Professional Documents
Culture Documents
I.
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer, 2002).
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain
daripada gangguan vaskuler.
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat
pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu
pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke menginterupsi atau
mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau
nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) . Menurut
Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri
yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh misalnya
trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan arteritis
yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke otal
menurun yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Padila, (2012)
Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi
aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau
embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non hemoragik
adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya
pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis, trombus
dan embolus.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe bbrpa hari
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
5. Kehilangan komunikasi
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
8. Disfungsi Kandung Kemih
Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :
No
1.
Defisit neurologi
Defisit lapang penglihatan
Manifestasi
a. Tidak menyadari orang atau objek, mengabaikan
a. Homonimus Hemlanopsia
Kehilangan penglihatan
perifer
b. Diplopia
2.
Defisit Motorik
a. Hemiparesis
b.
Hemiplegia
c. Ataksia
d.
Disatria
2.
Disfagia
sama.
b. Berjalan tidak mantap, tidak mampu menyatukan
kaki.
c. Kesulitan dalam membentuk kata
d. Kesulitan dalam menelan.
3.
4.
Defisit verbal
a. Fasia ekspresif
b. Fasia reseptif
c. Afasia global
a.
Kesemutan
5.
Defisit kognitif
lapang
perhatian,
tidak
mampu
Defisit Emosional
E. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 46 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
(Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Muttaqin, 2008).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih
dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71%
pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999
dalam Muttaqin, 2008).
F. Faktor Resiko
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu:
1. Faktor resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari
jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit
jantung kongestif.
c) Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d) Kolesterol tinggi
e) Infeksi
f) Obesitas
g) Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h) Diabetes
i) Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi
j) Penyalahgunaan obat (kokain)
k) Konsumsi alkohol
2. Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsurangsur turun kembali.
4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
II.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemorhagik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
4. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
Oleh karena klien harus menjalani rawat inap, maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang suatu
penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan
perawatan dapat mernengaruhi keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat memengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan keluarga. Perawat
juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak
gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah: keterbatasan yang
diakibatkan.oleh defisit neurolcgis dalam hubungannya dengan peran sosial
klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan
neurologis di dalam sistem dukungan individu.
7. Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan
B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a. B1 (Breathing): Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
pakaian
tanpa
bantuan
karena
ketidakmampuan
untuk
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
11. Pengkajian Sistem Motorik: Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN)
dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak
12. Pengkajian Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi
terdapat ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi
persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual.
Menurut Doenges (2012) data dasar pengkajian pada pasien NHS yaitu:
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia)
Tanda: gangguan tonus otot, hemiplagia, dan terjadi kelemahan umum,
gangguan pengelihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung , polisitemia, riwayat hipotensi postural,
Tanda: hipertensi arterial,nadi bisa bervariasi karena pengaruh jantung,
disaritmia, perubahan EKG
3. Integritas ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi
abdomen, bising usus negatif
5. Makanan/ cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan tenggorok, disfagia, ada
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal)
6. Neurosensori
Gejala : sinkope/ pusing, sakit kepala, kelemahan/ kesemutan/ kebas, sisi
yang terkena terlihat seperti mati/ lumpuh, pengelihatan menurun,
pengelihatan ganda, atau gangguan yang lain, gangguan pengecapan.
Tanda: status mental/ kesadaran; biasanya terjadi koma pada tahap awal
haemorhagic, pada wajah terjadi paralisis atau parese (ipsilateral), afasia,
kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsang
visual, apraksia
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang stabil, gelisah, ketegangan pada otot.
8. Pernapasan
Gejala: merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan napas
9. Kemanan
Tanda: motorik/ sensorik akan masalah dengan pengelihatan, perubahan
persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan), kesulitan untuk
melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan), kesulitan menelan, tidak
mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri.
struktur atau fungsi, perasaan negatif tentang tubuh, perasaan tidak berdaya,
tidak melihat atau menyentuh pada bagian yang sakit.
7. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan
kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal
sumber informasi, ditandai dengan: meminta informasi, penyataan kesalahan
informasi, ketidak akuratan mengikuti instruksi.
C. Intervensi
Adapun intervensi keperawatn yang diterapkan pada pasien NHS menurut
Doengoes (2012), yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan aliran darah: gangguan
oklusif, vasospasme serebral, edema serebral ditandai dengan perubahan
tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan dalam respon motorik/
sensori: gelisah, defisit sensori bahasa, intelektual, perubahan tanda- tanda
vital.
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan tingkat kesadaran; biasanya/membaik, fungsi kognitif,
dan motorik/ sensori
b. Mendemontrasikan tanta- tanda vital stabil, dan tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
c. Menunjukkan tidak ada tanda-tanda kelanjutan/ kekambuhan.
Intervensi:
a. Tentukan faktor faktor yang berhubungan dengan keadaan/ penyebab
khusus selama koma/ penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
Rasional:
Mempengaruhi
penetapan
intervensi.
Kerusakan
atau
Kriteria hasil:
a. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipersepsikan
Intervensi:
a. Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti pasien tampak tidak memahami kata,
atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional: membantu menentukan daerah dan kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
komunikasi.
b. Minta pasien untuk mengucapkan kata sederhana seperti pus
Rasional: mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari
bicara seperti lidah yang dapat mempengaruhi artikulasi.
c. Anjurkan
pengunjung
untuk
mempertahankan
usahanya
untuk
kemampuan
pasien
untuk
menerima
lingkungan
dan
lingkungan
yang
sederhana,
pindahkan
perabt
yang
membahayakan.
Rasional: membatasi jumlah stimulasi pengelihatan, mencegah resiko
kecelakaan.
d. Anjurkan klien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi
bagian tubuh tertentu. Buat pasien memperhatikan bagian tubuh yang
terabaikan.
Rasional: penggunaan stimulasi pengelihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintegrasikan kembali sisi yang sakit.
5. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan otot dan daya tahan,
koordinasi otot, kerusakan kognitif, nyeri dan depresi ditandai dengan:
kerusakan kemampuan AKS.
Kriteria Hasil:
a. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
b. Mengidentifikasi sumber komunitas/ pribadi memberikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk menentukan kebutuhan
sehari- hari
penentuan
faktor
secara
individu
membantu
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Corwin, Elizabeth J . 2009 . Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: E G C.
Doengoes, Marilyn dkk . 2012 . Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit
ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan .
Jakarta: Sagung Seto.
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit .
Jakarta: Indeks.
Wilkinson, Judith . 2013 . Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC.
Jakarta: EGC .