Professional Documents
Culture Documents
Pokok Bahasan
: Osteoarthtritis
Sasaran
Hari / Tanggal
Waktu
Tempat
: Ruang Rawat Inap dan Rawat Jalan Rumah Sakit Bhakti Rahayu
Denpasar
A. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terusmenerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis
dan biokimia pada tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan
kemampuan
jaringan
untuk
memperbaiki
diri
atau
mengganti
dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahap terhadap infeksi serta
memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan
mengalami berbagai masalah kesehatan
(Maryam, 2008).
Lansia dapat dikatakan usia emas karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut,
maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan keperawatan baik yang bersifat promotif
maupun preventif agar ia dapat menikmati masa usia emas serta mejadi usia lanjut yang berguna
dan bahagia. Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Maryam, 2008).
Saat ini, di seluruh dunia jumlah lansia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60
tahun dan diperkirakan pada 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Bandiyah, 2009). Hasil sensus
penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar Negara dengan jumlah
penduduk lansia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6%
dari jumlah penduduk. Berdasarkan proyeksi Bappenas tentang peningkatan jumlah penduduk
lansia, jumlah penduduk lansia dengan usia 60 tahun atau lebih akan meningkat dari 18,1 juta
jiwa pada tahun 2010 akan menjadi dua kali lipat yaitu 36 juta jiwa pada 2025 (Cakrawala,
2013). Berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 rata-rata usia harapan hidup di
Indonesia sendiri termasuk cukup tinggi yaitu 71 tahun (Mayasari, 2012). Sedangkan
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Bali pada akhir tahun 2010 jumlah lansia di Provinsi
Bali mencapai 9,77% dari jumlah penduduk dengan rata-rata usia harapan hidup yaitu 70 tahun
(Antara Bali, 2011). Maka dari itu untuk meningkatkan rata-rata usia harapan hidup yang
merupakan salah indikator kesehatan suatu negara membutuhkan upaya pemeliharaan serta
peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan
produktif (pasal 19 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dalam Maryam, 2008).
Berbagai perubahan yang paling sering terjadi pada lansia karena proses menua yaitu
pada sistem muskuloskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporotik), pembesaran sendi,
pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan diskus intervertebalis dan kelemahan otot
(Smeltzer, 2002). Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia dapat mempengaruhi fisik dan
fisiologisnya. Salah satu gangguan persendian pada lansia yaitu kelainan sendi degeneratif
(Osteoarthritis) (Maryam, 2008).
Osteoarthritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang dan
sendi berupa disintegrasi dan pelunakan yang diikuti dengan pertambahan pertumbuhan pada tepi
tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofit dan fibrosis pada kapsula sendi (Muttaqin,
2008). Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degenerative merupakan kelainan
sendi yang paling sering ditemukan dan kerap kali menimbulkan ketidakmampuan (Smeltzer,
2002).
Di seluruh dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 tahun keatas
terkena osteoarthritis. Osteoarthritis adalah bentuk penyakit sendi tersering di dunia (Brashers,
2007). Insidens Osteoarthritis pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan meningkat lebih
dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun. Angka kejadian Osteoarthritis di Indonesia cukup besar.
Diperkirakan, sekitar satu hingga dua juta penduduk Indonesia mengalami disabilitas karena
Osteoarthritis. Sekian banyak orang yang mengalami penyakit persendian yang di tangani oleh
dokter, sebanyak 70% dari mereka mengalami osteoarthritis.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO, satu diantara enam orang yang berusia
diatas 70 tahun menderita penyakit Osteoarthritis. Secara garis besar, untuk usia 15-45 tahun
angka kejadiannya hanya 5% sedangkan untuk usia 45-70 tahun keatas angka kejadiannya
meningkat menjadi 60%-90%. Jadi orang yang berusia diatas usia 45 tahun rata-rata beresiko
tinggi mengidap penyakit Osteoarthritis (Rita, 2011). Kellgren dan Lawrence melaporkan bahwa
prevalensi terjadinya osteoarthritis lutut adalah 40,7% pada perempuan, dan 29,8% pada laki-laki
dengan usia 55-64 tahun. Peningkatan prevalensi osteoarthritis sering dijumpai seiring dengan
peningkatan usia. Nyeri lutut merupakan keluhan utama pada osteoarthritis lutut (Mayasari,
2012). Osteoarthritis terjadi sama banyak di kedua jenis kelamin dan dialami sekitar 83% sampai
87 % pada individu antara usia 55 dan 64 tahun (Stockslager, 2007).
Osteoarthtritis menimbulkan berbagai masalah kesehatan yaitu penurunan kemampuan
fisiologis, perubahan psikologis, keterbatasan interaksi sosial, keterbatasan dalam melaksanakan
kebutuhan spiritual dan menurunnya produktivitas kerja (DEPSOS RI, 2006). Masalah ekonomi,
psikologi dan sosial dari osteoarthritis sangat besar, tidak hanya untuk penderita tetapi juga
keluarga dan lingkungan (Conaghan, 2008).
Masalah fisiologis pada lanjut usia dengan osteoarthtritis adalah nyeri (Potter, 2006).
Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oleh sinovial dan degradasi kartilago berkaitan dengan
degradasi kolagen dan proteoglikan oleh enzim autolitik seluler. Secara makroskopis tampak
iregularitas pada permukaan tulang rawan yang dilanjutkan dengan ulserasi dan penurunan
kandungan glikosaminoglikan yang terdiri dari kondroitin sulfat, keratin sulfat dan asam
hialuronat. Terjadi fibrilasi atau iregularitas oleh karena mikrofraktur pada permukaan rawan
sendi yang memiliki serabut saraf C berdiameter kecil tidak bermielin-nocireseptor. Nocireseptor
ini mampu melepaskan substansi P dan calcitonin gene related peptide (CGRP) menstimulasi
respon nyeri dan inflamasi (Brunner dan Suddart, 2010).
Dampak nyeri pada osteoarthritis adalah penurunan kualitas harapan hidup seperti
kelelahan yang demikian hebatnya, menurunkan rentang gerak tubuh dan nyeri pada gerakan.
Kekakuan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri yang hebat pada awal gerakan
akan tetapi kekuan tidak berlangsung lama yaitu kurang dari seperempat jam. Kekakuan di pagi
hari menyebabkan berkurangnya kemampuan gerak dalam melakukan gerak ekstensi,
keterbatasan mobilitas fisik dan efek sistemik yang ditimbulkan adalah kegagalan organ dan
kematian (Price. S.A, 2005).
Terapi yang diberikan untuk mengatasi nyeri baik serangan subakut dan kronis pada
lanjut usia dengan osteoarthritis adalah terapi farmakologi dari golongan analgesik dan
antiinflamasi seperti Non Steroid Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs) dan Disease Modifying
Antirheumatoid Drugs (DMARDs) (Brunner & Suddarth, 2010). Efektifitas terapi farmakologi
tersebut bertujuan mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai, melindungi sendi
dan tulang dari proses destruksi (WHO, 2010).
Kekurangan terapi farmakologi dari golongan analgesik dan antiinflamasi seperti NSAID
dan DMARD dapat memperberat kondisi osteoarthritis karena konsumsi dalam jangka waktu
lama yang merupakan faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama (Brunner & Suddarth,
2010). NSAID tidak memiliki khasiat yang dapat melindungi rawan sendi dan tulang, efek
analgesiknya lemah, tidak menghentikan kerusakan musculoskeletal (WHO, 2010). Kekurangan
terapi NSAID pada sistem organ yang lain dapat menyebabkan erosi mukosa lambung, ruam atau
erupsi kulit, menimbulkan nekrosis papilar ginjal, gangguan fungsi trombosit dan meningkatkan
tekanan darah (Brunner & Suddarth, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Andrea (2002) dalam Masyhurrosyidi (2013)
tentang pengaruh kompres hangat terhadap nyeri pada lanjut usia dengan osteoarthritis di Rumah
Sakit Rehabilitasi Medik Semarang untuk mendapatkan efek analgetik dan relaksasi otot serta
mengontrol dan mengatasi nyeri sehingga keluarga mampu memberikan perawatan dasar lanjut
usia di rumah. Efektifitas kompres hangat dapat menyebabkan vaso dilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan aliran darah untuk mendapatkan efek analgesik dan relaksasi otot sehingga proses
inflamasi berkurang (Lemone & Burke, 2001). Terapi kompres hangat dilakukan pada stadium
subakut dan kronis pada osteoarthritis untuk mengurangi nyeri, menambah kelenturan sendi,
mengurangi penekanan (kompresi) dan nyeri pada sendi dapat melemaskan otot serta
melenturkan jaringan ikat (tendon ligament extenbility) (Junaidi, 2006).
Kandungan jahe bermanfaat untuk mengurangi nyeri osteoarthritis karena jahe memiliki
sifat pedas, pahit dan aromatik dari Oleoresin seperti zingeron, gingerol dan shogaol. Oleoresin
memiliki potensi antiinflamasi dan antioksidan yang kuat. Kandungan air dan minyak tidak
menguap pada jahe berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas
Oleoresin menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer
(Swarbrick dan Boylan, 2002). Komponen jahe mampu menekan inflamasi dan mampu mengatur
proses biokimia yang mengaktifkan inflamasi akut dan kronis seperti osteoarthritis dengan
menekan pro-inflamasi sitokinin dan cemokin yang diproduksi oleh sinoviosit, kondrosit,
leukosit dan jahe ditemukan secara efektif menghambat ekspresi cemokin (Phan, 2005).
Dari latar belakang tersebut kami tertarik untuk memberi penyuluhan tentang kompres
hangat rebusan jahe untuk meredakan nyeri pada osteoarthtritis.
B.
TUJUAN
1.
Tujuan Umum
Setelah mendapat penyuluhan selama 30 menit pasien dan keluarga pasien dapat
memahami tentang manfaat kompres hangat rebusan jahe untuk meredakan nyeri pada
osteoarthtritis.
2.
Tujuan Khusus
METODE :
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Demonstrasi
D.
MEDIA :
1. Leaflet pemberian kompres hangat rebusan jahe sebagai pereda nyeri osteoarthtritis
2. Power point pemberian kompres hangat rebusan jahe sebagai pereda nyeri osteoarthtritis
E.
ISI MATERI :
1. Pengertian nyeri osteoarthritis
2. Penyebab osteoarthritis
3. Klasifikasi osteoarthritis
4. Tanda dan gejala osteoarthritis
5. Pengkajian nyeri Osteoarthritis
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri osteoarthritis
7. Penatalaksanaan nyeri osteoarthritis
8. Pencegahan osteoarthritis
9. Kompres hangat rebusan jahe sebagai pereda nyeri osteoarthritis
10. Indikasi dan kontraindikasi pemberian kompres jahe hangat
11. Cara pembuatan dan pemberian kompres hangat rebusan jahe
F.
PROSES PELAKSANAAN
No
1
Waktu
5 menit
Kegiatan
Pembukaan :
a. Salam pembuka
b. Perkenalan
20
menit
membalas
salam
c. Menyampaikan tujuan
c. Mendengar
disampaikan
tujuan
yang
d. Kontrak waktu
e. Melakukan apersepsi
Penyampaian materi :
a. Pengertian, penyebab,
tanda dan gejala,
pencegahan,
pengkajian nyeri,
penatalaksanaan nyeri
dan faktor-faktor yang
mempengaruhi
persepsi nyeri dari
osteoarthritiss
b. Mekanisme kompres
b. Peserta mengetahui mekanisme
hangat rebusan jahe
kompres hangat rebusan jahe
dapat meredakan nyeri
dapat meredakan nyeri
osteoarthtritis serta
osteoarthtritis serta indikasi
indikasi dan
dan kontraindikasi kompres
kontraindikasi
hangat rebusan jahe
kompres hangat
rebusan jahe
c. Mendemonstrasikan
cara pembuatan dan
pemberian kompres
hangat rebusan jahe
3
5 menit
Penutup
Melakukan evaluasi
penyuluhan:
a. Sesi tanya jawab
G.
SETTING TEMPAT
PENYAJI
OBSERVER
PESERTA
PESERTA
MODERATOR
A
N
G
G
O
TA
PESERTA
PESERTA
PESERTA
PESERTA
ANGGOTA
H.
PENGORGANISASIAN
Penyaji
Moderator
Observer
Anggota
A
N
G
G
O
TA
PESERTA
PESERTA
PESERTA
I.
RENCANA EVALUASI
1.
Struktur :
a.
Materi disiapkan dalam bentuk makalah dan disajikan dengan power point agar lebih
mudah saat penyampaian kepada audience.
b.
Persiapan media : Media yang digunakan adalah layar, LCD, laptop dan wireless dalam
penyuluhan semuanya lengkap
c.
2.
Tempat : Ruang rawat Inap dan rawat jalan RS Bhakti Rahayu Denpasar.
Proses penyuluhan :
a. Penyuluhan kesehatan tentang kompres hangat rebusan jahe berjalan dengan lancar,
audience mendengarkan dan berinisiatif untuk bertanya tentang apa yang
sudah di
Hasil penyuluhan
1.
2.
3.
Mekanisme kompres hangat rebusan jahe dapat meredakan nyeri osteoarthtritis yang
disampaikan oleh penyaji dengan kriteria mampu menjawab pertanyaan yang akan diberikan
oleh team penyuluh
K.
c.
d.
Daftar Pustaka
Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogjakarta : Nuha Medika
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan & Manajemen edisi 2.
Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Cakrawala. 2013. Puskesmas dan Pos Yandu Lansia Akan Diperbanyak. Jakarta :
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?mid=5&catid=23&nid=1131. Diakses tanggal
8 November 2013.
Conaghan, P.G., Dickson, J., dan Grant, R.L., (2008). Care And Management Of Osteoarthritis In
Adults:
Summary
of
NICE
guidance.
British
Medical
Journal.
http://muse.jhu.edu/journals/journal_of_democracy/related/v01
9/19.2conaghan.html.
Diakses tanggal 8 November 2013.
Departemen Sosial RI. (2006). Pedoman Pendampingan dan Perawatan Lanjut Usia di Lingkungan
Keluarga (Home Care). Jakarta : ECG.
Junaidi. (2006). Rematik dan Asam Urat. PT: Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Jakarta.
Lemone & Burke, (2001). Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition,
California : Addison Wesley Nursing.
Masyhurrosyidi, Hadi. 2013. Pengaruh Kompres Hangat Rebusan Jahe terhadap Tingkat Nyeri
Subakut dan Kronis Pada Lanjut Usia dengan Osteoarthtritis Lutut di Puskesmas Arjuna
Kecamatan Klojen Malang Jawa Timur. Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang. (Online diakses tanggal 08 November 2013)
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/Majalah%20HADI
%20MASYHURROSYIDI.pdf
Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Mayasari,
WHO.
Yogjakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta : EGC
Phan, P.V., Sohrabi, A., Polotsky, A. (2005). Ginger Extract Components Suppress Induction Of
Chemokine Expression In Human Synoviocytes. J. Altern. Complement. Med. 11, 149154.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik volume 2
edisi 4. Jakarta : EGC
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta :
EGC
Rita.
Smeltzer, Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah volume 1 edisi 8. Jakarta : EGC
Stockslager, Jaime.L. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik edisi 2. Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Swarbrick, J., dan J.C. Boylan. (2002). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Second Edition
Volume 3. Marcel Dekker, Inc: New York. Hal: 2067.
World Health Organization. WHO. (2010). A Tabulation Of Available Data On The Frequency and
Mortality Of Rheumatology (Bone and Joint Decade). Geneva.
World Health Organization. WHO. (2010). Western Pacific Region, International Association for the
Study of Obesity, International Obesity Task Force. Redifining Obesity and Its Treatment
[serial
on
the
internet].
2010
Aug
20
;
from:http://www.wpro.who.int/internet/resources.ashx/NUT/Rede
fine+obsty.