Professional Documents
Culture Documents
205 01 0007
ATRESIA EKSOFAGUS
1. DEFENISI
Atresia eksofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan
tidak menyambungnya eksofaguas bagian proksimal dan eksofagus bagian distal.
Atresia eksofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoeksofagus, yaitu kelainan
kengenital dimana terjadi persambungan abnormal antara eksofagus dan trakeal.
Masalah atresia eksofagus adalah ketidakmampuan untuk menelan, makan
secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri, dan sekresi dari
lambung.
2. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan atresia esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 %
jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih
berhubungan dengan sindroma trisomi 21, 13 dan 18 dengan dugaan penyebab
genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut
sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan
tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut. Selama embryogenesis
proses elongasi dan pemisahan trakea dan esofagus dapat terganggu. Jika
pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan
terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian
depan dan belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esofagus.
Atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki
kelainan kelahiran seperti:
menuju usus, akibat dari hal ini maka akan terjadi poli
sebenaranya dapat memanfaatkan cairan amnion sehingga janin dengan atresi eksofagus
lebih kecil dari usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia eksofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi jika terjadi aspirasi susu maupun air liur. Apabila
TEF distal dapat paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat
mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis atau menerima ventilasi. Hal ini dapat
menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali mematikan. Penelitian mengenai
manometrik eksofagus menunjukan eksofagus distal seringkali dismotil dengan peristaltik
yang jelek atau tanpa peristaltic hal ini menibulkan berbagai derajat disfagi setelah
manipulasi dan berlanjut menuju refluks eksofagus.
Trakea juga dapat kolaps secara parsial setelah makan, setelah manipulasi, atau
ketika refluks eksofagus, yang menjurus ke kegagalan napas, hipoksia bahkan apnea.
4. KLASIFIKASI ATRESIA ESOPHAGUS MENURUT VOGHT
benar-benar
berakhir
tanpa
hubungan
dengan
segmen
dimasukkan ke dalam lambung. (3). Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut yang
berlebihan. (4). Jika tersendak, sianosis, atau batuk dalam upaya menelan makanan.
Pada bayi yang dengan hanya atresia, diagnosis biasanya dibuat setelah
kelahiran. Saliva secara penuh mengisi mulut, kemudian mengalami regurgitasi. Bayi
dengan fistula pada bagian proksimal menghambat pernafasan, distress, dan sianosis
selama makan. Pada bayi dengan atresia dan fistula distal menghasilkan saliva yang
banyak dan regurgitasi muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder
yang terjadi akibat refluks dari isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk keperut,
sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga
mengganggu pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula
proksimal yang memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula
trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan
tersedak sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen intermitten. Pada
beberapa kasus yang jarang, kelainan dapat diagnosis pada masa kanak-kanak.
Sedangkan pada pasien dewasa biasanya muncul dengan pneumonia rekuren dan
bronkiektasis.
b. Pemeriksaan Penunjang
a)Foto Thoraks.
Gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk
adanya kelainan pada esofagus. Dimana jika didapatkan penebalan difus pada
mediastium dengan air fluid level dapat dicurigai akalasia. Untuk masa pada esofagus
cukup
jarang
dideteksi
untuk
mengevaluasi
motilitas,
refluks,
dan
aspirasi.
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto thoraks termasuk abdomen atas
dengan memasukkan sonde lambung kedalam esofagus, kalau perlu kateter diisi kontras
non-ionik. Diagnosis atresia esofagus dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto pada
posisi postreroanterior (PA) dan lateral. Dimana akan didapatkan gambaran gulungan
nasogastrik tube pada bagian proksimal kantung esofagus. Selain itu, lokasi arkus aorta
juga dapat terlihat. Pneumonia asprisai (khususnya pada bagian lobus kanan atas) dan
atelektasis juga sering didapatkan. Selain itu, gangguan motilitas akan ditemukan pada
anak dengan atresia esofagus dana dapat dilihat video fluoroskopi. Pada gangguan
motilitas esofagus gambaran yang didapatkan adalah penyempitan esofagus, transit
esofagus yang melambat, dan disorganisasi transit esofagus.
Berikut gambaran foto thorak yang didapatkan sesuai dengan tipe atresia
esofagus yang ada:
1. Atresia esofagus tanpa fistula.
Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan menyebabkan trakea
maju ke bagian depan. Abdomen yang berisi gas mungkin terlihat. Udara normalnya
terlihat di dalam perut 15 menit setelah setelah kelahiran. Kantung esofagus bagian
bawah
dapat
dilihat
dengan
menggunakan
barium
atau
pemasukan
dengan
gastrostonomi.
2. Atresia esofagus dengan fistula distal.
Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati fistula
kemungkinan akan ditemukan. Foto akan memperlihatkan gambaran udara yang sedikit
jika fistula okolusi. Sejumlah udara akan terlihat pada esofagus, meskipun biasanya udara
dalam esofagus pada neonatus dan anak-anak normal.
3. Atresia esofagus dengan fistula proksimal.
Pada gamabaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan pada
atresia esofagus tanpa fistula. Abdomen yang berisi gas dapat terlihat. Pemeriksaan
dengan menggunakan barium mungkin akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan
ini. Gambaran fistula membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada
kantung proksimal.
4. Fistula tanpa atresia.
Pneumonia rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia secara umum.
Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara akan terlihat pada esophagus.
Pemeriksaan dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk diagnosis. Kontrak
non-ionik merupakan pilihan kontras; dilusi barium dapat digunakan sebagai kontras
alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto kontas menunjukkan trakea tanpa
gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya dilakukan.
b) Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan CT-scan jarang dilakukan untuk mendiagnosa atresia esofagus.
Pemeriksaan ini merupakan periksaan 3 dimensi esofagus dalam hubungannya dengan
struktur yang berdekatan. Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih
dewasa. Gambar CT-scan penampakan aksial sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan
hanya terlihat sebagian. Pemeriksaan CT penampakan sagital selalu digunakan untuk
diagnosis
atresia
esofagus
pada
neonatus
secara
akurat.
Metode
ini
dapat
memperlihatkan gambar panjang esofagus, lengkap dengan atresia, fistula dan batasbatasnya. Pemeriksaan ini jika dikombinasikan dengan endoskopi akan lebih memberi
keuntungan, sebagai tambahan untuk memfasilitasi pemahaman hubungan anatomi yang
kompleks.
c) Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk diagnosis atresia
esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan sebelum kelahiran. Pada
pemeriksaan
ini
ditemukan
adanya
gelembung
udara
pada
perut
fetus
yang
Tanda awal dari atresia esofagus pada bayi yang berupa polihidramnion
menyebabkan atresia esofagus memiliki banyak diferensial diagnosis, antara lain :
1. Atresia intestinal
2. Hidrofetalis.
3. Cacat batang otak.
4. Hernia difragmatika.
5. Lesi intrathorakal
6. PENATALAKSANAAN
Atresia
merupakan
kasus
gawat
darurat.
Prabedah,
penderita
seharusnya
dan
pengelolaan
anomaly
penyerta.(7)
Sebelum dilaksanakan tindakan bedah, maka anomali kogenital lain pada bayi terlebih
dahulu dievaluasi. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi
kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen bertujuan
mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi. Foto thoraks dan
abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan kontraks tidak terlaku sering
dibutuhkan
untuk
mengevaluasi
atresia
esofagus.
Echocardiogram
dan
renal
10
anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada
hari kesepuluh akan menolong keberhasilan anastomosis.
7. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada
atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah sebagai berikut;
1. Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dinding esofagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi
sudah mulai makan dan minum.
2. Gastrosofagus refluks. Kira-kira 50% bayi yang menjadi operasi ini akan mengalami
gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik
atau refluks ke esofagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau
pembedahan
3. Fistula trakeosofagus berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan
seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat
esofagus yang diperbaiki.keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air mutu tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersendak. Komplikasi ini berhubungan dengan proses menalar
makanan, terhadap makanan dan aspirasi makanan kedalam trakea.
6. Batuk kronis merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus. Hal ini disebabkan oleh kelemahan dari trakea.
11
12