Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
DIAN AJI WIBOWO
P. 17420110007
I.
DEFINI
Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada sistem
gastroentestinal dan sistem tubuh lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan
bebrapa faktor, pola dan kebiasaan eliminasi yang bervariasi diantara individu. Namun
pengeluaran feces yang sering, dalam jumlah besar dan karakteristiknya normal biasanya
berbanding lurus dengan rendahnya insiden kanker kolorektal (Robinson dan Weigley, 1989).
Feces adalah produk buangan saluran pencernaan manusia yang dikeluarkan melalui anus .
Proses pembuangan kotoran dapat terjadi (bergantung pada individu dan kondisi) antara
sekali setiap satu atau dua hari hingga beberapa kali dalam sehari. Bau khas dari tinja atau
feses disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole,
dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan
makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau khas feses atau tinja. Terdapat juga
beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau feses atau tinja.
Eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi.
Asupan perawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebuthan emosional
klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus
meminimalkan rasa ketidaknyamanan.
II. PENYEBAB
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Feses
a. Faktor yang meningkatkan eliminasi :
1.
2.
3.
4.
5.
Olahraga (berjalan)
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
III.
IV.
JENIS/MACAM
a. Impaksi
Impaksi feses merupakan akibat darikonstipasi yang tidak diatasi. Impaksi adalah
kumpulan feses yang mengeras,mengendap didalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.
Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh masuk kedalam kolon sigmoid. Klien yang
menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling beresiko
mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk
melakukan defekasi.
5
Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari
perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit
berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir yang
banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum bisa terjadi
perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong. Fatique, kelemahan,
malaise dan berat badan yang berkuran merupakan dampak dari diare yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan
sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan hilangnya cairan
dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang
menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil.
d. Konstipasi
Konstipasi merupoakan gejala bukan penyakit, konstipasi adalah penurunan frekuensi
defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya
6
mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas
usushalus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding usus dan sebagian besar
kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah air kecil ditinggalkan untuk melunakkan dan
melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dank eras dapat menimbulkan nyeri pada
rectum. Setiap individu mempunyai pola defekasi individual yang harus dikaji perawat. Perlu
diingat bahwa tidak semua orang dewasa memiliki pola defekasi setiap hari. Defekasi hanya
setiap 4 hari atau lebih dianggap tidak normal. Pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3
hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal untuk seorang
lansia. Apabila dalam catatan harian tertulis bahwa frekuensi defekasi mulai menurun, maka
hal tersebut perlu diperhatikan.
Konstipasi adalah bahaya yang signifikan terhadap kesehatan. Mengedan selama
defekasi menimbulkan masalah pada klien yang baru menjalani bedah abdomen, ginekologi,
atau bedah rectum. Upaya untuk mengeluarkan feses dapat menyebabkan jahitan terpisah
sehingga luka terbuka kembali. Selain itu, klien yang mempunyai riwayat penyakit
kardiovaskula, penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan intraocular (glaucoma), dan
peningkatan tekanan intrakanial harus mencegah konstipasi dan hindari penggunaan manuver
vassalva. Lansia dapat mengalami konstipasi akibat obat-obatan tertentu yang mereka
konsumsi, Beberapa obat ini antara lain aspirin, anti histamin, diuretik, obat penenang,
hipnotik, antacid dengan alumunium atau kalsium, dan obat-obatan yang digunakan untuk
mengontrol penyakit Parkinson.
Penyebab Umum Konstipasi
a.
Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi
dapat menyebabkan konstipasi.
b.
Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk lemak hewani dan
karbohidrat murni sering mengalami masalah konstipasi. Asupan cairan yang rendah
juga memperlambat peristaltic.
c.
d.
e.
Obat penenang, opiate, antikolinergik, zat besi, diuretic, antacid dalam kalsium atau
alumunium, dan obat-obatan, antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
f.
g.
Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI, seperti obstruksi usus,
ileus paralitik, dan diverkulitis.
h.
i.
Penyakit
penyakit
organic,
seperti
hipotiroidisme,
hipokalsemia,
dapat
menyebabkan konstipasi.
e. Diversi Usus
Penyakit tentu menyebabkan kondsi-kondisi yang mencegah pngeluaran feses secara
normal dari rectum. Hal ini menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang
(stoma) buatan yang permanent atau sementara. Lubang yang dibuat melalui upaya bedah
(ostomi) paling sering dibentuk di ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi). Ujung usus
kemudian ditari ke sebuah lubang di dindingabdomen untuk membentuk stoma. Bergantung
pada tipe prosdur bedah yang dilakukan, jenis stoma yang dibentuk ada 2, yakni klien tidak
akan memiliki control materi feses yang keluardari stoma, atau klien memiliki control
terhadap pengeluaran feses. Untuk ostomi inkontinen, stoma ditutupi dengan sebuah kantung
atau apa yang disebut klien sebagai sebuah kantung untuk mengumpulkan materi feses.
f. Flatulance
Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus. Ada 3 sebab utama flatus :
kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar, udara yang tertelan, gas yang berdifusi dari
pembuluh darah ke dalam intestinal
Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler kapiler
intestinal. Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada peregangan
dan pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga timpanites. Jumlah udara yang besar
dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster. Pada
orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada usus besar setiap 24 jam. Gas-gas
tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan sebagian besar dihembuskan
melalui mulut dengan erutcation (bersendawa). Gas-gas yang terbentuk pada usus besar
sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi. Flatulence
dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam penyebab yang lain seperti ;
8
pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikeluarkan dari anus
mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau menyediakan suatu enema yang
dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas tersebut.
Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi Codein, barbiturat dan
obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan sehubungan
dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang mempunyai pengalaman
dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan tertentu yang mengandung gas
seperti kacang buncis, kol. Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara
umum dijumpai di rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post
operasi dan disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika perubahan diet, dan berkurangnya
aktifitas.
V. TINDAKAN MEDIS
1. Mengajarkan untuk meningkatan kebiasaan defekasi secara teratur dan normal
2. Pemberian enema pembersi (huknah).
3. Membantu pasien mengeluarkan feces secara manual
4. Memberikan obat oral atau obat supositoria
5. Mempertahankan asupan cairan dan makanan yang sesuai
6. Meningkatkan latihan fisik secara teratur untuk mencegah timbulnya masalah
eliminasi
7. Meningkatkan rasa nyaman agar tidak ada perubahan dalam eliminasi
8. Memonitor karakteristik feces dan tes laboratprium
9. Jika pasien tidak bisa pergi ketoilet, bantu pasien defekasi menggunakan pispot.
10. Mengurangi faktor yang menyebabkan gangguan eliminasi feces/fecal.
VI.
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pola defekasi dan keluhan utama selama defekasi, pengkajian ini antara lain : bagaimana
pola defekasi dan keluhannya selama defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada
bayi sebanyak 4-6 kali/hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah ratarata pembuangan per hari adalah 150 g.
9
2. Karakteristik Feses
Keadaan
Warna
Normal
Bayi : kuning
Abnormal
Penyebab
Putih, hitam/tar, atau Kurangnya kadar empedu,
merah.
Dewasa : coklat
pendarahan
saluran
cerna
Bau
Konsitensi
Bentuk
bau.
Cair dan padat.
Kecil, bentuknya
Konstituen Makanan
Frekuensi
yang
Pucat berlemak
seperti pensil.
tidak Darah, pus,
cepat.
benda Internal bleeding, infeksi,
inflamasi.
Hipomotilitas atau
hipermotilitas
seminggu.
seminggu
11
3.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi fecal antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet
(makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang dan
pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/hari), aktivitas,
untuk
persiapan operasi.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi fecal dapat dinilai dengan adanya
kemampuan dalam :
1. Memahami cara eliminasi yang normal
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter. 1997. Fundamental Of Nursing. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan dan Pendekomentasian Perawat
Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.