Professional Documents
Culture Documents
Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Etiologi
Menurut
Stuart
(2007),
Faktor
faktor
penyebab
terjadinya
halusinasi
adalah:
predisposisi
1).
Biologis
dapat
mempraktekkan
cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
8) Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan
harian.
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
relaksasi
napas
dalam
tadi?
Ya..betul,
dan
Besok
kita
akan
bertemu
kembali
untuk
yang
lain.
Mba
mau
jam
berapa
kita
saya
permisi
Assalamualaikum..
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
dulu,
sampai
jumpa.
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menarik diri atau katatonik.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail
mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1.
Jenis Halusinasi
Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai
pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau
dimensia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.
Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.
Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.
Rentang respon halusinasi.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut
digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.
Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam
maupun di luar dirinya.
Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum
yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada.
Konsep Dasar Keperawatan
Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat
dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama
dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir
pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa
faktor antara lain:
Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat.
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Isolasi sosial : menarik diri.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Intoleransi aktifitas.
Defisit perawatan diri.
Pohon masalah
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah
harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial
maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai
berikut:
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga,
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun
potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari
pengkajian.
Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian
yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi
menurut Keliat (2006) yaitu:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu
tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan
pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
adalah sebagai berikut:
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,
mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi
perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya
timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan
suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan :
menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul
halusinasi.
3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4.1Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau
minum obat secara teratur.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan
klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin
minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
1).Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan
intervensi selanjutnya.
2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab
menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan
orang lain.
4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku
menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x
seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
1) Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
2). Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional :
Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan
klien.
5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional:
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.
5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
1). Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
2). Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi,
bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan
diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa
segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan
diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun ,
gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi:
3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:
Memberikan kesegaran.
TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
4.1 Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri sendiri.
TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada
klien.
5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS
dalam menjaga kebersihan.
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh
klien.
Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini
(here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar
utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan
keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan
sebagai berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur
dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti
coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi
yang benar?.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat
diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri
dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:
a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil
belum memuaskan.
c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:
a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.
d.Mampu berhubungan dengan orang lain.
e.Menggunakan obat dengan benar.
f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi
halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
Sumber:
1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University
Press.
6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care.
Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St.
Louis: Mosby Year Book.
DIarsipkan di bawah: 1. ASKEP ZONE
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP Ip)
Hari/ tgl : ...................
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien : ( Ds dan Do adalah data Here and now masalah utama klien )
DS : klien mengatakan mendengar suara-suara aneh (tanpa adanya stimulasi
eksternal).
Baiklah mas... sekarang kita masukkan cara mengontrol halusinasi yang pertama
yaitu dengan cara mengusir/ merhardik kedalam buku harian mas.... mari saya
bantu.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas ... setelah kita berbincang-bincang tadi?
b. Evaluasi obyektif
Jadi seperti yang mas ... katakan tadi, suara yang mas dengar adalah suara ...
Suara itu muncul pada saat ..., dan dalam sehari bisa muncul ... kali. Kemudian
yang mas rasakan dan lakukan setelah mendengar suara itu adalah ... Bila suara
aneh yang didengar muncul, maukah mas ...... mencoba mengusir suara aneh itu
dengan menatakan apa mas .... ? Bagus saya senang mau melakukannya.
c. Rencana tindak lanjut
Bagaimana kalau mas ... mendengar suara-suara itu lagi, tolong mas nanti panggil
perawat agar dibantu.atau mas bisa mengusir suara suara tadi dengan cara yang
sudah tadi saya ajarkan.
d. Kontrak
Topik : Nanti siang kita akan bercakap-cakap lagi, apa Mas mau? Kita akan
membicarakan tentang cara lain untuk mengendalikan suara-suara itu yaitu
dengan cara kedua : bercakap-cakap dengan orang lain.
Tempat : Bagaimana kalau di tempat ini lagi? Kita ngobrolnya ?
Waktu : Mungkin kita akan butuh waktu 15 menit. Bersedia ya..?
Sekarang mas mau kemana ? mari saya bantu kekamar, mas... mau istirahat
dulu ya ?
pada Tn. S dengan Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang P8 RSJP Prof. Dr.
Soeroyo Magelang yang dilakukan selama 6 hari dari tanggal 7 Januari s/d 12 Januari
2009
1.4. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 Bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup dan
sistematika penulisan.
BAB II : LAPORAN PENDAHULUAN
Yang terdiri dari masalah utama, pengertian, tanda gejala, penyebab/etiologi, rentang
respon, akibat, masalah dan data yang perlu dikaji, pohon masalah, diagnosa
keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Pengkajian, analisa data, pohon masalah, masalah keperawatan, diagnosa keperawatan,
intervensi dan evaluasi.
BAB IV : PEMBAHASAN
Yang terdiri dari tahap pengkajian, tahap diagnosa, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
dan tahap evakuasi.
BAB V : PENUTUP
Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensorik : Halusinasi
2.2 Pengertian
Halusinasi adalah salah satu cara respon maladaktif individu yang berada dalam rentang
neurobiologis (struart dan Araira, 2001). Ini merupakan respon paling maladaktiv. Jika
orang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasika
stimulus berdasarkan informasi yang diterimanya melalui panca indera. Stimulus tersebut
tidak ada pada pasien halusinasi.
Menurut Maramis (1998) : halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu sebenarnya yang tidak terjadi. Perubahan persepsi sensorik
adalah suatu keadaan individu yang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari
stimulus yang mendekat disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau
kelainan respon perubahan yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas
adalah halusinasi dan dipersonalisasi (Stuart and sunden, 1998)
Struart and Sunden, 1998 mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran (Auditori)
Karakteristik,
Mendengar suara, paling sering suara orang yang membicara sesuatu.
b. Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas seharihari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan,
gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan
pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
c. Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk
melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, stress berat yang
mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998:156).
Menurut Carpenito.L.J, 1998:381). Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu
atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan serta keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Sedangakan menurut Rawlins,R.P dan Heacock, P.E (1998:423)isolasi sosial menarik diri
adalah usaha untuk menghindar dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan
akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu
dalam kegagalan.
Isloasi sosial menarik diri sering menunjukan adanya perilaku (Carpenito, L.J 1998:382) :
Data Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesepian, penolakan
b. Melaporkan ketidaknyamanan kontak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tidak berguna
Data Objektif
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berimteraksi dengan orang lain
2.5 Rentang Respon
Menurut Stuart and Sundeen (1998: 302) persepsi mengacu pada identifikasi dan
interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat
digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon neurobiologis
Respon adaptif Respon maladptif
rumah Klien sering mengamuk, merusak barang, bicara sendiri, sulit tidur, banyak
melamun/menyendiri, percobaan bunuh diri.
.
3. Faktor Predisposisi
1. Klien sebelumnya pernah mengalami riwayat dirawat di RSSM dengan keluhan yang
sama
2. Klien sering berobat atau kontrol di Banyumas, sempat berusaha kabur, terakhir di
rawat bulan November 2007, pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
3. Dari pihak keluarga tidak ada yang tahu pasti tentang penyebabnya
4. Dari keluarga juga ada yang mengalami gangguan jiwa (kakak) gejala tidak ada yang
tahu pasti,melaksanakan pengobatan di puskesmas
Masalah Keperawatan : Regiment Terapeutik Inefektif
Masa pertumbuhan dan perkembangan
Masa sekolah : klien tidak pernah tinggaal kelas kecuali pada masa SMA Klien tidak
lulus pada saat-saat tersebut klien mengalami gangguan jiwa karena klienn dikecewakan
oleh kekasihnyasementara pada saat klien ada masalah tersebut klien merasa tidak ada
yang perduli padanya, dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa,
dan pengalama\n klien yang tidak menyenangkan adalah ketika klien diputuskan oleh
pacarnya.
4. Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 82x /menit
Suhu : 36
Respirasi : 23x /menit
Ukur : Tinggi Badan : 161 cm
Berat Badan : 65 kg
Keluhan Fisik : Tidak mengalami keluhan fisik
Pemeriksaan Fisik :
Riwayat pengobatan penyakit fisik : Tidak pernah
5. Psikososial
1. Genogram
Klien merupakan anak terakhir dari 9 bersaudara, dalam keluarga klien berperan sebagai
kepala keluarga dan memiliki 1 orang anak, klien bekerja sebagai buruh untuk menafkahi
keluarganya.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien dapat menerima kondisi tubuhnya dan tidak ada keluhan
b. Identitas diri
Sewaktu sekolah dulu klien senang dapat berkumpul dengan temannya dan bermain dan
klien juga termasuk orang yang mudah bergaul. Saat kerja klien dapat melakukan dan
mengertikan pekerjaannya dan merasa senang.. klien juga yakin bahwa dirinya laki-laki
normal.
c. Peran
Klien mempunyai pekerjaan serabutan di rumahnya dan sebagi buruh.
d. Ideal diri
Klien berharap cepat sembuh dan dapat diterima kembali dilingkungan masyarakat.
e. Harga diri
Klien merasa bangga dan senang diperhatikan oleh orang-orang terdekatnya.
3. Hubungan sosial
Pada saat di rumah klien mengatakan orang yang paling berarti dalam kehidupannya
adalah keluarga dan saudara-saudaranya.
Di Rumah Sakit Jiwa klien mudah bergaul namun suka ada rasa malu dan terkadang suka
menyendiri tapi suka ngobrol dan interaksi dengan temannya yang ada di P8
6. Spiritual
Nilai dan keyakinan :
Klien beragama kristen dan klien mengetahui dan meyakini Tuhannya satu.
7. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien tampak rapi, rambut rapi, baju cukup bersih, gigi cukup bersih, gigi
cukup bersih, baju setiap hari selalu diganti, mandi tidak harus dimotivasi.
2. Pembicaraan
Klien selalu bicara keras dan agitatif
3. Aktifitas Motorik
Klien terlihat aktif mengikuti kegiatan.
4. Alam perasaan
Klien terkadang suka malu dan kadang menyendiri
5. Afek
Afek klien normal terhadap rangsangan.
6. Interaksi selama wawancara
Selama interaksi klien kooperatif, ada kontak mata selama berkomunikasi.
7. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara gemuruh air, suara tersebut datang ketika
menjelang tidur malam dan lamanya suara itu datang sekitar 2 -3 menit
8. Proses pikir
Klien selalu menjawab langsung pertanyaan perawat dengan tanggap dan cepat sesuai
topik pertanyaan yang dilontarkan.
9. Isi pikir
Klien merasa takut apabila suara itu datang kadang sering melampiaskan pada objek yang
ada di depannya.
10. Tingkat kesadaran
Orientasi klien terhadap orang, tempat, dan waktu sesuai
11. Memori
Tidak ada gangguan memori.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi klien sudah menurun, sehingga kurang mampu dalam menjawab
pertanyaan yang di lontarkan oleh perawat
tuanya kurang memperhatikan klien terutama saat klien mempunyai masalah, Klien juga
merasa bahwa tetangganya membencinya dan klien tidak mengetahui mengapa
tetangganya membencinya.
11. Pengetahuan
Pengetahuan klien mengenai cara-cara menghindari halusinasinya masih kurang untuk
proses penyembuhan.
12. Aspek Medis
Catatan medis klien :
Skizoprenia tak terinci
Terapi yang diberikan kepada klien saat ini adalah :
THP (Trifluoperazine 2 X 1)
Clorpromazin (1 X 100 mg)
Trihexyphenidel (2 X 1)
Haloperidol (21)
13. Analisa Data
No Data Fokus Masalah Keperawatan
1.
Ds :
Klien menyatakan kadang-kadang sering mendengarkan suara-suara air yang tidak ada
wujudnya.
Klien menyatakan suara-suara tersebut kadang membuat klien takut.
Do :
Klien terlihat suka duduk menyendiri.
Klien tampak sering diam
Gangguan perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar
14. Pohon Masalah
5. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori halusinasi dengar
ASUHAN KEPERAWATAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI AUDITORI
Rencana Keperawatan
Nama Klien : Tn. S Diagnosa Medis : Skizofrenia tak terinci
Ruang : P8 No.CM : 23004
DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN INTERVENSI
Tujuan SP
Perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan menarik diri, berhubungan
dengan :
Ds :
Klien menyatakan kadang-kadang sering mendengarkan suara-suara.
Klien menyatakan suara-suara tersbut sering membuat klien takut.
Do :
Halusinasi tidak tampak, klien bisa melakukan cara menghardik, komunikasi dengan
teman dibangsal baik, kooperatif, nada bicara keras dan cepat.
A:
Klien bisa melakukan cara kontrol dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan teman
lain
P:
SP I dan II Tercapai
Lanjutkan SP III
SP III Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (Kegiatan yang
biasa dilakukan pasien dirumah)
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Kamis
08-01-09 S :
Klien mengatakan senang setelah melakukan kegiatan TAK
O:
Klien kooperatif dalam komunikasi, kontak mata dapat dipertahankan, kegiatan dibangsal
dengan motivasi, TAK aktif.
A:
Klien masih perlu dibimbing dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
P:
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
Jumat
09-01-09 S :
Klien mengatakan senang dilibatkan dalam jadwal kegiatan harian diruangan
O:
Klien kooperatif, kegiatan dibangsal dengan motivasi, TAK aktif, masih tampak sering
menyendiri.
A:
Kontrol halusinasi dengan kegiatan diarahkan
P:
Ulangi dan optimalkan SP III
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
Sabtu
10-01-09 S :
Klien mengatakan akan mencoba melakukan kegiatan jika halusinasinya datang
O:
Klien kooperatif dalam komunikasi, kegiatan dibangsal aktif, TAK aktif, melamun dan
suka menyendiri.
A:
Klien belum mampu melakukan kegiatan secara mandiri sebagai cara kontrol halusinasi
P:
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejauh mana keberhasilan tindakan
keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses terjadinya
halusinasi dengar pada klien S. sejalan dengan fase-fase atau tahap-tahap dalam teori
halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri, melamun, pemikiran internal
menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien berada pada tingkat
listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak
berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi memberikan kesenangan dan rasa aman
sementara, dan ahhirnya halusinasi berubah menjadi mengancam.
Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya adalah tidak
menyangkal dan tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S ternyata teori
tersebut dapat diterima oleh klien. Klien dapat menerima realita bahwa suara-suara
tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang lain tidak mendengar. Dalam teori
tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan tujuan
untuk memutuskan stimulus interna, setelah diaplikasikan pada klien S, ternyata kontak
sering dan singkat setiap 20 menit selama 3-5 menit klien mengeluh merasa capek
kemudian kami lakukan modifikasi dengan melakukan kontak setiap 1 jam selama 10
menit, dan hasilnya lebih baik. Stimulasi internal dapat terputus dan klien tidak merasa
kelelahan. Disamping melalui kontak yang sering dan singkat, didukung juga oleh
kegiatan yang dilakukan secara rutin di ruangan dengan melibatkan klien dalam
pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari. Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula
didengar pada pagi, siang, sore dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam
hari ketika menjelang tidur.
Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley) yang telah
dilakukan pada klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien,
terutama pada masalah menarik diri dan halusinasi dengar. Melalui kegiatan terapi
aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu berhubungan dengan orang lain dan
mampu memutuskan stimulus internal.
Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara mengungkapkan marah
yang konstruktif, kelompok menerapkan konsep cara mengungkapkan marah yang
konstruktif yaitu mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan
klien marah, cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini, berdiskusi
dengan klien tentang cara mengungkapkan marah yang destruktif dan konstruktif. Setelah
tika kali pertemuan, hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah secara
konstruktif. Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat
mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien S dengan
halusinasi dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak mendukung
dan tidak menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat membantu memutuskan siklus