You are on page 1of 15

PANDUAN

PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA


(MANAJEMEN NYERI)

BRSU TABANAN
2013

KEPUTUSAN DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM TABANAN


NOMOR: 368/SK/BRSU/2013
TENTANG
PANDUAN PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA
PADA BADAN RUMAH SAKIT UMUM TABANAN
DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM TABANAN
Menimbang

: a.

bahwa dalam rangka mencapai RS berstandar Nasional menuju RS


bertaraf Internasional , Badan RSU Tabanan berupaya meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan disegala lini yang meliputi program
pendidikan pasien dan keluarga;

b. bahwa dalam rangka implementasi pendidikan pasien dan keluarga


berlangsung dengan efektif maka dibutuhkan suatu Panduan yang
dijadikan acuan pelaksanaannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b perlu menetapkan keputusan Direktur tentang Panduan
Pendidikan Pasien dan Keluarga Pada Badan Rumah Sakit Umum
Tabanan;
Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958, tentang Pembentukan Daerah


Daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa tenggara timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1655);

2.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapakali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116 ,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 N6omor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No7mor 5038);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072) ;
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan-Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004/2012 tentang Petunjuk Teknis
Promosi Kesehatan Rumah Sakit;
9. Peraturan Bupati Tabanan Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pelimpahan
Wewenang Penandatanganan Keputusan yang bersifat Penetapan
(Berita Daerah Kabupaten Tabanan Tahun 2005 Nomor 4);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Tabanan ( Lembaran Daerah Kabupaten Tabanan Tahun
2008 Nomor 3 );
11. Peraturan Bupati Tabanan Nomor 29 Tahun 2008 tentang Penetapan
Badan RSUD Kabupaten Tabanan sebagai Badan Layanan Umum
(BLU) (Lembaran Daerah Kabupaten Tabanan Tahun 2008, Nomor
30).
12. Peraturan Bupati Tabanan Nomor 54 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas
Jabatan Struktural Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Tabanan;
M E M U T U S K AN :
Menetapkan :
KESATU

: Panduan Pendidikan Pasien dan Keluarga Pada Badan Rumah Sakit Umum
Tabanan

KEDUA

: Memberlakukan Panduan Pendidikan pasien Dan Keluarga di Badan


Rumah Sakit Umum Tabanan, seperti tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini

KETIGA

: Kabid pelayanan medik dan Wakil Direktur pelayanan medik mutu BRSU
Tabanan betanggung jawab dalam perencanaan, penyusunan, monitoring
dan evaluasi serta memberikan rekomendasi terhadap semua kegiatan
pendidikan pasien dan keluarga di rumah sakit.

KEEMPAT

: Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian


hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Tabanan
pada tanggal : Juni 2013
DIREKTUR BADAN RUMAH SAKIT UMUM TABANAN

I NYOMAN SUSILA

KATA PENGANTAR
Badan Rumah Sakit Umum Tabanan ( BRSU) Tabanan menjadi rumah sakit
berstandar inernasional melalui Akriditasi KARS 2012. Salah satu hal yang dipersyaratkan
Akriditasi KARS 2012 adalah pendidikan pendidikan pasien dan keluarga pasien baik rawat
jalan maupun rawat inap . Pendidikan pasien dan keluarga ini merupakan sarana untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di BRSUD Tabanan.
Pedoman pendidikan pasien dan keluarga ( PPK) disusun sebagai guidelines dalam
memberikan pendidikan/edukasi kepada pasien dan keluarganya selama mendapatkan
pelayanan kesehatan di BRSU Tabanan. Buku pedoman PPK ini memuat materi materi
edukasi dari Farmasi,Gizi,Manajemen nyeri, Rehab Medik,Medis dan Keperawatan yang
terkait secara langsung dalam perawatan dan pelayanan kepada pasien dalam memebrikan
pendidikan kepada pasien dan keluarga pasien di seluruh ruangan / unit pelayanan /
perawatan
Melalui buku pedoman pendidikan pasien dan keluarga ini diharapkan pasien dan
keluarganya mendapatkan pendidikan / edukasi yang baik tentang kesehatannya sesuai
dengan kebutuhan pasien dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan BRSUD
Tabanan sehingga dapat terwujud dan sejalan dengan visi . upaya untuk melakukan
penyempurnaan terhadap buku pedoman pendidikan pasien dan keluarga ini tetap dilakukan
untuk memfasilitasi kelancaran pelaksanaan pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien
dan keluarga dilapangan secara langsung oleh multidisiplin ilmu di semua unit yang terlibat
dalam perawatan pasien di Rumah Sakit.
Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa , semoga buku pedoman pendidikan
pasien dan keluarga ini memberikan manfaat optimal dalam usaha peningkatan pelayanan
kesehatan di BRSU Tabanan.
Terima kasih
Tim Penyusun
1.

Dr sumardika, Sp.PK

2.

Ns I Made Adi Wahyu Udaksana S.Kep

3.

Tim pokja PPK

SAMBUTAN
DIREKTUR BRSU TABANAN
Om Swatyastu
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunianya kepada kita sehingga pedoman pendidikan pasien dan keluarga di
BRSU Tabanan ini dapat tersusun.
Rumah sakit sebagai salah satu srana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat
peningkatan derajat kesehatan masyarakat . oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk
memberikan pelayanan yang bermutu sesuia dengan standar yang ditetapkan oleh nasional
maupun internasional untuk seluruh lapisan masyarakat.
Mewujudkan Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan merupakan visi
BRSUD Tabanan yang ingin dicapai melalui Akriditasi KARS 2012. Salah satu upaya
mewujudkan visi tersebut adalah melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara
berkelanjutan dengan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga sesuai dengan
kebutuhannya sehingga diharapakan melalui perubahan pengetahuan sikap dan prilaku pasien
dan keluarga dapat mengambil keputusan dalam perawatan dan pelayanan dirumah sakit serta
mempertahankan dan pemeliharaan prilaku,lingkungan yang menunjang kesehatan.
Harapan kami melalui buku pedoman pendidikan pasien dan keluarga yang memuat
materi-materi edukasi dari Farmasi,Gizi,Rehab Medik,Manajemen Nyeri,Medis dan
Keperawatan sehingga BRSUD Tabanan mampu meningkaykan kualitas pelayanannya.
Om Santi, Santi, Santi Om
Tabanan, Juni 2013
Direktur BRSU Tabanan

dr. I Nyoman Susila,M.Kes


NIP. 19630222 198903 1 008

DAFTAR ISI
SK Direktur Tentang Pedidikan Pasien dan Keluarga..i
Kata Pengantar .ii
Sambutan Direktur BRSU Tabanan.iii
Panduan Manajemen Nyeri
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Pendahuluan
Definisi
Tipe Nyeri
Respon Terhadap Nyeri
Hambatan Dalam Memberikan manajemen Nyeri Tepat
Penanganan Nyeri
Kesimpulan
Implikasi Keperawatan

MANAJEMEN NYERI DALAM SUATU TATANAN TIM MEDIS

MULTI DISIPLIN
A. PENDAHULUAN
Keluhan nyeri merupakan keluahan yang paling umum kita temukan/dapatkan
ketika kita sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di
tataran pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu
kita temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa
sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan
di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi
berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan
perilaku, sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari
semua unsur yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman
tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga
kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi
dengan pasien.
B. DEFINISI
Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah
suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk
menimbulkan kerusakan jaringan , dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui
pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal
masa kehidupannya.
Pada tahun 1999, the Veterans Health Administration mengeluarkan kebijakan
untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya
mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan respirasi tetapi juga harus mengkaji
tentang nyeri.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai konsep yang abstrak yang merujuk
kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan
akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk melindungi organisme
dari bahaya.
McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri
ketika dia mengatakan tentang nyeri apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada
dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada .
C. TIPE NYERI
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari
injuri akut, penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan dihubungkan
dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan
Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.

D. RESPON TERHADAP NYERI


Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk nyeri
akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal),
peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin,
respon perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan
disstress. Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah
normal, denyut nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon
perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa,
karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka
tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat
mengidentifikasinya..
E. HAMBATAN DALAM MEMBERIKAN MANAJEMEN NYERI YANG TEPAT
Menurut Blumenfield (2003), secara garis besar ada 2 hambatan dalam
manajemen nyeri yaitu :
1.
Ketakutan akan timbulnya adiksi
Seringkali pasien, keluarga, bahkan tenaga kesehatanpun mempunyai asumsi
akan terjadinya adiksi terhadap penggunaan analgetik bagi pasien yang
mengalami nyeri, adiksi sering persepsikan sama dengan pengertian
toleransi dan ketergantungan fisik.
Ketergantungan fisik adalah munculnya sindrom putus zat akibat penurunan
dosis zat psikoaktif atau penghentian zat psikoaktif secara mendadak.
Toleransi adalah kebutuhan untuk terus meningkatkan dosis zat psikoaktif
guna mendapatkan efek yang sama, sedangkan adiksi adalah suatu perilaku
yang merujuk kepada penggunaan yang berulang dari suatu zat psikoaktif,
meskipun telah diketahui adanya efek yang merugikan.
Ketakutan tersebut akan lebih nyata pada pasien atau keluarga dengan riwayat
penyalahgunaan alkohol atau zat psikoaktif lainnya, mereka biasanya takut
untuk mendapatkan pengobatan nyeri dengan menggunakan analgetik apalagi
bila obat itu merupakan golongan narkotika. Hal ini salah satunya disebabkan
oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan mengenai hal itu, sebagai
bagian dari tim yang terlibat dalam pelayanan kesehatan perawat semestinya
mempunyai kapasitas yang cukup hal tersebut diatas.
2.
Pengetahuan yang tidak adekuat dalam manajemen nyeri
Pengetahuan yang tidak memadai tentang manajemen nyeri merupakan alasan
yang paling umum yang memicu terjadinya manjemen nyeri yang tidak
memadai tersebut, untuk itu perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan
sehingga tercipta tenaga kesehatan yang handal, salah satu terobosan yang
sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri dalam modul PBL
dalam pendidikan keperawatan, hal ini diharapkan dapat menjadi percepatan
dalam pendidikan profesi keperawatan menuju kepada perawat yang
profesional.
Dalam penanganan nyeri, pengkajian merupakan hal yang mendasar yang
menentukan dalam kualitas penanganan nyeri, pengkajian yang terus menerus
harus dilakukan baik pada saat awal mulai teridentifikasi nyeri sampai saat
setelah intervensi, mengingat nyeri adalah suatu proses yang bersifat dinamik,
sehingga perlu dinilai secara berulang-ulang dan berkesinambungan. Ada
beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai nyeri yaitu Simple
Descriptive Pain Distress Scale, Visual Analog Scale (VAS), Pain Relief

Visual Analog Scale, Percent Relief Scale serta 0 10 Numeric Pain


Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas 0 10 Numeric Pain
Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana pasien diminta untuk
merating rasa nyeri tersebut berdasarkan skala penilaian numerik mulai
angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka 10 yang berarti puncak dari
rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang dirasakan sudah bertaraf sedang.
F. PENANGANAN NYERI
1. Manajemen nyeri non farmakologik.
Pendekatan non farmakologik biasanya menggunakan terapi perilaku
(hipnotis, biofeedback), pelemas otot/relaksasi,akupuntur, terapi kognitif
(distraksi), restrukturisasi kognisi, imajinasi dan terapi fisik.
Nyeri bukan hanya unik karena sangat berbeda satu dengan yang lainnya
mengingat sifatnya yang individual, termasuk dalam penanganannya pun kita
seringkali menemukan keunikan tersebut, baik itu yang memang dapat kita terima
dengan kajian logika maupun yang sama sekali tidak bisa kita nalar walaupun kita
telah berusaha memaksakan untuk menalarkannya.
Sebuah kasus ; pernah suatu ketika saya dinas di ruang perawatan penyakit
kanker pada sistem reproduksi/DDS, dimana pasien dengan ca serviks stadium
IIIa merasa nyeri pada kuadran kiri bawah abdomennya, dan dia merasa
nyerinya berkurang hanya dengan menggenggam erat-erat sebuah kerikil warna
kelabu !!.
Hal tersebut jelas menggambarkan bahwa kadang-kadang, nyeri itu dapat
diselesaikan tanpa dengan medikasi sama sekali, berikut ini adalah faktor-faktor
yang mungkin dapat menerangkan mengapa nyeri tidak mendapatkan medikasi
sama sekali:
a.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan staf medis
Petugas kesehatan (dokter, perawat, dsb) seringkali cenderung berpikiran
bahwa pasien seharusnya dapat menahan terlebih dahulu nyerinya selama
yang mereka bisa, sebelum meminta obat atau penangannya, hal ini mungkin
dapat dibenarkan ketika kita telah mengetahui dengan pasti bahwa nyeri itu
adalah nyeri ringan, dan itupun harus kita evaluasi secara komprehensif,
karena bisa saja nyeri itu menjadi nyeri sedang atau bahkan nyeri yang berat,
apakah kondisi seperti ini dapat terus dibiarkan tanpa penanganan? Apakah
ketakutan untuk terjadinya adiksi apabila mendapatkan analgetik dapat
menyelesaikan masalah ?
b.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien
Pasien adalah manusia yang mempunyai kemampuan adaptif, yang
dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Ketika pasien masuk ke dunia rumah sakit sebenarnya ia telah siap untuk
menerima aturan dan konsekuensi di dunia tersebut, sehingga kadang-kadang,
karena takut dianggap tidak menyenangkan oleh petugas atau biar dapat
menyenangkan dimata petugas maka ia akan menahan informasi yang
menyatakan bahwa ia sekarang sedang mengalami nyeri, atau karena kondisi
fisiknya yang menyebabkan ia tidak mampu untuk mengatakan bahwa ia
nyeri, pada kondisi CKB misalnya.
Pada beberapa kasus seringkali nyeri ini juga merupakan suatu cara agar ia
mendapatkan perhatian yang lebih dari petugas kesehatan, apalagi apabila ia

merasa sudah melakukan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang


pasien, pada kondisi ini mungkin ada perbedaan yang mencolok antara pasien
kelas III dengan pasien yang di rawat di VVIP pada kondisi jeis nyeri yang
sama.
c.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan sistem
Sebagian pasien di rumah sakit adalah pasien dengan asuransi, yang telah
mempunyai standart tertentu di dalam paket pelayanan mereka, terkadang
pasien membutuhkan obat yang tidak termasuk dalam paket yang telah
ditentukan, sehingga ia harus mengeluarkan dana ekstra untuk itu, ceritanya
menjadi lain ketika ia tidak mempunyai dana ekstra yang dibutuhkan.
2.

Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik


Ada tiga kelompok utama obat yang digunakan untuk menangani rasa nyeri :
a. Analgetika golongan non narkotika
b. Analgetika golongan narkotika
c. Adjuvan

3.

Prosedur invasif
Prosedur invasif yang biasanya dilakukan adalah dengan memasukan opioid
ke dalam ruang epidural atau subarakhnoid melalui intraspinal, cra ini dapat
memberikan efek analgesik yang kuat tetapi dosisnya lebih sedikit. Prosedur
invasif yang lain adalah blok saraf, stimulasi spinal, pembedahan
(rhizotomy,cordotomy) teknik stimulasi, stimulasi columna dorsalis.

G. Kesimpulan
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal ini
karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu
kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga
menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek
kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non
farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan
sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka
mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara berbeda terhadap
nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu
dengan yang lainnya.
Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk
mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu
dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru
dari nyeri yang dirasakan oleh pasien.
H. Implikasi keperawatan
1. Perawat dituntut untuk mempunyai kapasitas yang memadai sebagai upaya
untuk memberikan asuhan keperawatan yang adekuat terhadap nyeri yang
dirasakan oleh pasien, untuk itu diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai
nyeri dan penangannya dimana hal ini bisa dilakukan dalam masa pendidikan
maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan secara terpadu.
2. Mengingat kompleknya aspek nyeri, dan banyaknya keluhan ini ditemukan
pada pasien maka sudah saatnya perawat membentuk suatu tim keperawatan

yang khusus yang menangani nyeri baik di tatanan rawat jalan maupun rawat
inap.
3. Perawat dituntut untuk mampu menjembatani kepentingan pasien terkait
dengan nyeri dan penanganannya sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Pengetahuan dan ketrampilan mengenai penanganan nyeri baik pendekatan
non farmakologis maupun farmakologis serta tindakan yang lainnya mutlak
diperlukan dan dikuasai oleh perawat.

MANAJEMEN NYERI DALAM SUATU TATANAN TIM


MULTI DISIPLIN

I. DEFINISI
IASP 1979 (International Association for the Study of Pain)
suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan
The Veterans Health Administration, 1999
memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima,
jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah
dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Sternbach (1968)
konsep yang abstrak yang merujuk kepada sensasi pribadi
tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan akan
terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk melindungi
organisme dari bahaya.
McCaffery (1979)
nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika dia
mengatakan tentang nyeri apapun yang dikatakan tentang nyeri
dan ada dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada .

II. Tipe Nyeri


The National Institutes of Health Consensus Conference on Pain
1986.
Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau
pembedahan,
Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan
jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif,
Nyeri kronik keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan
kanker atau proses penyakit lain yang progresif.

III. Penanganan nyeri

Manajemen nyeri non farmakologik.


terapi perilaku (hipnotis, biofeedback), pelemas otot/
relaksasi,akupuntur, terapi kognitif (distraksi), restrukturisasi
kognisi, imajinasi dan terapi fisik.

Manajemen nyeri dengan pendekatan farmakologik

Ada tiga kelompok utama obat yang digunakan untuk menangani


rasa nyeri :
Analgetika golongan non narkotika
Analgetika golongan narkotika
Adjuvan

Prosedur invasif
Prosedur invasif yang biasanya dilakukan adalah dengan
memasukan opioid ke dalam ruang epidural atau subarakhnoid
melalui intraspinal, cara ini dapat memberikan efek analgesik
yang kuat tetapi dosisnya lebih sedikit. Prosedur invasif yang lain
adalah
blok
saraf,
stimulasi
spinal,
pembedahan
(rhizotomy,cordotomy) teknik stimulasi, stimulasi columna
dorsalis.

IV. Hambatan dalam penanganan nyeri


1.

Ketakutan akan timbulnya adiksi

adiksi sering persepsikan sama dengan


pengertian toleransi dan ketergantungan fisik.

Ketergantungan fisik adalah munculnya


sindrom putus zat akibat penurunan dosis zat psikoaktif atau
penghentian zat psikoaktif secara mendadak.

Toleransi adalah kebutuhan untuk terus


meningkatkan dosis zat psikoaktif guna mendapatkan efek yang
sama, sedangkan adiksi adalah suatu perilaku yang merujuk
kepada penggunaan yang berulang dari suatu zat psikoaktif,
meskipun telah diketahui adanya efek yang merugikan.
2.
Pengetahuan yang tidak adekuat
dalam
manajemen nyeri

perbaikan kualitas pendidikan sangat diperlukan sehingga


tercipta tenaga kesehatan yang handal, salah satu terobosan yang
sudah dilakukan adalah dengan masuknya topik nyeri dalam
modul PBL dalam pendidikan keperawatan.

Pengkajian merupakan hal yang mendasar yang menentukan


dalam kualitas penanganan nyeri:
Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk
menilai nyeri yaitu :
o Simple Descriptive Pain Distress Scale,
o Visual Analog Scale (VAS),
o Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief Scale

o 0 10 Numeric Pain Distress Scale

V. Kesimpulan
Pendekatan yang holistik/ menyeluruh,
Biopsikososialkultural dan spiritual,
Pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik
tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri,
keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka
mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berespon
secara berbeda terhadap nyeri.
Pengkajian secara berkesinambungan

VI.Implikasi keperawatan
1.

Perawat dituntut untuk mempunyai kapasitas yang


memadai sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan
yang adekuat terhadap nyeri yang dirasakan oleh pasien, untuk
itu diperlukan suatu pendidikan khusus mengenai nyeri dan
penangannya dimana hal ini bisa dilakukan dalam masa
pendidikan maupun dalam bentuk pelatihan-pelatihan secara
terpadu.
2.
Mengingat kompleknya aspek nyeri, dan banyaknya
keluhan ini ditemukan pada pasien maka sudah saatnya perawat
membentuk suatu tim keperawatan yang khusus yang
menangani nyeri baik di tatanan rawat jalan maupun rawat
inap.
3.
Perawat dituntut untuk mampu menjembatani
kepentingan pasien terkait dengan nyeri dan penanganannya
sesuai dengan kebutuhan pasien.
4.
Pengetahuan dan ketrampilan mengenai penanganan
nyeri baik pendekatan non farmakologis maupun farmakologis
serta tindakan yang lainnya mutlak diperlukan dan dikuasai
oleh perawat.

You might also like