You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM

DIGITAL SIGNAL PROCESSING


PRAKTIKUM IV
SAMPLING DAN ALIASING

NAMA

: NADYA AMALIA

NIM

: J1D108034

ASISTEN

: JEDIYANU WIGAS TUU

PROGRAM STUDI S-1 FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2011

PRAKTIKUM IV
SAMPLING DAN ALIASING

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat memahami

pengaruh pemilihan jumlah sample dan pengaruhnya pada proses recovery sinyal.
II.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam proses pengolahan sinyal analog, sinyal input masuk ke Analog

Signal Processing (ASP), diberi berbagai perlakukan (misalnya pemfilteran,


penguatan,dsb.) dan outputnya berupa sinyal analog.
Proses pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda.
Komponen utama system ini berupa sebuah processor digital yang mampu bekerja
apabila inputnya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa sinyal analog
perlu proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat yang bernama
analog-to-digital conversion (ADC), dimana sinyal analog harus melalui proses
sampling, quantizing dan coding. Demikian juga output dari processor digital
harus melalui perangkat digital-to-analog conversion (DAC) agar outputnya
kembali menjadi bentuk analog. Ini bisa kita amati pada perangkat seperti PC,
digital sound system, dan sebagainya.
Berdasarkan pada penjelasan diatas kita tahu betapa pentingnya satu proses
yang bernama sampling. Setelah sinyal waktu kontinyu atau yang juga popoler
kita kenal sebagai sinyal analog disampel, akan didapatkan bentuk sinyal waktu
diskrit. Untun mendapatkan sinyal waktu diskrit yang mampu mewakili sifat
sinyal aslinya, proses sampling harus memenuhi syarat Nyquist:
fs > 2 fi

(i)

dimana:
fs = frekuensi sinyal sampling
fi = frekuensi sinyal informasi yang akan disampel
Fenomena aliasing proses sampling akan muncul pada sinyal hasil sampling
apabila proses frekuensi sinyal sampling tidak memenuhi criteria diatas.

Perhatikan sebuah sinyal sinusoida waktu diskrit yang memiliki bentuk


persamaan matematika seperti berikut:
x(n) = A sin(n +)

(ii)

dimana:
A = amplitudo sinyal
= frekuensi sudut
= fase awal sinyal
Frekuensi dalam sinyal waktu diskrit memiliki satuan radian per indek
sample, dan memiliki ekuivalensi dengan 2f.

Gambar 1. Sinyal sinus diskrit.


Sinyal sinus pada Gambar 3 tersusun dari 61 sampel, sinyal ini memiliki
frekuensi f = 50 dan disampel dan disempel dengan Fs = 1000. Sehingga untuk
satu siklus sinyal sinus memiliki sample sebanyak Fs/f = 1000/50 = 20 sampel.
Berbeda dengan sinyal waktu kontinyu (C-T), sifat frekuensi pada sinyal
waktu diskrit (D-T) adalah:
1. Sinyal hanya periodik jika f rasional. Sinyal periodic dengan periode N
apabila berlaku untuk semua n bahwa x(n+N) = x(n). Periode fundamental
NF adalah nilai N yang terkecil.
Sebagai contoh: agar suatu sinyal periodik maka
cos(2(N+n)+) = cos(2n+) = cos(2n++2k)

2fN = 2k = f harus rasional

2. Sinyal dengan fekuensi beda sejauh k2(dengan k bernilai integer) adalah


identik. Jadi berbeda dengan kasus pada C-T, pada kasus D-T ini sinyal
yang memiliki suatufrkeuensi unik tidak berarti sinyal nya bersifat unik.
Sebagai contoh:
cos[( + 2)n + ] = cos ( + 2)
karena cos( + 2) = cos(). Jadi bila xk(n) = cos(n+ 2) , k = 0,1, .
Dimana k = n+ 2k, maka xk(n) tidak bisa dibedakan satu sama lain.
Artinya x1(n) = x2(n) = x3(n).= xk(n). Sehingga suatu sinyal dengan
frekuensi berbeda akan berbeda jika frekuensinya dibatasi pada daerah <
< atau 1/2 < f <1/2. Diluar itu akan terjadi fenomena aliasing.
III. PERANGKAT YANG DIPERLUKAN
1. PC yang dilengkapi dengan perangkat multimedia (sound card, Microphone,
Speaker active, atau headset).
2. Sistem Operasi Windows dan Perangkat Lunak Matlab yang dilengkapi
dengan tool box DSP.
IV. PROSEDUR KERJA
4.1

Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual

1. Membuat program baru dengan langkah berikut:


Fs=8;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s1=sin(2*pi*t*2);
subplot(211)
stem(t,s1)
axis([0 1 -1.2 1.2])
Fs=16;%frekuensi sampling
t=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=sin(2*pi*t*2);
subplot(212)
stem(t,s2)
axis([0 1 -1.2 1.2])

2. Melakukan perubahan pada nilai Fs, pada sinyal s1 sehingga bernilai 10, 12,
14, 16, 20, dan 30.

4.2

Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio

1. Membuat program bari sampling_2.m dengan perintah seperti berikut ini:


clear all;
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=100;
x=sin(2*pi*f*t);
sound(x,Fs)

2. Setelah program dijaankan. Selanjutnya mengubah nilai f = 200, 300, 400,


500, 600, 700, 800, dan 900.
4.3

Pengamatan Efek Aliasing pada Audio 1

1. Menyusun sebuah lagu sederhana dengan cara membuat program baru


berikut ini:
%gundul.m
clc
Fs=16000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
sound(lagu,Fs)

2. Menambahkan perintah berikut pada bagian akhir program:


wavwrite(lagu,gundul.wav)

3. Mengedit program diatas, dan melakukan perubahan pada nilai frekuensi


sampling Fs=16000, menjadi Fs =10000, 8000, 2000, 1000, 900, 800, 700,
600, dan 500.
4.4

Pengamatan Efek Aliasing pada Audio 2

1. Membuat program baru seperti berikut ini:


clear all;
[Y,Fs]=wavread('lagu_1_potong.wav');
Fs=16000;%nilai default Fs=16000

%Pilihan untuk memainkan lainnya Fs=8000, 11025,


22050,44100
sound(Y,Fs)

2. Mengubah nilai Fs = 8000.


3. Mengulangi lagi dengan merubah nilai Fs = 11025, 22050, dan 44100.
V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Hasil

1. Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling Secara Visual


Source code :

Output :

2. Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek Audio


Source code :
%Pengamatan Pengaruh Pemilihan Frekuensi Sampling pada Efek
Audio
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=100;
x=sin(2*pi*f*t);

subplot(331);sound(x,Fs);plot(x);title('f=100 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=200;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(332);sound(x,Fs);plot(x);title('f=200 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=300;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(333);sound(x,Fs);plot(x);title('f=300 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=400;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(334);sound(x,Fs);plot(x);title('f=400 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=500;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(335);sound(x,Fs);plot(x);title('f=500 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=600;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(336);sound(x,Fs);plot(x);title('f=600 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=700;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(337);sound(x,Fs);plot(x);title('f=700 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=800;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(338);sound(x,Fs);plot(x);title('f=800 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
f=900;
x=sin(2*pi*f*t);
subplot(339);sound(x,Fs);plot(x);title('f=900 Hz')

Output :

3. Pengamatan Efek Aliasing pada Audio 1


Source code :
%Pengamatan Efek Aliasing pada Audio 1
Fs=16000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
subplot(231);sound(lagu,Fs);plot(lagu);title('Fs=16000 Hz')
Fs=10000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];

nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
subplot(232);sound(lagu,Fs);plot(lagu);title('Fs=10000 Hz')
Fs=8000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
subplot(233);sound(lagu,Fs);plot(lagu);title('Fs=8000 Hz')
Fs=1000;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
subplot(234);sound(lagu,Fs);plot(lagu);title('Fs=1000 Hz')
Fs=800;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);
d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
subplot(235);sound(lagu,Fs);plot(lagu);title('Fs=800 Hz')
Fs=500;
t=0:1/Fs:0.25;
c=sin(2*pi*262*t);

d=sin(2*pi*294*t);
e=sin(2*pi*330*t);
f=sin(2*pi*249*t);
g=sin(2*pi*392*t);
a=sin(2*pi*440*t);
b=sin(2*pi*494*t);
c1=sin(2*pi*523*t);
nol = [zeros(size(t))];
nada1 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol,nol];
nada2 = [c,e,c,e,f,g,g,nol,b,c1,b,c1,b,g,nol];
nada3 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c,nol];
nada4 = [c,nol,e,nol,g,nol,f,f,g,f,e,c,f,e,c];
lagu=[nada1,nada2,nada3,nada4];
subplot(236);sound(lagu,Fs);plot(lagu);title('Fs=500 Hz')

Output :

4. Pengamatan Efek Aliasing pada Audio 2


Source code :
%Pengamatan Efek Aliasing pada Audio 2
[Y,Fs]=wavread('yodel.wav');
Fs=8000;%nilai default Fs=8000
%Pilihan untuk memainkan lainnya Fs=8000, 11025, 22050,44100
sound(Y,Fs)
subplot(231);plot(Y);title('Fs=8000 Hz')
[Y,Fs]=wavread('yodel.wav');
Fs=16000;%nilai default Fs=16000
sound(Y,Fs)
subplot(232);plot(Y);title('Fs=16000 Hz')
[Y,Fs]=wavread('yodel.wav');
Fs=11025;%nilai default Fs=11025
sound(Y,Fs)

subplot(233);plot(Y);title('Fs=11025 Hz')
[Y,Fs]=wavread('yodel.wav');
Fs=22050;%nilai default Fs=22050
sound(Y,Fs)
subplot(234);plot(Y);title('Fs=22050 Hz')
[Y,Fs]=wavread('yodel.wav');
Fs=44100;%nilai default Fs=44100
sound(Y,Fs)
subplot(235);plot(Y);title('Fs=44100 Hz')

Output :

5.2

Pembahasan
Pengamatan pengaruh pemilihan frekuensi sampling secara visual

memberikan hasil, di mana dari source code terlihat bahwa sinyal yang
dibangkitkan merupakan sinyal sinus. Untuk output yang dihasilkan, dengan
menggunakan perintah subplot dapat ditampilkan beberapa sinyal hasil sampling
sekakigus, di bagian atas merupakan sinyal dengan frekuensi sampling masingmasing adalah 8 Hz, 10 Hz, 12 Hz, 16 Hz, 20 Hz, dan 30 Hz. Sedangkan di bagian
bawah merupakan contoh sinyal yang mengalami sampling dengan frekuensi
sampling Fs=16 Hz. Terlihat dengan jelas bahwa dengan semakin besarnya nilai
frekuensi sampling Fs, dalam satu periode sinyal terbangkit juga akan semakin
banyak. Dengan kata lain sinyal hasil sampling akan semakin rapat dan semakin
menyerupai bentuk sinyal aslinya (analog)

Untuk pengamatan pengaruh pemilihan sampling pada efek audio pertamatama dilakukan dengan membangkitkan source code yang telah disebutkan pada
modul praktikum. Setelah program dijalankan, selanjutnya untuk periode samping
yang sama yakni Fs=1000 Hz diberikan nilai f yang berbeda-beda yakni 100 Hz,
200 Hz, 300 Hz, 400 Hz, 500 Hz, 600 Hz, 700 Hz, 800 Hz, dan 900 Hz. Setelah
program dijalankan ternyata sinyal dengan f=100 Hz menghasilkan bunyi yang
sama dengan sinyal dengan f=900 Hz, sinyal dengan f=200 Hz menghasilkan
bunyi yang sama dengan sinyal dengan f=800 Hz, sinyal dengan f=300 Hz
menghasilkan bunyi yang sama dengan sinyal dengan f=700 Hz, dan sinyal
dengan f=400 Hz menghasilkan bunyi yang sama dengan sinyal dengan f=600 Hz.
Dan dari output yang didapat juga terlihat bahwa sinyal-sinyal dengan masingmasing nilai berbeda tersebut akan sama untuk sinyal-sinyal yang menghasilkan
bunyi yang sama. Hal inilah yang disebut sebagai efek aliasing.
Penyusunan sebuah lagu sederhana dengan membuat program seperti pada
modul praktikum dilakukan untuk melakukan pengamatan efek aliasing pada
audio 1. Langkah pertama adalah dengan menentukan periode sampling terlebih
dahulu yakni masing-masing Fs=16000 Hz, Fs=10000 Hz, Fs=8000 Hz, Fs=1000
Hz, Fs=800 Hz, dan Fs=500 Hz. Kemudian untuk penentuan nada-nada dasar
adalah sama yakni untuk masing-masing nada dasar (c, d, e, f, g, a, b, c1)
dibangkitkan berdasarkarkan fungsi sinus dengan frekuensi standarnya masingmasing. Berdasarkan source code pada modul praktikum, saat program dijalankan
bunyi yang dihasilkan adalah lagu gundul pacul. Dengan menambahkan perintah
wavwrite, lagu tersebut disimpan dalam direktori dengan ekstensi .wav.
Selanjutnya, lagu tersebut diplot terhadap waktu. Dan memberikan hasil bahwa
semakn kecil nilai frekuensi sampling, bunyi yang dihasilkan akan semakin tidak
jelas atau terdengar putus-putus.
Pengamatan efek aliasing pada audio 2, saya mencoba membangkitkan
audio yodel.wav. Seperti pada pangamatan efek aliaing pada audio 1, sinyal
dibangkitkan dengan frekuensi sampling Fs yang berbeda-beda. Bunyi yang
dihasilkan akan semakin melengking untuk frekuensi sampling Fs yang semakin
besar.

VI.

KESIMPULAN

1. Semakin besar frekuensi sampling, secara visual sinyal sampling yang


dibangkitkan dalam satu periode akan semakin banyak. Sehingga bentuk
sinyal sampling tersebut akan semakin mendekati bentuk sinyal aslinya
(analog). Sebaliknya, semakin kecil nilai frekuensi sampling, akan semakian
sedikit sinyal sampling yang dibangkitkan dalam satu periode dan akan
semakin banyak bagian dari sinyal asli yang hilang.
2. Suatu sinyal dengan frekuensi berbeda akan berbeda jika frekuensinya
dibatasi pada daerah < < atau 1/2 < f <1/2. Diluar itu akan terjadi
fenomena aliasing. Dimana, untuk suatu sinyal audio akan dihasilkan bunyi
yang sama meskipun frekuensi samplingnya berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Tri Budi & Miftahul Huda. 2008. Dasar-dasar Operasi Matlab: Modul 4
Praktikum Sinyal dan Sistem.
Meddins, Bob. 2000. Introduction to Digitl Signal Processing. University of East
Anglia. United Kingdom.

You might also like