Professional Documents
Culture Documents
(Sunday, 06 July 2008) - Kontribusi dari dr. Edial Sanif - Terakhir diperbaharui (Thursday, 02 April 2009)
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah
penyebab angka kematian pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan diperkirakan 1-
2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
KRISIS HIPERTENS
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama penyakit vaskular jantung, saraf dan ginjal, dimana lebih dari setengah
penyebab angka kematian pada negara maju. Prevalensi hipertensi pada populasi masih cukup tinggi dan diperkirakan 1-
2 % penderita hipertensi dapat terjadi kirisis hipertensi.
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan , 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis
HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120-130 mmHg yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 -7% dari
populasi HT, terutama pada usia 40-60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2-10 tahun. Angka ini
menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika
hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka
kejadian ini.
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan kritis HT dan secara garis besar, The Fifth Report of The Join
National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) menbagi HT ini menjadi 2
golongan yaitu: hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).
Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD
yang sangat pada seorang penderita dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan
progrsif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda.
Gambaran klinis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai- nilai
yang tinggi dan terjadi dalam waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis gawat. Seberapa besar TD yang
dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya
nomortensi atau HT ringan/sedang. Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT, namun para klinisi harus
tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa
/kematian bila tidak ditaggulangi dengan cepat dan tepat . Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih
diutamakan daripada prosedur diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversibel. Dalam
menanggulangi krisis HT dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai autoregulasi TD dan aliran
darah, pengobatan yang selectif dan terarah terhadap masalah medis, yang menyertai, pengetahuan mengenai obat
parenteral dan oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan yang memadai dan
efek samping yang minimal.
- Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan
pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
- Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak
diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
- Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan TD diastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW
IV disertai papiledema, peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun
kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat
hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.
- Hipertensi ensefalopati: kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan
kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik yang sangat tinggi (Tekanan
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
darah diastolik > 120mmHg) dengan potensial mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada organ target
(Jantung, sistem saraf pusat dan ginjal) dan mengancam kehiupan penderita.
Klasifikasi Hipertensi
Sistole
Diastole
Normal
< 120 mmHg
and
< 80 mmHg
Prehipertensi
120-139 mmHg
or
80-89 mmHg
Hipertensi stage 1
140-159 mmHg
or
90-99 mmHg
Hiprtensi stage 2
> 160 mmHg
or
> 100 mmHg
2. Hipertensi urgensi: Krisis hipertensi tanpa disertai kerusakan akut pada organ target, dan memerlukan penurunan
tekanan darah secara bertahap dalam waktu 12-24 jam secara oral.
Hipertensi berat dengan TD diastolik > 120 mmHg , tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan
tidak dijumpai keadaan hipertensi emergensi.
· KW I atau II funduskopi.
· Hipertensi post operasi.
· Hipertensi tak terkontrol/ tanpa diobati pada perioperatif.
6. Diagnosis
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat
dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita
sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
A. Anamnesis
· Riwayat hipertensi: lama dan beratnya.
· Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
· Usia : sering pada usia 40 - 60 tahun.
· Gejala sistem syaraf (sakit kepala, perubahan mental, ansietas).
· Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang).
· Gejala sistem kardiovaskular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada).
· Riwayat penyakit: glomerulonefrosis, pyelonefritis.
· Riwayat kehamilan: tanda eklampsi
B.Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri) mencari kerusakan organ sasaran (retinopati,
gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti
penyakit jantung koroner.
C.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
7. Diferensial Diagnosis
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :
· Hipertensi berat
· Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
· Ansietas dengan hipertensi labil.
· Oedema paru dengan payah jantung kiri.
Autoregulasi
Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan
mengadakan perubahan data resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi/ dilatasi
pembuluh darah.
Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ vital
dengan tidak terjadi iskemi. Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.
Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokontriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih
tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini
gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.
Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang disebabkan oleh strech receptors pada
otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk. Menganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan
metabolisme diotak. Pada cerebrovaskuler yang penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih dapat ditolelir.
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah
dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi.
Straagaard pada penelitiannya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan
dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi.
Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan
dan dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser autoregulasi keadaan normal.
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari
autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi,
pengurangan MAP sebanyak 20-25% dalam beberapa menit/ jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi
penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo
15-30 menit dan bisa lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati,
penurunan TD 25% dalam 2-3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut atupun pendarahan intrakranial,
pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6-12 jam ) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.
· Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial cateter (bila ada indikasi). Untuk mene
fungsi kordiopulmonar dan status volume intravaskuler.
· Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
· Tentukan penyebab krisis hipertensi
· Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT.
· Tentukan adanya kerusakan organ sasaran.
Penggunaan Obat-obatan
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan
hipertensi emergensi atau hipertensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka
penderita dirawat diruangan intensive care unit (ICU) dan diberi salah satu dari obat antihipertensi intravena (i.v).
1. Sodium Nitroprusside: Merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i.v mepunyai konsep of
action yang cepat yaitu : 1 - 2 dosis 1-6 ug/kg/menit.
Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : Merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator
arteri dan vena. Onset of action 2 -5 menit, duration of action 3 - 5 menit.
Dosis : 5 - 100 ug/ menit., secara infus i.v.
Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide: merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i.v bolus.
Onset of action 1-2 menit, efek puncak pada 3 -5 menit, duration of action 4-12 jam.
Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 -75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.
Efek samping: hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dan lain- lain.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.
Onset of action: oral 0,5 - 1 jam, i.v : 10 -20 menit duration of action : 6 - 12 jam.
Dosis : 10 -20 mg i.v bolus: 10-40 mg i.m
Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan
diuretik untuk mengurangi volume intravascular.
Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 - 60 menit.
Dosis 0,625 -1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentilamine (regitine): termasuk golongan alpha andrenergic blocker. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat
kelebihan ketekholamin.
Dosis 5 - 20 mg secara i.v bolus atau i.m.
Onset of action 11 -12 menit, duration of action 3 -10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : Termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.
Dosis : 1 - 4 mg/ menit secara infus i. V.
Onset of action : 1- 5 menit.
Duration of action : 10 menit.
Efek samping : opstipasi ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : Termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
Dosis ; 20 - 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg/ menit secara i.v.
Onset of action 5 - 10 menit
Efek samping :Hipotensi orthostatik, somnolen, sakit kepala, bradikardi, dan lain- lain.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi,
respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai.
9 Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis.
Dosis ; 250 -500 mg secara infus i.v/ jam.
Onset of action : 30- 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Combs test (+) demam, gangguan gastrointestino, withdrawal sindrome dll. Karena onset of actionnya
bisa tak terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : Termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan -pelan dalam 10 cc dektrose 5 % atau i.m. 150 ug dalam 100cc dektrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5-10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam.
Efek samping: Rasa ngantuk, sedasi, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat
menimbulkan sindroma putus obat.
http://www.jantunghipertensi.com - Jantung Hipertensi Powered by Mambo Generated: 10 March, 2010, 12:54
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun sebaiknya dihindari adalah sebagai
berikut:
1. Hipertensi ensefalopati
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan; B - antagonist, Methydopa, Clonidine.
2. Cerebral infark
Anjuran : Sodium nitropusside, Labetalol.
Hindarkan ; B - antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intracerebral, pendarahan subarakhoid
Anjuran : Sodium nitropusside, Labetalol
Hindarkan : B - antagonist, Methydopa, Clonodine
4. Miokard iskemi, miokard infark
Anjuran: Nitroglycerine., Labetalol, Ca-antagonist, Sodium Nitroprusside dan Ioopdiuretik.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Edem paru akut
Anjuran : Sodium nitroprusside dan Ioopdiuretik.
Hindarkan: Hydralacine, Diazoxide, B - antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi
Anjuran: Sodium nitroprusside dan B - antagonist, Trimethaohaan dan B - antagonist, Labetalol.
Hindarkan: Hydralazine, Diazoxide, Minoxidil.
7. Eklamsi
Anjuran: Hydralazine, Diazoxide, Labetalol, Ca-antagonist, Sodium nitroprusside.
Hindarkan : Trimethaphan, Diuretik, B - antagonist
8. Renal insufisiensi akut
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist.
Hindarkan : B - antagonist, Trimethaphan.
9.KW II-IV
Anjuran: Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist.
Hindarkan: Sodium nitroprusside, Clonidine, Methyldopa.
10.Mkroangiopati hemolitik anemia
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca-antagonist.
Hindarkan : B- antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium nitropusside merupakan drug of choice pada
kebanyakan hipertensi emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus
dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.
Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan bolus intravena.
Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan pada kondisi tertentu.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperlukan secara intravena, telah diteliti untuk
kasus hipertensi emergensi _(dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan baik.
Captorial 25 mg atau Nifedipine 10 mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital
dicatat tiap 5 menit sanpai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
nonrespons bila penurunan TD diastolik < 10 mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respons bila TD diastolik
mencapai < 120 mmHg atau MAP < 150 mmHg dan adanya perbaikan simptom pemberian obat. Inkomplit respons bila
setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih > 120 mmHg atau MAP masih > 150
mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat diturunkan bertahap dan mencapai
batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive terhadap penambahan terapi.
Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur
tua dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi. Seluruh penderita
diobservasi paling sdikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya
orthotatis. Bila TD penderita yang diobati tidak berkurang maka sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit.
10. Kesimpulan:
Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat memilih pengobatan yang memadai bagi
pendrita.
Hipertensi emergernsi disertai dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan organ
sasaran/ kerusakan minimal. Pada kebanyakan penderita krisis hipertensi, TD diastolik > 120 mmHg.
Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor:
· Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.
· Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.
· Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dan obat.
· Autoregulasi dan perfusi dari vital organ (otak, jantung, dan ginjal) bila TD diturunkan.
· Faktor klinis lain : obat lain yang diberikan, status volume dan lain-lain.
· Efek samping obat,
Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.
Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur sesuai dengan keinginan,
sedangkan dengan obat oral kemungkinan penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ.
Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside, Nifedipine, Clonidine, merupakan oral anti
hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.