You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. W DENGAN GANGGUAN ELIMINASI


FECAL PADA PASIEN DIARE AKUT
DI RUANG ETHA RS. PANTI WILASA DR. CIPTO

DISUSUN OLEH :
DIAN AJI WIBOWO
P. 17420110007

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK KEMESKES SEMARANG
KEMENKES SEMARANG
2011
3

I.

DEFINI
Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem
gastroentestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan
bebrapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi yang bervariasi diantara individu. Namun
pengeluaran feces yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya
berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson dan Weigley, 1989).
Feces adalah produk buangan saluran pencernaan manusia yang dikeluarkan melalui anus .
Proses pembuangan kotoran dapat terjadi (bergantung pada individu dan kondisi) antara
sekali setiap satu atau dua hari hingga beberapa kali dalam sehari. Bau khas dari tinja atau
feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole,
dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan
makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau khas feses atau tinja. Terdapat juga
beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja.
Eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi.
Asupan perawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebuthan emosional
klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus
meminimalkan rasa ketidaknyamanan.

II. PENYEBAB
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Feses
a. Faktor yang meningkatkan eliminasi :
1.

Lingkungan yang bebas stress

2.

Kemampuan untuk mengikuti pola devekasi pribadi,privasi

3.

Diet tinggi serat

4.

Asupan cairan normal (jus buah, cairan hangat)

5.

Olahraga (berjalan)

6.

Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok

7.

Diberikan laksatif dan katartik secara tepat

b. Faktor yang merusak eliminasi :


4

1.

Stres emosional (ansietas / depresi)

2.

Gagal mencetuskan refleksi defekasi, kurang waktu atau kurang privasi

3.

Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat

4.

Asupan cairan berkurang

5.

Imobilitas atau tidak aktif

6.

Tidak mampu jongkok akibat imobilitas, usia lanjut, deformitas musculoskeletal,


nyeri, dan nyeri selama defekasi

7.

Penggunaan analgesic narkotik, antibiotic, dan anestasi umum, serta penggunaan


katartik yang berlebihan.

III.

TANDA DAN GEJALA


1. Penurunan frekuensi defekasi yang dikuti oleh pengeluaran feces yang lama atau
2.
3.
4.
5.
6.

keras dan kering (konstipasi).


Adanya upaya mengedan saat defekasi
Molilitas usus halus melambat
Nyeri pada rektum
Mengalami kelemahan, kebingungan dan tidak sadar untuk melupakan defekasi.
Ketidakmampuan mengeluarkan feces selama beberapa hari, walaupun terdapat

keinginan berulang untuk melakukan defekasi


7. Kehilangan nafsu makan, destensi, kram abdomen, dan nyeri di rektum.
8. Pengeluaran feces cair dan tidak berbentuk
9. Kulit perinium dan bokong pada inaten usus yang mengiritasi
10. Gerakan peristaltik melambat
11. Tidak mampi mengontrol keluarnya feces dan gas dari anus
12. Dehidrasi
13. Abdomen penuh dan keras

IV.

JENIS/MACAM
a. Impaksi
Impaksi feses merupakan akibat darikonstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah

kumpulan feses yang mengeras,mengendap didalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.
Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh masuk kedalam kolon sigmoid. Klien yang
menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling beresiko
mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk
melakukan defekasi.
5

Tanda impaksi yang jelas adalah ketidakmampuan mengeluarkan feses selama


beberapa hari walaupu ada keinginan berulang kali untuk melakukan defekasi. Apabila feses
diare secara mendadak dan kontinnu, impaksi harus dicurigai. Porsi cairan yang terdapat
lebih banyak dikolon meresap disekitar masa yang mengalami impaksi. Kehilangan nafsu
makan,distensi dan kram abnomen,serta nyeri dirktum dapat menyertai kondisi impaksi.
b. Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan rektum. Ada dua
jenis hemoroid, yaitu hemoroid internal dan hemoroid eksternal. Hemoroid eksternal terlihat
jelas sebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, akan terjadi perubahan warna
menjadi keunguan. Hemoroid memiliki membran mukosa dilapisan luarnya. Peningkatan
Tekanan vena akibat mengedan saat defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal jantung
kongestif dan penyakit hati kronik yang menyebabkan hemoroid.
c. Diare
Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya frekuensi
dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari cepatnya perjalanan
feses melalui usus besar. Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu untuk usus besar
mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan kotoran dengan frekuensi yang
meningkat, tetapi bukan diare, dikatakan diare jika kotoran tidak berbentuk dan cair sekali.
Pada orang dengan diare dijumpai kesulitan dan ketidakmungkinan untuk mengontrol
keinginan defekasi dalam waktu yang lama.

Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari
perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit
berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir yang
banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum bisa terjadi
perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong. Fatique, kelemahan,
malaise dan berat badan yang berkuran merupakan dampak dari diare yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan
sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan hilangnya cairan
dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang
menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil.
d. Konstipasi
Konstipasi merupoakan gejala bukan penyakit, konstipasi adalah penurunan frekuensi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya
6

mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas
usushalus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar
kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah air kecil ditinggalkan untuk melunakkan dan
melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dank eras dapat menimbulkan nyeri pada
rectum. Setiap individu mempunyai pola defekasi individual yang harus dikaji perawat. Perlu
diingat bahwa tidak semua orang dewasa memiliki pola defekasi setiap hari. Defekasi hanya
setiap 4 hari atau lebih dianggap tidak normal. Pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3
hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal untuk seorang
lansia. Apabila dalam catatan harian tertulis bahwa frekuensi defekasi mulai menurun, maka
hal tersebut perlu diperhatikan.
Konstipasi adalah bahaya yang signifikan terhadap kesehatan. Mengedan selama
defekasi menimbulkan masalah pada klien yang baru menjalani bedah abdomen, ginekologi,
atau bedah rectum. Upaya untuk mengeluarkan feses dapat menyebabkan jahitan terpisah
sehingga luka terbuka kembali. Selain itu, klien yang mempunyai riwayat penyakit
kardiovaskula, penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan intraocular (glaucoma), dan
peningkatan tekanan intrakanial harus mencegah konstipasi dan hindari penggunaan manuver
vassalva. Lansia dapat mengalami konstipasi akibat obat-obatan tertentu yang mereka
konsumsi, Beberapa obat ini antara lain aspirin, anti histamin, diuretik, obat penenang,
hipnotik, antacid dengan alumunium atau kalsium, dan obat-obatan yang digunakan untuk
mengontrol penyakit Parkinson.
Penyebab Umum Konstipasi
a.

Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi
dapat menyebabkan konstipasi.

b.

Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewani dan
karbohidrat murni sering mengalami masalah konstipasi. Asupan cairan yang rendah
juga memperlambat peristaltic.

c.

Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yangteratur menyebabakan


konstipasi.

d.

Pemakian laksatif yang berat menyebabkan hilangnya refleks defekasi normal.


Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan
waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.

e.

Obat penenang, opiate, antikolinergik, zat besi, diuretic, antacid dalam kalsium atau
alumunium, dan obat-obatan, antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.

f.

Lansia mengalamiperlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan


penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.

g.

Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI, seperti obstruksi usus,
ileus paralitik, dan diverkulitis.

h.

Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon dapat menyebabkan


konstipasi.

i.

Penyakit

penyakit

organic,

seperti

hipotiroidisme,

hipokalsemia,

dapat

menyebabkan konstipasi.
e. Diversi Usus
Penyakit tentu menyebabkan kondsi-kondisi yang mencegah pngeluaran feses secara
normal dari rectum. Hal ini menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang
(stoma) buatan yang permanent atau sementara. Lubang yang dibuat melalui upaya bedah
(ostomi) paling sering dibentuk di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi). Ujung usus
kemudian ditari ke sebuah lubang di dindingabdomen untuk membentuk stoma. Bergantung
pada tipe prosdur bedah yang dilakukan, jenis stoma yang dibentuk ada 2, yakni klien tidak
akan memiliki control materi feses yang keluardari stoma, atau klien memiliki control
terhadap pengeluaran feses. Untuk ostomi inkontinen, stoma ditutupi dengan sebuah kantung
atau apa yang disebut klien sebagai sebuah kantung untuk mengumpulkan materi feses.

f. Flatulance
Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus. Ada 3 sebab utama flatus :
kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar, udara yang tertelan, gas yang berdifusi dari
pembuluh darah ke dalam intestinal
Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler kapiler
intestinal. Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada peregangan
dan pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga timpanites. Jumlah udara yang besar
dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster. Pada
orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada usus besar setiap 24 jam. Gas-gas
tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan sebagian besar dihembuskan
melalui mulut dengan erutcation (bersendawa). Gas-gas yang terbentuk pada usus besar
sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi. Flatulence
dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam penyebab yang lain seperti ;
8

pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikeluarkan dari anus
mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau menyediakan suatu enema yang
dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas tersebut.
Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi Codein, barbiturat dan
obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan sehubungan
dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang mempunyai pengalaman
dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan tertentu yang mengandung gas
seperti kacang buncis, kol. Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara
umum dijumpai di rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post
operasi dan disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika perubahan diet, dan berkurangnya
aktifitas.

V. TINDAKAN MEDIS
1. Mengajarkan untuk meningkatan kebiasaan defekasi secara teratur dan normal
2. Pemberian enema pembersi (huknah).
3. Membantu pasien mengeluarkan feces secara manual
4. Memberikan obat oral atau obat supositoria
5. Mempertahankan asupan cairan dan makanan yang sesuai
6. Meningkatkan latihan fisik secara teratur untuk mencegah timbulnya masalah
eliminasi
7. Meningkatkan rasa nyaman agar tidak ada perubahan dalam eliminasi
8. Memonitor karakteristik feces dan tes laboratprium
9. Jika pasien tidak bisa pergi ketoilet, bantu pasien defekasi menggunakan pispot.
10. Mengurangi faktor yang menyebabkan gangguan eliminasi feces/fecal.
VI.
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pola defekasi dan keluhan utama selama defekasi, pengkajian ini antara lain : bagaimana
pola defekasi dan keluhannya selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada
bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah ratarata pembuangan per hari adalah 150 g.
9

2. Karakteristik Feses
Keadaan
Warna

Normal
Bayi : kuning

Abnormal
Penyebab
Putih, hitam/tar, atau Kurangnya kadar empedu,
merah.

Dewasa : coklat

pendarahan

saluran

cerna

Bau

Khas feces dan

bagian atas/ bagian bawah.


Malabsorsi lemak.
Amis dan perubahan Darah dan infeksi.

Konsitensi
Bentuk

dipengaruhi oleh makanan


Lunak dan berbentuk
Sesuai diameter rektum

bau.
Cair dan padat.
Kecil, bentuknya

Konstituen Makanan

Frekuensi

yang

Pucat berlemak

seperti pensil.
tidak Darah, pus,

Diare dan abssorsi kurang.


Obstruksi dan peristaltik yang

cepat.
benda Internal bleeding, infeksi,

dicerna, bakteri yang mati, asing, mukus/cacing.

tertelan benda, iritasi atau

lemak, pigmen empedu,

inflamasi.

dan mukosa mulut.


Bervariasi; bayi 4 sampai

Bayi lebih dari 6 kali

Hipomotilitas atau

6 kali sehari ( jika

sehari ataukurang dari

hipermotilitas

mengonsumsi ASI ) atau 1

1 kali stiap 1-2 hari;

sampai 3 kali sehari ( jika

orang dewasa lebih


10

mengonsumsi sus botol );

dari 3 kali sehari atau

orang dewasa setiap hari

kurang dari 3 kali

atau 2 sampai 3 kali

seminggu.

seminggu

11

3.

Faktor yang mempengaruhi eliminasi fecal antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet
(makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang dan
pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/hari), aktivitas,

kegiatan yang spesific, penggunaan obat, stress, dan penyakit.


4. Pemeriksaan fisik
a. Mulut : pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, dan gusi pasien. Gigi yang buruk
atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.
b. Abdomen : inspeksi ke 4 kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk,
kesetrisan, dan warna kulit, juga memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik,
jaringan perut, pola pembuluh darah vena, stoma, dan lesi. Aukskultasi untuk
mengkaji bising usus setiap kuadran. Bising usus normal setiap 5-15 detik dan
berlangsung selama sampai beberapa detik, dan mengkaji karakter dan frekuensi
bising usus, peningkatan nada hentakan bising usus atau bunyi tinkling (bunyi
bergemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi. Bising usus yang bernada
tinggi dan hiperaktif (bising usus 35 kali/lebih per menit) terjadi pada obstruksi
usus dan gangguan inflamasi. Palpasi abdomen untuk melihat adanya masa/ area
nyeri tekan. Perkusi untuk mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Gas/
flatulen menghasilkan bunyi timpani, masa, tumor, dan cairan menghasilkan bunyi
tumpul dalam perkusi.
c. Rektum : inspeksi adanya lesi, perubahan warna, inflamasi, dan hemmoroid.
B. Diagnosa keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan :
a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilisasi akibat cedera medula
spinalis, dan CVA.
b. Penurunan respons berdefekasi
c. Nyeri akibat hemmoroid
d. Efek samping tindakan pengobatan
e. Menurunya peristaltik akibat stress
2. Diare berhubungan dengan :
a. Strees psikologis
b. Proses infeksi
c. Efek samping tindakan pengobatan
d. Peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolisme
e. Melapsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastris, dan ulkus.
3. Inkontensia usus berhubungan dengan :
a. Distensi rektum akibat konstipasi kronis
b. Kerusakan kognitif
c. Gangguan spingter rektal akibat cidera rektum atau tindakan pembedahan
d. Kurangnya kontrol pada spingter akibat cidera medula spinalis, dan CVA.
e. Ketidakmampuan mengenal atau merespons proses defekasi akibat depresi
atau kerusakan kognitif.
3

4. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan yang


berlebihan (diare).
C. Intervensi keperawatan
Intervensi harus menetapkan tujuan dan kreteria hasil dengan menggabungkan
kebiasaan atau rutinitas eliminasi pasien sebanyak mungkin. Apabila pasien tidak mampu
melakukan suatu fungsi atau aktivitas, atau mengalami kelemahan akibat penyakit sangat
penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan.
Tujuan mengatasi pasien dengan masalah eliminasi meliputi :
a. Memahami arti eliminasi secara normal
b. Mempertahankan asupan cairan dan makanan yang cukup dan tepat
c. Membantu atau mengikuti latihaan program olahraga secara teratur
d. Mencegah gangguan integritas kulit
e. Mengembangkan dan mempertahankan kebiasaa defekasi yang teratur
f. Memperoleh rasa nyaman dan memperhankan konsep diri.
D. Implementasi
1. Menyiapkan feces untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan
untuk mengambil feces sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lengkap
terdiri atas : pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lendir, dan darah. Pemeriksaan
kultur terdiri atas : pemeriksaan feces melalui biakan dengan cara toucher
(pengambilan feces dengan melalui tangan).
2. Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan pasien yang tidak mampu BAB secara
sendiri di kamar kecil dengan cara membantu menggunakan pispot untuk BAB di
tempat tidur dan bertujuan memenuhi kebutuhan eliminasi fecal.
3. Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan kanula
usus, bertujuan mengkosongkan usus pada pasien prabedah atau prosedur
diagnostik.
4. Memberikan huknah gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukan cairan gliserin ke dalam poros usus menggunakan spuit gliserin yang
bertujuan merangsang peristaltik usus, sehingga pasien dapat BAB (khususnya
pada pasien yang mengalami sembelit) dan juga dapat digunakan

untuk

persiapan operasi.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi fecal dapat dinilai dengan adanya
kemampuan dalam :
1. Memahami cara eliminasi yang normal

2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat ditunjukkan


dengan adanya kemampuan dalam merencanakan pola makan, seperti makan
dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari tendensi diare/konstipasi serta
mampu minum 2000-3000 ml).
3. Melakukan latihan secara teratur, serta rentan gerak atau aktivitas lain (jalan , dan
berdiri).
4. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan dengan kemampuan
pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat/enema, berpatisipasi dalam
program latihan secara teratur, dan defekasi tanpa harus mengedan.
5. Mempertahankan rasa nyaman yang diturunkan dengan dalam kenyamanan
kemapuan defekasi, tidak terjadi bleeding, dan tidak terjadi inflamiasi.
6. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area
perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, dan keringnya kulit sekitar stoma.

DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter. 1997. Fundamental Of Nursing. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan dan Pendekomentasian Perawat
Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like