You are on page 1of 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Puskesmas
Menurut Trihono (1995) dalam buku Arrimes Manajemen Puskesmas
Berbasis Paradigma Sehat pengertian puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Organisasi fungsional
yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,
merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif
masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitik beratkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas bertujuan untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan.
Pedoman Kerja Puskesmas DepKes RI (2004) menyebutkan bahwa
puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Puskesmas merupakan ujung tombak dari peranan pemerintah dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat luas. Dengan kata
lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015
4

kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan perangkat


pemerintah daerah tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja Puskesmas
ditentukan oleh Bupati/Walikota, dengan saran teknis dari kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian
dari kecamatan.Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik, dan
keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan
wilayah kerja Puskesmas. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah
Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap Puskesmas.
Puskesmas

merupakan

unit

pelaksanaan

teknis

dinas

kesehatan

kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan


kesehatan di wilayah kerja. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata
pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan yang meliputi
pelayanan

kesehatan

perorangan

dan

pelayanan

kesehatan

masyarakat

(Permenkes, 2012).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat adapun visi dari
Puskesmas Barambai adalah menuju Kecamatan Barambai yang sehat dan
mandiri.
Misi Puskesmas
1. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan.
2. Memberdayakan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan.
3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan bermutu.
B. Struktur Organisasi Puskesmas

Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi


Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas


masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu
kabupaten atau kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten atau kota,
sedangkan penetapannya dilakukan sesuai peraturan daerah (Depkes RI, 2004).
Pola struktur organisasi puskesmas yang dapat dipergunakan sebagai acuan adalah
sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
2. Unit Tata Usaha
Dalam hal ini bertanggung jawab membantu Kepala Puskesmas dalam
pengelolaan seperti data dan informasi, perencanaan dan penilaian, keuangan,
umum dan pengawasan.
3. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas
Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas bertanggung jawab dalam hal
sebagai berikut:
a. Upaya kesehatn masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM
b. Upaya kesehatan perorangan
4. Jarinngan pelayanan puskesmas, meliputi:
a. Unit puskesmas pembantu
b. Unit puskesmas keliling
c. Unit bidan di desa atau komunitas
Kriteria

personalia

yang

mengisi

struktur

organisasi

puskesmas

disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit puskesmas.


Khusus untuk kepala puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang
sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan
masyarakat (MenKes RI, 2004).
Kepala puskesmas adalah penanggung jawab pembangunan kesehatan di
tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggung jawab tersebut dan besarnya peran
kepala puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

kecamatan, maka jabatan kepala puskesmas setingkat dengan eselon III-B. Dalam
keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan
eselon III-B, ditunjuk pejabat sementara yang sesuai dengan kriteria Kepala
Puskesmas yakni seorang sarjana di bidang kesehatan kesehatan yang kurikulum
pendidikannya mencakup bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang
setara dengan pejabat tetap (MenKes RI, 2004). Adapun contoh struktur
organisasi puskesmas secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.
C. Tugas dan Fungsi Puskesmas
Tugas dan fungsi puskesmas diatur berdasarkan Keputusan Menteri

Gambar 1. Struktur Organisasi Puskesmas Secara

Kesehatan

Republik

Indonesia

nomor

128/MENKES/SK/II/2004

tentang

kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat yaitu :


1. Tugas puskesmas
Melaksanakan pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggung jawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Fungsi puskesmas
a. Fungsi Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

Fungsi ini bermakna bahwa Puskesmas harus berperan sebagai


motor penggerak serta motivator bagi terselenggaranya pembangunan
yang mengacu dan berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai
faktor pertimbangan utama, sehingga pembangunan yang dilaksanakan di
wilayah kecamatan akan berdampak positif bagi lingkungan sehat dan
perilaku sehat, yang akan bermuara pada peningkatan kesehatan
masyarakat.
b. Fungsi Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat yang Sehat.
Fungsi ini berupa upaya fasilitasi non instruktif guna peningkatan
pengetahuan keluarga dan masyarakat agar mampu mengidentifikasi
masalah dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun
LSM, swasta serta tokoh masyarakat.

c. Fungsi Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama


Upaya pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan
kesehatan yang mutlak perlu yang sangat dibutuhkan sebagian besar
masyarakat, serta mempunyai nilai strategis untuk meningkat derajat
kesehatan

masyarakat, dilaksanakan secara holistik, terpadu dan

berkesinambungan. Kegiatan ini terdiri dari program kesehatan dasar,


yang harus dilaksanakan oleh seluruh Puskesmas, dan program kesehatan
pengembangan.
Pelayanan yang diberikan oleh puskesmas antara lain yaitu :
1. Upaya kesehatan wajib, yang terdiri dari :
a. Upaya promosi kesehatan
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

b. Upaya kesehatan lingkungan


c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi masyarakat
e. Upaya pengobatan
f. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
g. Unit kesehatan pengembangan.
2. Upaya kesehatan pengembangan yang terdiri dari :
a. Upaya kesehatan gigi dan mulut
b. Upaya kesehatan sekolah
c. Upaya perawatan kesehatan masyarakat
d. Upaya kesehatan mata
e. Upaya kesehatan jiwa
f. Upaya kesehatan usia lanjut
g. Upaya kesehatan kerja
h. Upaya kesehatan olah raga
i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional.
j. Pelayanan kesehatan

D. Peran dan Fungsi Apoteker


Penyelengaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas minimal harus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab, yang
dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan
apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat
inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan puskesmas. Rasio
untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk
50 (lima puluh) pasien perhari (Depkes RI, 2006). Kompetensi seorang apoteker
di Puskesmas sebagai berikut:
1. Mampu menyediakan dan memberikan pelayanan kefarmasian yang
bermutu.
2. Mampu mengambil keputusan secara professional.
3. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi.kesehatan
lainnya dengan menggunakan bahasa verbal, nonverbal maupun bahasa
lokal.
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehingga
ilmu dan ketrampilannya yang dimiliki selalu baru.
E. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Sistem pengelolaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
aspek

seleksi

dan

perumusan

kebutuhan,

pengadaan,

penyimpanan,

pendistribusian dan penggunaan obat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat


disimpulkan bahwa masing-masing tahap pengelolaan sediaan farmasi maupun
perbekalan kesehatan merupakan suatu rangkaian yang terkait, dengan demikian
dimensi pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan akan dimulai dari
perencanaan pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan di Puskesmas.
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan farmasi adalah suatu proses
yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (DepKes RI,
2006).
Manajemen pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meliputi:
1. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi (obat) dan bahan
perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka
pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Proses seleksi dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat periode sebelumnya,
data mutasi obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi juga harus
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium


Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola
program yang berkaitan dengan pengobatan. Proses perencanaan kebutuhan
obat per tahun dilakukan secara berjenjang. Puskesmas diminta menyediakan
data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) (Depkes RI, 2006).
2. Permintaan
Tujuan permintaan sediaan farmasi (obat) dan perbekalan kesehatan
adalah memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan perbekalan farmasi di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
setempat.
Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat
esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Selain itu,
permintaan obat juga harus sesuai dengan kesepakatan global maupun
KepMenKes Nomor 85 Tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan
atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah
dan

PerMenKes

RI

Nomor

HK.02.02/MENKES/068/I/2010

tentang

Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan ada di
puskesmas (MenKes RI, 2010b).
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

3. Penerimaan
Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima sediaan
farmasi

(obat)

dan

perbekalan

kesehatan

dari

Instalasi

Farmasi

Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.Tujuannya


adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan

yang

diajukan

oleh

Puskesmas.Penerimaan

obat

harus

dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi kuasa
oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima obat mempunyai tanggung jawab
atas pemeriksaan fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan obat berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas
penerima obat juga wajib melakukan pengecekan terhadap obat yang
diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan
obat sesuai dengan isi LPLPO dan ditanda tangani oleh petugas penerima serta
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima obat juga dapat menolak
jika terdapat kekurangan dan kerusakan pada obat. Setiap penambahan obat,
dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stock barang
(Depkes RI, 2006).
4. Penyimpanan
Penyimpanan

sediaan

farmasi

(obat)

danperbekalan

farmasi

merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi(obat) yang


diterima agar aman dan terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia serta
mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di Puskesmas dapat


dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Salah satu sarana
penunjang yang digunakan untuk penyimpanan perbekalan farmasi adalah
gudang.Penyimpanan di dalam gudang ini bertujuan agar obat-obatan yang
diterima aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia,
serta menjaga agar mutu obat tetap terjamin.Persyaratan gudang di puskesmas
meliputi: (Depkes RI, 2006)
a. Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang
disimpan.
b. Ruangan kering dan tidak lembab.
c. Memiliki cahaya dan ventilasi yang cukup, namun jendela harus
mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan
bertralis.
d. Lantai dibuat dari semen atau tegel atau keramika atau papan yang tidak
memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. Harus diberi alas
e.
f.
g.
h.

papan (palet).
Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.
Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.
Tersedia lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu

terkunci dan terjamin keamanannya.


i. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.
Adapun

hal-hal

yang

perlu

diperhatikan

untuk

pengaturan

penyimpanan obat, diantaranya adalah:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Obat disusun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.


Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.
Obat disimpan pada rak.
Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan diatas palet.
Tumpukan dus harus disusun dengan rapi dan sesuai dengan petunjuk.
Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.
Vaksin dan supositoria harus disimpan dalam lemari pendingin.

Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi


Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

h. Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.


Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi penyimpanan,
diantaranya:
a. Kelembaban
Udara yang lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga
mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka
perlu dilakukan upaya-upaya, meliputi ventilasi harus baik; obat disimpan
di tempat yang kering; wadah harus selalu dalam kondisi tertutup rapat
dan jangan dibiarkan terbuka; bila memungkinkan dapat dipasang kipas
angin atau AC, membiarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah
tablet dan kapsul dan jika ada atap ruangan yang bocor harus segera
diperbaiki.
b. Sinar matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi tidak stabil dan mudah
rusak karena sinar matahari. Agar obat tidak mudah rusak karena pengaruh
sinar matahari, sebaiknya jendela di ruangan penyimpanan obat diberi
gorden.
c. Temperatur atau panas
Beberapa obat seperti krim, salep dan supositoria sangat sensitif
terhadap suhu panas, karena dapat meleleh. Sehingga obat-obatan jenis ini
harus dihindarkan dari udara panas. Ruangan harus sejuk, karena ada
beberapa obat yang diharuskan disimpan pada lemari pendingin dengan
suhu 4-8C, seperti vaksin, sera dan produk darah, antitoksin, insulin,
injeksi oksitoksin dan lain-lain. Cara mencegah kerusakan karena panas
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

antara lain ruangan harus memiliki ventilasi atau sirkulasi udara yang
memadai, hindari atap gedung dari bahan metal, dan jika memungkinkan
dapat dipasang AC.
d. Kerusakan fisik
Kerusakan fisik selama penyimpanan dapat dihindari dengan
beberapa cara, yaitu: (Dinkes Jateng, 2006)
1) Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam
dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan
menyulitkan pengambilan obat di dalam dus yang teratas.
2) Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak
tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan
dus.Menghindari kontak dengan benda-benda yang tajam.
e. Kontaminasi bakteri atau jamur
Wadah obat harus selalu tertutup rapat guna mencegah adanya
kontaminasi bakteri atau jamur.
f. Pengotor
Ruangan yang kotor dapat mengundang hewan pengerat dan
serangga yang nantinya dapat merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor
dan sulit terbaca. Oleh karena itu, ruangan harus dibersihkan setiap hari
(Depkes RI, 2006).
5. Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan secara merata dan teratur untuk
memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Kegiatan ini berujuan untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan
Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi
Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah
dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
(Depkes RI, 2006)
a. Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas
b. Puskesmas Pembantu
c. Puskesmas Keliling
d. Posyandu
e. Polindes
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (individual
prescription), pemberian Obat per sekali minum atau Unit Dispensing Dose
System (UDDS) atau kombinasi, sistem distribusi obat kepada pasien sesuai
dengan permintaan dokter, yang obatnya disiapkan dan diambil oleh perawat
dari persediaan obat yang disimpan di ruangan (Ward Floor Stock) (DepKes
RI, 2008b).
6. Pengendalian
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan
obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi
kelebihan dan kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar (DepKes
RI, 2008b).
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
dalam rangka penatalaksanaan sediaan farmasidan perbekalan kesehatan
secara tertib, baik yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di

Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi


Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan dan


pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan telah
dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan
c. Sumber data untuk pembuatan laporan.
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di
Puskesmas adalah LPLPO dan kartu stock. LPLPO juga dimanfaatkan untuk
analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan
dan pembuatan laporan pengelolaan obat (Dinkes Jateng, 2006).

Laporan PKPA Bidang Pemerintahan, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi


Universitas Wahid Hasyim Semarang Angkatan IV di Puskesmas Poncol
tanggal 16-30 September 2015

You might also like