupakan mikrorganisme heterotrof (misal bakteri sulfur) dan organisme
aututrof (misal alga dan bakteri fotosintesis).
b). Chemotroph, sumber energi dari reaksi kimia (reduksi dan oksidasi bahan
organik).

Mikroorganisme

chemotroph,

dapat

merupakan

mikrorganisme

heterotrof (misal protozoa, fungi, dan bakteri) dan mikroorganisme aututrof


(misal bakteri nitrifikasi).
Berdasar temperatur yang cocok untuk tumbuhnya mikroorganisme, dikenal :
a). Psycrophilic, mikroorganisme dapat tumbuh pada -10 oC hingga 30 oC tetapi
optimum pada suhu 12 oC hingga 18 oC.
b). Mesophilic, mikroorganisme dapat tumbuh pada 20 oC hingga 50 oC tetapi
optimum pada suhu 25 oC hingga 40 oC.

c). Thermophilic, mikroorganisme dapat tumbuh pada 35 oC hingga 75 oC tetapi


optimum pada suhu 55 oC hingga 65 oC.
2.3.2. Proses anaerob
Mikroorganisme jenis bakteri fakultatif dan anaerob (seperti Bacteroides,
Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) lebih dominan meski
ditemukan pula jamur dan protozoa. Identifikasi terhadap degradasi asam benzoat
yang ditemukan hanya jenis Clostridium sp. (Djajadiningrat dan Wahyuni, 1994).
Hasil akhir degradasi anaerob terhadap bahan pencemar organik komplek (golongan
karbohidrat, protein, lemak) adalah gas methan, karbon dioksida, hirogen, amoniak
dan sulfida.
Senyawa organik CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S
Gas-gas tersebut adalah produk dari beberapa jenis mikroorganisme yang
bekerja saling sinergis. Ada empat kelompok mikroorganisme yang berperan (Archer
dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm, 1984; Sterrit dan Lester, 1988;
Zeikus, 1980 dalam Said dan Ineza, 2002) yaitu :
Zat Organik Komplek
(polisakarida, protein, lemak)
Tahap
Hidrolisis

Bakteri Hydrolitik

Monomer (misal monosakarida,


asam amino, peptida, gliserin)
Tahap
Acidogenesis

Bakteri Acidogenik Fermentatif

Asam lemak, alkohol, ketone


Tahap
Acetogenesis

Bakteri Acetogenik

Asetat, CO2, H2
Tahap
Metanogenesis

Bakteri Methanogenik

Methane

Gambar 2. 4. Penguraian Bahan Organik Secara Anarob.


Sumber : Said dan Ineza, 2002.

1). Kelompok bakteri Hidrolitik


Pemecahan bahan organik komplek (misal karbohidrat, protein, lemak, lignin,
lipid) menjadi monomer sederhana (monosakarida, asam amino, peptida, gliserin)
oleh bakteri anaerob jenis Hidrolitik. Bakteri Hidrolitik memproduksi enzim
hidrolase (sellulase, protease, dan lipase) sebagai katalisator ektra selluler. Meski

dibantu enzim proses penguraian tergolong lambat terutama terhadap limbah


sellulolitik yang yang mengandung lignin.
2). Kelompok bakteri Acidogenik fermentatif
Akaktifitas

bakteri

Acidogenik

(pembentuk

asam)

fermentatif

misalnya

Clostridium merubah gula, monosakarida, asam amino, gliserin, peptida menjadi


asam lemak (low fatty acids), asam organik (asam asetat, propionik, formic, lactic,
butirik, suksinik), alkohol keton (misal; etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat,
CO2 dan H2. Fermentasi karbohidrat produk utamanya asetat yang dipengaruhi
bakteri, kondisi kultur, pH serta potensial redok.
3). Kelompok bakteri Acetogenik
Bakteri Acetogenik (contoh; Syntrobacter wolinii, Syntrophomonas wolfei sebagai
bakteri produsen asetat dan H2) merubah asam lemak (asam propionat, asam
butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen dan karbon dioksida. Produk bakteri
ini (asam volatil dan alkohol sederhana) sangat berguna bagi bakteri anorganik
obligat seperti Methanogen sebagai sumber karbon atau energi. Sebaliknya bakteri
Methanogen menghasilkan ikatan hidrogen rendah sangat berguna bagi bakteri
Acetogenik. Proses perubahan etanol, asam propionat, dan asam butirat menjadi
asam asetat oleh bakteri Acetogenik adalah :
CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + 2 H2
Etanol
Asam asetat
CH3CH2COOH + 2 H2O CH3COOH + 2 CO2 + 3 H2
Asam Propionat
Asam asetat
CH3CH2CH2COOH + 2 H2O 2 CH3COOH + 2 H2
Asam butirat
Asam asetat
Pertumbuhan bakteri Acetogenik jauh lebih cepat (max mendekati 1 per jam)
dibanding Methanogen sekitar 0,04 perjam.
4). Kelompok bakteri Methanogen
Gas metan yang dilepas ke atmosfer 500800 juta ton/tahun, ini menempati
proporsi 0,5% dari semua bahan organik di alam. Sekitar 2/3 methan dihasilkan
dari konversi asetat oleh Methanogen asetotropic. Sisanya (1/3) hasil reduksi
karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984 dalam Said dan Ineza,
2002). Neraca masa pembentukan gas methan dapat dibaca pada diagram berikut :

Zat Organik
Komplek
[COD 100%]

15%

65%

Senyawa
Hasil
Antara

Asam
Propionat
15%

20%

Asam
Asetat

17%

13%

20%

72%

15%

GAS METHANE

Gambar 2. 5. Neraca Masa Proses Penguraian Secara Anarob.


Sumber : Schroeder, 1977 dalam Jenie dan Rahayu, 1993.

Gas methan terbentuk dari aktifitas kelompok bakteri Methanogen baik gram
positif atau negatif, berasal dari sedimen dalam atau pencernaan herbivora. Waktu
tumbuh sekitar 3 hari pada 35 oC atau 50 hari pada 10 oC.
Bakteri methan yang berhasil diidentifikasi adalah :
a). Methanobacterium, bakteri berbentuk batang tidak membentuk spora.
b). Methanobacillus, bakteri berbentuk batang dan membentuk spora.
c). Methanococcus, bakteri berbentuk kokus dan membelah diri.
d). Methanosarcina, bentuk sarcinae 90o, tumbuh dalam kotak terdiri 8 sel.
Tabel 2.1. Hasil Identifikasi Dan Klasifikasi Bakteri Methanogen.
ORDE

FAMILI

Methanobacteriales

Methanobacteriaceae

GENUS
Methanobacterium

SPECIES
M. formicicum
M. byranti
M. thermoautotrophicum
M. ruminantium
M. arboriphilus

Methanobrevibacter

M. smithii
M. vannielli

Methanococcales

Methanococcaceae

Methanococcus

M. voltae

Methanomicrobium

M. mobile

Lanjutan Tabel 2.1


ORDE

FAMILI

Methanomicrobiales

Methanomicrobiaceae

GENUS
Methanogenium

SPECIES
M. cariaci
M. marisnigri
M. hungatei

Methanosarcinales

Methanosarcinaceae

Methanospillum

M. barkeri

Methanosarcina

M. mazei

Sumber : Balch et al, 1979 dalam Said dan Ineza, 2002.

Beberapa keunggulan proses pengolahan secara anaerobik dibanding proses aerobik


adalah :
1). Proses anaerobik mampu memecah senyawa Xenobiotik (misal; Chlorinated
aliphatic hydrocarbons, trichlorethylene, trihalomethane) dan senyawa alami
recalcitrant seperti lignin.
2). Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 sebagai penerima elektron.
Proses tidak menggunakan oksigen, sehingga lebih hemat.
3). Menghasilkan lumpur lebih sedikit (320 kali lebih sedikit dibanding aeribik).
Secara aerobik 50% karbon organik dirubah menjadi biomasa tetapi proses
anaerobik hanya 5% karbon organik yang dirubah. Lumpur proses anaerobik tiap
1 metrik ton COD tinggal 20 150 kg biomasa, tetapi proses aerobik lumpurnya
400 600 kg biomasa (Speece, 1983 dalam Said dan Ineza, 2002).
4). Gas methan, hasil proses anaerobik bermanfaat, karena 90% methan adalah energi
dengan nilai kalor 9.000 kkal/m3.
5). Bakteri anaerobik lebih sedikit menggunakan energi.
6). Proses anaerobik cocok untuk limbah dengan kandungan organik tinggi.
7). Memungkinkan diterapkan pada limbah dalam skala besar.
Kelemahan proses pengolahan secara anaerobik :
1). Lebih lambat dibanding pengolahan aerobik.
2). Sensitif terhadap senyawa toksik
3). Start up membutuhkan waktu lama

2.3.3. Proses aerobik


Mikroorganisme aerobik memecah senyawa organik komplek menjadi CO2
(karbon dioksida), amonium, H2S dan air. Kemudian amonium dirubah menjadi nitrat,
dan H2S dioksidasi menjadi sulfat. Proses pengolahan secara aerobik hanya mampu
menerima beban pengolahan lebih rendah dibanding secara anaerob.
Reaksi pemecahan bahan organik :
Oksigen
Senyawa Polutan Organik
CO2 + H2O + NH4 + Biomasa
Heterotropic
Reaksi Nitrifikasi :
NH4+ + 1,5 O2 NO2- + 2 H+ + H2O
NO2- + 0,5 O2 NO3Rekasi
Rekasi Oksidasi
Oksidasi Sulfur
Sulfur ::
2S
S222 S
S

+
+
+
+

O
O22
33 O
O22

+
0
+
+ 22 H
H+
S
S0 +
+ H
H22O
O
+
2
H
O

2
H
SO
2
2
4
+ 2 H2O 2 H2SO4

Menurut Said dan Ineza, (2002), beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penguraian bahan secara aerobik adalah :
1). Temperatur, untuk proses pengolahan aerobik tidak berbeda dengan proses
anaerobik. Berada dalam kisaran mesophilic 25 40 oC optimumnya 35 oC.
Kecepatan dokomposisi meningkat pada kisaran suhu 5 oC 35 oC. Terjadi
peningkatan dua kali lipat proses dekomposisi dan konsumsi oksigen setiap
peningkatan 10 oC (Effendi, 2003).
2). Derajat keasaman. pH adalah faktor kunci kehidupan mikroorganisme. Ada
beberapa mikroorganisme dapat hidup pada pH diatas 9,5 atau di bawah 4,0
umumnya mikroorganisme hidup optimum pada pH 6,5 7,5.
3). Waktu tinggal hidrolis, adalah waktu tinggal air limbah dalam reaktor. Makin
lama waktu tinggalnya maka penyisihan makin optimum. Waktu tinggal rata-rata
bervariasi antara 1 jam hingga berhari-hari.
4). Nutrien, bagi mikroorganisme untuk sumber kebutuhan energi pertumbuhan.
Kira-kira 0,11 lb nitrogen dilepas dari oksidasi 1 lb sel mikroorganisme.
Pendekatan umum yang dipakai adalah BOD : N : P pada nisbah 100 : 5 : 1. Studi

dengan limbah defisien nutrien menetapkan 34 lb N dapat dihilangkan oleh 100


lb BOD dimana 0,50,7 lb/100 lb BOD yang dihilangkan dapat mencegah kondisi
defisien nutrien. Sehingga nisbah BOD : N : P bisa menjadi 100 : 3 : 0,6 (Jenie
dan Rahayu, 1993).
2.3.4. Kombinasi proses anaerobik - aerobik
Menurut Said dan Herlambang (2001), Apabila COD air limbah tidak melebihi
4.000 mg/l, proses aerob lebih ekonomis sedangkan pada COD lebih tinggi dari 4.000
mg/l, proses anaerob adalah pilihan yang tepat. Gabungan proses pengolahan secara
anaerobik dan aerobik dipandang sebagai solusi. Biological film adalah
mikroorganisme yang tumbuh membentuk lapisan lendir.
Media terlekat digunakan sebagai sarana menumbuhkan mikroorganisme. Bahan
organik limbah, dicerna oleh mikroorganisme yang terlekat biological film. Dengan
pertumbuhan terlekat proses anaerob dan aerob lebih mudah dilaksanakan karena
mikroorganisme tidak terbawa aliran effluent.

ZONA
ANAEROB

ZONA
ANOKSIK

ZONA
AEROB

LAPISAN
UDARA
O2
BOD, N, P dan Nutrien lain
NH4-N

H2S

SO4
H 2O
CO2
N2
NO3 NO2
Senyawa hasil metabolisme yang lain

Gambar 2. 6. Mekanisme Kombinasi Proses AnaerobAerob


Sumber : Said dan Herlambang, 2001.

Pada lapisan biofilm yang tebal, terjadi proses anaerob di bagian dalam dan
diluarnya proses aerob. Misalnya H2S hasil proses anaerob dioksidasi secara aerob
menjadi SO4. Pada lapisan biofilm terjadi kondisi anaerob dan aerob secara bersamaan
sehingga proses reduksi senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. Pada kondisi aerob
nitrogen amonium dirubah menjadi nitrit dan nitrat. Kemudian pada kondisi anaerob,
nitrit dan nitrat mengalami denitrifikasi menjadi nitrogen. Secara grafis dapat
digambarkan (Herlambang, et al,, 2002) sebagai berikut :

LAPISAN
UDARA
ZONA
AEROB
ZONA
ANAEROB

Amonia dalam
air limbah
NH4+
N2O
NH4+

Nitrifikasi

NO3-

NO2-

Denitrifikasi

NO3-

NO2-

N2O

N2

Gambar 2. 7. Mekanisme Proses Penghilangan Amonia.


Sumber : Herlambang, et al, 2002.

Kombinasi proses anaerob-aerob memberi efisiensi yang lebih baik. Tingkat


efisiensi proses yang menggunakan media terlekat dapat didekati dengan luas
permukaan biological film. Semakin luas bidang kontak maka tingkat efisiensi
semakin besar. Metode pengolahan ini dapat mengolah air limbah dengan konsentrasi
pencemar yang tinggi serta tahan terhadap fluktuasi debit, konsentrasi dan suhu air
limbah. Kelebihan lain, adalah lumpur yang dihasilkan jauh lebih sedikit. Metode
lumpur aktif menghasilkan lumpur sebesar 30% 60% dari BOD yang dihilangkan.
Sedangkan metode ini hanya menghasilkan lumpur 10% 30% (Herlambang, et al,,
2002).

2.3.5. Kenetika penyisihan bahan pencemar


Efisiensi reduksi bahan pencemar dihitung dengan formula pendekatan, sebagai
berikut :

(%)

Cin Cef
x100%
Cin

Keterangan :
(%) = prosentase penyisihan.
C in = konsentrasi zat pencemar pada influen
C ef = konsentrasi zat pencemar pada effluen
Persamaan kinerja pengolahan limbah cair secara biologis banyak yang
mengikuti laju reaksi orde satu. Proses penghilangan polutan sangat spesifik

tergantung dari karakteristik air limbah, koloni mikroorganisme, karakteristik reaktor,


dan kedalaman reaktor (Said dan Ineza, 2002).
Persamaan dasar yang dikembangkan :

[ St / So ] = e kXt
Keterangan :
So =
St
=
k
=
X
=
t
=

konsentrasi Subtrat influent (masa/volume).


konsentrasi Subtrat setelah waktu kontak t (masa/volume).
konstanta laju reaksi.
jumlah biomassa.
waktu tinggal hidrolis atau waktu kontak (hari).

2.3.6. Kendala Dalam Pengolahan Biologis


Beberapa kendala yang sering terjadi dalam pengolahan air limbah secara
biologis (Said dan Herlambang, 2001) :
a. Sludge Bulking; yakni warna lumpur menjadi keputih-putihan serta sulit
mengendap akibatnya efluent tetap kekeruh. Penyebab rendahnya oksigen terlarut
(disolved oxigen), nutrient tidak cukup, organic loading bervasi, serta F/M rasio
terlalu rendah atau tinggi.
b. Terbentuk jelly atau slime adalah gejala viscous bulking, nonfilamentous bulking.
Organisme filamentous seperti Spahaerotilus sp, Thiotrix sp pada bak clarifier
menggangu pengendapan. SVI>100 sehingga bioflok lumpur ikut aliran keluar.
Fenomena ini dapat dicegah dengan khlorinasi.
c. Dispersed growth (pertumbuhan terdispersi). Dalam proses lumpur aktif normal,
bakteri yang tidak membentuk flok, akan dikonsumsi protozoa. Kadang terjadi
ledakan pertumbuhan bakteri ini, akibatnya efluen keruh. Hal ini terjadi akibat
kurang

berfungsinya

bakteri

pembentuk

flok

(floc

foaming

bacteria).

Penyebabnya beban (organic loading) terlalu tinggi, suplai oksigen kurang, atau
mungkin terdapat racun misal; logam berat.
d. Pintpoint floc; gejala pecahnya flok-flok besar menjadi flok-flok halus dan ikut
keluar sehingga efluen keruh. Adalah akibat bakteri filamentous.

e. Foaming or scum formation (pembentukan buih / busa). Terjadi akibat adanya


surfactant yang tidak dapat terurai serta tumbuhnya Nocardia dan Microtic
parvicella.
f.

Rissing sludge (lumpur mengambang); terjadi akibat terperangkapnya gelembunggelembung gas nitrogen hasil proses denitrifikasi yang berlebihan. Dapat dicegah
dengan menaikkan debit resirkulasi lumpur dari bak sehingga waktu tinggal
lumpur (sludge) berkurang.

g. Dalam proses RBC(rotating biological contactor), sering terjadi kondisi anaerob


(timbulnya gas H2S), lapisan mirkroorganisme mudah terkelupas, atau ada
gumpalan warna merah melayang-layang dalam reaktor. Dapat dicegah dengan
pengaturan pH, kontrol beban BOD, mengatur keseimbangan nutrien maupun
penambahan oksigen.

Tabel 2.2. Proses Pengolahan Biologis Yang Umum Digunakan.

Sumber : Said dan Herlambang, 2001

You might also like