You are on page 1of 18

Batu bara secara umum

Umur batu bara


Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl),
adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke
Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Materi pembentuk batu bara


Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari periode ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari periode ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu
bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji,
berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan

Tambang batu bara di Bihar, India.


Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan
sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan
baja.
Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Kelas dan jenis batu bara


Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut.

Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.

Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.

Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

Pembentukan batu bara


Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah
pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi
hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah
kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.

Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.

Batu bara di Indonesia


Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara
berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip
dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas
muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut
ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk
ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan
menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,
endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur
endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan
sebagian besar Kalimantan.

Endapan batu bara Eosen


Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah
atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat
Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan sedimen yang
pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen
Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada
pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng IndoAustralia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama
fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas
namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di
Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh
endapan danau (non-marin). Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara
dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran
pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur
Eosen Atas.
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan
Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas
(Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan
(Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

Endapan batu bara Miosen


Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah
berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan
yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen
batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik
Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis
terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito
(Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara
ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang
mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama
lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu
bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika
sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen
di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima
(PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan
beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.

Sumberdaya batu bara

Pengisian batu bara ke dalam kapal tongkang.


Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan
dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam
jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan
batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan
Timur dan Sumatera Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan
tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan
konservasi. Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton
per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri,
dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel) yang telah
umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat
dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori

sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga solar industri Rp.
6.200/liter).
Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan miliar ton. Jumlah ini sebenarnya cukup
untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan. Sayangnya,
Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya menjadi energis listrik
melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara
ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika dikonversi
menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Dua cara
yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan) dan gasifikasi
(penyubliman) batu bara.
Membakar batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang maksimum, caracara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate, fluidized bed, pulverized, dan
lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.

Gasifikasi batu bara


Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu
bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2)
dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air sebagai
reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata
mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur
dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila
mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut)
dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai
"hujan asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum
tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang
tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran
combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa
partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

Bagaimana membuat batu bara bersih


Ada beberapa cara untuk membersihkan batu bara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia
kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio,
Pennsylvania, West Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari
berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara
bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari berat
batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sebelum mencapai cerobong asap.

Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di
batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi
bentuk iron pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold dapat dipisahkan dari batu bara.
Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar
yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang membersihkan batu bara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara
adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut
"organic sulfur," dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba
untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari
molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih
bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah
1978 telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang
sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat
ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya
"scrubbers" karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari asap yang
dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

Membuang NOx dari batu bara


Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen
mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika udara dipanaskan
seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan
oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx
juga dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang
kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk acid rain
(hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut ground level ozone,
tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya,
beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batu bara di pemabakar dimana ada lebih
banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi
ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen.
Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat
proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini
disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga
sebagai "low-NOx burners" dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan
Nox yang terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti
"scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu bara. Beberapa
dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut katalis yang mengurai bagian
NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx
burners," namun dapat menekan lebih dari 90% polusi Nox.

Cadangan batu bara dunia

Daerah batu bara di Amerika Serikat


Pada tahun 1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 1015 kg atau 1 trilyun ton)
total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi tambang saat ini, diperkirakan
setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai energi dari semua batu bara dunia adalah 290
zettajoules. Dengan konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt, terdapat cukup batu bara
untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.
British Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan pada akhir 2005, terdapat
909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang terbukti (9,236 1014 kg), atau cukup untuk
155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang diklasifikasikan
terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang, terutama sekali daerah yang di
bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan baru.
Departemen Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika Serikat
sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 1014 kg), yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of
oil equivalent).

Batubara Sebagai Sumber Energi


Barangkali kita semua sudah familiar dengan penggunaan batubara sebagai bahan
bakar. Mulai dari pembangkit listrik, untuk transportasi, dan lain sebagainya. Batubara
memang salah satu sumber bahan bakar yang patut diperhatikan selain bahan bakar minyak
dan gas. Selain karena batubara bisa menjadi energi alternatif, pada prakteknya harga
penjualan batubara tidak semahal minyak dan gas. Meskipun memiliki manfaat yang cukup
bagus, namun penggunaan batubara sebagai sumber energi sering terkadang terkendala
masalah kebersihan. Hasil pembakaran batubara menyumbang polusi CO2 yang cukup
melimpah dan bertanggung jawab atas efek rumah kaca yang semakin memburuk. Namun
demikian, batubara memiliki banyak keunggulan untuk dijadikan energi alternatif
kedepannya. Selain harga yang relatif murah dibanding minyak dan gas, cadangan Indonesia
akan batubara lebih banyak daripada minyak bumi dan masih bisa bertahan selama 200 tahun
kedepan. Batubara juga bisa ditambang dan dibakar dengan dampak lingkungan yang kecil.
Reklamasi tambang batubara dapat memberikan pemilik tanah lahan lebih banyak pilihan
untuk mengembangkan tanahnya. Batubara banyak menciptakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat luas. Tidak seperti halnya dari energi (nuklir, gas alam, minyak, pembangkit
listrik tenaga air), batubara menyediakan banyak pekerjaan dalam menghilangkan batubara
dari bumi, membawanya ke utilitas, membakarnya, dan membuang abu batubara dengan
baik. Berkaitan dengan polusi batubara yang menyumbang efek rumah kaca, baru-buru ini
ada teknologi yang mampu meminimalisir kadar polusi yang dihasilkan oleh batubara.
Menurut kompasiana.com, Teknologi batubara bersih adalah teknologi yang dikembangkan
untuk mengurangi dampak lingkungan dari pembangkit energi berbasiskan batubara. Ini
artinya adalah bagaimana mengurangi emisi karbondioksida (CO2) dan polutan lainnya
seperti SOx, NOx, partikulat, dll. Beberapa metode digunakan antara lain dengan
sistem Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC), mentreatment gas buang dengan uap
untuk menghilangkan sulfurdioksida, carbon capture, pencucian secara
kimia, upgrading batubara peringkat rendah untuk memperbaiki nilai kalor dan
efisiensi. Pada awalnya fokus utamanya adalah mereduksi SO2 dan partikulat, karena
menyebabkan hujan asam. Tetapi kemudian fokus berkembang ke CO2 karena memberikan
dampat pemanasan global.

IGCC adalah teknologi yang menerapkan siklus kombinasi gasifikasi batubara


terintegrasi yang menggunakan turbin gas dan uap sebagai pembangkitnya. Komponen utama
pada teknologi IGCC ini ada pada proses gasifikasi batubara. Gasifikasi adalah proses
perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Prosesnya berlangsung di dalam suatu
reaktor dan melibatkan reaksi pirolisis dan oksidasi parsial yang nantinya menghasilkan gas
antara lain hidrogen, karbonmonoksida, dan metana. Pembangkit listrik IGCC mempunyai
efisiensi lebih baik dibanding pembangkit batubara konvensional. Efisiensinya bisa mencapai
35-48% atau sekitar 5-10% lebih tinggi dari pembangkit konvensional. Begitu juga dari sisi
lingkungan, emisi yang dihasilkan pun lebih rendah. Gas yang dihasilkan dari proses
gasifikasi dibersihkan terlebih dahulu sebelum dibakar, sehingga gas buangnya memiliki
kandungan SO2, partikulat, dan merkuri yang lebih rendah. Jadi dengan menerapkan berbagai
teknologi yang ada diharapkan pemanfaatan batubara bisa lebih optimal dan ramah
lingkungan.
Setelah adamya IGCC ini, ide batubara sebagai energi alternatif patut
dipertimbangkan karena dampak negatif yang dihasilkannya sudah bisa diminimalisir. Namun
tetap saja, pemakaian batubara harus diperhatikan secara cermat agar tidak ada energi yang
terbuang sia-sia dan lebih memelihara lingkungan.

Keuntungan Pemakaian Batubara


Beberapa orang berpikir bahwa batubara "sudah kuno" sebagai sumber energi. Faktanya,
batubara masih merupakan sumber energi yang paling berlimpah dan banyak digunakan di
dunia, dan sejak tahun 2000 penggunaan batubara telah tumbuh lebih cepat dari penggunaan
bahan bakar lainnya. Hampir setengah energi listrik yang dihasilkan di Amerika berasal dari
penggunaan batubara. Keuntungan dari batubara sebagai sumber energi adalah karena fakta
sederhana bahwa ada ketersediaan berlimpah batubara dan dengan demikian, harganya
menjadi murah. berdasarkan perkiraan, terdapat setidaknya 930 miliar ton cadangan batubara
yang setara dengan sekitar 4.116 miliar barel minyak. Dengan asumsi tidak ada penemuan
baru batubara, jumlah batubara saat ini akan bertahan setidaknya selama 137 tahun pada
tingkat konsumsi sekarang.
China adalah produsen batubara terkemuka di dunia. Amerika Serikat dan India
adalah produsen terbesar batubara berikutnya di dunia. Cina, India, dan Amerika Serikat
memanfaatkan 68% produksi batubara dunia saat ini. Asia sendiri menyumbang lebih dari
setengah dari konsumsi batubara dunia. Banyak negara menyadari bahwa mereka tidak
memiliki sumber energi sendiri yang cukup sehingga mereka harus mendapatkan sumber
energi impor. Batubara ternyata merupakan sumber energi yang paling hemat biaya untuk
diimpor karena kemudahan transportasi, berlimpah dan murah.

Batubara tidak hanya melimpah, juga mudah digunakan. Batubara tidak memerlukan biaya
dan proses penyulingan intensif seperti gas alam dan minyak. Sifat batubara yang padat juga
membuatnya lebih mudah dan lebih aman untuk transportasi dibandingkan sumber energi
lainnya. Batubara dapat dengan mudah disimpan dan tersedia disaat yang dibutuhkan.
Batubara dapat digunakan dalam berbagai cara. Anda dapat menggunakan batubara untuk
memasak telur dadar atau Anda dapat menggunakan batubara sebagai sumber energi turbin
yang menghasilkan listrik bagi ribuan orang. Batubara merupakan sumber energi yang lebih
aman daripada bahan bakar fosil lainnya seperti minyak. Misalnya Anda mungkin tidak
pernah mendengar ada tumpahan batubara mematikan, sedangkan tumpahan minyak BP
(beberapa tahun lalu di USA) berdampak besar pada satwa liar, ekosistem sekitarnya, dan
pada gilirannya membahayakan populasi manusia sekitarnya yang bergantung pada
kehidupan laut untuk rezeki.
Namun, ada banyak juga yang menentang penggunaan batubara karena menganngap ada
banyak kekurangan pada pemakaian dan dampaknya terhadap lingkungan. Meraka menyebut
bahwa pertambangan batu bara menyebabkan debu, polusi air, erosi tanah, dan menyebabkan
kerusakan pada lapisan ozon yang menyebabkan pemanasan global. Meskipun demikian,
industri pertambangan batubara dan teknologi pemurnian saat ini sebagian besar telah
menghilangkan dampak negatif batubara.
Emisi batubara masih menjadi perhatian, dan negara-negara pemakai harus sadar terhadap
dampak lingkungan dari pembakaran batubara.

Masa Depan Batubara sebagai Sumber Energi

Kebutuhan akan energi alternatif telah membuat sebagian besar negara menoleh ke segala
arah, dan salah satunya adalah batubara yang dipilih sebagai sumber energi. Banyak ahli
melihat batubara sebagai sumber energi alternatif. Memang, batubara bukanlah penghasil
energi paling bersih, tetapi merupakan alternatif yang lebih murah.
Masa depan batubara sebagai sumber energi belum dapat dipastikan, tetapi ada banyak
prediksi mengenai masa depan batubara. Untuk negara-negara dengan harga minyak yang

terus naik, maka diprediksi bahwa batubara dapat menjadi sumber energi yang lebih murah.
Juga diprediksikan bahwa grafik konsumsi batubara total sebagai energi primer akan tetap
mendatar selama dua dekade, lalu perlahan mulai meningkat.
Ada beberapa masalah mengenai kebersihan energi batubara, yang menyebabkan banyak
polusi, tetapi perlakuan terhadap asap pembakaran dapat memecahkan masalah ini. Namun,
batubara masih merupakan produsen besar bagi gas CO2, dan dengan sebagian besar negara
berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca, hal ini bisa bisa menjadi penghalang bagi
rencana penggunaannya sebagai sumber energi alternatif.
Hampir pasti bahwa batubara memiliki masa depan sebagai sumber energi alternatif yang
potensial. Cadangan batubara dunia cukup besar untuk bertahan selama 200 tahun, dengan
asumsi tingkat konsumsi seperti saat ini. Keunggulan lainnya, cadangan batubara tersebar
lebih merata di seluruh dunia dibandingkan dengan cadangan minyak, dan Amerika Serikat
memiliki cadangan terbesar.
Batubara juga memiliki masa depan yang menjanjikan karena tidak semahal sumber energi
alternatif lainnya. Batubara murah untuk diekstrak dan baik untuk digunakan sebagai
penghasil listrik. Namun, ada beberapa faktor yang membuat masa depan batubara tampak
suram. Ada beberapa keterbatasan teknis ketika menggunakan batubara sebagai sumber
energi. Misalnya, batubara tidak dapat digunakan untuk tujuan transportasi kecuali digunakan
pada kendaraan listrik (setelah dikonversi menjadi energi listrik). Ada juga beberapa masalah
ekologi yang menghambat.
Batubara adalah polutan sulfur yang menjadi sulfur dioksida ketika dibakar. Setelah di
atmosfer, sulfur dioksida menjadi asam sulfur, yang merupakan iritasi bagi paru-paru dan
komponen utama hujan asam. Batubara juga memiliki kelemahan lain yang membuatnya
diragukan sebagai sumber energi alternatif masa depan.
Pembakaran batubara menghasilkan CO2, yang merupakan gas rumah kaca yang sangat
berbahaya bagi lingkungan. Tidak ada solusi untuk CO2 yang berasal dari pembakaran batu
bara, sehingga hal ini dapat menyebabkankannya dianggap terbelakang sebagai sumber
energi alternatif. Oleh karena itu, negara-negara yang mencoba untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca tidak akan berusaha untuk meningkatkan konsumsi batubara, karena akan
menghambat tujuan tersebut. Di sisi lain, negara-negara yang tidak peduli dengan gas rumah
kaca akan terus meningkatkan konsumsi batubara mereka di tahun-tahun mendatang.
Batubara bukan sumber energi alternatif yang sempurna, tetapi memungkinkan. Penelitian
teknologi berkembang pesat di seluruh dunia dan banyak program penelitian pada saat ini,
termasuk penelitian tentang gasifikasi batubara untuk menghasilkan hidrogen sebagai bahan
bakar, dan juga usaha untuk penangkapan gas CO2.
Masa depan batubara sebagai sumber energi alternatif belumlah jelas, meskipun ada beberapa
negara yang bersedia menerimanya lebih banyak dari negara lain. Masa depan batubara
sebagai sumber energi mungkin sangat tergantung pada kebutuhan suatu negara, dan juga
pandangan mereka terhadap lingkungan.

Batubara, Rusak Lingkungan, Sumber Beragam Penyakit


sampai Hancurkan Pangan dan Budaya

Batubara masih menjadi produk primadona hingga ekspansi tambang


terus dilakukan, termasuk pengembangan listrik batubara, . Foto: Hendar
Kala banyak negara sudah mulai mengurangi penggunaan batu bara
sebagai sumber energi, pemerintah Indonesia, justru makin masif
merencanakan pertambangan maupun pembangunan PLTU batubara.
Padahal, penggunaan batu bara sangat merusak lingkungan dan manusia.
Lauri Myllyvirta, aktivis Greenpeace International mengatakan,
penggunaan batubara menyebabkan 60 ribu orang Indonesia meninggal
tiap tahun. Ini karena polusi batubara menyebabkan kanker paru, stroke,
penyakit pernafasan dan persoalan lain terkait pencemaran udara,
katanya di Jakarta, Minggu ( 23/2/14).
Lelaki yang fokus pada kajian pencemaran udara itu mengatakan,
membangun puluhan pembangkit batubara dan pertambangannya
mengakibatkan jutaan rakyat Indonesia merasakan dampak buruk
pencemaran udara beracun. Polusi batubara sangat berbahaya bagi
manusia. Batubara mengeluarkan partikel PM 2,5 yang sangat mudah
masuk ke tubuh manusia melalui udara yang dihirup. Ini menyebabkan
risiko kanker lebih tinggi, ujar Myllyvirta.

Indonesia tidak mempunyai aturan khusus menangani pencemaran udara


akibat pertambangan. Begitupun standardisasi PM 2,5. Indonesia juga
tidak pernah memantau bahaya polusi PLTU. Indonesia membangun
banyak PLTU juga banyak eksplorasi tambang batubara. Orang di dekat
PLTU maupun lokasi tambang sangat dirugikan. Mereka akan menghirup
udara dari batubara itu.
Saat ini, beberapa negara justru berkomitmen mengurangi penggunaan
batubara. China, misal, menargetkan pengurangan penggunaan batubara
mulai 2017 sebesar 30%. Mereka mulai mengembangkan sumber energi
terbarukan karena pencemaran udara sangat parah pernah melanda
China tahun 2008.
Dua tahun terakhir China berusaha mengembangkan energi angin, solar
panel dan berbagai sumber energi terbarukan lain. Indonesia, sangat
tergantung batubara sebagai komoditas utama ekspor. Saatnya berpindah
menggunakan energi terbarukan.
Bruce Buckheit, mantan Badan Perlindungan Lingkungan Hidup Amerika
Serikat (EPA US), berpendapat senada. Dia mengatakan, tahun 1960-an,
udara di AS begitu kotor karena banyak pembangkit listrik tenaga
batubara tak menggunakan teknologi untuk mengurangi pencemaran
udara seperti scrubber.
Keadaan ini, mendorong pemerintah AS mengeluarkan peraturan kualitas
udara bersih tahun 1970 hingga menyebabkan ratusan perusahaan
batubara ditindak hukum bahkan berhenti beroperasi.
Amerika dan Inggris pernah mengalami pencemaran udara sangat buruk
akibat pembangkit listrik batubara. Hal serupa terjadi di China baru-baru
ini.
Kini Buckheit aktif dalam gerakan penegakan aturan udara bersih (clean
air act). Menurut dia, PM 2,5 dalam batubara sangat berbahaya. Walaupun
ada alat untuk mengurangi di udara, tapi tak menjadi jawaban. Ia juga
mencemari air. PM 2,5, merkuri dari penggunaan batubara jika
mencemari air akan sangat merugikan masyarakat. Peraturan di Indonesia
mengenai emisi partikel halus seperti PM 2,5 sangat lemah.

Tambang barubara, menciptakan kerusakan lingkungan, kolam-kolam


terbuka bekas galian juga membahayakan keselamatan manusia. Belum
lagi, polusi udara dan air yang bisa menyebabkan beragam penyakit bagi
manusia. Foto: Walhi Kalteng
Sementara itu, Donna Lisenby, Koordinator Kampanye batubara Global
Waterkeeper Alliance, mengatakan, pencemaran tambang batubara
terjadi mulai kegiatan penambangan, pengangkutan hingga
pembangunan PLTU. Pencemaran batubara berakibat langsung pada
pencemaran air. Limbah yang ditahan tidak dibuang ke udara, akan
terbuang ke tanah atau air. Ini mengakibatkan pencemaran di hulu dan
hilir sungai, katanya.
Pencemaran di tanah dan air akan berakibat buruk bagi pertanian. Lahan
gambut yang berfungsi sebagai penjernih air bisa rusak. Tak pelak,
ketahanan pangan bisa hancur.
Bahkan, katanya, dari 26 persen bayi lahir di sekitar tambang batubara
berpotensi cacat. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai ini.
Bentuk ikan dan katak di sungai sudah tercemar limbah batubara juga
mengalami perubahan.
Aktivis 350.org dari Renuka Saroha, menjabarkan kondisi di India.
Menurut dia, penggunaan batubara pada pembangkit listrik di India

menyebabkan persoalan sangat serius bagi lingkungan hidup. Batubara


awal dari kematian manusia, lingkungan dan kebudayaan. Budaya rusak
ketika eksplorasi tambang batubara dilakukan karena memaksa orang
yang tinggal di lokasi itu pindah.
India, mengimpor batubara dari Indonesia dalam jumlah sangat besar
bukan untuk ketersediaan listrik, atau pembangunan mensejahterakan
rakyat. Namun, hanya menguntungkan politisi dan pengusaha, sedang
masyarakat malah rugi.
Dia mencontohkan, PLTU Tata Mudra, yang menghasilkan listrik 4.000
megawatt. Batubara diimpor dari Indonesia dengan pengeluarkan
US$4,140 juta, dan kerugian US$112 juta per tahun. Ini tidak
memberikan keuntungan sama sekali. Sudah saatnya pemerintah
mendorong penggunaan energi terbarukan, kata Saroha.
Ki Bagus Hadi Kusuma dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) pun angkat
bicara. Dia mengatakan, Indonesia harus segera menghentikan ekspor
batubara. Sebab, dampak lingkungan dan sosial jauh lebih tinggi
dibandingkan keuntungan.
Menurut dia, produksi 400 ton per tahun harus dikurangi secara drastis
jika ingin menyelamatkan pertanian, sungai dan hutan juga kesehatan
warga di sekitar tambang. Sebanyak 44 persen dari daratan Indonesia
dikapling untuk pertambangan atau migas.
Perizinan batubara, katanya, terbilang sangat mudah. Keadaan ini,
terlihat dari statistik izin eksplorasi batubara sebanyak 40,21 persen dari
keseluruhan izin tambang di Indonesia.
Batubara konsumsi dalam negeri hanya berkisar 20-25 persen. Mayoritas,
70-77 persen itu diekspor. Jika pemerintah masih memaksakan
memprioritaskan batubara sebagai ekspor, dalam 10-20 tahun mendatang
perekonomian Indonesia kolaps, ucap Bagus.
Hingga 2020, pemerintah Indonesia menargetkan penggunaan batubara
pembangkit listrik hingga 64%. Sedang energi terbarukan sangat kecil.
Gas 17 persen, gheotermal 12 persen, minyak satu persen dan hydro
enam persen.
Pius Ginting, Manajer Kampanye Energi dan Tambang Walhi Nasional
mengatakan, rencana investasi besar-besaran rel kereta api di Kalimantan
dan Sumatera, akan bertentangan dengan target penurunan emisi
pemerintah. Ia juga mengancam pencapaian target penggunaan energi

terbarukan sebanyak 25 persen tahun 2025. Pemerintah harus


menghentikan PLTU batubara besar di Jawa-Sumatera.

You might also like