You are on page 1of 48

GAMBARAN KASUS

Nn. D umur 20 tahun yang beralamat di jalan Mawar no.3,


Cilandak, Jakrta Selatan. Ia dibawa ke RSJ Marzoeki Mahdi Bogor pada
tanggal 24-03-2009, dengan alas an kakak klien mengatakan bahwa
Nn.D sering berteriak sering memukul dirinya sendiri.
Sebelumnya sekitar 8 bulan yang klien pernah dibawa oleh
keluarganya ke paranormal dengan alasan yang sama, tetapi klien
tidak kunjunng sembuh. Keluarga klien mengatakan juga bahwa klien
mengalami gagguan jiwa sejak ia diceraikan oleh suaminya. Dan
selama klien berumahtangga dengan mantan suaminya, klien juga
sering mendapat perilaku kekerasan dari suaminya, seperti dipukul
atau diinjak perutnya saat klien sedang hamil 4 bulan.
Saat dilakukan pengkajian klien tampak berantakan, tekanan darh
klien 140/90 mmHg, Nadi 89 x/menit, suhu 37 o C, dan RR 24 x/menit.
Mata klien juga melotot dan dengan pandangan yang tajam, nada
suara klien juga tinggi, tangan sering mengepal, tampak tegangn saat
bercerita dan pembicaraan klien kasar.

Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Etiologi
Menurut

Stuart

(2007),

Faktor

faktor

penyebab

terjadinya

halusinasi

adalah:

predisposisi

1).

Biologis

STRATEGI PELAKSANAAN KLIEN DENGAN PERILAKU


KEKERASAN
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data subyektif :
1) Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan

2) Klien mengatakan merasa orang lain mengancam


3) Klien mengatakan orang lain jahat
b. Data objektif :
1) Klien tampak tegang saat bercerita
2) Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan marahnya
3) Mata melotot, pandangan tajam
4) Mengancam secara verbal dan fisik
5) Nada suara tinggi
6) Tangan mengepal
7) Berteriak/menjerit
8) Memukul
2. Diagnosa keperawatan
Risiko tinggi perilaku kekerasan
3. Tujuan keperawatan
a. Tujuan umum :

Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan


baik secara fisik, sosial atau verbal, spiritual, dan terapi
psikoformatika.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dapat
dilakukan
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
7) Klien

dapat

mempraktekkan

cara

mengontrol

perilaku

kekerasan
8) Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan
harian.
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya

b. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya


c. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan
yang dialaminya
d. Diskusikan denngan klien perilaku kekerasan yang dilakukan
selama ini
e. Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang
dilakukan pada :
1) Diri sendiri
2) Orang lain/keluarga
3) Lingkungan
f. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan
g. Tentang mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik
h. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan didalam jadwal
kegiatan harian
B. Strategi komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam : Assalamualaikum, Selamat pagi?

b. Evaluasi : Bagaimana perasaan Mba saat ini? Apa yang sedang


Mba
rasakan saat ini?
Perkenalkan Mba Nama saya Suster S. Mba namanya
siapa?biasanya dipanggil apa?
c. Kontrak
1) Topik : Baiklah Mba D, saat ini kita akan membahas tentang
penyebab
Mba marah dan mengontrol rasa marah secara
fisik.
2) Waktu : Mba D ingin berapa lama kita akan berbincangbincang?
3) Tempat : Dimana tempat Mba D inginkan untuk kita
berbincang-bincanng?
2. Fase kerja
a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan :
Apa yang menyebabkan Mba D marah?

b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan


Saat Mba D sedang marah apa yang akan Mba rasakan?
Apakah dada Mba berdebar-debar lebih kencang? Atau
Mata melotot? .
c. Identifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
Saat Mba D marah apa yang Mba lakukan?
d. Identifikasi akibat risiko tinggi perilaku kekerasan
Apakah dengnan cara itu marah/kesal Mba dapat
terselesaikan? Ya tentu tidak, apa kerugian yang Mba D
alami? Betul Mba jadi masuk ke ruang Isolasi.
e. Menyebutkan cara mengontrol risiko tinggi perialu kekerasan
Pertama mari kita coba melakukan latihan tarik napas
dalam. Sekarang Mba D bisa berdiri atau duduk rilexs,
lalu tarik napas dalam dari hidung tahan sebentar, lalu
keluarkan perlahan-lahan melalui mulut. Ini dilakukan
sebanyak 5 kali ya Mba?
f. Membantu klien mempraktekkan cara latihan cara mengontrol
fisik

Sekarang coba Mba lakukan bagaimana latihan napas


dalam? Pertam tarik napas melalui hidung, ya seperti itu
Mba bagus, kemudian hembuskan melalui mulut. Ini
dilakukan selam 5 kali ya Mba. Ayo sekarang lakukan
kembali, tarik napas dalam-dalam melalui hidung, Mba D
rasakan betapa sejuknya udara bersih yang masuk ke
paru-paru kita, kemudian hembuskan pelan-pelan melalui
mulut, ya seperti itu Mba, Bagus..
g. Membantu klien memasukkan kegiatan sehari-hari
Nah..Mba D tadi telah melakukan latiahan teknik
relaksasi napas dalam, bagaimana kalau latihan ini kita
buat jadwal kegiatan sehari-hari Mba? Baik kita masukkan
ya ke jadwal kegiatan sehari-hari Mba? Kapan waktu yang
Mba D inginkan untuk melakukan latihan ini? Bagaimana
kalau setiap jam 09.00 pagi?
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
Bagaiman perasaan Mba setelah melakukan latihan
teknik

relaksasi

napas

dalam

tadi?

Ya..betul,

dan

kelihatannya Mba terlihat sudah lebih rileks. Kalau begitu

coba Mba praktikkan lagi latihan teknik napas dalam yang


saya ajarkan tadi. .
b. RTL (Rencana Tindak Lanjut)
Ya..Bagus Mba. Mba telah bisa melakukannya dengan
baik.

Besok

kita

akan

bertemu

kembali

untuk

mengajarkan Mba D teknik relakasasi lain yang dpat


membantu mengontrol rasa marah Mba. Tapi sebelumnya
Mba D harus bias mengatasi rasa marah Mba dengan
teknik relaksasi napas dalam yang telah saya ajarkan
tadi.
c. Kontrak waktu yang akan datang
Baik Mba D kita sudah selesai berbincang-bincangnya,
besok saya akan menemui Mba kembali untuk melihat
perkembangan kondisi Mba D dan mengajarkan teknik
relaksasi

yang

lain.

Mba

mau

jam

berapa

kita

ketemunya? Baik jam ya Mba , sesuai kesepakatan kita.


Tempatnya di sisni ya Mba?
d. Antisipasi maslah
Mba, jika Mba D ingin merasa marah lagi pada saat saya
tidak ada, Mba dapat melakukan sendiri teknik relaksasi

napas dalam yang telah saya ajarkan tadi, atau jika


dengan teknik ini rasa marah Mba D tidak berkurang Mba
bias memanggil perawat yang ada di sini. Baik Mba, kalau
begitu

saya

permisi

Assalamualaikum..

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Askep menarik diri


Askep napza
Askep curiga
Askep harga diri rendah
Askep kehilangan
Askep depresi
terapi aktifitas kelompok
Efek ECT
Kontrol emosi
Terapi lingkungan
Askep mania
Askep perawatan diri kurang
Askep perilaku kekerasan
Askep schizofrenia
Askep suicide
Askep toileting
Askep waham
Askep Menarik diri
Askep delirium
Askep gangguan hubungan sosial

dulu,

sampai

jumpa.

21. Askep halusinasi dengar


22. Askep halusinasi perseptual

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran


Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu
disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran,
pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar
itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah
tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti
marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi
gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).

Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara


rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik
dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih
mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan
respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan
antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis,
membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya
secara akurat (Nasution, 2003).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian
mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang
yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun
(Maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien
melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar
suara, terutamanya suarasuara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:


Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitianpenelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (postmortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
Gejala Halusinasi

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.

Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menarik diri atau katatonik.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail
mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1.
Jenis Halusinasi
Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai
pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau
dimensia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.

Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah
tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.
Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.
Rentang respon halusinasi.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut
digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.
Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam
maupun di luar dirinya.
Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai
banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal

melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau budaya umum
yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada.
Konsep Dasar Keperawatan
Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat
dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama
dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir
pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa
faktor antara lain:
Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakit


Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di
rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Faktor predisposisi
1). Faktor perkembangan terlambat
a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2). Faktor komunikasi dalam keluarga
a). Komunikasi peran ganda.
b). Tidak ada komunikasi.
c). Tidak ada kehangatan.
d). Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e) . Komunikasi tertutup.
f). Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik
orang tua.
3). Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
4). Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga
diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping
destruktif.
5). Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan
besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6). Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah
kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35 %.
Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.

2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan


abnormal).
3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:
Tabel 2. Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).
Faktor pemicu
Respon neurobiologis
Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi,
obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan
orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil
dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan
ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri
(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu
memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan,
ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
3). Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a). Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara
itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap
jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.

b). Waktu dan frekuensi.


Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi
ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana
klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c). Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain
itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d). Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan
apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien
masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
a.Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi.
8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11). Memori
a). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan
berhitung sederhana.
13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum,
BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan
sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
Mekanisme koping
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Isolasi sosial : menarik diri.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Intoleransi aktifitas.
Defisit perawatan diri.
Pohon masalah
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah
harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial
maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai
berikut:
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga,
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun
potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari
pengkajian.
Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian
yang menyokong diagnosa keperawatan.

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi
menurut Keliat (2006) yaitu:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu
tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan
pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
adalah sebagai berikut:
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,
mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.

Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi
perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya
timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan
suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan :
menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul
halusinasi.
3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4.1Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:

Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau
minum obat secara teratur.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan
klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin
minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
1).Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan
intervensi selanjutnya.
2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab
menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan
orang lain.
4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku
menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x
seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
1) Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
2). Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :

Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.


2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti
dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Rasional:
Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:
Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialaminya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat membuat rencana yang realistis.
4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.
Intervensi:
4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
Rasional:
Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.
4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.
4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
Rasional:
Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.
4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri.
TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.
5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian.
Intervensi:

5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional :
Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan
klien.
5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional:
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.
5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
1). Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
2). Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi,

bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan
diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa
segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan
diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan
diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun ,
gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi:
3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:
Memberikan kesegaran.
TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
4.1 Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri sendiri.

TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada
klien.
5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS
dalam menjaga kebersihan.
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh
klien.
Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana
tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini
(here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar
utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua
jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan
keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan
respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan
sebagai berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur
dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti
coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi
yang benar?.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat
diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri
dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:
a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil
belum memuaskan.
c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:
a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.
d.Mampu berhubungan dengan orang lain.
e.Menggunakan obat dengan benar.
f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi
halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.
Sumber:
1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University
Press.
6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care.
Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St.
Louis: Mosby Year Book.
DIarsipkan di bawah: 1. ASKEP ZONE
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP Ip)
Hari/ tgl : ...................
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien : ( Ds dan Do adalah data Here and now masalah utama klien )
DS : klien mengatakan mendengar suara-suara aneh (tanpa adanya stimulasi
eksternal).

DO : klien tampak senyum-senyum sendiri dan bicara sendiri, memandang kekanan/


kedepan seoah-olah ada teman bicara.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar
3. Tujuan : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tindakan Keperawatan ( SP Ip) :
1. Mengidentifikasi jenis halusiansi pasien
2. Mengidentifikasi isi halusiansi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1.Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi Mas. Perkenalkan nama saya ..., saya biasanya dipanggil Suster..
Saya yang akan merawat Mas selama 2 hari ini. Boleh saya berkenalan ? nama
mbak siapa dan suka dipanggil apa? Baiklah mulai sekarang saya akan pangil ..
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan Mas... ( selanjutnya panggil nama klien ) hari ini? Kalau
boleh tau mengapa mas..... sering melamun, kadang tersenyu/ bicara sendirian ..?
c. Kontrak
Topik: Bagaimana kalau kita sekarang berbincang-bincang tentang suara-suara yang
sering mas.... dengar? mau ya mas ...?
Tempat : Mas ... mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini?
Waktu : Mau berapa lama ? Bagaimana kalau 10 menit?
2. Kerja
Apakah mas.. mengalami sesuatu, medengar/ melihat, merasakan sesuatu saat mas ..
sedirian ?
Saya percaya mas.. medengar suara-suara itu, tetapi saya tidak medengarnya.
Tapi jangan Khawatir mas ....tidak mengalami sendiriaan , ada teman lain yang
juga mengalami hal yang sama dengan mas ....., dan saya akan membantu mas untuk
menghilangkan suara-suara tersebut.
Coba mas ... ceritakan suara-suara yang sering mas dengar
Apa mas ... bisa mengenali suara tersebut?
Kalau mas ... kenal suara itu, suara siapakah?
Kapan saja suara itu datang? Berapa kali muncul dalam sehari?
Apa yang mas ... lakukan jika suara itu muncul?
Apakah mas ... mengikuti suara-suara yang didengar?
Bagaimana perasaan mas ... saat suara itu muncul?
Bila suara aneh yang didengar muncul, maukah mas ...... mencoba mengusir
suara aneh itu . Coba usir suara itu dengan mengatakan di dalam hati Saya
tidak mau dengar kata-kata kamu. Pergi, pergi, pergi ...

Baiklah mas... sekarang kita masukkan cara mengontrol halusinasi yang pertama
yaitu dengan cara mengusir/ merhardik kedalam buku harian mas.... mari saya
bantu.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan mas ... setelah kita berbincang-bincang tadi?
b. Evaluasi obyektif
Jadi seperti yang mas ... katakan tadi, suara yang mas dengar adalah suara ...
Suara itu muncul pada saat ..., dan dalam sehari bisa muncul ... kali. Kemudian
yang mas rasakan dan lakukan setelah mendengar suara itu adalah ... Bila suara
aneh yang didengar muncul, maukah mas ...... mencoba mengusir suara aneh itu
dengan menatakan apa mas .... ? Bagus saya senang mau melakukannya.
c. Rencana tindak lanjut
Bagaimana kalau mas ... mendengar suara-suara itu lagi, tolong mas nanti panggil
perawat agar dibantu.atau mas bisa mengusir suara suara tadi dengan cara yang
sudah tadi saya ajarkan.
d. Kontrak
Topik : Nanti siang kita akan bercakap-cakap lagi, apa Mas mau? Kita akan
membicarakan tentang cara lain untuk mengendalikan suara-suara itu yaitu
dengan cara kedua : bercakap-cakap dengan orang lain.
Tempat : Bagaimana kalau di tempat ini lagi? Kita ngobrolnya ?
Waktu : Mungkin kita akan butuh waktu 15 menit. Bersedia ya..?
Sekarang mas mau kemana ? mari saya bantu kekamar, mas... mau istirahat
dulu ya ?

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN HALUSINASI


DENGAR DI BANGSAL P.8
RSJ Prof. DR. SOEROYO MAGELANG
Diajukan untuk menempuh tugas praktek Profesi Ners
Disusun Oleh:
IIP ARIF BUDIMAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON


PROGRAM STUDI PROFESI NERS S 1 KEPERAWATAN
CIREBON
2008
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negaranegara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berprilaku
yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat
pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan hendaya yang
cukup skizofrenia. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang saring
ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi
merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata atau
klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa adanya stimulus atau rangsangan dari
luar. Penanganan atau perawatan intensif perlu diberikan agar klien skizofrenia dengan
halusinasi tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang
lain dan lingkungan.
Dengan pernyataan diatas maka kelompok kami tertarik untuk mengangkat kasus tersebut
dengan askep pada klien Tn. S dengan halusinasi Auditori dan visual di Ruang P8 RSJP
Prof. Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah.
1.2. Tujuan Penulisan
1 Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek di RSJP Prof. DR. Soeroyo Magelang Jawa Tengah
diharapkan mahasiswa S1 Keperawatan STIKes Cirebon mampu memahami dan
melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan Halusinasi Auditori dan Visual di
Ruang P8 RSJP Prof.Dr. Soeroyo Magelang Jawa Tengah.
2 Tujuan Khusus
a. Mampu memahai konsep dasar halusinasi
b. Mampu melaksanakan pengkajian pada klien dengan halusinasi
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan halusinasi
d. Mampu menyusun tujuan dan intervensi keperawatan pada klien dengan halusinasi
e. Mampu melaksanakan intervensi keperawatan yang telah disusun pada klien dengan
halusinasi
f. Mampu mengevaluasi hasil pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan
halusinasi.
1.3. Ruang Lingkup
Dalam laporan ini kelompok kami hanya membatasi penyelesaian masalah keperawatan

pada Tn. S dengan Perubahan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang P8 RSJP Prof. Dr.
Soeroyo Magelang yang dilakukan selama 6 hari dari tanggal 7 Januari s/d 12 Januari
2009
1.4. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 Bab yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup dan
sistematika penulisan.
BAB II : LAPORAN PENDAHULUAN
Yang terdiri dari masalah utama, pengertian, tanda gejala, penyebab/etiologi, rentang
respon, akibat, masalah dan data yang perlu dikaji, pohon masalah, diagnosa
keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Pengkajian, analisa data, pohon masalah, masalah keperawatan, diagnosa keperawatan,
intervensi dan evaluasi.
BAB IV : PEMBAHASAN
Yang terdiri dari tahap pengkajian, tahap diagnosa, tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
dan tahap evakuasi.
BAB V : PENUTUP
Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensorik : Halusinasi
2.2 Pengertian
Halusinasi adalah salah satu cara respon maladaktif individu yang berada dalam rentang
neurobiologis (struart dan Araira, 2001). Ini merupakan respon paling maladaktiv. Jika
orang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasika
stimulus berdasarkan informasi yang diterimanya melalui panca indera. Stimulus tersebut
tidak ada pada pasien halusinasi.
Menurut Maramis (1998) : halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu sebenarnya yang tidak terjadi. Perubahan persepsi sensorik
adalah suatu keadaan individu yang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari
stimulus yang mendekat disertai dengan pengurangan berlebih-lebihan, distorsi atau
kelainan respon perubahan yang sering ditemukan pada klien gangguan orientasi realitas
adalah halusinasi dan dipersonalisasi (Stuart and sunden, 1998)
Struart and Sunden, 1998 mengelompokan karakteristik halusinasi sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran (Auditori)
Karakteristik,
Mendengar suara, paling sering suara orang yang membicara sesuatu.

Perilaku Klien yang diamati


Melirikan mata kekiri dan kekanan mencari orang yang berbicara
Mendengarkan penuh perhatian pada benda mati,
Terlihat percakapan dengan benda mati.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Karakteristik,
Stimulus penglihat dalam bentuk pancaran cahaya atau panorama yang luas dan komplek.
Perilaku Klien yang diamati
Tiba-tiba, tanggap, ketakutan pada benda mati,
Tiba-tiba lari keruang lain tanpa stimulus.
c. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Karakteristik,
Bau busuk, amis, kada tercium bau harum atau kemenyan.
Perilaku Klien yang diamati
Hidung dikerutkan, seperti menghidu bau tidak sedap,
Menghidu bau busuk atau harum atau kemenyan,
Kinestetik menghidu bau udara, api atau darah.
d. Halusinasi Pengacap (Gustatorik PK)
Karakteristik,
Merasakan sesuatu yang bau busuk atua amis seperti bau darah, urin, atau peces.
Perilaku Klien yang diamati
Meludahkan makanan atau minuman,
Menolak makanan atau minum obat.
e. Halusinasi Peraba (Taktil)
Karakteristik,
Merasa sakit, tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, merasakan sensasi listrik dari tanah
atau benda mati
Perilaku Klien yang diamati
Menampar diri sendiri,
Melompat-lompat dilantai seperti sedang menghindari sesuatu
f. Halusinasi Kinestetik
Karakteristik,
Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir, makanan dicerna.
Perilaku Klien yang diamati
Memperbalisasi atau obsesi terhadap proses tubuh,
Melok untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan tubuh klie yang diyakini tidak
berfungsi.
2.3 Tanda dan Gejala
Klien dengan halusinasi sering menunjukan adanya (carpenito, L.J, 1998: 363, Townsend,
M.C, 1998, Stuart and Sunden 1998: 328-329):
Data Subjektif
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat

b. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suara-suara atau


melihat bayangan)
c. Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti bicara
seolah-olah mendengar sesuatu
d. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f. Gerakan mata yang cepat
g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
komplek)
2.4 Penyebab
Stuart and Sunden (1998 : 305) mengemukakan faktor predisposisi dari timbulnya
halusinasi, antara lain:
1. Faktor Biologis
a. Abnormalitas otak seperti : lesi pada areo frontal, temporal dan limbic dapat
menyebabkan respon neurobiologis
b. Beberapa bahan kimia juga dikaitkan dapat menyebabkan respon neurbiologis
misalnya: dopamine neurotransmiter yang berlebihan, ketidakseimbangan antara
dopamine neurotransmiter lain dan masalah-masalah pada sistem receptor dopamine.
2. Faktor sosial Budaya
Stres yang menumpuk, kemiskinan, peperangan, dan kerusuhan, dapat menunjang
terjadinya respon neurobiologis yang maladaftive.
3. Faktor Pikologis
Penolakan dan kekerasan yang dialami klien dalam keluarga dapat menyebabkan
timbulnya respon neurobiologis yang maladaftive
Stuart and sunden (1998: 310) juga mengemukakan faktor pencetus terjadinya halusinasi
antara lain:
1. Faktor biologis
Gangguan dalam putaran balik otak yang memutar proses informasi dan abnormaltas
pada mekanisme pintu masuk dalam otak mengakibatkan ketidakmampuan menghadapi
rangsangan. Stres biologis ini dapat menyebabkan respon neurobiologis yang
maladaftive.
2. Faktor Stres dan Lingkungan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan merupakan stressor lingkungan yang
dapat menimbulkan gangguan perilaku. Klien berusaha menyesuaikan diri terhadap
stressor lingkungan yang terjadi.
3. Faktor Pemicu Gejala
a. Kesehatan
Gizi yang buruk, kurang tidur, kurang tidur, keletihan, ansietas sedang sampai berat, dan
gangguan proses informasi.

b. Lingkungan
Tekanan dalam penampilan (kehilangan kemandiri dalam melakukan aktivitas seharihari), rasa bermusuhan dan lingkungan yang selalu mengkritik, masalah perumahan,
gangguan dalam hubungan interpersonal, kesepian (kurang dukungan sosial), tekanan
pekerjaan, keterampilan sosial, yang kurang, dan kemiskinan.
c. Sikap/ perilaku
Konsep diri yang rendah, keputusasaan (kurang percaya diri), kehilangan motivasi untuk
melakukan aktivitas, perilaku amuk dan agresif.
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, stress berat yang
mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998:156).
Menurut Carpenito.L.J, 1998:381). Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu
atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan serta keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak.
Sedangakan menurut Rawlins,R.P dan Heacock, P.E (1998:423)isolasi sosial menarik diri
adalah usaha untuk menghindar dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan
akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu
dalam kegagalan.
Isloasi sosial menarik diri sering menunjukan adanya perilaku (Carpenito, L.J 1998:382) :
Data Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesepian, penolakan
b. Melaporkan ketidaknyamanan kontak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tidak berguna
Data Objektif
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berimteraksi dengan orang lain
2.5 Rentang Respon
Menurut Stuart and Sundeen (1998: 302) persepsi mengacu pada identifikasi dan
interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat
digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon neurobiologis
Respon adaptif Respon maladptif

Pikiran logis pikiran kadang menyimpang kelaianan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional berlebihan ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim untuk mengalami
Hubungan sosial Menarik diri emosi
Ketidakteraturan
Isolasi Sosial
Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998: 302)
2.6 Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Kelliat, BA, 1998: 27). Menurut Townsend, M.C, 1998: suatu
keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik baik diri sendiri dan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukan perilaku:
Data Subjektif
a. Mengungkapkan, mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan persaan takut, cemas, dan khawatir
Data Objektif
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata melotot
2.7 Masalah dan Data yang harus dikaji
No Masalah Keperawatan Data Subjektif Data Objektif
Masalah Utama:
Gangguan persepsi sensori halusinasi
Masalah Keperawatan:
- klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu
- klien tidak mampu mengenal tempat, waktu dan orang
- kien mengatakan merasa kesepian
- klien mengatakan tidak berguna
- tampak bicara dan tertawa sendiri
- mulut seperti bicara tetapi tidak keluar suara
- berhenti berbicara seolah melihat dan mendengarkan sesuatu
- gerakan mata yang cepat
- tidak tahan terhadap kontak mata yang lama
- tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara

- tidak ada kontak mata


- ekspresi wajah murung, sedih tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri,
kurang aktivitas
- tidak komunikatif
2.8 Pohon Masalah
Resiko Tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Cp Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Auditori dan Visual
Isolasi sosial : menarik diri
(Pohon masalah Keliat, 1998: 6)
2.9 Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi auditori
2. Halusinasi berhubungan dengan kurangnya interaksi sosial
3. Harga diri rendah berhubungan dengan halusinasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Di
Ruang P 8 RSJP Prof. Dr. Soeroyo Magelang
Data ini didapatkan berdasarkan autoanamnesa, alloanamnesa dan status dokumentasi
dari ruangan P 8.
1. Identitas klien
Nama : Tn S
Umur : 37 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Status : Kawin
Suku banga : Jawa
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SLTA
Alamat : Purbalinga
Tanggal masuk : 02 Desember 2009 / 12.00 WIB
Tanggal pengkajiaan : 07 Desember 2009 / 10.00 WIB
No. CM : 23004
Bangsal : P8
Diangnosa medis : Halusinasi
2. Alasan masuk
Klien masuk Rumah Sakit jiwa diantar oleh keluarganya, menurut keluarga klien saat di

rumah Klien sering mengamuk, merusak barang, bicara sendiri, sulit tidur, banyak
melamun/menyendiri, percobaan bunuh diri.
.
3. Faktor Predisposisi
1. Klien sebelumnya pernah mengalami riwayat dirawat di RSSM dengan keluhan yang
sama
2. Klien sering berobat atau kontrol di Banyumas, sempat berusaha kabur, terakhir di
rawat bulan November 2007, pengobatan sebelumnya kurang berhasil.
3. Dari pihak keluarga tidak ada yang tahu pasti tentang penyebabnya
4. Dari keluarga juga ada yang mengalami gangguan jiwa (kakak) gejala tidak ada yang
tahu pasti,melaksanakan pengobatan di puskesmas
Masalah Keperawatan : Regiment Terapeutik Inefektif
Masa pertumbuhan dan perkembangan
Masa sekolah : klien tidak pernah tinggaal kelas kecuali pada masa SMA Klien tidak
lulus pada saat-saat tersebut klien mengalami gangguan jiwa karena klienn dikecewakan
oleh kekasihnyasementara pada saat klien ada masalah tersebut klien merasa tidak ada
yang perduli padanya, dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa,
dan pengalama\n klien yang tidak menyenangkan adalah ketika klien diputuskan oleh
pacarnya.
4. Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 82x /menit
Suhu : 36
Respirasi : 23x /menit
Ukur : Tinggi Badan : 161 cm
Berat Badan : 65 kg
Keluhan Fisik : Tidak mengalami keluhan fisik
Pemeriksaan Fisik :
Riwayat pengobatan penyakit fisik : Tidak pernah
5. Psikososial
1. Genogram
Klien merupakan anak terakhir dari 9 bersaudara, dalam keluarga klien berperan sebagai
kepala keluarga dan memiliki 1 orang anak, klien bekerja sebagai buruh untuk menafkahi
keluarganya.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien dapat menerima kondisi tubuhnya dan tidak ada keluhan
b. Identitas diri
Sewaktu sekolah dulu klien senang dapat berkumpul dengan temannya dan bermain dan
klien juga termasuk orang yang mudah bergaul. Saat kerja klien dapat melakukan dan
mengertikan pekerjaannya dan merasa senang.. klien juga yakin bahwa dirinya laki-laki

normal.
c. Peran
Klien mempunyai pekerjaan serabutan di rumahnya dan sebagi buruh.
d. Ideal diri
Klien berharap cepat sembuh dan dapat diterima kembali dilingkungan masyarakat.
e. Harga diri
Klien merasa bangga dan senang diperhatikan oleh orang-orang terdekatnya.
3. Hubungan sosial
Pada saat di rumah klien mengatakan orang yang paling berarti dalam kehidupannya
adalah keluarga dan saudara-saudaranya.
Di Rumah Sakit Jiwa klien mudah bergaul namun suka ada rasa malu dan terkadang suka
menyendiri tapi suka ngobrol dan interaksi dengan temannya yang ada di P8
6. Spiritual
Nilai dan keyakinan :
Klien beragama kristen dan klien mengetahui dan meyakini Tuhannya satu.
7. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien tampak rapi, rambut rapi, baju cukup bersih, gigi cukup bersih, gigi
cukup bersih, baju setiap hari selalu diganti, mandi tidak harus dimotivasi.
2. Pembicaraan
Klien selalu bicara keras dan agitatif
3. Aktifitas Motorik
Klien terlihat aktif mengikuti kegiatan.
4. Alam perasaan
Klien terkadang suka malu dan kadang menyendiri
5. Afek
Afek klien normal terhadap rangsangan.
6. Interaksi selama wawancara
Selama interaksi klien kooperatif, ada kontak mata selama berkomunikasi.
7. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara gemuruh air, suara tersebut datang ketika
menjelang tidur malam dan lamanya suara itu datang sekitar 2 -3 menit
8. Proses pikir
Klien selalu menjawab langsung pertanyaan perawat dengan tanggap dan cepat sesuai
topik pertanyaan yang dilontarkan.
9. Isi pikir
Klien merasa takut apabila suara itu datang kadang sering melampiaskan pada objek yang
ada di depannya.
10. Tingkat kesadaran
Orientasi klien terhadap orang, tempat, dan waktu sesuai
11. Memori
Tidak ada gangguan memori.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi klien sudah menurun, sehingga kurang mampu dalam menjawab
pertanyaan yang di lontarkan oleh perawat

13. Kemampuan Penilaian


Penilaian untuk klien konsekwen dengan apa yang dijanjikan baik dari dirinya maupun
dari perawat tentang waktu dan tugas.
14. Daya Tilik diri Klien
Klien menerima penyakit yang dideritanya, klien masih butuh pengobatan.
8. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Klien makan mandiri, cara makan klien cukup baik klien duduk dimeja makan diantara
teman-temannya
2. BAB/BAK
BAB Klien mandiri kadang setiap hari tetapi terkadang 2 hari 1 kali, dalam satu hari klien
biasanya BAK 4-5 kali sehari, klien dapat BAB dab BAK secara mandiri, BAB di WC,
dan mandi atau perawatan diri dikamar mandi, klien dapat BAB dan BAK secara mandiri
Klien juga memakai, membersihkan dan merapikan pakaiannya sendiri.
3. Mandi
Klien mandi 2 kali sehari, memakai sabun, menyikat gigi dan klien selalu mencuci
rambutnya setiap 2 hari 1 kali, klien menggunting kuku setiap kuku klien dirasakan telah
panjang.
4. Berpakaian
Klien dapat mengenakan pakaian yang telah disediakan Rumah Sakit, klien mengambil,
memilih, mengenakan alas kaki secara mandiri.
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang klien setelah makan siang sekitar jam 13.00-15.00, dan pada malam hari klien
selalu tidur setiap jam 21.00-04.30 terkadang klien terbangun dimalam hari karena
halusinasinya muncul.
6. Penggunaan obat
Klien minum obat 3 kali dalam 1 hari setiap 7.30 setelah makan pagi, 12.30 setelah
makan siang, dan pada sore hari menjelang malam 17.45, cara klien meminum obatnya
dengan cara obat dimasukkan kemudian klien meminum air, klien belum paham prinsip 5
benar dalam meminum obat.
Klien hanya mempunyai sistem pendukung kakaknya.
7. Kegiatan diluar rumah
Klien mampu bersosialisasi dengan keluarga maupun lingkungannya
8. Kegiatan didalam rumah
Dirumah klien dapat menyiapkan makan sendiri, menjaga kerapihan pakaian, kadang
membantu mencuci pakaian dengan istrinya.
9. Mekanisme koping
Dalam menyelesaikan masalah adaptif klien melakukan kegiatan di rumah sakit maupun
di rumah. Maladaptif bekerja berlebihan, banyak menghindar dan diam.
10. Masalah Psikososial dan lingkungan
Klien mempunyai masalah dengan dukungan dari keluarganya klien merasa kurang
mendapat perhatian dari ibunya karena klien lebih dekat dengan kakaknya, orang tua
sebagai tulang punggung keluarga yang membiayai keenam anaknya sehingga orang

tuanya kurang memperhatikan klien terutama saat klien mempunyai masalah, Klien juga
merasa bahwa tetangganya membencinya dan klien tidak mengetahui mengapa
tetangganya membencinya.
11. Pengetahuan
Pengetahuan klien mengenai cara-cara menghindari halusinasinya masih kurang untuk
proses penyembuhan.
12. Aspek Medis
Catatan medis klien :
Skizoprenia tak terinci
Terapi yang diberikan kepada klien saat ini adalah :
THP (Trifluoperazine 2 X 1)
Clorpromazin (1 X 100 mg)
Trihexyphenidel (2 X 1)
Haloperidol (21)
13. Analisa Data
No Data Fokus Masalah Keperawatan
1.
Ds :
Klien menyatakan kadang-kadang sering mendengarkan suara-suara air yang tidak ada
wujudnya.
Klien menyatakan suara-suara tersebut kadang membuat klien takut.
Do :
Klien terlihat suka duduk menyendiri.
Klien tampak sering diam
Gangguan perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar
14. Pohon Masalah
5. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori halusinasi dengar
ASUHAN KEPERAWATAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI AUDITORI
Rencana Keperawatan
Nama Klien : Tn. S Diagnosa Medis : Skizofrenia tak terinci
Ruang : P8 No.CM : 23004
DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN INTERVENSI
Tujuan SP
Perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan menarik diri, berhubungan
dengan :
Ds :
Klien menyatakan kadang-kadang sering mendengarkan suara-suara.
Klien menyatakan suara-suara tersbut sering membuat klien takut.
Do :

Klien terlihat suka duduk menyendiri.


Klien sering mondar-mandir Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam
diharapkan resiko perilaku kekerasan tidak terjadi dengan kriteria hasil :
Klien dapat mengetahui halusinasinya
Klien dapat mengontrol halusinasinya SP I
SP II
SP III
SP IV Validasi Halusinasi SP I (jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan
halusinasi, respon terhadap halusinasi dan cara control dengan menghardik )
Validasi Halisunasi SP II (cara control dengan bercakap-cakap dengan orang lain)
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan ( Kegiatan yang
biasa dilakukan pasien dirumah)
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Berikan Penkes tentang penggunaan obat secara teratur (Prinsip 5 benar minum obat)
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN
CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa Keperawatan SP Implementasi Waktu/Tanggal Catatan Perkembangan Paraf
Perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan menarik diri, berhubungan
dengan :
Ds :
Klien menyatakan kadang-kadang sering mendengarkan suara-suara.
Klien menyatakan suara-suara tersbut sering membuat klien takut.
Do :
Klien terlihat suka duduk menyendiri.
Klien sering mondar-mandir SP I II Memvalidasi Halusinasi SP I (jenis, isi, waktu,
frekuensi, situasi yang menimbulkan halusinasi, respon terhadap halusinasi dan cara
control dengan menghardik )
Memvalidasi Halisunasi SP II (cara control dengan bercakap-cakap dengan orang lain)
Rabu
7-01-09
10.00 S :
Klien mengatakan dia suka mendengar suara-suara yang membuatnya takut tetapi
sekarang jarang muncul lagi
Klien mengatakan ada 2 cara mengontrol halusinasinya (Menghardik dan Bercakapcakap)
O:

Halusinasi tidak tampak, klien bisa melakukan cara menghardik, komunikasi dengan
teman dibangsal baik, kooperatif, nada bicara keras dan cepat.
A:
Klien bisa melakukan cara kontrol dengan menghardik dan bercakap-cakap dengan teman
lain
P:
SP I dan II Tercapai
Lanjutkan SP III
SP III Evaluasi jadwal kegiatan harian klien
Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (Kegiatan yang
biasa dilakukan pasien dirumah)
Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Kamis
08-01-09 S :
Klien mengatakan senang setelah melakukan kegiatan TAK
O:
Klien kooperatif dalam komunikasi, kontak mata dapat dipertahankan, kegiatan dibangsal
dengan motivasi, TAK aktif.
A:
Klien masih perlu dibimbing dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
P:
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
Jumat
09-01-09 S :
Klien mengatakan senang dilibatkan dalam jadwal kegiatan harian diruangan
O:
Klien kooperatif, kegiatan dibangsal dengan motivasi, TAK aktif, masih tampak sering
menyendiri.
A:
Kontrol halusinasi dengan kegiatan diarahkan
P:
Ulangi dan optimalkan SP III
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi
Sabtu
10-01-09 S :
Klien mengatakan akan mencoba melakukan kegiatan jika halusinasinya datang
O:
Klien kooperatif dalam komunikasi, kegiatan dibangsal aktif, TAK aktif, melamun dan
suka menyendiri.
A:
Klien belum mampu melakukan kegiatan secara mandiri sebagai cara kontrol halusinasi
P:
Bimbing dan motivasi dalam kegiatan sebagai cara kontrol halusinasi

BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejauh mana keberhasilan tindakan
keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses terjadinya
halusinasi dengar pada klien S. sejalan dengan fase-fase atau tahap-tahap dalam teori
halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri, melamun, pemikiran internal
menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien berada pada tingkat
listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak
berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi memberikan kesenangan dan rasa aman
sementara, dan ahhirnya halusinasi berubah menjadi mengancam.
Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya adalah tidak
menyangkal dan tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S ternyata teori
tersebut dapat diterima oleh klien. Klien dapat menerima realita bahwa suara-suara
tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang lain tidak mendengar. Dalam teori
tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan tujuan
untuk memutuskan stimulus interna, setelah diaplikasikan pada klien S, ternyata kontak
sering dan singkat setiap 20 menit selama 3-5 menit klien mengeluh merasa capek
kemudian kami lakukan modifikasi dengan melakukan kontak setiap 1 jam selama 10
menit, dan hasilnya lebih baik. Stimulasi internal dapat terputus dan klien tidak merasa
kelelahan. Disamping melalui kontak yang sering dan singkat, didukung juga oleh
kegiatan yang dilakukan secara rutin di ruangan dengan melibatkan klien dalam
pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari. Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula
didengar pada pagi, siang, sore dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam
hari ketika menjelang tidur.
Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley) yang telah
dilakukan pada klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien,
terutama pada masalah menarik diri dan halusinasi dengar. Melalui kegiatan terapi
aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu berhubungan dengan orang lain dan
mampu memutuskan stimulus internal.
Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara mengungkapkan marah
yang konstruktif, kelompok menerapkan konsep cara mengungkapkan marah yang
konstruktif yaitu mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan
klien marah, cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini, berdiskusi
dengan klien tentang cara mengungkapkan marah yang destruktif dan konstruktif. Setelah
tika kali pertemuan, hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah secara
konstruktif. Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat
mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien S dengan
halusinasi dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak mendukung
dan tidak menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat membantu memutuskan siklus

halusinasi klien dan mempercepat orientasi klien pada realita.


2. Terapi akitifitas kelompok : sosialisasi dan gerak merupakan bentuk terapi kelompok
yang dapat membantu menyelesaikan masalah halusinasi dengar dan menarik diri.
3. Cara mengungkapkan marah yang kostruktif sangat diperlukan pada klien halusinasi
dengar, khususnya isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancah.
Dari kesimpulan di atas dapat kami memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi dengar, hendaknya
dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan memodifikasi berdasarkan kemampuan
dan kebutuhan klien. Selain itu tidak mendukung dan tidak menyangkal isi halusinasinya.
2. Terapi aktifitas kelompok (TAK) hendaknya dilakukan secara rutin dan teratur karena
merupakan sustu terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan. (dapat
memutuskan stimulus internal klien dengan memberikan stimulus eksternal).
3. Klien dengan halusinasi dengar hendaknya diajarkan cara-cara marah yang konstruktif,
terutama bila isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancam agar tidak
membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

You might also like