Professional Documents
Culture Documents
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari periode ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari periode ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu
bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Penambangan
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup
untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara
ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara
yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, caracara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan
lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di
batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi
bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara.
Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar
yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara
adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut
"organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba
untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari
molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih
bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah
1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang
sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat
ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya
"scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang
dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.
Batubara tidak hanya melimpah, juga mudah digunakan. Batubara tidak memerlukan biaya
dan proses penyulingan intensif seperti gas alam dan minyak. Sifat batubara yang padat juga
membuatnya lebih mudah dan lebih aman untuk transportasi dibandingkan sumber energi
lainnya. Batubara dapat dengan mudah disimpan dan tersedia disaat yang dibutuhkan.
Batubara dapat digunakan dalam berbagai cara. Anda dapat menggunakan batubara untuk
memasak telur dadar atau Anda dapat menggunakan batubara sebagai sumber energi turbin
yang menghasilkan listrik bagi ribuan orang. Batubara merupakan sumber energi yang lebih
aman daripada bahan bakar fosil lainnya seperti minyak. Misalnya Anda mungkin tidak
pernah mendengar ada tumpahan batubara mematikan, sedangkan tumpahan minyak BP
(beberapa tahun lalu di USA) berdampak besar pada satwa liar, ekosistem sekitarnya, dan
pada gilirannya membahayakan populasi manusia sekitarnya yang bergantung pada
kehidupan laut untuk rezeki.
Namun, ada banyak juga yang menentang penggunaan batubara karena menganngap ada
banyak kekurangan pada pemakaian dan dampaknya terhadap lingkungan. Meraka menyebut
bahwa pertambangan batu bara menyebabkan debu, polusi air, erosi tanah, dan menyebabkan
kerusakan pada lapisan ozon yang menyebabkan pemanasan global. Meskipun demikian,
industri pertambangan batubara dan teknologi pemurnian saat ini sebagian besar telah
menghilangkan dampak negatif batubara.
Emisi batubara masih menjadi perhatian, dan negara-negara pemakai harus sadar terhadap
dampak lingkungan dari pembakaran batubara.
Kebutuhan akan energi alternatif telah membuat sebagian besar negara menoleh ke segala
arah, dan salah satunya adalah batubara yang dipilih sebagai sumber energi. Banyak ahli
melihat batubara sebagai sumber energi alternatif. Memang, batubara bukanlah penghasil
energi paling bersih, tetapi merupakan alternatif yang lebih murah.
Masa depan batubara sebagai sumber energi belum dapat dipastikan, tetapi ada banyak
prediksi mengenai masa depan batubara. Untuk negara-negara dengan harga minyak yang
terus naik, maka diprediksi bahwa batubara dapat menjadi sumber energi yang lebih murah.
Juga diprediksikan bahwa grafik konsumsi batubara total sebagai energi primer akan tetap
mendatar selama dua dekade, lalu perlahan mulai meningkat.
Ada beberapa masalah mengenai kebersihan energi batubara, yang menyebabkan banyak
polusi, tetapi perlakuan terhadap asap pembakaran dapat memecahkan masalah ini. Namun,
batubara masih merupakan produsen besar bagi gas CO2, dan dengan sebagian besar negara
berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca, hal ini bisa bisa menjadi penghalang bagi
rencana penggunaannya sebagai sumber energi alternatif.
Hampir pasti bahwa batubara memiliki masa depan sebagai sumber energi alternatif yang
potensial. Cadangan batubara dunia cukup besar untuk bertahan selama 200 tahun, dengan
asumsi tingkat konsumsi seperti saat ini. Keunggulan lainnya, cadangan batubara tersebar
lebih merata di seluruh dunia dibandingkan dengan cadangan minyak, dan Amerika Serikat
memiliki cadangan terbesar.
Batubara juga memiliki masa depan yang menjanjikan karena tidak semahal sumber energi
alternatif lainnya. Batubara murah untuk diekstrak dan baik untuk digunakan sebagai
penghasil listrik. Namun, ada beberapa faktor yang membuat masa depan batubara tampak
suram. Ada beberapa keterbatasan teknis ketika menggunakan batubara sebagai sumber
energi. Misalnya, batubara tidak dapat digunakan untuk tujuan transportasi kecuali digunakan
pada kendaraan listrik (setelah dikonversi menjadi energi listrik). Ada juga beberapa masalah
ekologi yang menghambat.
Batubara adalah polutan sulfur yang menjadi sulfur dioksida ketika dibakar. Setelah di
atmosfer, sulfur dioksida menjadi asam sulfur, yang merupakan iritasi bagi paru-paru dan
komponen utama hujan asam. Batubara juga memiliki kelemahan lain yang membuatnya
diragukan sebagai sumber energi alternatif masa depan.
Pembakaran batubara menghasilkan CO2, yang merupakan gas rumah kaca yang sangat
berbahaya bagi lingkungan. Tidak ada solusi untuk CO2 yang berasal dari pembakaran batu
bara, sehingga hal ini dapat menyebabkankannya dianggap terbelakang sebagai sumber
energi alternatif. Oleh karena itu, negara-negara yang mencoba untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca tidak akan berusaha untuk meningkatkan konsumsi batubara, karena akan
menghambat tujuan tersebut. Di sisi lain, negara-negara yang tidak peduli dengan gas rumah
kaca akan terus meningkatkan konsumsi batubara mereka di tahun-tahun mendatang.
Batubara bukan sumber energi alternatif yang sempurna, tetapi memungkinkan. Penelitian
teknologi berkembang pesat di seluruh dunia dan banyak program penelitian pada saat ini,
termasuk penelitian tentang gasifikasi batubara untuk menghasilkan hidrogen sebagai bahan
bakar, dan juga usaha untuk penangkapan gas CO2.
Masa depan batubara sebagai sumber energi alternatif belumlah jelas, meskipun ada beberapa
negara yang bersedia menerimanya lebih banyak dari negara lain. Masa depan batubara
sebagai sumber energi mungkin sangat tergantung pada kebutuhan suatu negara, dan juga
pandangan mereka terhadap lingkungan.